Anda di halaman 1dari 30

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MODEL

PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN


AKTIVITAS BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA
SMA

USULAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Metodologi Penelitian

Oleh
Muhammad Mahdi
NIM A1C415018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
A. JUDUL
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Penemuan Terbimbing untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Pemahaman Konsep Siswa SMA.

B. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya merupakan salah satu kebutuhan manusia.
Karena melalui pendidikanlah manusia dapat bermanfaat bagi lingkungannya.
Namun, apakah makna pendidikan yang sebenarnya?, apakah pendidikan
berarti bersekolah di lembaga pendidikan?, atau apakah pendidikan berarti
belajar di dalam kelas sebagai siswa dan guru? Atau mungkin pendidikan berarti
proses belajar-mengajar sebagai sebuah bentuk transfer ilmu pengetahuan?
Peneliti berpendapat bahwa jawaban dari semua pertanyaan di atas hanya
menggambarkan sebagian kecil dari makna pendidikan yang sebenarnya. Lalu,
apakah pendidikan itu? Pendidikan pada dasarnya adalah proses memanusiakan
manusia. Proses ini dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah
melalui belajar di sekolah. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan oleh
pemerintah pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pernyataan ini menekankan pada
pentingnya aktivitas dan pemahaman konsep siswa.

Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang
ada di sekitar individu siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang
diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman. Belajar juga
merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu (Sudjana dalam
Rusman, 2002). Artinya belajar merupakan proses yang dilakukan secara aktif
oleh siswa atau dapat dikatakan siswa terlibat melalui aktivitas langsung untuk
menggali dan menemukan pengetahuan sebagai upaya meningkatkan
pemahaman konsep dalam dirinya.

Namun, apa yang didapati dilapangan menunjukkan hal yang berkebalikan.


Di mana pembelajaran yang dilakukan membuat aktivitas siswa yang
seharusnya terlibat langsung berubah menjadi berperan pasif. Pembelajaran
hanya berjalan satu arah dari guru terhadap siswanya, ditandai dengan proses
pembelajaran konvensional yang digunakan yakni ceramah. Hal ini juga
ditunjukkan oleh hasil belajar siswa yang masih tergolong rendah. Hasil
observasi yang dilakukan menyatakan bahwa hasil Ujian Tengah Semester
(UTS) mata pelajaran Fisika dari 30 siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1
Martapura, hanya 25% yang tuntas memenuhi kriteria ketuntasan minimal
(KKM). Adapun sisanya masih belum tuntas mencapai KKM. Kebanyakan
siswa menjawab salah pada soal-soal yang sebenarnya hanya menerapkan
konsep fisika sederhana. Hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1
Banjarbaru menunjukkan kesamaan. Hanya 30% dari total 33 siswa yang tuntas
memenuhi KKM. Siswa beralasan bahwa terlalu banyak rumus yang harus
dihapal dan bingung dalam menggunakan rumus tersebut ketika menjawab soal.
Peneliti menyadari bahwa fakta yang didapat di lapangan ini merupakan hasil
dari pembelajaran konvensional yang dilakukan guru, di mana selama
pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru. Pada saat pembelajaran
berlangsung, siswa kebanyakan hanya mendengarkan penjelasan guru dan
mencatat, bahkan hampir tidak ada yang bertanya. Sehingga berakibat pada
pemahaman konsep siswa yang rendah, siswa masih beranggapan bahwa Fisika
itu rumit karena banyaknya rumus, maupun kebingungan dalam menerapkan
pengetahuan yang didapat dalam menyelesaikan masalah.

Peneliti menyadari bahwa masalah ini harus segera diselesaikan. Salah satu
solusi yang dirasa peneliti dapat menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan
mengembangkan perangkat pembelajaran model penemuan terbimbing. Model
penemuan terbimbing dipilih karena dianggap efektif meningkatkan
pemahaman konsep siswa di mana mereka terlibat melalui aktivitas langsung
dalam pembelajaran. Model pembelajaran ini membiarkan siswa mengalami
dan menemukan sendiri pengetahuan. Model ini juga berusaha meningkatkan
aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar (Roestiyah, 2012).

Selaras dengan pemaparan sebelumnya, Piaget (Dimyati, 2015)


berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu
melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Dengan adanya
interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Lalu ia
juga berpandangan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu
membangun sendiri pengetahuannya, yang mengindikasikan bahwa siswa harus
berperan aktif. Pengetahuan yang dibangun meliputi pengetahua fisik, logika-
matematika, dan sosial.

Hasibuan (2014) dalam penelitiannya menunjukkan penerapan


pembelajaran penemuan terbimbing di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Lubuk
Alung dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Begitu pula halnya
penelitian yang dilakukan oleh Kopi (2015) menunjukkan bahwa penerapan
model penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa
kelas XI IPA SMA GKST Palu. Penelitiannya juga menyimpulkan bahwa
aktivitas siswa dan guru berada pada kategori sangat baik serta memenuhi
indikator kinerja.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa yakin untuk melakukan


penelitian dalam meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep siswa
melalui penelitian dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Model Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan
Pemahaman Konsep Siswa SMA”.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diajukan rumusan masalah
secara umum yang akan diteliti dalam penelitian pengembangan ini yaitu
“Bagaimana efektivitas pembelajaran model penemuan terbimbing untuk
meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman konsep siswa SMA?”
Dari rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian yang akan dibahas
antara lain:
1. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran model penemuan
terbimbing untuk meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman
konsep siswa SMA?
2. Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran model penemuan
terbimbing untuk meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman
konsep siswa SMA?
3. Bagaimana keterlaksanaan skenario pembelajaran dengan
menggunakan model penemuan terbimbing?
4. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama mengikuti pembelajaran
model penemuan terbimbing?
5. Bagaimana hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan
model penemuan terbimbing?
6. Bagaimana respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model
penemuan terbimbing?
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
secara umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pembelajaran
model penemuan terbimbing untuk meningkatkan aktivitas belajar dan
pemahaman konsep siswa SMA.

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.


a. Mendeskripsikan validitas perangkat pembelajaran model penemuan
terbimbing untuk meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman
konsep siswa SMA.
b. Mendeskripsikan kepraktisan perangkat pembelajaran model penemuan
terbimbing untuk meningkatkan aktivitas belajar dan pemahaman
konsep siswa SMA.
c. Mendeskripsikan keterlaksanaan skenario pembelajaran dengan
menggunakan model penemuan terbimbing.
d. Mendeskripsikan aktivitas belajar siswa selama mengikuti pembelajaran
model penemuan terbimbing.
e. Mendeskripsikan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran
dengan model penemuan terbimbing.
f. Mendeskripsikan respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan
model penemuan terbimbing.
4. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Siswa yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas X IPA 2 SMA
Negeri 1 Martapura tahun pelajaran 2018/2019.
b. Pokok bahasan yang akan diajarkan adalah suhu dan kalor.
c. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
penemuan terbimbing.
d. Desain pengembangan model pembelajaran mengacu pada model Dick
& Carey yang dimodifikasi dengan menerapakan satu kali uji coba
perangkat.
5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkat aktivitas belajar dan
pemahaman konsep siswa SMA.

b. Manfaat praktis
i. Bagi siswa, akan memperoleh pelajaran fisika yang lebih menarik,
menyenangkan dan memungkinkan bagi dirinya untuk
memperoleh nilai-nilai fisika yang sangat berguna bagi
kehidupannya melalui pembelajaran yang bermakna.
ii. Bagi guru, sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan
memilih strategi, metode, atau pendekatan pembelajaran bervariasi
yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran sehingga
memberikan layanan terbaik bagi siswa dan menjadikan guru
semakin mantap dalam mempersiapkan diri dalam proses
pembelajaran.
iii. Bagi sekolah, merupakan informasi dan masukan dalam mencari
alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses
belajar mengajar dan meningkat.
iv. Bagi peneliti lain, harapannya dapat dijadikan sebagai penambah
wawasan atau bahkan sebagai salah satu sumber rujukan
6. Batasan Istilah
a. Keterlaksanaan RPP adalah ketercapaian guru dalam melakukan
kegiatan belajar mengajar siswa.
b. Aktivitas siswa adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap,
dan keterampilan pada siswa sebagai latihan yang dilaksanakan secara
sengaja.
c. Hasil belajar adalah tingkat pencapaian atau ketuntasan belajar siswa
terhadap materi yang telah diajarkan, mencakup kemampuan produk
dan proses.
d. Respon siswa adalah pernyataan sikap siswa atas suatu kondisi tertentu.
e. Penemuan terbimbing adalah suatu model pembelajaran di mana siswa
diharapkan memperoleh hasil belajar bukan dari hasil menginngat, tapi
dari menemukan sendiri.
f. Keefektifan pembelajaran adalah daya guna yang diperoleh setelah
pelaksanaan proses belajar mengajar.
C. KAJIAN PUSTAKA
1. Karakteristik Materi Ajar
Berdasarkan silabus Kurikulum 2013 Revisi 2016 SMA Negeri 1
Martapura, pokok bahasan suhu dan kalor termasuk pokok bahasan yang wajib
diajarkan pada siswa. Pada materi ajar suhu dan kalor banyak dijelaskan
mengenai suatu definisi, pengertian, dan proses-proses penting yang dapat
ditemui dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kompetensi dasar
dan indikator yang ingin dicapai pada pokok bahasan ini adalah:
Kompetensi dasar: 3.6 Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor
pada berbagai kasus nyata.
3.6.1. Indikator: Mendefinisikan pengertian pemuaian zat.
3.6.2. Menganalisis penyebab dan proses terjadinya pemuaian zat.
3.6.3. Menentukan jenis pemuaian yang dialami zat padat dan
memformulasikannya.
3.6.4. Mengidentifikasi penerapan prinsip pemuaian zat dalam kehidupan
sehari-hari.
3.6.5. Menyelesaikan persoalan fisika tentang pemuaian zat.
Pokok bahasan kalor dibagi dalam beberapa sub pokok bahasan, yaitu
pengertian suhu dan kalor, pengaruh kalor terhadap suhu suatu zat, pengaruh
kalor terhadap perubahan wujud benda/zat, dan perpindahan kalor.
2. Karakteristik Peserta Didik
Menurut Djamarah dan Zaini (2006: 78) anak didik adalah manusia
berpotensi yang menghajatkan pendidikan disekolah, gurulah yang wajib untuk
mendidiknya. Diruang kelas guru berhadapan dengan sejumlah anak didik
dengan latar belakang kehidupan yang berlainan.
Teori pembelajaran kognitif yang terkenal adalah teori Jean Piaget.
Menutnya, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru
dilahirkan sampai menginjak dewasa akan mengalami empat tingkah
perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan tersebut adalah sebagai
berikut Nur dalam Trianto (2008: 42-43):
(1) Sensorimotor (usia 0-2 tahun)
Pada tahap ini kemampuan-kemapuan utama ditandai dengan terbentuknya
konsep “kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku ferfektif ke
prilaku yang mengarah kepada tujuan.
(2) Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Kemampuan utama yaitu perkembangan kemampuan menggunakan simbol-
simbol untuk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan
sentrasi
(3) Operasi konkrit (usia 7-11 tahun)
Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan baru
termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat balik pemikiran tidak lagi
sentrasi tetapi desentrasi dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi dengan
keegosentrisan.
(4) Operasi formal (usia 11-dewasa)
Pemikiran abstrak murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah dapat
dipecahkan melalui eksperimentasi sistematis.
Siswa pada menegah adalah siswa pada usia remaja yang merupakan masa
peralihan dari masa anak-anaka menuju masa dewasa. Pada usia remaja secara
fisik tubuhnya kelihatan dewasa, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang
dewasa ia gagal menunjukannya. Pada remaja sering terlihat adanya:
(1) Kegelisahan, keadaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja ini
karena mereka mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selalu
dapat dipenuh.
(2) Pertentangan, pada umunya perselisihan dan pertentangan ini terjadi
dengan orang tua, sehingga timbul keinginan remaja untuk melepaskan
diri dari orang ua. Akan tetapi keinginan untuk melepaskan diri ini
ditentang oleh keinginan memperoleh rasa aman dirumah. Perbuatan ini
membuat diri remaja menjadi kebingungan.
(3) Berkeinginan besar untuk mencoba segalah hal yang belum diketahuinya.
(4) Keinginan menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas, misalnya
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan pramuka, kelopok atau himpunan
pencinta alam.
(5) Menghayal dan berfantasi, tidak selalu bersifat negatif, tetapi juga bersifat
positif. Hayalan dan fantasi remaja banyak berkisar mengenai prestasi dan
tangga karir, melalui hayalan dan fantasi remaja ini banyak hal dan ide
baru yang dapat diciptakan oleh para remaja.
(6) Aktivitas kelompok, kebanyakan remaja-remaja menemukan jalan keluar
dari kesulitan-kesulitannya dengan berkumpul melakukan kegiatan
bersama dan mengadakan penjelajahan secara berkelempok. Keinginan
berkelompok ini tumbuh sedemikian besarnya sehingga dapat dikatakan
sebagai ciri masa remaja.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka siswa kelas X termasuk dalam fase
operasi formal dimana fase tersebut siswa sudah mampu memecahkan melalui
eksperimen penggunaan eksperimentasi sistematis. Selain itu, dalam usia
tersebut siswa memerlukan aktivitas-aktivitas yang dilakukan secara
berkelompok.

3. Hakikat Belajar dan Pembelajaran


Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebgai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi
lain dinyatakan oleh kronbach bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman (djamarah,
2002:12). Berdasarkan beberapa pengertian tentang belajar, dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses dengan tujuan untuk memperoleh suatu
perubahan baik perubahan tingkah laku, pengetahuan maupun keterampilan.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur


manusiawi, material, fasilitas dan perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem
pengajaran siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga
laboratorium,tenaga perpustakan, material, meliputi buku-buku, papan tulis,
kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan
perlengkapan, terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga
komputer. Prosedur meliputi jadwal metode penyampaian informasi, praktik,
belajar ujian dan sebagainya (Suprijono, 2009:54).

4. Faktor-fakto yang Mempengaruhi Belajar

Seseorang dapat belajar dengan baik apabila kondisi dirinya maupun


lingkungan disekitarnya menunjang untuk belajar dengan baik. (Slameto 2003)
berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah sebagai
berikut:
(1). Faktor internal, yaitu yang ada dalam diri individu terdiri dari:
a) Faktor jasmaniah, meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh
b) Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat,bakat,
motivasi, kematangan dan kesiapan belajar
c) Faktor kelelahan, baik berupa kelelahan jasmaniah maupun kelelahan
rohaniah (bersifat psikis).
(2). Faktor Eksternal, yaitu yang berasal dari luar individu yang terdiri atas:
(a) faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik anak, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, perhatian
orang tua dan latar belakang kebudayaan.
(b) faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru
dan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, setandar
pelajarandiatas ukuran, keadaan gedung dan tugas rumah.
(c) faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media
massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
5. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Model pembelajaran penemuan terbiming merupakan suatu model di mana
dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya
menemukan sendiri informasi-informasi yang secara konvensional biasa
diberitahukan atau diceramahkan saja. Model pembelajaran ini merupakan
suatu cara untuk menyampaikan ide/gagasan melalui proses menemukan.
Fungsi pengajar di sini bukan untuk menyelesaikan masalah bagi peserta didik
melainkan membuat peserta didik mampu menyelesaikan masalah itu sendiri.

Menurut Roestiyah (2008) pembelajaran penemuan terbimbing memiliki


keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut, yaitu 1) dapat
membentuk dan mengembangkan “self-concept” pada diri siswa, 2) membantu
dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru,
3) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersikap objektif, jujur, dan terbuka, dll
Tabel 1. Tahap-tahap dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Tahap Kegiatan Guru


Tahap 1 Memotivasi siswa, menyampaikan
Menyampaikan motivasi dan tujuan, tujuan pembelajaran dan menjelaskan
serta menampilkan suatu informasi masalah sederhana yang berkenaan
masalah dengan materi pembelajaran
Tahap 2 Menjelaskan prosedur/langkah-
Menjelaskan langkah-langkah langkah dalam pembelajaran dengan
penemuan dan mengorganisasikan penemuan terbimbing dan membentuk
siswa dalam belajar kelompok
Tahap 3 Membimbing siswa melakukan
Membimbing siswa bekerja kegiatan penemuan terbimbing dengan
melakukan penyelidikan/hasil kegiatan
mengarahkan siswa untuk
penemuan memperoleh informasi yang
membantu proses inkuiri dan
penemuan
Tahap 4 Membimbing siswa dalam
Membimbing siswa mempresentasikan mempresentasikan hasil penemuan
hasil penyelidikan/hasil kegiatan dan mengevaluasi langkah-langkah
penemuan kegiatan
Tahap 5 Membimbing siswa berfikir tentang
Analisis proses penemuan dan proses penemuan, memberikan umpan
memberikan umpan balik balik, dan merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
(Jamal, 2011:89)

6. Landasan Teoritik Pembelajaran Penemuan Terimbing


Jika menelaah literatur psikologi, akan dikembangkan banyak teori belajar
yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan
dikemukakan tiga jenis teori belajar, yaitu: teori konstruktivisme, teori belajar
kognitif menurut Piaget, dan teori pemrosesan informasi dari Robert Gagne.
(Trianto, 2008: 57).
a. Teori Konstruktivisme
Menurut Rahman (1998:31) konstruktivisme merupakan teori
pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan dibina dalam otak
manusia. Menurut pandangan konstruktivisme, ilmu pengetahuan tidak dapat
dipindahkan dari guru kepada siswa dalam bentuk serba sempurna, karena
otak manusia bukan merupakan suatu botol kosong yang dapat menerima
atau merekam apa saja. Namun siswa perlu membina pengetahuan menurut
pengetahuan yang telah ada dan pengalaman awal masing-masing yang
menurut ahli psikologi tersimpan dalam struktur kognitif siswa. Oleh karena
itu, pembelajaran yang bermakna berlaku apabila pngetahuan baru
(misalnya, konsep-konsep sains yang inin disampaikan) dapat dikaitkan
dengan struktur kognitif yang telah ada agar struktur kognitiif yang lebih luas
dan terangkai akan dibina. Prinsip utama dalam pandangan konstruktivisme
ada 3 yaitu:
(1) Seseorang membina representasi pengetahuannya sendiri, oleh karena
itu tidak ada satu representasi pengetahuan yang betul.
(2) Manusia belajar melalui tinjauan aktif dan pembelajaran berlaku
apabila tinjuauan pelajar menemui sesuatu yang tidak konsisten
diantara refresentasi pengetahuan yang ada dengan pengalaman yang
lainnya.
(3) Pembelajaran berlaku dalam konteks sosial dan interaksi di antara
pembelajar dengan rekan-rekan sebaya mereka merupakan hal yang
penting dalam proses pembelajaran.
b. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai
pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang
banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan
individu. Menurut piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi
empat tahap yaitu: (1) sensory motor, (2) pre operasional; (3) concrete
operational dan (4) formal operational. Implikasi teori perkembangan
kognitif piaget dalam pembelajaran adalah : (1) bahasa dan cara berfikir
anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. (2) anak-anak
akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-sebaiknya. (3) bahan yang harus dipelajari anak hendaknya
dirasakan baru tetapi tidak asing. (4) berikan peluang agara anak belajar
sesuai tahap perkembangannya. (5) di dalam kelas, anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.
c. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan
faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan
merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga mengahsilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Sedangkan kondisi
eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran
meliputi delapan fase, yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) perolehan;
(4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan
(8) umpan balik.

7. Efektifitas Pembelajaran
Menurut Sardiman (2006: 87), keefektifan pembelajaran adalah hasil guna
yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar, efisiensi dan
keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala
daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik.
Untuk mengetahui keefektifan mengajar dengan memberikan tes, sebab hasil
tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran.

Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama


keefektifan pengajaran, yaitu:
1. Presentasi waktu belajar yang tinggi diterapkan terhadap KBM
2. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi antara siswa.
3. Ketetapan antara kandungan materi ajar dengan kemampuan siswa
(orientasi keberhasilan bagian) diutamakan.
4. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan
struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4).
Guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dengan selalu
berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran
dengan persentasi waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan
tanpa menggunakan teknik yang bermakna negative. (Trianto, 2009 :18-21)

8. Penelitian yang Relevan


Dibawah ini akan disajikan beberapahasil penelitian yang relevan dengan
penelitian ini. Hasil penelitian pendudkung yang dimaksud yaitu hasil penelitian
penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing pada pembelajaran IPA
umumnya, maupun pada bidang studi fisika itu sendiri, anatar lain:

(1) Nuryanto (2008) di SMA Negri 1 Mandastana tahun ajaran 2007/2008,


yang memerapkan model pembelajaran Penemuan Terbimbing
menunjukan peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya,
kemampuan pegelolaan kelas dalam KBM tergolong baik, serta siswa
menunjukan respon yang positif terhadap model pembelajaraan yang
ditepakan, sehingga model pembelajaran Penemuan Terbimbing
dinyatakan efektif untuk meningkakan hasil belajar siswa.
(2) Hasan (2208) di Man 3 Banjarmasin tahun ajaran 2007/2008 bahwa model
pembelajaran Penemuan Terbimbing efektif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa.
(3) Laila (2008) di SMP Negri 7 Pelaihari tahun ajaran 2007/2008 menunkan
hasil belajar siswa mengalamai penigkaan pada setiap siklusnya,
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaraan dan aktivitas siswa
tergolong baik serta siswa menyatakan senang terhadap model
pemebelajaran Penemuan Terbimbing.
D. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Disebut penelitian


pengembanagan karena mengembangkan perangkat pembelajaran fisika kelas
X SMA pokok bahasan suhu dan kalor bercirikan model pemebelajaraan
penemuan terbimbing. Perangkat pemebelajaran yang dikembangkan meliputi
materi ajar, RPP, LKS, dan THB.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


kualitatif yang bersifat alami. Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk
mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi secara alami berdasarkan
pengumpulan data dan latar belakang yang sesuai dengan kejadian dilapangan
sebagai sumber langsung dengan instrumen kunci peneliti, sehingga penelitian
ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dan menggunakan analisa
dengan pendekatan deskriptif.

2. Rancangan Penelitian
Racangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah diadaptasi
simbolnya dari Suryabrata (2006:101), sebagi berikut:

Pretest (uji awal) Treatment (perlakuan) posttest (uji akhir)

U1 X U2

(1) Memberi uji awal U1, yaitu untuk merekam hasil belajar siswa sebelum
pembelajaran diterapkan.
(2) Memberikan perlakuan X terhadap siswa, yaitu menerapkan model
pemebelajaran penemuan terbimbing.
(3) Memberikan uji akhir U2, yaitu uji untuk merekam hasil belajar siswa
setelah pemebelajaran diterapkan.
3. Perangkat Penelitian
Secara umum tiap-tiap langkah pengembangan berhubungan secara
langsung dengan aktivitas, pengembangan perangkat dapat dimulai dari titik
mana pun dalam siklus. Namun, menurut Ibrahim (Trianto, 2008) karena
kurikulum yang berlaku secara nasional di Indonesia berorientasi pada tujuan
maka seyogyanya proses pengembangan itu dimulai dari tujuan.
Perangkat pengembangan pada penelitian ini mengadaptasi model
pembelajaran dari model pembelajaran Dick dan Carey, yang dikembangkan
oleh Walter Dick dan Lou Carey (1990). Model pengembangan perangkat
pembeljaran ini mirip dengan model pengembangan perangkat Kemp. Menurut
pendekatan ini ada beberapa komponen yang akan dilewati didalam proses
penegmbangan dan perangcangan tersebut yang berupa urutan langkah-
langkah. Urutan langkah-langkah ini tidak kaku, tetapi sebagai mana ditunjukan
oleh Dick dan Carey, bahwa telah banyak penegmbangan perangkat yang
mengikuti aturan-aturan secara acak dan berhasil mengembangkan perangkat
yang efektif. Adapun urutan langkah perangkat pengebangan yang diadaptasi
dari model pembelajaran Dick dan Carey dalam penelitian ini secara lengkap
ditunjukan pada gambar 2 (adaptasi Trianto, 2008:98)
Identifikasi Tujuan

Analisis Materi Analisis Siswa

Merumuskan Tujuan

Penyusunan Revisi
Perangkat
Tes Acuan Pembelajaran

Mengembangkan Strategi Pemilihan Media


Materi Ajar Materi Ajar
Pengembangan
Perangkat
Draft-1

Melaksanakan
Draft-2
Validasi

Draft-3 Melaksanakan
Simulasi

Melaksanakan
Uji Coba

Laporan

Gambar 1 Siklus model pengembangan perangkat Dick and Carey (Adaptasi


Trianto, 2008: 98)
4. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Martapura di Jalan Ahmad
Yani km. 39,5 Martapura Kabupaten Banjar

5. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peneliti sekaligus guru dan siswa kelas X IPA
2 SMA Negeri 1 Martapura yang berjumlah 30 orang.

6. Teknik Pengumpulan Data


Adapun cara pengambilan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Data tentang keterlaksanaan skenario pembelajaran berdasarkan RPP,
diambil berdasarkan pengamatan dari kegiatan guru dengan lembar observasi.
(2) Data hasil belajar diambil dari hasil pre-test sebagai kondisi awal dan hasil
post-test sebagai kondisi akhir untuk setiap pertemuan pembelajaran.
(3) Data tentang keterampilan sosial siswa diambil berdasarkan keaktifan siswa
selama pelajaran.
(4) Data tentang tanggapan siswa terhadap model pembelajaran yang
diterapkan diambil dari hasil angket yang telah dibuat peneliti dan diberikan
kepada siswa.

7. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Keterlaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
Keterlaksanaan RPP ini dilihat dari pengeamatan yang dilakukan oleh 2
pengamat pada saat proses pembelajaran koorperatif tipe jigsaw. Dinyatakan
dengan keterlaksanaan ya atau tidak dengan skor 1, 2, 3 dan 4 serta dianalisis
dengan menggunakan rumus yang diadaptasi simbolnya (Trianto 2008:173) sebagai
berikut

𝑓
Persentase keterlaksanaan 𝑃 = 𝑁 × 100% (3.1)

Dimana;

P = Rata-rata keterlaksanaan dari pengamat 1 dan pengamat 2


f = Skor perolehan
N = Skor maksimum yang mungkin dicapai

Tabel 8.2 Kriteria keterlaksanaan RPP


No. Nilai (Presentase) Kategori
1 76%-100% Baik
2 51%-75% Cukup baik
3 26%-50% Kurang baik
4 0%-25% Tidak baik

Keterlaksanaan RPP berisi langkah-langkah yang harus dilakukan guru,skor


yang harus diberikan pengamat berdasarkan petunjuk penilaian yang ada dan saran
pengamat dengan skor 1 hingga 4, untuk penilaian tidak baik (tidak dilakukan,sama
sekali) = 1, kurang baik (dilakukan,tetapi tidak tuntas) = 2, cukup baik (dilakukan
tuntas tetapi kurang tepat) = 3, baik (dilakukan,tuntas, tepat dan sistematis) = 4

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑘𝑜𝑟
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑑𝑢𝑟 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑎𝑛 = × 100% (8.2)
𝑆𝑘𝑜𝑟𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

(adaptasi APKG 2-S1 UPPL Unlam)

Reliabilitas lembar pengamatan keterlaksanaan RPP diuji dengan rumus sebagai


berikut:

𝐴−𝐵
𝑅𝑒𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = (1 − 𝐴+𝐵) × 100% (8.3)

Dimana:

A = Skor oleh pengamat yang memberikan skor lebih tinggi

B = Skor oleh pengamat yang memberikan skor lebih rendah

Instrument dikatakan baik jika mempunyai koefisien reliabilitas>0,75 atau ≥ 75%

(Borich dalam Trianto,2008:169).


b. Analisis hasil belajar siswa
Tes yang disusun untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana
kentutasan belajar siswa. Ketuntasan TP yang telah dirumuskan:

a. Sentivitas
Untuk mencapai kepekaan pembelajaran perlu dicari sentivitas butir soal,
yaitu sejauh mana butir soal yang digunakan dapat mengukur efek pembelajaran.

Untuk menghitung sentivitas butir soal digunakan rumus (Trianto,2008 : 172) :

𝑈2 −𝑈1
𝑆= (8.4)
𝑁

Diaman:

S = Sentivitas

𝑈1 = Skor yang diperoleh siswa pada uji awal

𝑈2 = Skor yang diperoleh siswa pada uji akhir

N = Skor maksimal yang dapat dicapai oleh seluruh siswa

Butir soal dikatakan sensitif jika (0,00 <S<1,00). Nilai positif dari S yang
semakin besar menunjukan bahwa kepekaan butir soal terhadap efek-efek
pembelajaran semakin besar. Kriteria yang digunakan untuk menyatakan bahwa
butir soal peka terhadap pembelajaran jika 𝑆 ≥ 0,30. (Trianto,2008 : 172).

b. Derajat kesukaran butir soal


Soal yang baik adalah soal yang tidak telalu mudah atau tidak terlalu sukar.
Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks
kesukaran (difficulty index). Besranya indeks kesukaran anatar 0,00 sampai dengan
1,0. Indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks
kesukaran 0,00 menunjukan bahwa soal itu tidak terlalu sukar, sebaliknya indeks
1,0 menunjukan bahwa soalnya terlau mudah (Arikunto, 2003 :203). Indeks
kesukaran (p) suatu butir ditentukan dengan rumus (Rantuman dan Laurens, 2003
:69):

𝑃𝐻 +𝑃𝐿
𝑝= (8.5)
2

Dimana:

P = indeks kesukaran

Ph = proposi jawaban siswa kelompok atas

pl = proposi jawaban siswa kelompok bawah

Tabel 8.3 kriteria indeks kesukaran butir

No. Indeks kesukaran Kategori


1 𝑝 ≤ 0,25 Sukar
2 0,25 < 𝑝 ≤ 0,75 Sedang
3 0,75 < p mudah
(Ratumanan dan Laurens, 2003 : 69)

c. Daya pembeda butir soal


Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal tes hasil belajar untuk dapat
membedakan anatara siswa yang bekemampuan tinggi dengan siswa yang
kemampuannya rendah. Untuk mengetahui besar kecilnya angka indek diskriminasi
item dapat dipergunakan rumus yang didaptasi simbolnya.

𝐷 = 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵 (8.6)

Dimana;

D = angka indek diskriminasi item

pa = proporsi jawaban siswa kelompok atas

pb = proporsi jawaban siswa kelompok bawah


Tabel 8.4 interprestasi terhadap indeks daya pembeda

Besarnya angka indeks


No. Interprestasi
diskriminasi item (D)
1 Kurang dari 0,20 Jelek
2 0,20-0,40 Cukup (sedang)
3 0,40-0,70 Baik
4 0,70-100 Baik sekali
5 Bertanda negatif Jelek sekali
(adaptasi sudjino, 2009:385-390)

d. Ketuntasan individu
Kentutasan belajar siswa secara individual dihitung dengan menggunakan
rumus (Trianto, 2008:171):

𝑇
𝑃1 = 𝑇 (8.7)
1

Diamana:

P1= Proporsi ketuntasan belajar secar secara individual

T = Jumlah TP yang sukses/skor yang diperoleh tiap siswa

T1= Jumlah total TP atau skor total

Menurut standar ketuntasan yang ditetapkan oleh SMP Negri 4


Banjarmasin, ketuntasan individual adalah jika siswa mencapai nilai≥55.

e. Ketuntasan klasikal
ketuntasan belajar siswa secara klasikal dihitung dengan menggunakan
rumus (Trianto,2008:171) sebagai berikut:

𝑁
(P)k = 𝑁 × 100% (8.8)
1

Dimana:

(P)k = proporsi ketuntasan belajar siswa secara klasikal (%)


N = Banyak siswa yang mencapai ketuntasan ((p)k≥55 %)

𝑁1 = Banyak siswa dalam kelas

Berdasarkan ketentuan KTSP, penentuan ketuntasan belajar ditentukan


sendiri oleh masing-masing sekolah yang dikenal dengan istilah kriteria ketuntasan
minimal (KKM). Dengan demikian setiap sekolah dan setiap mata pelajaran
memiliki KKM yang dapat berbeda dengan sekolah lain (Trianto, 2007: 171-172).
Berdasarkan standar ketuntasan yang ditetapkan oleh SMP Negri 4 Banjarmasin,
ketuntasan klasikal adalah jika ≥ 85% dari seluruh siswa mencapai nilai 55.

f. Ketuntasan tiap TP
Ketuntasan TP atau butir soal yang dihitung dengan menggunakan rumus
(Suriasa dalam Nuryanto, 2008:31) sebagai berikut:

𝐽
(𝑃) 𝑇𝑃𝐾 = ( ) × 100% (8.9)
𝐽𝑖

Dimana:

(𝑃) 𝑇𝑃𝐾 = Proporsi ketuntasan tiap TP atau butir soal (%)

J = Jumlah skor seluruh siswa perbutir soal

Ji = Jumlah skor maksimal seluruh siswa perbutir soal

c. Analisis respon siswa


Respon siswa dibagi menjadi 2 macam, yaitu minat dan motivasi. Data
respon siswa yang diperoleh melalui angket yang dianalisis dengan menggunakan
model ARCS (Attention Relevance Confidence Satisfaction). Menrut visser dan
keller (1990) minat dan motivasi belajar siswa dikasifikasi menjadi 4 variabel, yaitu
attention (perhatian), relevance (relevansi/keterkaitan), confidence (keyakinan),
dan satisfactio (kepuasan). Keempat variabel ini merupakan kondisi-kondisi yang
nampak dalam diri siswa selama mengikuti pembelajaran (Wena,2009: 340.
Pada penelitian ini, jumlah pernyataan pada tiap angket (minat dan
motivasi) adalah 24 pertanyaan. Penggolongannya dapat dilihat pada tabel 8.6

Tabel 3.6 penggolongan pernyataan dalam angket minat dan motivasi berdasrkan
aspek dan kriteria

Angket minat Angket motivasi


Nomor Nomor Nomor Nomor
No. Aspek
pernyataan pernyataan pernyataan pernyataan
positif negatif positif negatif
Attention
1. 1, 16, 21 4, 8, 9 2, 7, 15 9, 11, 19
(perhatian)
Relevance
2. 2, 15, 17 5, 6, 18 5, 20, 25 12, 17, 21
(keterkaitan)
confidence
3. 3, 9, 22 7, 13, 20 1, 16, 24 3, 6, 13
(keyakinan)
satisfactio
4. 10, 12, 24 11, 14, 23 4, 10, 18 8, 14, 23
(kepuasan)

Rekap skor yang diberikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan dalam


angket minat dan angket motivasi siswa dibuat dengan ketentuan sebagi berikut;

(1) Untuk pernyataan dengan kretaria positif, sesuai dengan skala likert :
Sangat tidak setuju = 1; Tidak setuju = 2; Ragu-ragu = 3; Setuju = 4; dan Sangat
setuju = 5 (Arikunto, 2003:180).

(2) Untuk pernyataan dengan kriteria negatif, sesuai dengan skala Likert: Sangat
setuju = 1; Setuju = 2; Ragu-ragu = 3; Tidak setuju = 4; dan Sangat tidak setuju
= 5 (Arikunto, 2003 : 180).
(3) Menghitung skor rata-rata gabungan dari kriteria positif dan negatif tiap aspek,
kemudian menentukan kriteriannya dengan ketentuan skor rata-rata :
Tabel 8.7 Kriteria respon siswa

No. Interval nilai Kriteria


1. 1,00-1,49 Tidak baik
2. 1,50-2,49 Kurang baik
3. 2,50-3,49 Cukup baik
4. 3,50-4,49 Baik
5. 4,50-5,00 Sangat baik
(Jamal, 2009: 72)

d. Analisis efektivitas pembelajaran


Efektivitas adalah hasil guna yang diperoleh setelah melaksanakan proses
belajar mengajar atau segala daya upaya guru membantu siswa agar bisa belajar
dengan baik dan optimal. Yang dilihat dari ketiga pertemuan melalui uji awal dan
uji akhir.

Efektivitas Pembelajaran = 𝑈2 − 𝑈1 (8.11)

Dimana:

𝑈1 = Rata-rata proposi TP dari ketiga pertemuan pada uji awal

𝑈2 = Rata-rata proposi TP dari ketiga pertemuan pada uji akhir

e. Perhitungan reliabilitas instrumen


Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa satu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Reliabilitas lembar
pengamatan keterlaksanaan RPP dan keterampilan sosial siswa diuji dengan rumus
Borich (Trianto, 2008 : 169) sebagai berikut:

𝐴−𝐵
Percentage of agreement = [1 − 𝐴+𝐵] × 100% (8.12)

Dimana :

A = jumlah skor oleh pengamat yang memberikan skor lebih tingi

B = jumlah skor oleh pengamat yang memberikan skor lebih rendah

Instrumen dikatakan baik jika mempunyai koefisien reliabilitas ≥ 0,75 atau


≥ 75% (Borich dalam Trianto, 2008 :169).

Relabilitas instrumen untuk tes hasil belajar kriteria reliabilitas


instrumennya adalah sebagi berikut:
Tabel 8.9 kriteria reliabilitas instrumen

No. Koefisien reliabilitas Penafsiran


1. 0,80≤ 𝑟 ≤ 1 Derajat reliabilitas tinggi
2. 0,40≤ 𝑟 ≤ 0,80 Derajat reliabilitas sedang
3. r≤ 0,40 Derajat reliabilitas rendah

Untuk reabilitas tes hasil belajarnya sesuai dengan penelitian yaitu


penelitian pengembangan, sehingga keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh tes
hasil belajar. Instrumen yang digunakan berbentuk tes uraian.

Rumus alpha untuk reabilitas tes hasil belajarnya sesuai dengan penelitian
ini yaitu penelitian pengembangan, sehingga keberhasilan belajar siswa ditentukan
oleh tes hasil belajar. Instrumen yang digunakan berbentuk tes uraian, digunakan
rumus alpha (Ratumanan dan Laurens, 2003 : 39) sebagai berikut:

𝑛 ∑ 𝑠12
𝛼 = 𝑟11 = (𝑛−1) (1 − ) (8.13)
𝑠12

Dimana:

𝑛 = banyaknya siswa

𝛴𝑠12 = jumlah varians skor tiap-tiap item

𝑠12 = varians skor total

Dimana:
2
(𝛴𝑋𝑖 ) (𝛴𝑋𝑡 )2
𝛴𝑋𝑖2 − 𝛴𝑋𝑡2 −
𝑠𝑖2 = 𝑛
dan 𝑠𝑡2 = 𝑛
(8.14)
𝑛 𝑛
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi


Aksara.

Budjistuti, W. 2001. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri


Surabaya.

Depdiknas. 2001. Pembelajaran Sains Terpadu dan Pengembangan Bahan Ajar


Sains Terpadu. Jakarta: Pustekom Dikbut.

Djamarah. 2002. Strategi Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah dan Zaini. 2006. Strategi Belajar. Jakarta Rineka Cipta.

Hasan, A. 2008. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XB MAN 3 Banjarmasin


pada Materi Ajar Listrik Dinamis dengan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw. Skripsi Sarjana. Banjarmasin: Universitas lambung mangkurat.
Tidak dipublikasikan.

Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: UNESA University Press.

Jamal, M. A. 2009. Pengembangan Teknik Pemodelan Fisika Melalui Pengajaran


Langsung pada Perkuliahan Fisika Dasar. Tesis magister. Surabaya: PPS
UNESA. Tidak dipublikasikan

Kamajaya dan Teddy Wibowo. 2007. Inspirasi Sains Pelajaran IPA Terpadu untuk
SMP kelas VIII. Ganeca Exact: Jakarta.

Laila, N. 2008. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMP Negeri 7


Pelaihari pada Materi Ajar Rangkaian Listrik dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw. Skripsi sarjana. Banjarmasin: Universitas Lambung
Mangkurat. Tidak dipublikasikan.

Nuryanto, H. 2008. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1


Mandastana pada Materi Ajar Pemantulan dan Pembiasan Cahaya dengan
Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Skripsi Sarjana.
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat. Tidak dipublikasikan.

Rahman. 1998. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar Remaja. Bandung:


Rosdakarya.

Ratumanan, G. T & Laurens, T. 2003. Evaluasi Hasil Belajar yang Relevan dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: UNESA University Press.

Sardiman. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sudijono. 2004. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Pustekom Depdikbud dan


Raja Grafindo Persada.

Sudijono. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Pustekom Depdikbud dan


Raja Grafindo Persada.

Sugiyarto, dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam SMP Kelas VII. Solo: Depdiknas
Jakarta

Suryabrata, S. 2006. Metodologi penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual (contextual teaching and


learning) di kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif Konsep


Landasan dan Implementasi pada Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Kencana Irenda Media Group.

Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer : Satuan Tinjauan


koseptual Operasional 2009. Jakarta: Bumi Aksara

Wijayanti. 2004. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Prenada


Media Group.
Zainuddin & Suriasa. 2007. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Banjarmasi:
Universitas Lambung Mangkurat.

Anda mungkin juga menyukai