Anda di halaman 1dari 9

Englert (2014) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan individu

mengalami penularan emosi atau emotional contagion, yaitu faktor perbedaan individu

(individual differences), faktor interpersonal, serta faktor lain seperti mood dan lain-lain.

Perbedaan individu yang dimaksud adalah bahwa individu yang sangat rentan terhadap

penularan emosional adalah individu yang lebih memperhatikan emosi orang lain..

Mood memiliki perbedaan dengan emosi yaitu mood lebih tahan lama, memiliki intensitas yang

rendah, dan melibatkan pemrosesan kognitif yang disengaja. Studi ini megemukakan bahwa

individu yang bahagia atau sedih menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat hal yang

menyenangkan ataupun menyedihkan.. Keltner & Haidt mengemukakan bahwa emosi yang

dirasakan individu merupakan fungsi social untuk memperkuat ikatan antara individu yang satu

dengan individu yang lain karna berkaitan dengan perilaku. Hsee & Rekan mengemukakan

bahwa individu yang bahagia lebih cenderung memperhatikan dan meniru emosi bahagia

maupun sedih. Bhullar (2012) mengemukakan bahwa ada hubungan yang kuat antara mood

positif dan kerentanan terhadap penularan kebahagiaan. Semakin positif mood individu, semakin

besar kemungkinan untuk rentan terhadap kebahagiaan orang lain dan semakin rentan terhadap

kebahagiaan orang lain, semakin positif mood individu.

Hatfield, Cacioppo, & Rapson (Crow, 2015) mengemukakan bahwa penularan emosional

merupakan kecenderungan secara otomatis untuk meniru dan menyinkronkan ekspresi wajah,

vokalisasi, postur, dan gerakan dengan orang lain, sehingga bermanifestasi dalam bentuk emosi.

Crow (2015) menemukan bahwa ada hubungan positif antara keadaan mood dengan kerentanan

emosional terhadap video yang ditonton subjek. Hasil lain dari penelitian ini adalah bahwa mood

individu dipengaruhi oleh tontonan video yang bahagia, dengan kata lain individu lebih rentan

mengalami penularan pada video dengan emosi positif daripada video dengan emosi negative.
Penelitian ini juga menemukan bahwa wanita lebih rentan mengalami penualaran emosional dari

pada pria, terutama terhadap rasa takut atau sedih.

Penelitian ini berfokus pada bagaimana emosi menyebar melalui situs media social.

Terdapat 3 jenis affective experiences yang paling mendasar, yaitu afek disposisi, emosi dan

mood. Afek disposisi merupakan sebuah variable yang bersifat stabil dan bersifat jangka

panjang, sehingga tidak rentan terhadap penularan emosi namun dapat memberikan pengaruh.

Emosi bersifat intens, reaksi afektif jangka pendek dan relatif terhadap stimulus lingkungan

tertentu. Sedangkan mood lebih lemah rekasinya jika dibandingkan dengan emosi. Mood

menyebabkan perubahan jangka pendek dalam diri individu, sehingga dapat berubah dengan

mudah. Lazarus (1991) mengemukakan bahwa mood adalah reaksi sementara terhadap pengaruh

dari lingkungan yang dating dan pergi tergantung pada kondisi tertentu. Dari ketiga affective

experience diatas, mood dapat mengalami perubahan dalam jangka pendek dan dianggap

representative untuk digunakan dalam penelitian kelompok .

Lazarus (1991) mengemukakan bahwa penularan emosi berfungsi sebagai metode untuk

menanamkan mood positif ataupun negative kepada individu atau kelompok yang dapat

mempengaruhi kognisi, perilaku, dan sikap.


Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa komunikasi melalui media sosial menunjukkan bentuk
sebenarnya dari penularan emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penularan
emosi melalui merdia sosial dan dampaknya terhadap mood pengguna sosial media, yang dapat
menunjukkan bagaimana media sosial dan penggunan internet mempengaruhi kesehatan emntal
seseorang saat kita memsuki dunia yang sangat terhubung. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana
hubungan penularan emosional dan mood mrlalui media sosial utnuk lebih mengetahui dampak
potensial pada pengguna.

Sama seperti mood didunia nyata yang terwujud didunia maya., pengalaman media sosial online
mempengrauhi kehidupan offline orang. Studi menyelidiki perasaan iri dan depresi yang terkait dengan
pengguna facebook, dan menemukan bahwa pengguna dalam kategori berat merasa lebih iri, dan
berkorelasi dengan depresi. (Tandoc Jr Ferrucci & Duffy 2015). Jaringan sosial online telah dan akan
terus mempengaruhi individu pada tingkat pribadi maupun emosional.
Kremer (2012) mengemukakan efek dari konten media sosial terhadap emosi individu.

Individu yang lebih sering membaca atau melihat konten bernada positif, maka cenderung akan

menggunakan konten positif juga. Sebaliknya, jika individu lebih sering terpapar konten negatif,

maka akan lebih cenderung menggunakan konten yang negatif. Dalam keseharian, sering kali

individu yang melihat status atau tontonan melalui media sosial memberikan komentar terhadap

apa yang dirasakan, dan komentarnya sejalan dengan komentar-komentar yang diberikan oleh

pengguna lain di sosial media. Karim (2017) mengemukakan bahwa pengguna sosial media di

Indonesia memiliki kecenderungan untuk lebih menghargai konten negative ketimbang yang

positif. Konten yang dibagikan paling banyak adalah hoax dan ujaran kebencian (CNN

Indonesia).

Kramer (2012) mengemukakan bahwa penularan emosional merupakan proses individu

menangkap emosi dari individu lain. Prosesnya bisa sesederhana individu akan menjadi bahagia

dihadapan teman yang tersenyum. Sejalan dengan pernyataan Kremer, Crow (2015)

mengemukakan bahwa Individu dapat menangkap hal buruk yang dirasakan seseorang dan

individu cenderung memiliki mood yang lebih baik setelah melihat orang lain tersenyum.

Kekuatan dan dampak dari penularan emosi sangat bergantung pada kerentanan individu.

Kerentanan emosional merupakan komponen bawah sadar karena terpengaruh oleh emosi orang

lain, dan kemungkinan perubahan sikap terjadi pada tingkat sadar.

Barsade (2002) mengemukakan proses penularan emosional terjadi pada tingkat sadar

maupun bawah sadar, namun penularan emosional secara signifikan terjadi pada tahap

ketidaksadaran yang berdasarkan pada proses otomatis dan respon fisiologis. Barsade (2002)

mengemukakan bahwa emosi yang tidak menyenangkan menyebabkan penularan emosional

lebih besar daripada emosi yang menyenangkan. Peristiwa negatif cenderung menimbulkan
respon emosional, perilaku, dan kognitif yang lebih cepat dan lebih kuat daripada peristiwa

netral atau positif. Individu cenderung lebih memperhatikan informasi negatif daripada informasi

positif. Kejadian tidak baik di sosial media biasanya mendapat tanggapan dari banyak orang

berupa komentar. Komentar yang diberikan mengandung konotasi negative dan tidak jarang

komentar yang disampaikan bernada kasar. Tidak hanya sebatas komentar, pengguna juga

membuat status atau merepost di dinding akun pribadinya.

Englert (2014) mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan individu mengalami

penularan emosi adalah adanya individual difference. Individual difference yang dimaksud

adalah bahwa individu yang sangat rentan terhadap penularan emosional adalah individu yang

memperhatikan emosi orang lain. Hartfiled, dkk (1994) mengemukakan bahwa individu yang

paling rentan terhadap penularan emosi adalah individu yang memiliki sifat perhatian,

menghargai kebersamaan, dan pengalaman emosionalnya lebih banyak dipengaruhi oleh umpan

balik dari lingkungan. Sejalan dengan gaya hidup masyarakat Indonesia yang kolektif.

Englert (2014) mengemukakan faktor lain dari penularan emosi adalah faktor interpersonal

menunjukkan bahwa penularan emosional lebih kuat terjadi dalam kelompok daripada diluar

kelompok. Sedangkan mood menunjukkan bahwa orang yang dalam keadaan bahagia sangat

rentan terhadap penularan emosional. Faktor gender dan pekerjaan juga berpengaruh pada

kerentanan terhadap penularan emosional. Penelitian menemukan bahwa perempuan lebih rentan

mengalami penularan emosional daripada laki-laki dan pelajar lebih rentan mengalami penularan

emosional daripada bidang pekerjaan yang lain.

Mood mempengaruhi kerentanan penularan emosi pada individu. Sejalan dengan pernyataan

Englert (2014) dalam sebuah penelitian terkait hubungan antara mood dengan kerentanan

terhadap penularan emosional, penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan yakni
mood individu dapat mempengaruhi kerentanan penularn emosional, terutama jika individu

dalam keadaan mood yang positif. Bhullar (2012) mengemukakan bahwa mood merupakan

keadaan umum mengenai perasaan yang didahului tanpa penyebab yang jelas. Hatfield &

Rapson (Bhullar, 2012) mengemukakan teori bahwa kecenderungan emosional yang lebih besar

dihubungkan dengan kerentanan penularan emosional yang besar juga.

Penularan emosi tidak hanya terjadi secara langsung, namun penelitian lain juga menemukan

adanya penularan emosi melalui media massa berbasis komputerisasi. Salah satu faktor yang

menyebabkan penularan emosi adalah mood atau suasana hati. Bhullar (2012) mengemukakan

bahwa ada hubungan yang kuat antara mood dan kerentanan terhadap penularan emosi.

Sehingga, peneliti akan meneliti hubungan mood dengan kerentanan penularan emosi pada

pengguna media sosial.


DAFTAR PUSTAKA

APJJI. (2016). Data dan Statistik. (Diakses tanggal 30 Desember 2017)


https://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=424&iddoc=1517

Barsade, S. G. (2002). The Ripple Effect: Emotional Contagion and Its Influence on Group
Behavior. Sage Publications. pp. 644-675.

Bhullar, N. (2012). Relationship between mood and susceptibility to emotional contagion: Is


positive mood more contagious? North American Journal of Psychology, 14(3), 517-529.

Crow, K.F. (2015). The Relationship Between Emotional Contagion and Mood State. Scholarly
& Creative Works Conference 2018. 10.

Englert, L. (2014). The Impact of Emotional Contagion and its Relationship to Mood.

Jalonen, H. (2014). Social Media And Emotions In Organisational Knowledge Creation. ACSIS.
Vol.2 :1371-1379.

Hatfield, E., John, T. C., & Richard, L. R. (1994). Emotional Contagion. Press Syndicate:
University of Cambridge.

Jeghesta, M. (2016). Tiga Sosmed ini Paling Banyak Digunakan Di Indonesia. SindoNews.com.
(Diakses pada tanggal 30 Desember 2017).
https://autotekno.sindonews.com/read/1149935/133/tiga-sosmed-ini-paling-banyak-
digunakan-di-indonesia-1477363605

Karim, R. P. (2017). Pengguna Sosial Media di Indonesia lebih suka konten Negatif . CNN
Indonesia.(Diakses tanggal 03 Januari 2018).
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20170826211559-192-237492/pengguna-
medsos-di-indonesia-lebih-suka-konten-negatif

Kremer, A. D. I. (2012) . The Spread of Emotion via Facebook. Texas, USA..

Woods, J., & Megan, P. (2011). Effects of Social Media on Human Emotion. A Senior Project
Presented to The Faculty of the Communication Studies Department California Polytechnic
State University, San Luis Obispo.

Anda mungkin juga menyukai