Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

“Pengaruh Lama Perendaman Biji dalam Air terhadap


Perkecambahan Biji Kacang Tanah (Arachis hypogea L.)”

Disusun oleh:
RYSA TITANIK WATI
16030204031
PBA 2016

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2017
A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh lama perendaman biji dalam air terhadap
perkecambahan biji kacang tanah (Arachis hypogea L.)?

B. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh lama perendaman biji dalam air
terhadap perkecambahan biji kacang tanah (Arachis hypogea L.)

C. Hipotesis
1. H0 : Ada pengaruh lama perendaman biji dalam air
terhadap perkecambahan biji kacang tanah (Arachis hypogea
L.).
2. HA : Tidak ada pengaruh lama perendaman biji dalam air
terhadap perkecambahan biji kacang tanah (Arachis hypogea
L.).

D. Kajian Pustaka
1. Kacang Tanah (Arachis hypogea L.)
Kacang tanah (Arachis hypogea L.) merupakan tanaman
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia yang sudah dikenal
oleh masyarakat hampir seluruh dunia. Di Indonesia kacang
tanah merupaka satu sumber protein nabati yang cukup penting
dalam menu makanan. Sebagai bahan konsumsi kacang tanah
diolah dalam berbagai bentuk makanan seperti kue, camilan, atau
hasil olahan lain. Di Indonesia kacang tanah memiliki beberapa
nama antara lain kacang cina, kacang brol, dan kacang brudal
(Andrianto dan Indarto, 2004).
2. Pengertian Biji
Biji adalah rantai penyambung yang hidup antara induk
dan keturunannya yang merupakan alat penyebaran yang utama.
Biji seringkali harus bertahan untuk melawan lingkungan yang
ekstrim (keadaan beku, api, banjir atau dimakan hewan) selama
menunggu kondisi yang menguntungkan bagi perkecambahan
dan pertumbuhan. Secara biologis, sutu biji adalah bakal biji
yang masak dan telah dibuahi (Dwijoseputro, 1994).
Biji berasal dari hasil mikrosporogenesis dan
megagametogenesis, yaitu berturut-turut pembentukan butir
serbuk sari dan pembentukan embrio. Sel induk mikrospora
dalam kepala sari dan sel induk megaspora dalam kantung
embrio mengalami fertilisasi, kemudian membelah yang
menghasilkan sel anak yang haploid, kemudian secara mitosis
untuk melipatgandakan jumlah inti haploidnya. Hasil akhir
adalah sel atau butir serbuk sari masing-masing dengan dua inti
dan kantung embrio membelah lagi untuk membentuk inti kutub
dari baal biji (Sasmitamihardja, 1993).
Pada fertilisasi, satu dari dua inti serbuk sari berfusi
dengan sel telur pada kantung embrio untuk membentuk embrio
sehingga mengembalikan kantung diploid, kromosom (2n). Inti
sperma yang kedua berfusi dengan inti kutub untuk membentuk
endosperma (3n) (Sasmitamihardja, 1993).
Pada tumbuhan monokotil, endosperma merupakan suatu
satuan struktural utama biji yang mempunyai ciri tersendiri.
Endosperma monokotil tesusun atas sel parenkim yang tidak
mengalami diferensiasi yang terbungkus dalam kantung lapisan
luar yang tipis, yang membungkus sel hidup dan kaya akan
protein yaitu aleuron (Loveless, 1999).
Pada tumbuhan dikotil, endosperma sebagian besar atau
seluruhnya diserap oleh embrio, khususnya oleh kotiledon atau
daun biji. Kulit biji adalah derivat dari integumen luar ovarium
yang merupakan jaringan induk. Hilum adalah bekas ari-ari biji.
Hilum ini membantu lewatnya air dan oksigen terlarut secara
bolak-balik, keduanya penting bagi perkecambahan. Air dan gas
terlarut juga masuk ke dalam mikrofil yaitu suatu saluran yang
mikroskopis bekas tempat masuknya pembuluh serbuk menuju
ke integumen. Seringkali hilum dilengkapi dengan suatu sumbat
untuk memungkinkan terjadinya kehilangan air tetapi bukan
pemasukan air (Loveless, 1999).
Biji yang masak mempunyai empat komponen yang secara
fisiologis maupun ekologis penting bagi kelangsungan hidupnya
yaitu kulit biji, embrio, cadangan makanan, serta enzim dan
hormon. Dalam keadaan dorman, biji tidak aktif tetapi masih
hidup. Suatu keadaan yang berlangsung hingga kondisi
menguntungkan bagi perkecambahan. Kandungan kelembaban
dan laju metabolisme pada biji selama dormansi mungkin hanya
1/10 atau kurang dari itu dibandingkan pada jaringan tumbuhan
(Loveless, 1999).
3. Perkecambahan
Definisi perkecambahan menurut seorang analis biji yaitu
sebagai suatu perubahan morfologis, seperti penonjolan akar
lembaga. Namun bagi seorang petani, perkecambahan adalah
munculnya semai. Secara teknis, perkecambahan adalah
permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan
pecahnya kulit biji dan munculnya semai (Santoso, 1990).
Menurut Santoso (1990), pada perkecambahan meliputi
peristiwa fisiologi dan morfologi sebagai berikut:
1. Imbibisi dan absorbsi air
2. Hidrasi jaringan
3. Absorbsi oksigen
4. Pengaktifan enzim dan pencernaan
5. Transport molekul yang dihidrolisis ke sumbu embrio
6. Peningkatan respirasi dan asimilasi
7. Inisiasi pembelahan dan pembesaran sel
8. Munculnya embrio.
Pada pertumbuhan suatu embrio, awal mula pertumbuhan
akar lembaga (radikula) lebih cepat daripada pucuk lembaga
(plumula) dan umumnya radikula pertama muncul dari kulit biji
yang pecah. Berat kering pada pucuk melampaui berat kering
akar dalam waktu beberapa hari. Berat keseluruhan seemai
mengalami kemunduran dalam waktu kira-kira 10 hari karena
hilangnya respirasi. Suatu urutan pertumbuhan dengan
pertumbuhan akar yang mendahului pertumbuhan pucuk
memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup suatu semai
(Dwijoseputro, 1994).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecamabahan
meliputi sebagai berikut:
1. Air
Air merupakan faktor yang paling penting,
dikarenakan biji berada dalam keadaan terdehidrasi. Secara
normal, biji mengandung sekitar 5-20% dari berat totalnya
dan harus menyerap sejumlah air sebelum perkecambahan
dimulai. Tahap awal perkecambahan adalah pengambilan air
dengan cepat yang disebut imbibisi (Salisbury dan Ross,
1995).
Biji yang hidup atau mati mengalami imbibisi air dan
membengkak. Banyaknya air imbibisi tergantung pada
komposisi kimia biji. Protein, getah dan pektin lebih bersifat
koloid dan hidrofilik dan lebih banyak mengalami imbibisi
air daripada zat tepung. Laju perkecambahan berlangsung
lambat pada kelembaban tanah yang mendekati titik layu.
Kandungan air yang kurang dari batas optimum biasanya
menghasilkan imbibisi sebagian dan memperlambat atau
menahan perkecambahan. Komposisi medium, khususnya
kandungan zat terlarut mempengaruhi ketersediaan air
(Salisbury dan Ross, 1995).
Peristiwa imbibisi pada hakekatnya adalah peristiwa
difusi air belaka, ditilik dari molekul air melewati lubang
dinding sel maupun protoplas maka imbibisi juga merupakan
peristiwa osmosis. Perbedaan nyata antara imbibisi dan
osmosis adalah pada imbibisi terdapat absorban. Ada dua
kondisi yang diperlukan untuk terjadinya imbibisi, yaitu
adanya gradien potensial air antara permukaan absorban
dengan senyawa yang diimbibisi dan adanya afinitas antara
komponen absorban dengan senyawa yang diimbibisi
(Firmansyah, dkk 2007).
2. Temperatur dan Suhu
Selain imbibisi, proses perkecambahan juga meliputi
sejumlah proses katabolisme dan anabolisme yang
dikendalikan enzim yang responsif terhadap temperatur.
Temperatur kardinal untuk perkecambahan, pada
kebanyakan biji merupakan temperatur normal untuk
pertumbuhan vegetatif. Temperatur optimal adalah
temperatur yang memberikan persentase perkecambahan
yang paling tinggi dalam periode waktu yang paling pendek
(Salisbury dan Ross, 1995)
3. Gas
Perkecambahan memerlukan tingkatan O2 yang tinggi
kecuali apabila respirasi yang berhubungan dengan hal ini
terjadi karena fermentasi. Kebanyakan spesies memberikan
respon yang baik terhadap komposisi udara normal yaitu
20% O2; 0,03% CO2 dan 80% N. Penurunan kandungan O2
udara di bawah 20% biasanya menurunkan kegiatan
perkecambahan. Pada beberapa biji dapat berkecambah
secara anaerob, tetapi hal ini akan menghasilkan kecambah
yang abnormal. Sementara perkecambahan biji pada
kebanyakan spesies berlangsung dengan baik pada
kandungan O2 udara normal atau pada konsentrasi O2 yang
lebih tinggi (Salisbury dan Ross, 1995).
4. Cahaya
Biji membutuhkan cahaya untuk perkecambahan,
yang berpengaruh sebagai pemicu dalam memecahkan masa
dormansi. Cahaya memberikan respon pada perkecambahan
biji sama seperti dengan mekanisme pengendalian proses
formatif lainnya seperti pembuangan, pembentukan pigmen,
pemanjangan batang dan pelurusan kait hipokotil. Panjang
gelombang yang paling efektif untuk menggalakkan dan
menghambat perkecambahan biji berturut-turut yaitu merah
dan inframerah (Dwijoseputro, 1994).
5. Senyawa Kimia Eksogen
Menurut Salisbury dan Ross (1995), sejumlah
senyawa kimia dalam medium menggalakkan
perkecambahan beberapa spesies. Senyawa kimia hanya
sebagai perangsang dan bukan prasyarat perkecambahan.
Beberapa senyawa kimia yang lebih penting digunakan
untuk perkecambahan adalah kalium nitrat (KNO3), tiourea
atau CS(NH2)2, hidrogen peroksida (H2O2), etilen (C2H4)
dan giberelin (GA).
6. Kematangan
Pada lingkungan yang menguntungkan sekalipun
perkecambahan tidak akan terjadi sampai berlangsung
tingkat morfogenesis minimum di dalam biji, umumnya
terjadi perkembangan yang cukup untuk vitabilitas dan
germinalitas, jauh sebelum biji mengalami pemasakan.
Umumnya dormansi biji meningkat dengan terjadinya
pemasakan biji (Salisbury dan Ross, 1995).

Pada dasarnya perkecambahan biji diatur oleh sejumlah


hormon yang kerjanya bertahap. Adapun hormon yang memulai
dan memperantai proses perkecambahan yaitu fitohormon.
Selain itu, ada beberapa aktivitas hormon pertumbuhan lain
yang penting, yakni giberelin yang berfungsi untuk menggiatkan
enzim hidrolitik serta sitokinin yang berfungsi untuk
merangsang pembelahan sel, munculnya radikula dan plumula
serta auksin yang berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan
(Kimball, 1983).
Mekanisme kerja hormon-hormon ini dalam
perkecambahan yaitu pertama kali mengabsorbsi air dari tanah
menyebabkan embrio memproduksi sejumlah kecil giberelin
yang kemudian berdifusi ke dalam selapis sel aleuron yang
mengelilingi sel cadangan makanan endospora, yang
menyebabkan sel endospora mengalami pemecahan dan
mencair. Akibat dari hal ini, sitokinin dan auksin terbentuk
sehingga aktivitas dua hormon ini mengaktifkan pertumbuhan
embrio dengan membuat sel-sel membelah dan membesar
sehingga terjadi perkecambahan (Kimball, 1983).
Perkecambahan (germination) merupakan tahap awal
perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji.
Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada
kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang
menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda.
Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah. Kecambah
adalah tumbuhan (sporofit) muda yang baru saja berkembang
dari tahap embrionik di dalam biji. Tahap perkembangan ini
disebut perkecambahan dan merupakan satu tahap kritis dalam
kehidupan tumbuhan. Kecambah biasanya dibagi menjadi tiga
bagian utama: radikula (akar embrio), hipokotil dan kotiledon
(daun lembaga) (Sutopo, 2002).

E. Variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi
Lama perendaman biji.
2. Variabel kontrol
- Jenis biji kecambah (Arachis hypogea L.)
- Media tanam
- Jumlah biji kecambah
- Waktu penyiraman kecambah
- Waktu penanaman
- Intensitas cahaya
3. Variabel respon
Kecepatan perkecambahan biji

F. Definisi Operasional Variabel


Praktikum inimenggunakan variabel manipulasi lama
perendaman kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) dalam
air. Waktu yang digunakan adalah perendaman kecambah kacang
tanah (Arachis hypogea L.) selama 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4
jam. Sedangkan variabel kontrolnya adalah jenis biji kecambah yaitu
kecamabah kacang tanah (Arachis hypogea L.), media tanam
kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) yaitu kapas basah
yang diletakkan pada sebuah wadah, jumlah biji kecambah kacang
tanah (Arachis hypogea L.) yaitu 50 biji setiap perlakuan pada
perendaman dengan waktu yang berbeda, waktu penyiraman
kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) yaitu setiap tiga kali
sehari pada jam 6.00 pagi, sore hari sepulang kuliah dan malam jari
menjelang tidur pukul 22.00 pm, waktu penanaman kecambah
kacang tanah (Arachis hypogea L.) dilakukan pada waktu yang sama
dan pada praktikum ini pada jam 1 dini hari serta intensitas cahaya
dimana penanaman kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) di
letakkan pada tempat dengan intensitas cahaya yang rendah/redup.
Dan untuk variabel respon adalah kecepatan perkecambahan biji
pada kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.).
G. Alat dan Bahan
1. Alat
- Gelas aqua
- Baskom
- Kapas basah
2. Bahan
- Biji kacang tanah (Arachis hypogea L.)
- Air

H. Rancangan Percobaan

Merendam biji kacang tanah (Arachis hypogea L.)


selama 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam

Menanam dalam waktu bersamaan pada cawan petri


yang sudah dialasi kertas/kertas tisue basah

Menutup cawan petri kemudian menyimpan di tempat


gelap dan mengamati setiap hari berapa jumlah biji yang
berkecambah selama 10 hari

Memisahkan biji yang sudah berkecambah dan sudah


dilakukan perhitungan

Hari pertama pengamatan dihitung saat penanaman biji


pada cawan petri

Membuat tabel presentase perkecambahan dan indeks


kecepatan perkecamabhan dan indeks kecepatan
perkecambahan dari hasil pengamatan

I. Langkah Kerja
1. Merendam biji kacang tanah (Arachis hypogea L.) selama 0 jam,
1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam.
2. Menanam dalam waktu bersamaan pada cawan petri yang sudah
dialasi kertas/kertas tisue basah.
3. Menutup cawan petri kemudian menyimpan di tempat gelap dan
mengamati setiap hari berapa jumlah biji yang berkecambah
selama 10 hari. Memisahkan biji yang sudah berkecambah dan
sudah dilakukan perhitungan.
4. Hari pertama pengamatan dihitung saat penanaman biji pada
cawan petri.
5. Membuat tabel presentase perkecambahan dan indeks kecepatan
perkecamabhan dan indeks kecepatan perkecambahan dari hasil
pengamatan.
Jumlah biji yang berkecamabah
6. Presentase perkecambahan = x 100%
Jumlah keseluruhan biji
X1 X2 X3 Xn
Indeks kecepatan perkecambahan (IKP) = + + 3 + ... +
1 2 n
Xn = banyaknya biji yang berkecambah pada hari ke n.

J. Rancangan Tabel Pengamatan


Tabel 1. Pengaruh lama perendaman biji dalam air terhadap
perkecambahan biji kacang tanah (Arachis hypogea L.)
Waktu Jumlah kecambah pada hari ke- Persentase
perendam Perkecam- IKP
an (jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 bahan (%)

0 0 4 3 2 1 0 0 0 0 0 20 3,70
1 0 26 4 3 0 0 0 0 0 0 66 15,08
2 0 28 5 3 3 0 0 0 0 0 78 17,02
3 0 32 6 4 1 0 0 0 0 0 86 19,20
4 0 40 3 2 1 0 0 0 0 0 94 21,70

Pengaruh Lama Perendaman Biji dalam Air


terhadap Presentase Perkecambahan
100 94
PRESENTASE PERKECAMBAHAN (%)

86
90
78
80
66
70
60
50
40
30 20
20
10
0
0 1 2 3 4
LAMA PERENDAMAN (JAM)
Gambar 1. GrafikPengaruh Lama Perendaman Biji dalam Air
terhadap Presentase Perkecambahan Biji Kacang Tanah
(Arachis hypogea L.).
Pengaruh Lama Perendaman Biji dalam
Air terhadap Indeks Kecepatan
Perkecambahan
25 21.7
19.2
20 17.02
15.08
NILAI IKP

15
10
3.7
5
0
0 1 2 3 4
WAKTU PERNDAMAN (JAM)

Series1

Gambar 2. Grafik Pengaruh Lama Perendaman Biji dalam Air


terhadap Indeks Kecepatan Perkecambahan Biji
Kacang Tanah (Arachis hypogea L.).

K. Analisis Data
Berdasarkan data tabel diatas, dapat dianalisis bahwa pada
praktikum ini menggunakan perlakuan pada perendaman yaitu 0 jam
(tanpa perendaman), 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam serta kecambah
kacang tanah (Arachis hypogea L.) yang diamati dalam kurun waktu
10 hari pengamatan. Pada kecambah kacang tanah (Arachis hypogea
L.) yang tidak direndam dalam air pada hari pertama tidak ada
kecambah yang tumbuh, pada hari kedua terdapat 4 kecambah yang
tumbuh, pada hari ketiga terdapat 3 kecambah yang tumbuh, pada
hari keempat terdapat 2 kecambah yang tumbuh, pada hari kelima
terdapat 1 kecambah yang tumbuh, sedangkan pada hari keenam
sampai hari kesepuluh tidak ada lagi kecambah yang tumbuh.
Persentase perkecambahan pada kecambah yang tidak direndam air
adalah 20% dengan indeks kecepatan perkecambahan sebesar 3,70.
Pada kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) yang direndam
dalam air selama 1 jam, pada hari pertama tidak ada kecambah yang
tumbuh, pada hari kedua terdapat 26 kecambah yang tumbuh, pada
hari ketiga terdapat 4 kecambah yang tumbuh, pada hari keempat
terdapat 3 kecambah yang tumbuh, sedangkan pada hari kelima
sampai hari kesepuluh tidak ada kecambah yang tumbuh. Persentase
perkecambahan pada kecambah yang direndam dalam 2 jam adalah
66% dengan indeks kecepatan perkecambahan sebesar 15,08. Pada
kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) yang direndam dalam
air selama 2 jam, pada hari pertama tidak ada kecambah yang
tumbuh, pada hari kedua terdapat 28 kecambah yang tumbuh, pada
hari ketiga terdapat 5 kecambah yang tumbuh, pada hari keempat
tedapat 3 kecambah yang tumbuh, pada hari kelima terdapat 3
kecambah yang tumbuh, sedangkan pada hari keenam sampai hari
kesepuluh tidak ada kecambah yang tumbuh. Persentase
perkecambahan pada kecambah yang tidak direndam adalah 78%
dengan indeks kecepatan perkecambahan sebesar 17,02. Pada
kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) yang direndam dalam
air selama 3 jam, pada hari pertama tidak ada kecambah yang
tumbuh, pada hari kedua terdapat 32 kecambah yang tumbuh, pada
hari ketiga terdapat 6 kecambah yang tumbuh, pada hari keempat
terdapat 4 kecambah yang tumbuh, pada hari kelima terdapat 1
kecambah yang tumbuh, sedangkan pada hari keenam sampai hari
kesepuluh tidak ada kecambah yang tumbuh. Persentase
perkecambahan pada kecambah yang tidak direndam adalah 86%
dengan indeks kecepatan perkecambahan sebesar 19,20. Pada
kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) yang direndam dalam
air selama 4 jam, pada hari pertama tidak ada kecambah yang
tumbuh, pada hari kedua terdapat 40 kecambah yang tumbuh, pada
hari ketiga terdapat 3 kecambah yang tumbuh, pada hari keempat
terdapat 2 kecambah yang tumbuh, pada hari kelima terdapat 1
kecambah yang tumbuh, sedangkan pada hari keenam sampai hari
kesepuluh tidak ada kecambah yang tumbuh. Persentase
perkecambahan pada kecambah yang tidak direndam adalah 94%
dengan indeks kecepatan perkecambahan sebesar 21,70.
Grafik pertama menunjukkan hubungan antara lama
perendaman biji kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.)
terhadap persentase pertumbuhan kecambah, dapat dilihat pada
grafik bahwa pada kecambah yang tidak direndam memiliki
persentase pertumbuhan kecambah sebesar 20%, sedangkan pada
kecambah yang direndam selama 1 jam memiliki persentase
pertumbuhan kecambah sebesar 66%, pada kecambah yang
direndam selama 2 jam memiliki persentase pertumbuhan kecambah
sebesar 78%, pada kecambah yang direndam selama 3 jam memiliki
persentase pertumbuhan kecambah sebesar 86%, sedangkan pada
kecambah yang direndam selama 4 jam memiliki persentase
pertumbuhan kecambah sebesar 94% hal ini menunjukkan bahwa
semakin lama waktu perendaman biji kecambah dalam air maka
semakin besar pula persentase pertumbuhan perkecambahan pada
kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.)
Grafik kedua menunjukkan hubungan lama perendaman biji
kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.) terhadap indeks
kecepatan perkecambahan (IKP), dapat dilihat pada grafik bahwa
pada kecambah yang tidak direndam memiliki indeks kecepatan
perkecambahan (IKP) sebesar 3,70. Sedangkan pada kecambah yang
direndam selama 1 jam memiliki memiliki indeks kecepatan
perkecambahan (IKP) sebesar 15,08. Pada kecambah yang direndam
selama 2 jam memiliki indeks kecepatan perkecambahan (IKP)
sebesar 17,02. Pada kecambah yang direndam selama 3 jam
memiliki indeks kecepatan perkecambahan (IKP) sebesar 19,02.
Sedangkan pada kecambah yang direndam selama 4 memiliki indeks
kecepatan perkecambahan (IKP) sebesar 21,70. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin lama waktu perendaman biji kecambah dalam air
maka semakin besar pula indeks kecepatan perkecambahan pada
kecambah kacang tanah (Arachis hypogea L.).

L. Pembahasan
Berdasarkan analisis diatas diperoleh data bahwa adanya
pengaruh lama perendaman terhadap penyerapan air oleh biji kcang
tanah. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin lama perendaman
biji kacang tanah, maka semakin cepat kecepatan perkecambahan
biji yang dilihat melalui presentase perkecambahan dan nilai IKP
yang semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin lama biji
direndam dalam air maka semakin besar masuknya air ke dalam
endosperma biji. Pada biji yang direndam dalam air dapat
membentuk alat transport makanan yang berasal dari
endosperma/kotiledon pada titik tumbuh embrionik di aksis, dimana
akan digunakan untuk membentuk protoplasma baru. Sebaliknya
jika biji tidak direndam, maka proses transport akan berjalan lambat.
Perendaman juga dapat menyebabkan biji menjadi rusak jika
dilakukan terlalu lama (Irwanto, 2011).
Semakin lama waktu perendaman, maka semakin besar
penambahan berat biji. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya air
yang diserap sehingga biji mengembang dan mengeluarkan radikula.
Pada percobaan ini, biji yang direndam paling lama (4 jam) memiliki
presentase perkecambahan dan indeks kecepatan perkecambahan
(IKP) yang lebih besar dibandingkan yang direndam pada waktu 0
jam, 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Hal ini terjadi karena biji yang
direndam lebih lama maka imbibisi pada biji lebih baik dan lebih
sempurna dibandingkan yang direndam sebentar.
Air yang diserap oleh biji akan mempercepat proses
metabolisme dalam biji, dikarenakan air dibutuhkan tumbuhan
sebagai pelarut bagi kebanyakan reaksi di dalam tubuh tumbuhan
dan dipakai sebagai medium reaksi enzimatis, sehingga proses
metabolisme yang terjadi dalam biji yang direndam lebih lama akan
berlangsung lebih cepat dan menyebabkan perkecambahan biji juga
akan lebih cepat dan lebih efisien (Loveless, 1999).
Pada fase biji yang akan berkecambah, jika kekurangan air
(misalnya biji yang tidak direndam) akan meningkatkan sintesis
asam absisat, yaitu suatu hormon yang dapat menghambat
pertumbuhan. Sedangkan sintesis hormon lain seperti auksin,
giberelin, dan sitokinin juga terhambat (Soerodikosoemo, 1993).
Air merupakan faktor yang paling penting dalam
perkecambahan, dikarenakan biji berada dalam keadaan terdehidrasi.
Secara normal, biji mengandung sekitar 5-20% dari berat totalnya
dan harus menyerap sejumlah air sebelum perkecambahan dimulai.
Tahap awal perkecambahan adalah pengambilan air dengan cepat
yang disebut imbibisi (Salisburry dan Ross, 1995).
Air berpengaruh terhadap kecepatan reaksi biokimia dalam sel
yang berhubungan dengan kerja enzim. Perkecambahan
membutuhkan suhu yang tepat untuk aktivitas enzim, sehingga pada
percobaan ini diletakkan pada tempat yang gelap. Keadaan yang
gelap berpengaruh terhadap bentuk luar dan laju perpanjangan.
Tumbuhan yang diletakkan di tempat gelap akan tumbuh lebih cepat
daripada di tempat yang terkena cahaya. Hal ini dilakukan untuk
menjaga intensitas cahaya yang diterima tumbuhan agar
pertumbuhan berlangsung baik. Selain itu, pada saat kondisi
lingkungan gelap, hormon auksin akan bekerja dengan baik. Hal ini
dikarenakan hormon auksin mudah mengalami kerusakan pada
intensitas cahaya tinggi (Soerodikosoemo, 1993).
Salah satu faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman adalah hormon tumbuhan. Fitohormon yang
berfungsi sebagai penghambat perkecambahan antara lain: Etilene,
yang berfungsi menghambat transportasi auksin secara basipetal dan
lateral. Adanya etilen dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi
auksin dalam jaringan. Meskipun begitu, pada tanaman, etilene juga
mampu menstimulasi perpanjangan batang, koleopil dan mesokotil.
Asam absisat (ABA), yang bersifst menghambat perkecambahan
dengan menstimulasi dormansi benih. Selain itu, asam absisat akan
menghambat proses pertumbuhan tunas (Heddy, 1990).
Kadar air dalam sel berpengaruh terhadap pembentukan
hormon, sehingga biji kacang tanah yang direndam selama 4 jam
akan lebih cepat berkecambah. Sebaliknya, dengan biji kacang tanah
yang tidak direndam dalam air, jumlah biji yang berkecambah hanya
sedikit dikarenakan hormon giberelin dan sitokinin yang sudah
dihasilkan tidah dapat mengalami proses lebih lanjut yaitu
perkecambahan akibat ketersediaan air tidak mencukupi.
M. Kesimpulan
1. Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh lama perendaman biji kacang
tanag (Arachis hypogea L.). Semakin lama perendaman biji
maka semakin cepat perkecambahan yang terjadi pada biji
kacang tanah (Arachis hypogea L.) yang ditunjukkan dengan
meningkatnya presentase perkecambahan dan indeks kecepatan
perkecambahan (IKP) seiring dengan semakin lamanya
perendaman biji dalam air.
2. Saran
1) Perlu persiapan lebih terutama dalam menyiapkan alat dan
bahan yang diperlukan.
2) Diusahakan biji dalam kondisi optimal ketika akan digunakan
dalam praktikum.
3) Jangan merendam terlalu lama dan melewati waktu yang
ditentukan karena akan merusak biji.
4) Diusahakan tidak menaruh biji kecambah di tempat yang
lembab agar biji tidak berjamur dan bau.

N. Daftar Pustaka
Agrica, Houller. 2009. BIOLOGI. Jakarta: Erlangga.
Cambpell dan Reece. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta:
Erlangga.
Dewi, Intan Ratna. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi
Pertumbuhan Tanaman. Bandung: Universitas Padjajaran.
Dwidjo, Seputro. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:
Gramedia.
Fahn. 1991. Anatomi Tumbuhan Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah
Mada Universitas Press.
Firmansyah, R., Mawardi, A. Dan Muawardi, M. 2007. Mudah dan
Aktif Belajar Biologi. Jakarta: PT Grafindo Media Pratama.
Heddy, Suwasono. 1990. Biologi Pertanian. Jakarta: Rajawali
Press.
Indradewa. 2009. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid I. Bandung: ITB
Press.
Irwanto. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan
Benih (online).
www.irwantushut.co.cc/seed_viability_factor.html diakses
pada 5 November 2017.
Kimball, John W. 1992. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Lakitan, Benyamin. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk
Daerah Tropik. Jakarta: Gramedia.
Rahayu, Yuni Sri., Yuliani., dan Dewi, Sari Kusuma. 2017.
Petunjuk Praktikum Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan.
Surabaya: Unesa University Press.
Salisbury, B. Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung:
ITB Press.
Santoso. 2004. Fisiologi Tumbuhan. Bengkulu: Universitas
Muhammadiyah Bengkulu.
Sasmitahardja, Dradjat. 1997. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:
Depdikbud.
Soerdikoesoemo, Wibisono. 1995. Anatomi dan Fisiologi
Tumbuhan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Sunu, P dan Wartoyo. 2006. Buku Ajar Dasar Hartikultura. Solo:
Fakultas Pertanian, UNS.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.
Yuliani. 2017. Metabolisme Tumbuhan. Surabaya: Unesa
University Press.
O. Lampiran

Gambar Keterangan

Biji kacang tanah


(Arachis hypogea L.)

Perendaman biji
kacang tanah (Arachis
hypogea L.)

Biji kecambah kacang


tanah yang tidak
direndam (Arachis
hypogea L.) pada hari
kedua
Biji kecambah kacang
tanah yang direndam
selama 1 jam (Arachis
hypogea L.) pada hari
kedua

Biji kecambah kacang


tanah yang direndam
selama 2 jam (Arachis
hypogea L.) pada hari
kedua

Biji kecambah kacang


tanah yang direndam
selama 3 jam (Arachis
hypogea L.) pada hari
kedua
Biji kecambah kacang
tanah yang direndam
selama 4 jam (Arachis
hypogea L.) pada hari
kedua

Biji kecambah kacang


tanah(Arachis hypogea
L.) yang direndam
selama 0 jam atau
tanpa perendamanpada
hari kesepuluh

Biji kecambah kacang


tanah (Arachis
hypogea L.) yang
direndam selama 1 jam
pada hari kesepuluh
Biji kecambah kacang
tanah (Arachis
hypogea L.) yang
direndam selama 2 jam
pada hari kesepuluh

Biji kecambah kacang


tanah (Arachis
hypogea L.) yang
direndam selama 3 jam
pada hari kesepuluh

Biji kecambah kacang


tanah (Arachis
hypogea L.) yang
direndam selama 4 jam
pada hari kesepuluh

LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Waktu Perendaman 0 jam
 Presentase perkecambahan
= (Jumlah biji yang berkecambah : Jumlah keseluruhan biji) x 100%
= (10 : 50) x 100%
= 20%

 Indeks Kecepatan Perkecambahan (IKP)


= (X1:1) + (X2:2) + (X3:3) + (X4:4) + (X5:5) + (X6:6) + (X7:7) +
(X8:8) + (X9:9) + (X10:10)
= (0/1) + (4/2) + (3/3) + (2/4) + (1/5) + (0/6) + (0/7) + (0/8) + (0/9) +
(0/10)
= 2+1+0,5+0,2
= 3,7

2. Waktu Perendaman 1 jam


 Presentase perkecambahan
= (Jumlah biji yang berkecambah : Jumlah keseluruhan biji) x 100%
= (33 : 50) x 100%
= 66%

 Indeks Kecepatan Perkecambahan (IKP)


= (X1:1) + (X2:2) + (X3:3) + (X4:4) + (X5:5) + (X6:6) + (X7:7) +
(X8:8) + (X9:9) + (X10:10)
= (0/1) + (26/2) + (4/3) + (3/4) + (1/5) + (0/6) + (0/7) + (0/8) + (0/9)
+ (0/10)
= 13+1,33+0,75
= 15,08

3. Waktu Perendaman 2 jam


 Presentase perkecambahan
= (Jumlah biji yang berkecambah : Jumlah keseluruhan biji) x 100%
= (39 : 50) x 100%
= 78%

 Indeks Kecepatan Perkecambahan (IKP)


= (X1:1) + (X2:2) + (X3:3) + (X4:4) + (X5:5) + (X6:6) + (X7:7) +
(X8:8) + (X9:9) + (X10:10)
= (0/1) + (28/2) + (5/3) + (3/4) + (3/5) + (0/6) + (0/7) + (0/8) + (0/9)
+ (0/10)
= 14+1,67+0,75+0,6
= 17,02
4. Waktu Perendaman 3 jam
 Presentase perkecambahan
= (Jumlah biji yang berkecambah : Jumlah keseluruhan biji) x 100%
= (43 : 50) x 100%
= 86%

 Indeks Kecepatan Perkecambahan (IKP)


= (X1:1) + (X2:2) + (X3:3) + (X4:4) + (X5:5) + (X6:6) + (X7:7) +
(X8:8) + (X9:9) + (X10:10)
= (0/1) + (32/2) + (6/3) + (4/4) + (1/5) + (0/6) + (0/7) + (0/8) + (0/9)
+ (0/10)
= 16+2+1+0,2
= 19,20

5. Waktu Perendaman 4 jam


 Presentase perkecambahan
= (Jumlah biji yang berkecambah : Jumlah keseluruhan biji) x 100%
= (47 : 50) x 100%
= 94%

 Indeks Kecepatan Perkecambahan (IKP)


= (X1:1) + (X2:2) + (X3:3) + (X4:4) + (X5:5) + (X6:6) + (X7:7) +
(X8:8) + (X9:9) + (X10:10)
= (0/1) + (40/2) + (3/3) + (2/4) + (1/5) + (0/6) + (0/7) + (0/8) + (0/9)
+ (0/10)
= 20+1+0,5+0,2
= 21,7

Anda mungkin juga menyukai