mengalami penularan emosi atau emotional contagion, yaitu faktor perbedaan individu
(individual differences), faktor interpersonal, serta faktor lain seperti mood dan lain-lain.
Perbedaan individu yang dimaksud adalah bahwa individu yang sangat rentan terhadap
penularan emosional adalah individu yang lebih memperhatikan emosi orang lain..
Mood memiliki perbedaan dengan emosi yaitu mood lebih tahan lama, memiliki intensitas yang
rendah, dan melibatkan pemrosesan kognitif yang disengaja. Studi ini megemukakan bahwa
individu yang bahagia atau sedih menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat hal yang
menyenangkan ataupun menyedihkan.. Keltner & Haidt mengemukakan bahwa emosi yang
dirasakan individu merupakan fungsi social untuk memperkuat ikatan antara individu yang satu
dengan individu yang lain karna berkaitan dengan perilaku. Hsee & Rekan mengemukakan
bahwa individu yang bahagia lebih cenderung memperhatikan dan meniru emosi bahagia
maupun sedih. Bhullar (2012) mengemukakan bahwa ada hubungan yang kuat antara mood
positif dan kerentanan terhadap penularan kebahagiaan. Semakin positif mood individu, semakin
besar kemungkinan untuk rentan terhadap kebahagiaan orang lain dan semakin rentan terhadap
Hatfield, Cacioppo, & Rapson (Crow, 2015) mengemukakan bahwa penularan emosional
merupakan kecenderungan secara otomatis untuk meniru dan menyinkronkan ekspresi wajah,
vokalisasi, postur, dan gerakan dengan orang lain, sehingga bermanifestasi dalam bentuk emosi.
Crow (2015) menemukan bahwa ada hubungan positif antara keadaan mood dengan kerentanan
emosional terhadap video yang ditonton subjek. Hasil lain dari penelitian ini adalah bahwa mood
individu dipengaruhi oleh tontonan video yang bahagia, dengan kata lain individu lebih rentan
mengalami penularan pada video dengan emosi positif daripada video dengan emosi negative.
Penelitian ini juga menemukan bahwa wanita lebih rentan mengalami penualaran emosional dari
Penelitian ini berfokus pada bagaimana emosi menyebar melalui situs media social.
Terdapat 3 jenis affective experiences yang paling mendasar, yaitu afek disposisi, emosi dan
mood. Afek disposisi merupakan sebuah variable yang bersifat stabil dan bersifat jangka
panjang, sehingga tidak rentan terhadap penularan emosi namun dapat memberikan pengaruh.
Emosi bersifat intens, reaksi afektif jangka pendek dan relatif terhadap stimulus lingkungan
tertentu. Sedangkan mood lebih lemah rekasinya jika dibandingkan dengan emosi. Mood
menyebabkan perubahan jangka pendek dalam diri individu, sehingga dapat berubah dengan
mudah. Lazarus (1991) mengemukakan bahwa mood adalah reaksi sementara terhadap pengaruh
dari lingkungan yang dating dan pergi tergantung pada kondisi tertentu. Dari ketiga affective
experience diatas, mood dapat mengalami perubahan dalam jangka pendek dan dianggap
Lazarus (1991) mengemukakan bahwa penularan emosi berfungsi sebagai metode untuk
menanamkan mood positif ataupun negative kepada individu atau kelompok yang dapat
Sama seperti mood didunia nyata yang terwujud didunia maya., pengalaman media sosial online
mempengrauhi kehidupan offline orang. Studi menyelidiki perasaan iri dan depresi yang terkait dengan
pengguna facebook, dan menemukan bahwa pengguna dalam kategori berat merasa lebih iri, dan
berkorelasi dengan depresi. (Tandoc Jr Ferrucci & Duffy 2015). Jaringan sosial online telah dan akan
terus mempengaruhi individu pada tingkat pribadi maupun emosional.
Kremer (2012) mengemukakan efek dari konten media sosial terhadap emosi individu.
Individu yang lebih sering membaca atau melihat konten bernada positif, maka cenderung akan
menggunakan konten positif juga. Sebaliknya, jika individu lebih sering terpapar konten negatif,
maka akan lebih cenderung menggunakan konten yang negatif. Dalam keseharian, sering kali
individu yang melihat status atau tontonan melalui media sosial memberikan komentar terhadap
apa yang dirasakan, dan komentarnya sejalan dengan komentar-komentar yang diberikan oleh
pengguna lain di sosial media. Karim (2017) mengemukakan bahwa pengguna sosial media di
Indonesia memiliki kecenderungan untuk lebih menghargai konten negative ketimbang yang
positif. Konten yang dibagikan paling banyak adalah hoax dan ujaran kebencian (CNN
Indonesia).
menangkap emosi dari individu lain. Prosesnya bisa sesederhana individu akan menjadi bahagia
dihadapan teman yang tersenyum. Sejalan dengan pernyataan Kremer, Crow (2015)
mengemukakan bahwa Individu dapat menangkap hal buruk yang dirasakan seseorang dan
individu cenderung memiliki mood yang lebih baik setelah melihat orang lain tersenyum.
Kekuatan dan dampak dari penularan emosi sangat bergantung pada kerentanan individu.
Kerentanan emosional merupakan komponen bawah sadar karena terpengaruh oleh emosi orang
Barsade (2002) mengemukakan proses penularan emosional terjadi pada tingkat sadar
maupun bawah sadar, namun penularan emosional secara signifikan terjadi pada tahap
ketidaksadaran yang berdasarkan pada proses otomatis dan respon fisiologis. Barsade (2002)
lebih besar daripada emosi yang menyenangkan. Peristiwa negatif cenderung menimbulkan
respon emosional, perilaku, dan kognitif yang lebih cepat dan lebih kuat daripada peristiwa
netral atau positif. Individu cenderung lebih memperhatikan informasi negatif daripada informasi
positif. Kejadian tidak baik di sosial media biasanya mendapat tanggapan dari banyak orang
berupa komentar. Komentar yang diberikan mengandung konotasi negative dan tidak jarang
komentar yang disampaikan bernada kasar. Tidak hanya sebatas komentar, pengguna juga
penularan emosi adalah adanya individual difference. Individual difference yang dimaksud
adalah bahwa individu yang sangat rentan terhadap penularan emosional adalah individu yang
memperhatikan emosi orang lain. Hartfiled, dkk (1994) mengemukakan bahwa individu yang
paling rentan terhadap penularan emosi adalah individu yang memiliki sifat perhatian,
menghargai kebersamaan, dan pengalaman emosionalnya lebih banyak dipengaruhi oleh umpan
balik dari lingkungan. Sejalan dengan gaya hidup masyarakat Indonesia yang kolektif.
Englert (2014) mengemukakan faktor lain dari penularan emosi adalah faktor interpersonal
menunjukkan bahwa penularan emosional lebih kuat terjadi dalam kelompok daripada diluar
kelompok. Sedangkan mood menunjukkan bahwa orang yang dalam keadaan bahagia sangat
rentan terhadap penularan emosional. Faktor gender dan pekerjaan juga berpengaruh pada
kerentanan terhadap penularan emosional. Penelitian menemukan bahwa perempuan lebih rentan
mengalami penularan emosional daripada laki-laki dan pelajar lebih rentan mengalami penularan
Mood mempengaruhi kerentanan penularan emosi pada individu. Sejalan dengan pernyataan
Englert (2014) dalam sebuah penelitian terkait hubungan antara mood dengan kerentanan
terhadap penularan emosional, penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan yakni
mood individu dapat mempengaruhi kerentanan penularn emosional, terutama jika individu
dalam keadaan mood yang positif. Bhullar (2012) mengemukakan bahwa mood merupakan
keadaan umum mengenai perasaan yang didahului tanpa penyebab yang jelas. Hatfield &
Rapson (Bhullar, 2012) mengemukakan teori bahwa kecenderungan emosional yang lebih besar
Penularan emosi tidak hanya terjadi secara langsung, namun penelitian lain juga menemukan
adanya penularan emosi melalui media massa berbasis komputerisasi. Salah satu faktor yang
menyebabkan penularan emosi adalah mood atau suasana hati. Bhullar (2012) mengemukakan
bahwa ada hubungan yang kuat antara mood dan kerentanan terhadap penularan emosi.
Sehingga, peneliti akan meneliti hubungan mood dengan kerentanan penularan emosi pada
Barsade, S. G. (2002). The Ripple Effect: Emotional Contagion and Its Influence on Group
Behavior. Sage Publications. pp. 644-675.
Crow, K.F. (2015). The Relationship Between Emotional Contagion and Mood State. Scholarly
& Creative Works Conference 2018. 10.
Englert, L. (2014). The Impact of Emotional Contagion and its Relationship to Mood.
Jalonen, H. (2014). Social Media And Emotions In Organisational Knowledge Creation. ACSIS.
Vol.2 :1371-1379.
Hatfield, E., John, T. C., & Richard, L. R. (1994). Emotional Contagion. Press Syndicate:
University of Cambridge.
Jeghesta, M. (2016). Tiga Sosmed ini Paling Banyak Digunakan Di Indonesia. SindoNews.com.
(Diakses pada tanggal 30 Desember 2017).
https://autotekno.sindonews.com/read/1149935/133/tiga-sosmed-ini-paling-banyak-
digunakan-di-indonesia-1477363605
Karim, R. P. (2017). Pengguna Sosial Media di Indonesia lebih suka konten Negatif . CNN
Indonesia.(Diakses tanggal 03 Januari 2018).
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20170826211559-192-237492/pengguna-
medsos-di-indonesia-lebih-suka-konten-negatif
Woods, J., & Megan, P. (2011). Effects of Social Media on Human Emotion. A Senior Project
Presented to The Faculty of the Communication Studies Department California Polytechnic
State University, San Luis Obispo.