Anda di halaman 1dari 2

Ringkasan Bab 5:

Ethics and the Environment


Kerusakan lingkungan tidak terelakkan lagi dapat mengancam kesejahteraan makhluk
hidup, termasuk manusia, binatang, dan tumbuhan. Ancaman terhadap lingkungan datang dari dua
macam: polusi dan penipisan sumber daya. Polusi adalah kontaminasi lingkungan yang tidak
diinginkan yang muncul karena adanya aktivitas manusia seperti manufaktur, pembungan sampah
atau zat sisa, pembakaran bahan bakar, dan lain sebagainya. Sementara penipisan sumber daya
adalah konsumsi sumber daya yang terbatas atau langka. Polusi dapat mengontaminasi udara, air,
dan tanah.
Polusi udara sudah muncul sejak zaman revolusi industri. Biaya yang disebabkan oleh
polusi udara pun terus meningkat sejak saat itu. Saat ini, polusi udara berdampak pada vegetasi,
penurunan hasil agrikultural, dan penurunan kualitas pada industri kayu. Jenis-jenis polusi udara
yang umum terjadi adalah: (1) efek gas rumah kaca yang disebabkan oleh karbondioksida, metana,
dan oksidanitrat; (2) penipisan gas ozon yang disebabkan oleh chloroflourocarbons; (3) hujan asam
yang disebabkan oleh sulfuroksida; (4) racun udara yang disebabkan oleh benzena, formaldehid,
toluena, triklorotilen, dan 329 zat kimia lainnya; (5) polutan udara yang umumnya ditemui yang
disebabkan oleh karbonmonoksida, sulfuroksida, nitrodenoksida, timah, dan lain-lain.
Kontaminasi terhadap sumber daya perairan telah terjadi sejak lama. Polusi air sekarang
telah terjadi secara beragam, tidak hanya disebabkan oleh sampah organik namun juga sampah
nonorganik seperti bahan metal, material radioaktif, maupun bakteri, virus, dan sedimen. Hal-hal
tersebut dapat merusak kehidupan di perairan, kesehatan manusia, dan mengotori perairan. Jenis-
jenis polusi air yang umum terjadi adalah: (1) sampah organik yang disebabkan oleh kotoran
manusia, limbah dari binatang, bakteri, dan minyak; (2) polutan nonorganic yang disebabkan oleh
air garam, asam, fosfat, metal, asbestos, polychlorinated biphenyl (PCB), dan bahan kimia
radioaktif.
Sementara untuk polusi tanah umumnya disebabkan oleh: (1) bahan-bahan beracun seperti
asam, metal, solven, pestisida, herbisida, dan fenol; (2) sampah padat seperti sampah rumah tangga,
sampah industri, sampah agrikultural, dan sampah penambangan; (3) limbah nuklir yang bersifat
high-level (cesium, strontium, plutonium), transuranic (diluted high-level wastes), maupun low-
level (contaminated reactor equipment, uranium mine tailings). Limbah yang beracun dapat
menyebabkan peningkatan angka kematian dan peningkatan angka penyakit mulai dari penyakit
yang sederhana hingga penyakit serius. Sedangkan untuk limbah rumah tangga, meski jumlahnuya
terus meningkat, fasilitas pengolahannya hanya terbatas sehingga tidak mampu mengakomodir
seluruh limbah yang dihasilkan.
Dahulu kala, instansi bisnis dapat mengabaikan dampak operasi atau perusahaannya
terhadap lingkungan meski disebabkan oleh berbagai hal. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam
bisnis, udara dan air dianggap sebagai barang bebas (free goods). Ketika efek dari kegiatan
bisnisnya tidak begitu parah, perusahaan cenderung mengabaikan efek tersebut. Bagaimanapun,
ketika diakumulasikan dari beberapa perusahaan, efek tersebut menjadi besar dan berbahaya.
Kapasitas limbah akan terus meningkat dan barang bebas tersebut semakin lama akan semakin
menipis
Masalah polusi tidak hanya disebabkan oleh aktivitas bisnis. Polusi juga berasal dari
penggunaan konsumen terhadap suatu produk serta limbah rumah tangga lainnya. Karena setiap
manusia menghasilkan limbah, maka masalah perlimbahan akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah populasi. Meski masalah polusi disebabkan oleh hal yang beragam,
perlakuannya membutugkan solusi yang serupa, yakni isu etika atas polusi yang disebabkan oleh
hal komersil dan industri.
Kebanyakan ahli menyatakan bahwa masalah polusi dapat dibingkai dalam hal kewajiban
kita untuk mengenali dan melestarikan sistem ekologi. Sistem ekologi adalah sebuah set yang
saling berhubungan dan saling bergantung atas organisme dan lingkungan. Oleh karena itu manusia
memiliki kewajiban moral untuk menjaga lingkungan, tidak hanya yang berhubungan dengan
kepentingan manusia, tapi juga bagian lainnya dalam sistem. Desakan tersebut disebut juga dengan
etika ekologi, yakni sebuah pandangan mengenai etika yang menyatakan bahwa nonhuman parts
of the environment berhak untuk dijaga dan dipelihara terlepas dari manfaatnya untuk manusia.

Analisis Kasus:
The Ok Tedi Copper Mine
Setiap forum untuk diskusi keberlanjutan di tingkat global harus mencakup penambangan,
hal tersebut disebabkan oleh dampak lingkungannya yang sangat tidak proporsional. Di Amerika
Serikat, misalnya, pertambangan menyumbang kurang dari sepersepuluh dari satu persen produk
domestik bruto yang merupakan sumber limbah berbahaya terbesar dan mengonsumsi energi pada
tingkat yang tidak proporsional dengan kontribusi ekonominya. Tambang Ok Tedi di Papua Nugini
dalam dekade terakhir menjadi ikon pembuangan limbah dan batuan yang tidak bertanggung jawab
dari pertambangan skala besar dan juga menjadi studi kasus utama untuk pembahasan dampak
lingkungan dari pertambangan skala industri. Sejumlah kelompok etnis kecil bergantung pada
layanan ekosistem lokal untuk makanan, bahan bakar, dan perumahan, sebuah negara yang baru
merdeka, dan beberapa perusahaan multinasional besar saling terkait satu sama lain mengenai
sumber daya mineral. Ini adalah pola yang diulang di seluruh dunia berkembang, namun di sini
dengan konsekuensi lingkungan yang didokumentasikan dengan lebih baik daripada di kebanyakan
tempat.
Tambang Ok Tedi terletak di Star Mountain, Papua Nugini Barat, dekat perbatasan dengan
provinsi Papua, Indonesia. Daerah ini sangat berhutan, negara karst kapur yang sangat kasar dengan
curah hujan melebihi 8 m per tahun. Tambang ini dinamai Ok Tedi, anak sungai bagian atas Sungai
Terbang, yang mengalir ke Teluk Papua dan Selat Torres yang bersebelahan. The Fly adalah salah
satu sungai tropis terbesar di dunia, dan fauna ikannya adalah yang paling beragam di wilayah
Australasia. Karena besarnya masalah sosial dan lingkungan di sekitar Ok Tedi menjadi sangat
jelas, ada banyak upaya untuk memahami di mana proyek itu salah. Beberapa di antaranya
mengisyaratkan bahwa "jika hanya" telah ada penilaian dampak lingkungan yang lebih baik,
beberapa hal mungkin telah terjadi secara berbeda.
Kasus Ok Tedi menyoroti konflik antara kepentingan lokal dan masyarakat internasional.
Ini juga menyoroti perspektif yang berbeda dari dunia maju dan berkembang. Sedangkan
Pemerintah Papua Nugini bersedia untuk menerima dampak lingkungan karena tambang
menyediakan valuta asing, pekerjaan, dan mempromosikan pembangunan daerah, masyarakat
internasional, terutama LSM di negara maju, mengadvokasi penutupannya.

Anda mungkin juga menyukai