Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ABRASI DI DAERAH PESISIR

OLEH :

WILLIAM COHEN DAULAT SIMAMORA


1504115776

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini dibuat oleh penulis untuk melengkapi tugas mata kuliah P

emamfaatan Wilayah Pesisir dengan judul “ABRASI DI DAERAH PESISIR”.

Penulis semaksimal mungkin untuk menyempurnakan penulisan makalah

ini. Namun tidak tertutup kemungkinan ada kesalahan dan kekurangan pada

penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis dengan senang hati menerima segala

kritikan maupun saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan pada

waktu berikutnya.

Pekanbaru, 21 Maret 2018

William Cohen D.S.


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4

1.2 Pembatasan Masalah .................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6

ABRASI .................................................................................................................. 7

2.1 Penyebab Abrasi........................................................................................... 7

2.2 Dampak Abrasi terhadap Kehidupan ........................................................... 9

2.2.1 Dampak Abrasi....................................................................................... 9

2.2.2 Kasus-Kasus Merugikan oleh Abrasi ................................................. 11

2.3 Upaya Mengurangi Kerusakan yang Ditimbulkan Abrasi .......................... 19

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 29

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 29

3.2 Saran ........................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32


4

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 abrasi adalah proses

pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak

yang dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.

Seorang ahli perubahan iklim dari institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Armi

Susandi (2011) menyatakan bahwa ia meramalkan pada 2050 nanti 24 persen

wilayah Jakarta akan terendam air laut secara permanen.

Seperti diketahui, Indonesia sebagai negara kepulauan tentunya tidak lepas

dengan garis pantai, Indonesia sendiri memiliki garis pantai terpanjang keempat di

dunia setelah Kanada, Amerika Serikat dan Rusia, garis pantai Indonesia sendiri

sepanjang 95.181 kilometer. Namun sebanyak 20 persen dari garis pantai di

sepanjang wilayah Indonesia dilaporkan mengalami kerusakan, tentunya

kerusakan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain perubahan lingkungan

dan abrasi pantai.

Air laut tidak pernah diam. Air laut bergelombang di permukaannya,

kadang-kadang besar kadang-kadang kecil, tergantung pada kecepatan angin dan

kedalaman dasar lautnya. Semakin dalam dasar lautnya makin besar

gelombangnya. Gelombang mempunyai kemampuan untuk mengikis pantai.

Akibat pengikisan ini banyak pantai yang menjadi curam dan terjal. Tetapi

kerusakan atau kerugian yang diakibatkan abrasi bisa diperkecil degan cara tetap

menjaga kelestarian hutan mangrove di sekitar pantai.


5

Akan tetapi, kerusakan lingkungan pantai semakin bertambah seiring

dengan berjalannya waktu. Hutan-hutan mangrove yang dulunya menghiasi

pesisir pantai, kini telah dibabat habis oleh manusia karena keserakahannya untuk

memperkaya diri dengan membangun sarana wisata dan rekreasi, seperti hotel dan

lainnya. Dari total 9,4 juta hektare tanaman mangrove yang ada di Indonesia,

sesuai dengan data Departemen Kehutanan RI pada 2006, sekitar 70 persennya

rusak.

Oleh karena itu, kasus yang sering kita jumpai belakangan ini adalah

masalah abrasi pantai yang semakin parah akibatnya. Abrasi pantai ini terjadi

hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera diatasi karena

dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak

terkecuali manusia.

Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin

sempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi lebih berbahaya.

Seperti kita ketahui, negara kita Indonesia sangat terkenal dengan keindahan

pantainya. Setiap tahun banyak wisatawan dari mancanegara berdatangan ke

Indonesia untuk menikmati panorama pantainya yang sangat indah. Apabila

pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang datang

untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi

perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor

pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti hotel,

restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan mengalami

kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak

sedikit. Demikian juga dengan pemukiman penduduk yang berada di areal pantai
6

tersebut. Banyak penduduk yang akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah

mereka terkena dampak dari abrasi.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dampak dari abrasi sangat

berbahaya. Untuk itu penulis akan mencoba menjelaskan lebih lanjut mengenai

apa itu abrasi, penyebab abrasi, dan bagaimana solusi untuk

menanggulanginya.

1.2 Pembatasan Masalah

Adapun berdasarkan dari latar belakang di atas dapat disimpulkan:

1. Apa saja yang menyebabkan terjadinya abrasi?

2. Apa dampak abrasi terhadap kehidupan?

3. Bagaimana upaya untuk mengurangi kerusakan yang ditimbulkan abrasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Melalui karya tulis ini, pembaca diharapkan dapat:

1. Mengetahui penyebab abrasi.

2. Mengetahui dampak - dampak abrasi terhadap kehidupan.

3. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ataupun

menghambat kerusakan yang ditimbulkan abrasi.


7

ABRASI

2.1 Penyebab Abrasi

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan

arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai.

Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan

alam daerah pantai tersebut.

Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering

disebut sebagai penyebab utama abrasi. Abrasi disebabkan oleh naiknya

permukaan air laut di seluruh dunia karena mencairnya lapisan es di daerah kutub

bumi. Mencairnya lapisan es ini merupakan dampak dari pemanasan global yang

terjadi belakangan ini. Seperti yang kita ketahui, pemanasan global terjadi karena

gas-gas CO2 yang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan

bermotor menghalangi keluarnya gelombang panas dari matahari yang

dipantulkan oleh bumi sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam

atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di

kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu

mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan

akan menggerus daerah yang permukaannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa

terjadinya abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan.

Masih banyak daerah yang mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong

parah. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka

dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya

rendah akan tenggelam”.


8

Abrasi pantai diakibatkan oleh dua faktor utama yang disebabkan oleh aktivitas

manusia, yaitu:

1. Peningkatan permukaan air laut yang diakibatkan oleh mencairnya es di

daerah kutub sebagai akibat pemanasan global.

2. Hilangnya vegetasi mangrove (hutan bakau) di pesisir pantai. Sebagaimana

diketahui, akar-akar mangrove yang ditanam di pinggiran pantai mampu menahan

ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai. Sayangnya, hutan

bakau ini banyak yang telah dirusak oleh manusia melalui proses penebangan.

Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai memperbesar peluang terjadinya

abrasi.

3. Penambangan pasir sangat berperan banyak terhadap abrasi pantai, baik di

daerah tempat penambangan pasir maupun di daerah sekitarnya karena

terkurasnya pasir laut akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan arah arus

laut yang menghantam pantai.

4. Perusakan karang pantai juga merupakan salah satu penyebabnya karena

penggalian karang menyebabkan pertambahan kedalaman perairan dangkal yang

semula berfungsi meredam energi gelombang, akibatnya gelombang sampai ke

pantai dengan energi yang cukup besar.

5. Pendirian bangunan yang melewati garis pantai sehingga pasir atau tanah di

sekitar pantai menjadi tidak kuat.

Selain itu dapat juga diakibatkan oleh faktor alam, seperti:

a. Angin yang bertiup di atas lautan yang menimbulkan gelombang dan arus laut

sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikis daerah pantai. Gelombang yang


9

tiba di pantai dapat menggetarkan tanah atau batuan yang lama kelamaan akan

terlepas dari daratan.

b. Selain itu, tsunami juga merupakan salah satu faktor. Rusaknya bibir pantai di

perairan Indonesia akibat abrasi itu tidak terlepas dari geologi, kekuatan ombak

laut serta pusaran angin.

c. Proses fragmentasi sedimen juga merupakan penyebab abrasi karena butiran

pasir atau sedimen kasar lambat laun akan mengalami proses fragmentasi menjadi

butiran halus yang lebih mudah terbawa oleh arus dan ombak”.

Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi

disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor buatan di mana

manusialah yang paling mempengaruhi terjadinya abrasi ini melalui berbagai

aktivitas khususnya pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan

untuk mencari keuntungan pribadi.

2.2 Dampak Abrasi terhadap Kehidupan

2.2.1 Dampak Abrasi

Menurut Muhammad Arsyad (2012) menyatakan: “abrasi tentu sangat berdampak

terhadap kehidupan. Pada umumnya abrasi lebih banyak memiliki dampak negatif

dibandingkan dampak positif. Dampak negatif yang dihasilkan dari abrasi juga

sangat merugikan lingkungan khususnya manusia. Berikut ini akan dipaparkan

bukti-bukti kerugian yang diakibatkan abrasi.

a) Air laut tidak pernah diam. Air laut bergelombang di permukaannya, kadang-

kadang besar kadang-kadang kecil, tergantung pada kecepatan angin dan

kedalaman dasar lautnya. Semakin dalam dasar lautnya makin besar


10

gelombangnya. Gelombang mempunyai kemampuan untuk mengikis pantai.

Akibat pengikisan ini banyak pantai yang menjadi curam dan terjal.

b) Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang

tinggal di pinggir pantai.

c) Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai karena terpaan ombak yang

didorong angin kencang begitu besar.

d) Kehilangan tempat berkumpulnya ikan-ikan perairan pantai karena terkikisnya

hutan bakau.

e) Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan

yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan

mempengaruhi perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara

dari sektor pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata

seperti hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan

mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak

sedikit.

f) Pemukiman penduduk yang berada di areal pantai akan kehilangan tempat

tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.

g) Kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan luas pulau-pulau di Indonesia

banyak yang akan berkurang dan banyak pulau yang akan tenggelam.

h) Dalam beberapa tahun terakhir garis pantai di beberapa daerah di Indonesia

mengalami penyempitan yang cukup memprihatinkan. Di beberapa daerah abrasi

pantai dinilai belum pada kondisi yang membahayakan keselamatan warga

setempat, namun bila hal itu dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan dapat

menghambat pengembangan potensi kelautan di daerah tersebut secara


11

keseluruhan, baik pengembangan hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan

sumber daya kelautan lainnya.

i) Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak. Pemukiman

warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir

pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi pantai ini”.

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi sangat berdampak

terhadap kehidupan. Dibandingkan dengan dampak positif, abrasi lebih banyak

dampak negatif yang mana dampak negatif ini sangat merugikan manusia,

lingkungan, dan aktivitas manusia itu sendiri. Tidak hanya itu, wilayah negara

kita, Indonesia juga semakin menyempit. Ironisnya, semua dampak ini sebagian

besar disebabkan oleh manusia.

2.2.2 Kasus-Kasus Merugikan oleh Abrasi

Berikut ini akan dipaparkan daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan

penyempitan lingkungan karena abrasi.

1. Abrasi Pantai Pamekasan di Madura

Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)

Syamsul Muarif (2009) menyatakan:

“Abrasi pantai di Pamekasan terparah di Madura dibanding pantai pesisir di tiga

kabupaten lain di wilayah tersebut. Kondisi semacam itu dikarenakan kurangnya

kesadaran masyarakat dalam berupaya menciptakan lingkungan pesisir kondusif

dan ramah lingkungan.

Parahnya kerusahan pantai di Pamekasan ini tidak hanya diketahui

pemerintah pusat, akan tetapi masyarakat internasional. Hal ini cukup menyedot

perhatian masyarakat internasional sehingga mereka pun mengirimkan bantuan


12

untuk Indonesia. Sebagai contoh adanya bantuan 700 hektar tanaman mangrove

dari warga Jepang untuk Indonesia di mana 20 persennya untuk wilayah

Pamekasan”.

2. Abrasi Pantai Batukaras mencapai lebar 10 meter

Menurut Kepala Desa Batukaras, Abdul Karim (2013) menyatakan:

“Pantai Batukaras yang berada di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang,

Kabupaten Pangandaran mengalami abrasi. Pengikisan pantai mencapai sepanjang

empat kilometer. Peristiwa tersebut merupakan yang terparah diakui masyarakat

setempat karena lebar pengikisan pantai mencapai 10 meter.

Kejadian tersebut hampir terjadi setiap lima tahun sekali namun,

sepengetahuan dirinya ini merupakan yang terparah. Penyebab dari terjadinya

abrasi adalah curah hujan yang tinggi dan hembusan angin kencang. Tidak hanya

bibir pantai yang tergerus, pohon kelapa pun juga banyak yang tumbang karena

abrasi”.

3.Abrasi rusak 40 persen pantai di Indonesia

Menurut Alam Endah (2009) berpendapat: “abrasi pantai di Indonesia

telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Sedikitnya 40 persen dari 81 ribu

km pantai di Indonesia rusak akibat abrasi. Dalam beberapa tahun terakhir garis

pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami penyempitan yang cukup

memprihatinkan. Abrasi yang terjadi mampu menenggelamkan daratan antara 2

hingga 10 meter per tahun.

Apabila tidak diatasi, lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya

rendah akan tenggelam. Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi

rusak. Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut. Tidak sedikit
13

warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi pantai ini. Abrasi

pantai juga berpotensi menenggelamkan beberapa pulau kecil di perairan

Indonesia”.

4. Abrasi ancam keasrian pantai di Bali

Menurut Eddy Lee (2013) menyatakan: “Pulau Bali sebagai salah satu

daerah tujuan wisata di Indonesia terkenal memiliki keindahan alam yang tersebar

mulai daerah pegunungan hingga kawasan pantai. Namun belakangan ini kondisi

pantai-pantai di pulau Bali mengalami abrasi yang cukup parah. Abrasi yang

tersebar di seluruh kawasan pantai di pulau Bali telah mengakibatkan kerusakan

terhadap berbagai hak milik dan prasarana umum seperti: areal pertanian, kebun,

pemukiman penduduk, jalan, tempat-tempat ibadah (pura), dan resort pariwisata.

Abrasi yang terjadi di Pantai Kuta sejak tahun 2000 akibat terjangan ombak laut

makin lama makin parah hingga kini mengingat ombak yang disertai angin

kencang terus meliputi Pantai Kuta. Hal itu bertambah parah karena pantai kian

hari makin tergerus air laut bahkan air laut sempat mencapai jalan raya sehingga

jalanan dipenuhi oleh pasir”.

5. Pulau Sentut, Bintan terancam tenggelam

Menurut salah satu majalah di Kepulauan Riau, Haluan Kepri (2013)

menyatakan: “akibat terjadinya abrasi dan banyaknya penambangan bauksit di

Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri mengakibatkan sejumlah pulau rawan

tenggelam. Salah satunya Pulau Sentut yang merupakan pulau terluar Indonesia

yang terletak di perairan Laut Cina Selatan atau perbatasan Indonesia dengan

Malaysia.
14

Pulau ini berada di sebelah timur dari Pulau Bintan dengan koordinat

1°2'52” LU, 104°49’50” BT yang terletak di titik koordinat 1, masuk Kecamatan

Gunung Kijang desa Malang Rapat, Bintan.

Pulau Sentut luasnya tidak sampai 2 hektar dan hanya berupa pasir. Saat

ini luas dan ketinggian pulau berkurang akibat abrasi dan penambangan bauksit

berapa bulan lalu. Dikatakan sebelumnya Pulau Sentut pernah ditambang oleh PT.

Gunung Sion yang berlangsung hanya beberapa bulan saja dan perusahaan

tersebut saat ini telah pindah di pulau lainnya. Disekitar wilayah Bintan juga ada

dua pulau yang terancam tenggelam karena abrasi dan penambangan tersebut.

Begitu pula dengan Pulau Tembora yang terancam tenggelam akibat

penambangan bauksit. Warga khawatir luas pulau berkurang dan tenggelam akibat

penambangan ini. Pulau Ngalih juga disasar sebagai lokasi

pertambangan. Padahal, pulaunya kurang dari 80 hektar itu termasuk pulau kecil

yang dilarang untuk penambangan di Kecamatan Mantang.

Sedikitnya enam pulau di pesisir barat dan selatan hampir tenggelam.

Lebih dari separuh pulau-pulau itu terendam air laut. Sisanya berupa daratan

dengan pasir. Garis terluar pulau-pulau itu masih terlihat. Namun, garis terluar ada

di bawah air. Jika tidak tenggelam, luas asli pulau jauh lebih besar dari kondisi

saat ini”.

6. Selama dua tahun 24 pulau kecil di Indonesia tenggelam

Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) (2007)

mengungkapkan: “hanya dalam waktu dua tahun dari 2005 hingga 2007

sedikitnya 24 pulau kecil di wilayah Indonesia telah tenggelam”.

Selain itu menurut Direktur Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil, Ditjen Kelautan,


15

Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) DKP, Alex S.W. Retraubun (2007)

menyatakan: “24 pulau yang dinyatakan hilang itu merupakan kawasan yang

sudah teridentifikasi dan telah memiliki nama. Mayoritas pulau kecil yang

tenggelam tersebut akibat abrasi air laut diperburuk oleh kegiatan penambangan

untuk kepentingan komersial. Selain itu, bencana tsunami Aceh 2004 juga

berdampak menenggelamkan tiga pulau kecil setempat.

Sebanyak 24 pulau yang tenggelam itu antara lain tiga pulau di Nanggroe

Aceh Darussalam (NAD), tiga pulau di Sumatera Utara, tiga di Papua, lima di

Kepulauan Riau, dua di Sumatera Barat, satu di Sulawesi Selatan, dan tujuh di

kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta. Sebanyak 13 pulau atau 54,1 persen

diantaranya tenggelam akibat abrasi. Sementara, delapan lainnya karena kegiatan

penambangan dan sisanya akibat dampak tsunami Aceh yang terjadi tiga tahun

lalu.

Dua puluh empat pulau yang tenggelam tersebut yakni Sanjai, Karang

Linon Besar dan Karang Linon Kecil di NAD, Pulau Pusung, Lawandra, Niankin

(Sumatera Utara), Pulau Kikis dan Sijaujau (Sumatera Barat). Di Kepulauan Riau,

yakni Pulau Terumbu Daun, Lereh, Tikus, Inggit, dan Begonjai akibat

penambangan pasir dan abrasi, sementara di Jakarta yakni Pulau Ubi Besar, Ubi

Kecil dan Nirwana karena tambang untuk bandara. Selain itu juga Pulau Dapur,

Payung Kecil, Air Kecil dan Nyamuk Kecil karena abrasi, sedangkan di Sulawesi

Selatan yakni Pulau Laut, sementara tiga pulau di Papua yakni Mioswekel,

Urbinasi dan Klakepo.

Pulau-pulau itu merupakan dataran landai yang hanya berketinggian

sekitar satu meter di atas permukaan laut sehingga rentan terkena abrasi yang
16

menyebabkan daratannya terkikis air laut. Kekhawatiran akan tingkat kehilangan

fisik kawasan pulau-pulau kecil bakal semakin masif dan besar menyusul

fenomena pemanasan global yang menaikkan permukaan air laut hampir satu

meter sampai akhir abad ini. Selain menenggelamkan pulau kecil, fenomena

pemanasan global juga memperluas kerusakan terumbu karang”.

7. Pulau Putri Batam terancam tenggelam akibat abrasi

Menurut Antara News (2013) mengabarkan: “Pulau Puteri yang terletak

pada bagian utara Kota Batam terancam tenggelam akibat terkikis abrasi laut

sehingga luasnya terus berkurang. Pulau terdepan yang berbatasan dengan

Singapura dan Malaysia itu, sebelumnya masih ditumbuhi pohon-pohon, namun

selama gelombang tinggi pohon itu habis digerus ombak. Saat musim angin utara

Pulau Puteri luasnya makin menyempit yang bisa ditempuh selama lima menit

dengan perahu mesin kecil namun, akibat abrasi dan banyaknya pencemaran

minyak saat musim utara sehingga bakau dan tumbuhan penahan gelombang

lainnya mati sehingga mengakibatkan luasnya terus menyusut.

Akibat pencemaran yang terjadi upaya penanaman bakau yang dilakukan tidak

membuahkan hasil. Semua mati karena limbah minyak”.

Sebelumnya, ahli kelautan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi

Kepri, Dr Ediwan (2013) mengungkapkan:

“Ekosistem laut di Kepri semakin mengkhawatirkan akibat maraknya pencemaran

laut terutama dari limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).

Ada banyak faktor mengapa laut Kepri kian kritis. Ini akibat maraknya

pembuangan limbah baik dari kapal asing yang melintas. Jika ini terus terjadi

maka cepat atau lambat, habitat laut di Kepri akan punah. Ada tiga ekosistem laut
17

terancam punah yaitu karang, pasir dan mangrove atau bakau bila terkena limbah.

Tumbuhan tidak akan bisa hidup sementara ekosistem laut lain akan pergi.

Jika hewan karang yang biasa menempel di karang merasa tidak nyaman, maka

akan pergi akibatnya karang rapuh dan tidak akan mampu menopang ekosistem

laut lainnya. Limpahan limbah yang terjadi di laut diakibatkan oleh berbagai

aktivitas, baik industri, alat transportasi seperti kapal dan tanker, maupun aktivitas

penduduk. Rata-rata limbah industri mengalir bebas ke laut”.

8. Kerusakan Pantai Muarareja di utara Kota Tegal, Jawa Tengah

Menurut Lilis Sofiana (2009) menyatakan: “kerusakan yang terjadi di Pantai

Muarareja adalah pengikisan (abrasi) daratan di pinggir pantai yang disebabkan

besarnya terjangan gelambang air laut dan adanya luapan air laut (rob) di daerah

tersebut. Kerusakan ini terjadi akibat ulah tangan manusia yang merusak sarana

dan prasarana umum di sekitar kawasan tersebut dengan menebang pohon bakau

yang berfungsi sebagai penangkal arus air laut.

Abrasi yang terjadi di Pantai Muarareja menyebabkan ratusan kepala keluarga

kehilangan tempat tinggal setelah dusun mereka tenggelam akibat abrasi. Kondisi

tersebut diperparah dengan tingginya gelombang pada saat musim penghujan.

Dalam beberapa bulan terakhir garis pantai ke arah laut sepanjang 7,5 kilometer

terkikis 20 meter dari bibir pantai. Lebar daratan pantai yang dulu mencapai 200

meter saat ini hanya tersisa 20 meter. Bahkan, sebagian daratan berupa tambak

penduduk sudah berbatasan langsung dengan air laut.

Abrasi di Pantai Muarareja sudah terjadi selama puluhan tahun. Abrasi telah

mengikis daratan di pinggir pantai sepanjang sekitar 50 meter dan menghancurkan


18

sekitar 300 hektar lahan tambak milik nelayan di sana. Hal itu terjadi karena

pohon bakau yang berfungsi sebagai penangkal arus air laut hilang ditebang.

Selain itu, di kawasan Muarareja juga terjadi rob atau limpahan air laut. Rob

tersebut menggenangi ratusan rumah warga dan jalan. Biasanya air mulai

menggenangi rumah warga sekitar pukul 16.00 dan surut sekitar pukul 20.00

WIB. Ketinggian air di dalam rumah bisa mencapai sekitar 20 cm, sedangkan

ketinggian air di jalan bisa mencapai 50 cm. Meskipun tidak menimbulkan

korban, rob sangat mengganggu aktivitas warga.

Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya pemerintah dengan segera melakukan

perbaikan terhadap daerah pesisir pantai Muarareja, Kota Tegal. Dalam upaya

mengatasi kerusakan terutama yang disebabkan oleh abrasi sudah saatnya bagi

kita untuk memikirkan cara-cara dan melakukan tindakan yang berwawasan

konservasi, tidak lagi hanya dengan melakukan upaya yang sifatnya sementara

saja. Pencegahan ataupun penanggulangan abrasi dengan berwawasan konservasi

tentu akan memberikan berbagai keuntungan bagi lingkungan (alam) yang akan

membawa pengaruh positif dalam kehidupan manusia”.

9. Abrasi di Pulau Gede, Rembang

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas (2012) menyatakan:

“Pulau Gede merupakan sebuah pulau kecil di perairan Laut

Jawa di utara Kabupaten Rembang. Pulau tidak berpenghuni yang terletak 2 mil

ke arah timur Pulau Marongan ini hanya berjarak tidak lebih dari 5 km dari bibir

pantai Kota Rembang.

Sekarang sebagian daratan pulau itu tenggelam karena tingkat abrasi yang tinggi

disebabkan oleh benturan gelombang laut. Hal itu terjadi gara-gara banyak orang
19

yang mengambil karang di sekitar pulau itu yang digunakan untuk pembuatan

bangunan”.

10. Pulau Kelor akan tenggelam

National Geografic Indonesia (2011) memprediksikan: “Pulau Kelor, pulau kecil

yang terdapat di gugusan kepulauan seribu itu akan tenggelam 45 tahun lagi.

Prediksi tentang Pulau Kelor yang akan tenggelam dalam waktu 45 tahun ke

depan didasarkan atas data UPT Taman Arkeologi Onrust yang mengungkap

bahwa pada tahun 1980-an Pulau Kelor memiliki luas sekitar 1,5 hektar namun,

kini luasnya tidak mencapai 1 hektar.

Menyempitnya luas Pulau Kelor yang mengakibatkannya terancam tenggelam dan

musnah diakibatkan oleh abrasi yang mengikis pulau tersebut. Apalagi dengan

kecendurungan naiknya permukaan air laut sebagai akibat pemanasan global.

Tidak hanya Pulau Kelor saja. Banyak pulau-pulau kecil Indonesia yang terancam

hilang bukan lantaran direbut dan dikuasai oleh negara tetangga namun, musnah

lantaran abrasi, penambangan pasir, naiknya permukaan air laut serta kerusakan

alam lainnya”.

2.3 Upaya Mengurangi Kerusakan yang Ditimbulkan Abrasi

Abrasi tidak mungkin bisa dicegah karena setiap hari air laut terus bergerak dan

anginpun tak berhenti berhembus. Oleh karena itu, kita sebagai manusia hanya

bisa mengurangi, menghambat, atau memperkecil kerusakan yang diakibatkan

oleh abrasi.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi (paling tidak

menghambat) masalah abrasi pantai ini menurut Islahudin (2012), yaitu:

1. Untuk mengatasi masalah abrasi di Pamekasan seperti yang dipaparkan


20

2. sebelumnya, Sekjen DKP menempatkan Kabupaten Pamekasan sebagai

tempat pelaksanaan jambore mitigasi mangrove. Beliau berharap dengan

adanya jambore mitigasi mangrove yang digelar di Pamekasan ini

masyarakat bisa lebih peduli untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Mereka juga berharap agar kegiatan ini tidak berhenti sampai di sini saja,

akan tetapi bisa tetap berkelanjutan sehingga tanaman mangrove di

pesisir pantai di Pamekasan ini bisa terjaga dengan baik.

3. Pemulihan hutan mangrove di sekitar pantai yang terkena dampak abrasi

tersebut. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya rehabilitasi untuk

memperbaiki tanaman mangrove yang rusak tersebut. Pada 2004 dan 2005

pemerintah mampu menghijaukan 34.601 hektar hutan mangrove (bakau),

sedangkan pada tahun 2006 sekitar 2.790 hektar.

4. Pelestarian terumbu karang, yaitu melalui rehabilitasi lingkungan pesisir

yang hutan bakaunya sudah punah, baik akibat dari abrasi itu sendiri

maupun dari pembukaan lahan tambak. Terumbu karang juga dapat

berfungsi mengurangi kekuatan gelombang yang sampai ke pantai. Oleh

karena itu, perlu pelestarian terumbu karang dengan membuat peraturan

untuk melindungi habitatnya.

6. Pelarangan penggalian pasir pantai. Perlu peraturan baik di tingkat

pemerintah daerah maupun pusat yang mengatur pelarangan penggalian

pasir pantai secara besar-besaran yang tidak memperhatikan kelestarian

lingkungan.

7. Usaha membangun pengaman pantai. Pengaman pantai bertujuan untuk

mencegah erosi pantai dan penggenangan daerah pantai akibat hempasan


21

gelombang (overtopping). Berdasarkan strukturnya pengaman pantai

dibedakan menjadi dua, yaitu pengamanan lunak (soft protection) dan

pengamanan keras (hard protection).

1) Pengamanan lunak dilakukan dengan tiga cara yaitu:

I. Pengisian pasir, pengisian pasir bertujuan untuk mengganti pasir

yang hilang akibat erosi dan memberikan perlindungan pantai terhadap erosi

dalam bentuk sistem tanggul pasir. Hal yang harus diperhatikan adalah lokasi

pasir harus memiliki kedalaman yang cukup sehingga pertambahan kedalaman

akibat penggalian pasir tidak mempengaruhi pola gelombang dan arus yang pada

gilirannya akan mengakibatkan erosi ke pantai-pantai sekitarnya.

II. Terumbu karang, merupakan bentukan yang terdiri dari tumpukan

zat kapur. Bentukan terumbu karang dibangun oleh hewan karang dan hewan-

hewan serta tumbuhan lainnya yang mengandung zat kapur melalui proses

biologis dan geologis dalam kurun waktu yang relatif lama. Fungsi terumbu

karang selain sebagai bagian ekologis dari ekosistem pantai yang sangat kaya

dengan produksi perikanan juga melindungi pantai dan ekosistem perairan

dangkal lain dari hempasan ombak dan arus yang mengancam terjadinya erosi.

III. Hutan bakau (mangrove forest), merupakan komunitas vegetasi

pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Fungsi dari hutan bakau

selain sebagai tempat wisata dan penghasil kayu adalah sebagai peredam

gelombang dan angin badai, pelindung erosi, penahan lumpur dan penangkap

sedimen. Sebenarnya telah banyak orang yang mengetahui fungsi dan kegunaan

hutan bakau bagi lingkungan. Namun, dalam prakteknya di lapangan masih


22

banyak pula yang belum memanfaatkan hutan bakau sebagai sarana untuk

mencegah atau mengatasi abrasi. Padahal, mangrove yang ditanam di pinggiran

pantai, akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya

pengikisan pantai.

Selain mencegah atau mengatasi abrasi, hutan bakau dapat membawa keuntungan-

keuntungan lebih daripada hanya sekedar membangun pemecah gelombang

buatan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain:

1. Menjaga kestabilan garis pantai.

2. Menahan atau menyerap tiupan angin laut yang kencang.

3. Dapat mengurangi resiko dampak dari tsunami.

4. Membantu proses pengendapan lumpur sehingga kualitas air laut lebih terjaga

dari endapan lumpur erosi.

5. Menghasilkan oksigen yang bermanfaat bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.

6. Mengurangi polusi, baik udara maupun air.

7. Sumber plasma nutfah.

8. Menjaga keseimbangan alam.

9. Sebagai habitat alami makhluk hidup seperti burung, kepiting, dan lain

sebagainya.

Beberapa hal di atas merupakan sebagian dari berbagai keuntungan yang dapat

diperoleh dari penanaman hutan bakau dalam usaha mencegah atau mengatasi

abrasi. Selain itu pemerintah tidak perlu lagi berulang kali membangun pemecah

gelombang sehingga dapat menghemat pengeluaran dan dapat mengalokasikan

dana untuk keperluan-keperluan lain (tentunya yang berguna untuk masyarakat).

2) Pengamanan keras dilakukan dengan 5 cara, yaitu:


23

I. Revetment (pelindung tebing pantai), stuktur pelindung pantai yang dibuat

sejajar pantai dan biasanya memiliki permukaan miring. Strukturnya biasa terdiri

dari beton, timbunan batu, karung pasir, dan beronjong (gabion). Karena

permukaannya terdiri dari timbunan batu atau blok beton dengan rongga-rongga

diantaranya, maka revetment lebih efektif untuk meredam energi gelombang.

Bangunannya dibuat untuk menjaga stabilitas tebing atau lereng yang disebabkan

oleh arus atau gelombang. Ada beberapa tipe dari revetment, seperti: Rip-rap

(batuan yang dicetak dan berbentuk seragam), Unit armour (beton), dan batu

alam(blok beton).

II. Seawall (dinding), hampir serupa dengan revetment, yaitu dibuat sejajar

pantai tapi seawall memiliki dinding relatif tegak atau lengkung. Seawall pada

umumnya dibuat dari konstruksi padat seperti beton, turap baja atau kayu,

pasangan batu atau pipa beton sehingga seawall tidak meredam energi gelombang,

tetapi gelombang yang memukul permukaan seawall akan dipantulkan kembali

dan menyebabkan gerusan pada bagian tumitnya.

III. Groin (groyne), struktur pengaman pantai yang dibangun menjorok relatif

tegak lurus terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya kayu, baja, beton

(pipa beton), dan batu.

IV. Pemecah Gelombang Sejajar Pantai, dibuat terpisah ke arah lepas pantai,

tetapi masih di dalam zona gelombang pecah (breaking zone). Bagian sisi luar

pemecah gelombang memberikan perlindungan dengan meredam energi

gelombang sehingga gelombang dan arus di belakangnya dapat dikurangi. Pantai

di belakang struktur akan stabil dengan terbentuknya endapan sedimen.

Pencegahan abrasi dengan membangun pemecah gelombang buatan di sekitar


24

pantai dengan maksud untuk mengurangi abrasi yang terjadi tanpa dibarengi

dengan usaha konservasi ekosistem pantai (seperti penanaman bakau dan/atau

konservasi terumbu karang).

Akibatnya, dalam beberapa tahun kemudian abrasi kembali terjadi karena

pemecah gelombang buatan tersebut tidak mampu terus-menerus menahan

terjangan gelombang laut. Namun, sering kali pengalaman tersebut tidak dijadikan

pelajaran dalam menetapkan kebijakan selanjutnya dalam upaya mencegah

ataupun mengatasi abrasi. Yang sering terjadi di lapangan ketika pemecah

gelombang telah rusak adalah pemerintah setempat membangun pemecah

geombang buatan lagi dan tanpa dibarengi dengan penanaman bakau atau

konservasi terumbu karang yang rusak. Hal tersebut seakan-akan menjadi suatu

rutinitas yang bila dipikir lebih jauh, tentunya hal tersebut akan berimbas terhadap

dana yang harus dikeluarkan daerah setempat.

Seandainya, dalam mengatasi abrasi tersebut kebijakan yang diambil pemerintah

yaitu dengan membangun pemecah gelombang buatan (pada awal usaha

mengatasi abrasi atau jika kondisi abrasi benar-benar parah dan diperlukan

tindakan super cepat) dengan dibarengi penanaman bakau di sekitar daerah yang

terkena abrasi atau bahkan bila memungkinkan dibarengi pula dengan konservasi

terumbu karang, tentunya pemerintah setempat tidak perlu secara berkala terus

menerus membangun pemecah gelombang yang menghabiskan dana yang tidak

sedikit. Hal ini dikarenakan dalam beberapa tahun sejak penanaman, tanaman-

tanaman bakau tersebut sudah cukup untuk mengatasi atau mengurangi abrasi

yang terjadi.
25

V. Stabilisasi Pantai, dilakukan dengan membuat bangunan pengarah sedimen

seperti tanjung buatan, pemecah gelombang sejajar pantai, dan karang buatan

yang dikombinasikan dengan pengisian pasir. Metode ini dilakukan apabila suatu

kawasan pantai terdapat defisit sedimen yang sangat besar sehingga dipandang

perlu untuk mengembalikan kawasan pantai yang hilang akibat erosi.

Pada saat ini, konsep pengamanan di atas akan dan sedang diterapkan, misalnya

untuk Pantai Sanur, Nusa Dua, dan Kuta. Sedangkan untuk Pura Tanah Lot

diamankan dengan pemecah gelombang terendam. Dalam hal ini kita sebagai

warga negara yang baik hendaknya ikut beperan dalam proses pengamanan pantai

tersebut, yaitu dengan ikut melestarikan ekosistem laut beserta isinya, melakukan

pembangunan sesuai peraturan yang berlaku agar tidak melewati garis pantai,

serta tidak melakukan penambangan pasir atau perusakan karang.

6. Mereklamasi bekas lubang tambang pasir atau barang tambang di daerah

pesisir pantai.

7. Untuk mengantisipasi abrasi yang lebih parah, program penanaman

mangrove mulai digencarkan di wilayah pesisir Kota Semarang. Belum lama ini,

puluhan anggota Linmas dan elemen masyarakat Kelurahan Wonolopo

Kecamatan Mijen, melakukan bakti sosial penanaman 1.500 pohon bakau atau

mangrove di sisa-sisa Pulau Tiram Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu.

8. Penyediaan bibit penghijauan hutan mangrove di sekitar pantai.

9. Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jendral Sumber Daya Air

juga melaksanakan pembuatan bangunan pantai yang terutama di tunjukan untuk

pengamanan atau perlindungan garis pantai dari kerusakan yang disebabkan oleh

gelombang dan arus laut. Bangunan-bangunan tersebut adalah sebagai berikut:


26

1) Krib, adalah bangunan pengaman pantai yang mempunyai fungsi untuk

mengendalikan pergerakan material-material seperti pasir pantai yang bergerak

secara alami yang disebabkan oleh arus yang sejajar pantai (Litoral Drift). Bentuk

krib biasanya dibangun lurus, namun ada pula yang berbentuk zig-zag atau

berbentuk Y, T, atau L.

2) Tembok pantai atau tanggul pantai, dibangun untuk melindungi daratan

terhadap erosi, gelombang laut, dan bahaya banjir yang disebabkan oleh

hempasan gelombang. Tembok pantai ada yang bersifat meredam energi

gelombang dan ada yang tidak. Adapun bahan yang digunakan ada yang dari

beton atau pasangan batu kosong (rublemounts).

3) Pemecah gelombang yang putus-putus (Detached Break Water), dibuat sejajar

pantai dengan jarak tertentu dari pantai. Bangunan ini berfungsi untuk mengubah

kapasitas transport sendimen yang sejajar ataupun tegak lurus dengan pantai dan

akan mengakibatkan terjadinya endapan (akresi) di belakang bangunan yang biasa

disebut dengan tombolo.

4) Konservasi pantai, kegiatan yang tidak hanya sekedar pengaman tepi pantai

dari ancaman arus atau gelombang laut namun, memiliki kepentingan yang lebih

jauh misalnya untuk rekreasi, tempat berlabuh kapal-kapal pesiar dan sebagainya.

Salah satu yang dikerjakan ialah dengan membuat tanjung-tanjung buatan

(artificial headland), di mana di antara tanjung-tanjung buatan tersebut dapat

digunakan kapal pesiar untuk berenang, tempat tersebut diisi dengan pasir yang

berkualitas baik yang biasanya diambil dari laut agar tidak merusak lingkungan.

Di Indonesia konversi pantai baru dikerjakan di Pantai Kuta dan Sanur di Pulau

Bali.
27

10. Permasalahan abrasi pantai yang terjadi di Singkawang menjadi perhatian

Walikota Singkawang Drs. H. Awang Ishak, M. Si. Dia telah menginstruksikan

kepada Dinas Binas Marga, Sumber Daya Air dan ESDM Kota Singkawang untuk

menginventarisir wilayah yang mengalami abrasi pantai”.

Dapat disimpulkan bahwa ada banyak sekali cara yang dapat digunakan

atau terapkan untuk melestarikan daerah pantai khusunya pesisir yang sangat

rentan tergerus abrasi. Akan tetapi, hasil yang kita lukan akan jauh lebih baik

apabila pemerintah turut berperan agar tindakan yang kita lakukan tidak sia-sia.

Penanganan abrasi pantai memang sulit. Solusi di atas memiliki resiko dan

kekurangan masing-masing. Pemasangan alat pemecah ombak tentunya

memerlukan biaya yang sangat besar, waktu yang lama, dan wilayah yang luas

sedangkan penanaman vegetasi mangrove pun tidak dapat dilakukan di semua

jenis pantai karena mangrove hanya tumbuh di daerah yang berlumpur. Hal ini

akan menjadi sangat sulit karena sebagian besar pantai di Indonesia merupakan

perairan yang dasarnya tertutupi oleh pasir. Seperti kita ketahui bahwa tanaman

bakau tidak dapat tumbuh pada daerah berpasir.

Tidak hanya itu, rehabilitasi hutan mangrove juga memiliki kendala di

pemerintahannya sendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000

tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, kewenangan

Pemerintah Pusat dalam rehabilitasi hutan dan lahan, termasuk hutan mangrove

hanya terbatas menetapkan pola umum sedangkan penyelenggaraan oleh

pemerintah daerah. Jadi, keputusan untuk pemulihan lahan masih diselenggarakan

oleh pemerintah daerah.


28

Tetapi meskipun sangat sulit, usaha untuk mengatasi abrasi ini harus terus

dilakukan. Jika masalah abrasi ini tidak segera ditanggulangi, maka bukan tidak

mungkin dalam beberapa tahun ke depan luas daratan di Indonesia banyak yang

akan berkurang. Bahkan beberapa pulau terancam hilang.

Agar upaya ini dapat berjalan dengan lebih baik, maka peranan dari semua elemen

masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah tidak akan dapat mengatasinya tanpa

partisipasi dari masyarakat. Apabila alat pemecah ombak berhasil dibangun dan

hutan bakau atau hutan mangrove berhasil ditanam, maka dampak abrasi tentu

akan dapat dikurangi meskipun tidak sampai 100%.

Masalah pencemaran pantai juga harus diatasi dengan sangat serius karena dapat

merusak keindahan dan keasrian pantai. Untuk mengatasi permasalahan ini

kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan harus ditingkatkan. Selain itu

peraturan untuk tidak merusak lingkungan harus dibuat dan menindak dengan

tegas bagi siapa pun yang melanggarnya.

Sekarang ini di beberapa pantai masih banyak ditemui sampah-sampah yang

berserakan. Selain itu, limbah pabrik yang beracun banyak yang dialirkan ke

sungai yang kemudian mengalir ke laut. Hal ini dapat merusak ekosistem laut dan

juga dapat membunuh beberapa biota laut. Pemerintah seharusnya menghimbau

agar seluruh pabrik-pabrik tersebut membuang limbahnya setelah dinetralisasi

terlebih dahulu.

Oleh karena itu, tanpa kesadaran dari diri kita sendiri untuk merawat dan menjaga

lingkungan, niscaya abrasi akan tetap terus terjadi dan semakin memburuk.

Bahkan, bukan tidak mungkin pulau-pulau besar juga mungkin akan tenggelam.
29

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan:

1. Abrasi dan pencemaran pantai merupakan masalah pelik yang dihadapi oleh

masyarakat. Abrasi diakibatkan oleh 2 faktor, baik faktor alam (angin selalu

berhembus menyebabkan air laut terus bergerak sehingga perlahan-lahan

mengikis daratan atupun oleh bencana alam) maupun manusia(pembabatan hutan

bakau, perusakan terumbu karang, penggalian pasir).

2. Dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan

semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang

permukaannya rendah akan tenggelam. Ada banyak sekali pulau-pulau kecil di

Indonesia yang tenggelam dan menghilang dikarenakan abrasi. Bahkan,

diprediksikan beberapa tahun mendatang Indonesia akan kehilangan ribuan pulau

karena abrasi.

3. Kita dapat mengurangi atau memperkecil dampak negatif dari abrasi dengan

melakukan beberapa cara, seperti membangun alat pemecah ombak dan menanam

pohon bakau di pinggir pantai. Alat pemecah ombak dapat menahan laju ombak

dan memecahkan gelombang air sehingga kekuatan ombak saat mencapai bibir

pantai akan berkurang. Demikian juga dengan pohon bakau yang ditanam di

pinggiran pantai. Akar-akarnya yang kokoh dapat menahan kekuatan ombak agar

tidak mengikis pantai.

4. Masalah abrasi maupun pencemaran lingkungan ini sangat sulit untuk diatasi

karena kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungannya. Masih banyak

orang yang membuang sampah pada sembarang tempat yang nantinya dapat
30

mencemari lingkungan. Masih banyak pula pihak-pihak tertentu yang melakukan

pembangunan suatu daerah tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan,

termasuk daerah pesisir.

5. Permasalahan ini harus diselesaikan bukan hanya oleh pemerintah, tapi juga

memerlukan partisipasi dari masyarakat. Niscaya, tanpa adanya kesadaran

masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan, baik darat maupun laut,

Indonesia akan kehilangan lebih banyak pulau dan bukan tidak mungkin pulau-

pulau besar pun akan turut tenggelam.

3.2 Saran

Setelah penulis mengulas permasalahan di atas, penulis ingin menyarankan

kepada pembaca khususnya masyarakat pada umumnya untuk mengambil peran

dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai karena usaha dari

pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat. Disarankan

juga agar pemerintah lebih menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam

kegiatan yang tidak memperhatikan lingkungan.

Pembangunan alat pemecah ombak dan penanaman pohon bakau harus segera

dilakukan agar abrasi yang terjadi di beberapa daerah tidak bertambah parah. Bagi

para pemilik pabrik maupun usaha apapun yang ada di sekitar pantai agar tidak

membuang limbah atau sampah ke laut. Mereka harus menyediakan sarana

kebersihan agar limbah atau sampah yang mereka hasilkan tidak mencemari

pantai. Karena pantai yang tercemar akan sulit dipulihkan lagi (sulit ditumbuhi

tumbuhan).

Demikianlah saran-saran yang dapat penulis sampaikan. Semoga apa yang telah

penulis sampaikan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat agar mau


31

menjaga keasrian dan kebersihan lingkungan. Semua orang harus ikut berperan

serta dalam menanggulangi masalah abrasi ini agar tidak ada lagi pulau-pulau

yang dikabarkan telah menghilang (tenggelam).


32

DAFTAR PUSTAKA

Alpensteel. 2011. Abrasi Bisa Mengancam Keasrian Alam, www.alpensteel.com.

Diunduh pada 9 Agustus 2013.

AntaraNews. 2009. Sekjen DKP: Abrasi Pantai Pamekasan Terparah di Madura,

www.antaranews.com. Diunduh pada 9 Agustus 2013.

AntaraNews. 2007. Selama Dua Tahun, 24 Pulau Kecil di Indonesia Tenggelam.

www.antaranews.com. Diunduh pada 9 Agustus 2013.

AntaraNews. 2013. Pulau Putri Batam Terancam Tenggelam Akibat Abrasi,

bengkulu.antaranews.com. Diunduh pada 9 Agustus 2013.

Arsyad, Muhammad. 2013. Kerusakan Lingkungan Pesisir Pantai,

arsyadmoon1.blogspot.com. Diunduh pada 9 Agustus 2013.

Emperordeva. 2008. Makalah Tentang Abrasi, emperordeva.wordpress.com.

Diunduh pada 9 Agustus 2013.

Endah, Alam. 2009. Abrasi Rusak 40 Prosen Pantai Indonesia, alamendah.org.

Diunduh pada 9 Agustus 2013.

Ratih, Camay. 2012. Penyebab Abrasi Pantai Beserta Solusinya,

camayratih.blogspot.com. Diunduh pada 6 Agustus 2013.

Save Earth From Destroy. 2012. Mencari Solusi Pencegahan Abrasi Pantai, take-

solution.blogspot.com. Diunduh pada 9 Agustus 2013.

Sofiana, Lilis. 2009. Pengaruh Kegiatan Manusia Terhadap Keseimbangan

Ekosistem, lilis-sofiana.blogspot.com. Diunduh pada 9 Agustus 2013.

Suara Merdeka. 2013. Dewan Kritisi Minimnya Program Pencegahan Abrasi,

www.suaramerdeka.com. Diunduh pada 9 Agustus 2013.


33

Wikipedia. 2012. Pulau Gede – Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia

Bebas, id.wikipedia.org. Diunduh 9 Agustus 2013.

Anda mungkin juga menyukai