Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan
masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara berkembang
termasuk Indonesia. Frekuensi kesakitan dan kematian karena neoplasma ini
merupakan yang terbanyak dari penyakit keganasan ginekologik. Menurut
laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, kanker serviks menempati
urutan pertama dari penyakit keganasan yang ada. Berbeda dengan di
Indonesia, di negara maju kanker serviks berada pada urutan ke lima setelah
kanker payudara, kolorektal, paru dan kulit. Perbedaan ini kemungkinan
disebabkan adanya program tes Pap di negara maju yang dilakukan periodic
dalam upaya deteksi kanker serviks secara dini.
Kanker serviks memiliki frekuensi relatif tertinggi (25,6%) di Indonesia.
Menurut perkiraan departemen kesehatan terdapat sekitar 100 kasus per
100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya. Biasanya tanpa gejala
pada stadium dini, tapi jika ditemukan pada stadium dini kanker serviks dapat
disembuhkan dengan baik. Lebih dari 70% kasus yang datang ke Rumah Sakit
ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.
Perjalanan penyakit ini, hampir 90% kasus berasal dari epitel permukaan
(epitel skuamosa) didapatkan suatu keadaan yang disebut pra kanker atau
bakal kanker. Keadaan tersebut dimulai dari yang bersifat ringan sampai
menjadi karsinoma in situ yang semuanya dapat didiagnosis dengan skrining
atau penapisan. Untuk terjadinya perubahan atau perpindahan dari satu tingkat
ke tingkat yang lain di perluka keadaan yang “cocok”, sehingga untuk menjadi
kanker diperlukan waktu 10-20 tahun. Namun jika sudah jadi kanker stadium
awal, penyakit ini dapat menyebar ke daerah di sekitar mulut rahim.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu penyakit kanker serviks?
1.2.2 Apa saja faktor resiko dari penyakit kanker serviks?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi dari penyakit kanker serviks?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari penyakit kanker serviks?
1.2.5 Bagaimana cara pengobatan penyakit kanker serviks?
1.2.6 Bagaimana cara pencegahan penyakit kanker serviks?
1.2.7 Bagaimana epidemiologi penyakit kanker serviks?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa itu penyakit kanker serviks.
1.3.2 Untuk mengetahui faktor resiko penyakit kanker serviks.
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit kanker serviks.
1.3.4 Untuk mengetahui perjalanan penyakit kanker serviks.
1.3.5 Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit kanker serviks.
1.3.6 Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit kanker serviks.
1.3.7 Untuk mengetahui epidemiologi penyakit kanker serviks.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kanker Serviks


Kanker serviks adalah pertumbuhan sel tak terkendali (kanker) yang
terjadi pada leher rahim. Leher rahim atau serviks merupakan bagian dari
saluran reproduksi wanita yang menghubungkan vagina dengan rahim atau
uterus. Semua wanita berisiko menderita kanker ini. Namun, wanita yang aktif
secara seksual cenderung lebih terpengaruh.

2.2 Faktor Risiko Kanker Serviks


1. Usia perkawinan muda atau hubungan seks dini, yakni sebelum usia 20
tahun. Wanita yang menikah sebelum berusia 20 tahun berisiko terkena
kanker serviks karena pada usia tersebut organ seksual belum siap untuk
hubungan seksual. Faktor ini dianggap faktoer resiko terpenting dan
tertiggi.
2. Jumlah perkawinan : ibu dengan suami yang mempunyai lebih dari satu
atau banyak isteri lebih beresiko tekena kanker serviks.
3. Ganti-ganti mitra seks : wanita pekerja seks ditemukan 4 kali lebih sering
terserang kanker serviks, terlepas dari faktor halal dan haramnya serta
lokasi dilakukannya kegiatan seksual.
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang
banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan
meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Karena sel kolumnar serviks
lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang
berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker
serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan
maupun jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya
kanker serviks.
4. Hiegene rendah memungkinkan infeksi kuman.
5. Paritas tinggi : lebih banyak ditemukan pada ibu dengan banyak anak.

3
6. Infeksi virus terutama HPV. Wanita yang aktif secara seksual pada usia
20-35 tahun dan terinfeksi oleh Human Papilloma Virus (HPV) akan
menderita kanker serviks dalam periode waktu 10-20 tahun.
7. Pembalut wanita : kandungan zat dioxin yang menurut WHO dapat
menyebabkan kanker. Kongres Amerika H.R 890 tahun 1999 menyatakan
bahwa zat dioxin dan serat sintesis ditemukan pada pembalut wanita dan
produk sejenis yang lain beresiko tinggi terhadap kesehatan wanita,
termasuk resiko kanker serviks, endometriosis, kanker rahim, kanker
payudara, kesuburan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh. Ketika darah
haid jatuh ke atas permukaan pembalut wanita maka dioxin akan
dilepaskan melalui penguapan.
8. Pengunaan sabun : Pemilihan cairan pembersih juga harus diperhatikan
dengan memilih pembersih khusus area kewanitaan yang kadar pH-nya 3-
4 dan ada izin dari Departemen Kesehatan. Hindari pembersih kewanitaan
dengan kadar pH yang tinggi karena akan mengakibatkan kulit kelamin
menjadi keriput dan mematikan bakteri yang mendiami vagina. Iritasi
yang berlebihan dan terlalu sering dapat merangsang perubahan sel yang
berakhir dengan kejadian kanker. Pencucian vagina menggunakan bahan
kimia dengan kadar pH yang tidak cocok sebaiknya tidak dilakukan secara
rutin, kecuali jika ada indikasi misalnya infeksi yang memerlukan
pencucian dengan zat-zat kimia yang disarankan dokter. Pembersih
tersebut dapat membunuh kuman termasuk Bacillus doderlain di vagina
yang memproduksi asam laktat untuk mempertahankan pH vagina.

2.3 Klasifikasi Kanker Serviks


Secara histopatologis pertumbuhan sel kanker serviks diklasifikasikan ke
dalam empat stadium, yaitu:
1. Displasia
Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan
epitel serviks uteri yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan
superfisial. Perubahan permulaan dimulai di inti sel dimana rasio inti-

4
sitoplasma bertambah, warna lebih gelap, bentuk dan besar sel mulai
bervariasi, susunan tidak teratur dan mitosis aktif. Berdasarkan derajat
perubahan sel individu dan lapisan sel epitel yang jelas mengalami
perubahan, displasia dibagi menjadi 3 derajat pertumbuhan, yaitu:
a. Displasia ringan, perubahan terjadi pada sepertiga bagian basal
epidermis;
b. Displasia sedang, perubahan terjadi pada separuh epidermis;
c. Displasia berat, perubahan terjadi pada dua per tiga epidermis.
Displasia berat hampir tidak bisa dibedakan dengan karsinoma in situ,
sehingga dalam pola tindakan klinis biasanya disamakan.
2. Karsinoma in situ
Pada stadium ini, perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan
epidermis menjadi karsinoma sel skuamos, namun membran basalis dalam
keadaan utuh. Karsinoma in situ yang tumbuh di daerah ektoserviks,
peralihan sel skuamos-kolumnar dan sel cadangan endoserviks masing-
masing disebut karsinoma in situ dengan keratin, karsinoma in situ tanpa
keratin, dan karsinoma in situ kecil.
3. Karsinoma mikroinvasif
Di samping perubahan derajat pertumbuhan sel makin meningkat, juga sel
tumor menembus membran basalis dan menginvasi stroma sejauh tidak
lebih dari 5 mm dari membran basalis. Biasanya tumor ini asimtomatik
dan hanya ditemukan pada skrining kanker atau bertepatan saat dilakukan
pemeriksaan penyakit lain di serviks uteri. Pada pemeriksaan fisik juga
tidak terlihat perubahan pada porsi. Akan tetapi dengan pemeriksaan
kolposkopi dapat diprediksi adanya prakarsinoma.
4. Karsinoma invasif
Pada stadium karsinom invasif, perubahan derajat pertumbuhan sel
menonjol, besar dan bentuk sel bervariasi, inti gelap dan kromatin
berkelompok tidak merata serta susunan sel makin tidak beraturan.
Sekelompok atau lebih sel tumor menginvasi membran basal dan tumbuh
infiltratif ke dalam stroma. Kadang-kadang terlihat invasi sel tumor pada

5
pembuluh getah bening ataupun pembuluh darah (angio-invasi). Mirip
dengan karsinoma in situ, karsinoma invasif juga dibedakan menjadi 3
subtipe, yaitu:
a. Karsinoma sel skuamos dengan keratin
Sekelompok sel mengandung keratin dan biasanya jenis tumor ini
tumbuh di area ektoserviks dan kurang sensitif terhadap radioterapi.
b. Karsinoma sel skuamos tanpa keratin
Tumor tumbuh di area peralihan sel skuamos-kolumnar, dimulai dari
pertumbuhan metaplasia sel skuamos. Jenis tumor ini agak sensitif
pada radioterapi.
c. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
Pertumbuhan tumor berasal dari sel cadangan epitel di area
endoserviks. Ukuran sel kecil bentuk memanjang atau oval. Tumor ini
sensitif terhadap radiasi.
Dalam interpretasi sitologi, tes Pap dikenal 2 jenis klasifikasi menurut
Papanikolaou dan WHO. Berikut klasifikasi menurut Papanikolaou:
1. Klas I : smir normal
2. Klas II : smir atipik atau abnormal, namun tidak dikategorikan pada
neoplasma
3. Klas III : sel epitel diskariotik atau displasia ringan, displasia sedang dan
displasia berat
4. Klas IV : sangat mencurigakan malignan (karsinoma in situ)
5. Klas V : definitif maligna (karsinoma invasif)
6. Klas 0 : inkonklusif atau unsatisfied smear
Sedangkan klasifikasi menurut WHO yang kurang lebih sama dengan
klasifikasi Papanikolaou antara lain:
1. Negatif : tidak ada sel maligna
2. Displasia : kecurigaan maligna
3. Positif : terdapat sel maligna
4. Inkonklusif : sediaan tidak dapat diinterpretasi

6
Pengklasifikasian stadium karsinoma serviks uteri berdasarkan stadium
kliniknya menurut FIGO (The International Federation of Gynecology and
Obstetrics) adalah sebagai berikut:
1. Stadium 0 : karsinoma in situ (preinvasive carcinoma)
2. Stadium I : karsinoma terbatas pada serviks uteri, walaupun ada perluasan
ke korpus uteri
3. Stadium IA : karsinoma mikroinvasif, tanpa gejala klinik
4. Stadium IA1 : kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 3 mm dan
perluasan horizontal tidak lebih dari 7 mm
5. Stadium IA2 : kedalaman invasi stroma lebih dari 3 mm dan tidak lebih
dari 5 mm dan perluasan horizontal 7 mm atau kurang
6. Stadium IB : karsinoma terbatas pada serviks uteri dengan gejala klinik
(secara klinis sudah diduga adanya tumor mikoskropik lebih dari IA2)
7. Stadium IB1 : secara klinis lesi berukuran 4 cm atau kurang pada dimensi
terbesar
8. Stadium IB2 : secara klinis lesi berukuran lebih dari 4 cm pada dimensi
terbesar
9. Stadium II : tumor menyebar ke luar dari serviks, tetapi tidak sampai
dinding panggul atau 1/3 bawah vagina
10. Stadium IIA : parametrium tidak jelas terlibat (tanpa invasi parametrium)
11. Stadium IIB : parametrium jelas terlibat (dengan invasi parametrium)
12. Stadium III : karsinoma menyebar ke dinding panggul dan/atau 1/3 bawah
vagina yang menyebabkan hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
13. Stadium IIIA : tumor menyebar ke 1/3 bawah vagina tetapi tidak sampai
ke dinding panggul
14. Stadium IIIB : tumor menyebar sampai ke dinding panggul menyebabkan
penurunan fungsi ginjal
15. Stadium IVA : karsinoma meluas sampai dinding kantong kemih atau
rektum dan ke luar panggul
16. Stadium IVB : metastasis pada organ jauh

7
2.4 Patofisiologi Kanker Serviks
Kanker serviks merupakan penyakit yang progresif. Dimulai dari
intraepitel, neoplastik, dan akhirnya berubah jadi sel kanker setelah waktu 10
tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang
melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi
karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum,
proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel. Gen-gen tersebut mengalami kecacatan/mutasi sehingga
muncul berbagai protein yang abnormal. Adanya protein yang abnormal
tersebut memicu perubahan perilaku sel sehingga kemampuan proliferasi dan
diferensiasi sel meningkat dan akhirnya muncul sel kanker. . Gen pengendali
tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Protoonkogen
yang mengalami mutasi disebut onkogen, dimana
protein yang dikelola oleh onkogen akan bersifat overaktif. Pada kanker
terjadi ekspresi berlebihan onkogen yang berperan sebagai antiapoptosis
sehingga sel menjadi immortal. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai
efek yang berlawanan dengan karsinogenesis, onkogen memperantarai
timbulnya transformasi maligna. Sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam
pertumbuhan sel.Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai
angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi
karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang
diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia
ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan
tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke

8
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria.
Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen
pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat
serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan.
Patofisiologi penyakit kanker serviks diawali dengan transmisi infeksi
HPV yang terjadi setelah dimulainya aktivitas seksual. Prevalensi tertinggi
infeksi oleh HPV terjadi pada wanita usia 10-20 tahun. Hampir semua infeksi
HPV tidak menimbulkan gejala klinis. Sekitar 70-90% infeksi HPV baru akan
bersih dan kembali normal dalam waktu 1-2 tahun. Infeksi persisten oleh HPV
onkogenik akan berkembang menjadi lesi dan prakanker dan kanker.
Perjalanan penyakit kanker serviks mulai dari terjadinya infeksi HPV sampai
menjadi kanker berlangsung dalam waktu sekitar 15 tahun.

Gambar 2.4.1 Stadium Kanker Serviks

9
2.5 Pengobatan Kanker Serviks
Pengobatan terhadap kanker serviks tergantung pada beberapa faktor.
misalnya stadium kanker, jenis kanker, usia pasien, keinginan untuk memiliki
anak, kondisi medis lain yang sedang dihadapi, dan pilihan pengobatan yang
diinginkan. Memutuskan cara pengobatan terbaik bisa sangat
membingungkan. Kanker serviks biasanya akan ditangani oleh tim yang terdiri
dari dokter dari berbagai spesialisasi. Tim ini akan membantu memilih cara
terbaik melanjutkan pengobatan, tapi keputusan akhir tetap ada di tangan
pasien sendiri.
Jenis penanganan menurut stadium kanker terbagi dua. Yang pertama
adalah penanganan kanker serviks tahap awal, yaitu operasi pengangkatan
sebagian atau seluruh organ rahim. radioterapi, atau kombinasi keduanya. Dan
yang kedua adalah penanganan kanker serviks stadium akhir, yaitu radioterapi
dan atau kemoterapi, dan kadang operasi juga perlu dilakukan.
Jika diagnosis kanker serviks sudah diketahui sejak awal, kemungkinan
pulih sepenuhnya cukup bagus. tapi jika kanker sudah menyebar, peluang
pulih total akan berkurang. Pada kasus kanker serviks yang tidak bisa
disembuhkan, mungkin akan disarankan untuk dilakukan perawatan paliatif.
Perawatan jenis ini berfungsi untuk memperlambat penyebaran kanker,
memperpanjang usia pasien dan mengurangi gejala yang muncul, misalnya
rasa sakit dan pendarahan vagina. Dokter mungkin menyarankan pengobatan
berikut ini kepada pasien penderita kanker serviks:
1. Tindakan bedah
Selain tumor di serviks, rahim, bagian dari vagina, jaringan di sekitar
rahim, dan jaringan limfatik akan diangkat. Usia pasien akan
dipertimbangkan untuk menentukan apakah pengangkatan indung telur
diperlukan atau tidak.
Hasil pap smear mungkin tidak menunjukkan adanya kanker
serviks, tapi bisa dilihat jika terjadi perubahan biologis yang berpotensi
menjadi kanker di masa mendatang. berikut ini adalah beberapa
penanganan yang tersedia (prosedur pengangkatan sel-sel kanker):

10
a. Biopsi kerucut: yaitu pengangkatan wilayah tempat jaringan yang
abnormal melalui prosedur operasi.
b. Terapi laser: pemakaian laser untuk membakar sel-sel abnormal.
c. LLETZ atau large loop excision of transformation zone: sel-sel
abnormal dipotong memakai kawat tipis dan arus listrik.
Ada tiga jenis operasi utama untuk kanker serviks, yaitu:
a. Operasi radical trachelectomy
Prosedur ini lebih cocok untuk kanker serviks yang terdeteksi
pada stadium awal dan akan ditawarkan kepada wanita yang masih
ingin memiliki anak. Tujuannya mengangkat leher rahim, jaringan
sekitarnya, dan bagian atas dari vagina, tanpa mengangkat rahim.
Jika masih berpeluang memiliki anak karena rahim tidak
diangkat. Pasca operasi, rahim dan vagina membutuhkan waktu untuk
pulih. Akan disarankan menunggu enam bulan hingga setahun setelah
operasi sebelum memutuskan untuk hamil.
b. Operasi yang melibatkan pengangkatan rahim
Histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim wanita.
Histerektomi dilakukan untuk berbagai alasan, salah satunya untuk
operasi kanker serviks stadium awal. agar kanker tidak kembali lagi,
radioterapi juga mungkin perlu dilakukan.
Ada dua jenis operasi histerektomi, yaitu histerektomi sederhana,
adalah prosedur dimana leher rahim dan rahim akan diangkat. Pada
beberapa kasus, ovarium dan tuba falopi bisa juga turut diangkat.
Prosedur ini bisa dilakukan untuk kanker serviks stadium awal. Kedua
histerektomi radikal, dimana leher rahim, rahim, jaringan di sekitarnya,
nodus limfa, ovarium, dan tuba falopi, semuanya akan diangkat.
Operasi ini yang cenderung dilakukan pada kanker serviks stadium
satu lanjutan dan stadium dua pada tahap awal.
Efek samping atau komplikasi jangka pendek dari operasi
histerektomi antara lain pendarahan, infeksi, penggumpalan darah,
risiko cedera pada ureter, kandung kemih, dan rektum.

11
Kemungkinan komplikasi jangka panjang dari operasi
histerektomi adalah ketidakmampuan menahan kencing; vagina
menjadi pendek dan lebih kering; hubungan seksual bisa terasa
menyakitkan; pencernaan dalam usus terhalang karena adanya
penumpukan bekas luka, mungkin diperlukan operasi lagi untuk
membukanya; pembengkakan pada lengan dan kaki karena
penumpukan cairan atau limfedema.
Meski risiko komplikasi ini kecil, tapi akan sangat menyulitkan
jika terjadi. Dengan histerektomi, kehamilan tidak mungkin terjadi dan
jika ovarium diangkat, ini juga bisa memicu
terjadinya menopause pada pasien belum mengalaminya.
c. Pelvic exenteration
Pelvic exenteration adalah operasi besar yang hanya disarankan
jika kanker serviks kembali muncul setelah pernah diobati dan sempat
sembuh. Operasi ini dilakukan jika kanker kembali ke daerah panggul,
tapi belum menyebar ke wilayah lain.
Setelah operasi, vagina bisa direkonstruksi ulang memakai kulit
dan jaringan yang diambil dari bagian tubuh lainnya. tetap bisa
melakukan hubungan seks beberapa bulan setelah operasi ini.
Terdapat dua tahapan pelvic exenteration yang harus dilewati. Tahap
pertama, kanker akan diangkat bersamaan dengan kandung kemih,
rektum, vagina, dan bagian bawah dari usus. Lalu tahap yang kedua,
dua lubang yang disebut stoma akan dibuat di perut untuk
mengeluarkan urine dan kotoran dari tubuh. Kotoran yang dibuang
dimasukkan ke dalam kantung penyimpanan, disebut dengan istilah
kantung colostomy.
2. Radioterapi
Ada dua jenis radioterapi, radioterapi eksternal dan radioterapi
internal. biasanya kedua metode ini digunakan secara bersamaan untuk
mendapatkan hasil pengobatan terbaik.
a. Radioterapi eksternal

12
Menggunakan akselerator linier untuk mengirimkan sinar radiasi
berenergi tinggi ke tempat tumor dan rongga panggul untuk membasmi
tumor.
b. Radioterapi internal
Prosedur ini dilakukan di ruang operasi saat pasien berada di bawah
pengaruh anestesi umum. dokter akan memasukkan alat kecil ke dalam
vagina pasien dan leher rahim untuk memancarkan radiasi yang
diperlukan untuk pengobatan. Pasien biasanya perlu menjalani 3
hingga 4 sesi pengobatan dengan durasi 10 hingga beberapa menit di
setiap sesinya.
Potensi Efek samping dari Radioterapi:
a. Diare dan dan rasa lelah
b. Pendarahan kandung kemih atau rektum
c. Penyempitan vagina
3. Kemoterapi
Kemoterapi membantu mengecilkan ukuran tumor dan melengkapi
tindakan radioterapi untuk meningkatkan efek pengobatannya. Kemoterapi
intravena biasanya digunakan dengan menyuntikkan obat melalui
pembuluh darah.
Jumlah hitungan darah pasien akan menurun jika kemoterapi
dilakukan secara bersamaan dengan radioterapi, yang bisa menyebabkan
rasa lelah dan rentan terhadap infeksi. Pasien mungkin perlu mengonsumsi
obat antibiotik dan pasien yang menderita anemia mungkin perlu
melakukan transfusi darah.
Pengobatan dengan tindakan bedah dan radioterapi memiliki efek
penyembuhan yang sama pada kanker serviks Stadium I dan II. Namun
bagi pasien yang berusia lebih muda dan dalam kondisi kesehatan yang
lebih baik, tindakan bedah lebih dipilih untuk menyelamatkan ovarium
demi keperluan hormon reproduksi. tindakan ini juga bisa menurunkan
aktivitas kehidupan seksual yang terkait dengan penyempitan dan

13
pengerasan vagina sebagai akibat dari radioterapi. efek jangka panjang
dari tindakan operasi biasanya lebih sedikit daripada radioterapi.
Untuk kanker serviks stadium lanjut, radioterapi dan kemoterapi
adjuvan menjadi tindakan pengobatan utama.
4. Pengobatan pada masa kehamilan
Pengobatan kanker serviks pada masa kehamilan tergantung pada
stadium kanker dan juga umur kehamilan. Misalnya Pasien menderita
kanker serviks stadium awal dan berada pada usia kehamilan sembilan
bulan. Pengobatan yang dilakukan akan ditunda hingga Anda melahirkan
bayi. Pengobatan kanker bisa menyebabkan kelahiran prematur atau
bahkan keguguran.
5. Tindakan lanjut pasca pengobatan
Setelah pengobatan kanker serviks, sangat penting untuk menerima
pemeriksaan lanjutan. terutama diperlukan pada vagina dan leher rahim
jika kanker belum diangkat. Pemeriksaan ini bertujuan mencari pertanda
karena adanya risiko kanker bisa muncul kembali. biopsi akan dilakukan
kembali jika ada hal yang mencurigakan. kemunculan kembali kanker ini
biasanya terjadi sekitar satu setengah tahun setelah selesai pengobatan.
Perawatan lanjutan dilakukan setiap empat bulan sekali, hal ini untuk
dua tahun pertama setelah pengobatan selesai. lalu, setiap enam
bulan sampai satu tahun sekali selama tiga tahun berikutnya.

2.6 Pencegahan Kanker Serviks


1. Rutin Melakukan Pemeriksaan Pap Smear :
Pap Smear merupakan salah satu cara terbaik sebagai lini pertahanan
pertama untuk mencegah kanker serviks. Metode screening satu ini
berfungsi untuk mendeteksi sel-sel dalam leher rahim yang berpotensi
menjadi kanker nantinya.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG),
Anda disarankan untuk melakukan pemeriksaan pap smear pertama kali
pada usia 21 tahun, terlepas apakah Anda sudah pernah berhubungan

14
seksual atau belum. Tapi, jika usia Anda sudah lebih dari 21 tahun, Anda
belum terlambat untuk segera melakukan pemeriksaan ini.
Anda disarankan untuk melakukan pemeriksaan pap smear secara rutin
setiap tiga tahun sekali (tanpa disertai tes HPV), bagi Anda yang berusia
21-30 tahun. Sedangkan bagi Anda yang berusia lebih dari 30 tahun, Anda
disarankan untuk melakukan pap smear (disertai dengan tes HPV) setiap
lima tahun sekali. Lakukan pemeriksaan pap smear segera rutin untuk
mengurangi risiko kanker serviks. Jangan lupa, konsultasikan terlebih
dahulu ke dokter sebelum Anda memutuskan melakukan pemeriksaan ini.
2. Mendapatkan Vaksinasi HPV :
Cara lain yang tidak kalah penting untuk mencegah kanker serviks adalah
melakukan vaksinasi HPV. Jika Anda wanita dan laki-laki berusia antara 9
sampai 26 tahun, Anda disarankan untuk mendapatkan vaksin ini.
Pada dasarnya vaksin HPV paling ideal diberikan pada mereka yang
memang belum aktif secara seksual. Tapi, semua orang dewasa yang aktif
secara seksual dan belum pernah mendapatkan vaksin ini sebelumnya,
sebaiknya segera melakukan vaksinasi.
Wanita yang sudah aktif secara seksual harus melakukan pemeriksaan pap
smear terlebih dahulu sebelum mendapatkan vaksin HPV. Jika hasil pap
smear normal, Anda boleh langsung mendapatkan vaksin HPV. Namun,
jika pemeriksaan pap smear tidak normal, dokter akan melakukan
pemeriksaan lanjutan untuk melakukan diagnosis lebih lanjut.
Meski vaksin HPV bisa mengurangi risiko kanker serviks, tapi vaksin ini
tidak menjamin Anda terlindung sepenuhnya dari penyakit kanker serviks.
Anda tetap disarankan menjalani pola hidup sehat dan pap smear secara
rutin meski sudah mendapatkan vaksinasi HPV.
3. Hindari Merokok
Anda bisa mengurangi kemungkinan terkena kanker serviks dengan tidak
merokok. Tidak merokok adalah cara penting lainnya untuk mengurangi
risiko kanker serviks. Pasalnya, racun rokok bersifat oksidatif sehingga
bisa memicu sel kanker muncul dan bertambah ganas.

15
4. Lakukan Seks Yang Aman
Lebih dari 90 persen kanker serviks disebabkan karena terinfeksi virus
HPV. Penyebaran virus ini terjadi melalui hubungan seksual yang tidak
aman, maka gunakan kondom ketika berhubungan seksual untuk
mengurangi risiko tertular HPV.
Selain itu, risiko tertular HPV juga meningkat apabila sering bergonta-
ganti pasangan seksual. Wanita yang hanya memiliki satu pasangan pun
bisa terinfeksi virus ini jika pasangannya memiliki banyak pasangan
seksual lain.
5. Menjaga Kebersihan Vagina
Selain melakukan pap smear untuk mencegah kanker serviks, Anda juga
harus menjaga kebersihan vagina terutama saat menstruasi dan keputihan.
Menggunakan cairan antiseptik kewanitaan yang mengandung povidone
iodine mungkin bisa Anda lakukan untuk menjaga kebersihan vagina
Anda, terutama ketika masa “red day” atau menstruasi

2.7 Epidemiologi Kanker Serviks


Pada kuesioner Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
RI tahun 2013, salah satu pertanyaan adalah apakah penduduk pernah
didiagnosis oleh dokter. Berdasarkan wawancara tersebut, didapatkan
prevalensi penderita kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar
1,4‰. Prevalensi kanker tertinggi berada pada Provinsi DI Yogyakarta, yaitu
sebesar 4,1‰, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional.
Prevalensi tertinggi berikutnya berada pada Provinsi Jawa Tengah dan Bali,
yaitu sebesar 2,1‰ dan 2,0‰. Informasi mengenai prevalensi kanker di
Indonesia tahun 2013 menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah
ini.

16
Gambar 2.7.1 Prevalensi Kanker pada Penduduk Semua Umur di Indonesia,
Tahun 2013

Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Berdasarkan data rutin Subdit Kanker Direktorat Penyakit Tidak
Menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, sampai dengan tahun 2013, program
deteksi dini kanker serviks baru diselenggarakan pada 717 Puskesmas dari
total 9.422 Puskesmas di 32 provinsi. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa
Puskesmas yang memiliki program deteksi dini masih sangat sedikit atau
sekitar 7,6%.
Estimasi jumlah penderita kanker serviks di Indonesia pada tahun 2013,
diketahui bahwa Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat memiliki
estimasi jumlah penderita kanker serviks dan, sementara itu Provinsi
Gorontalo dan Papua Barat memiliki estimasi jumlah penderita terkecil dari
seluruh provinsi.

17
Tabel 2.7.1 Estimasi Jumlah Kasus, Jumlah Provider, Jumlah Trainer, dan
Skrining Kanker Serviks dan Payudara berdasarkan Provinsi, Tahun 2013

Jumlah Kasus Jumlah Jumlah


No Provinsi Skrining
Kanker Serviks Provider trainer

1 Aceh 1.401 0 0 0
2 Sumatera Utara 4.694 53 70.268 6
3 Sumatera Barat 2.285 40 507 6
4 Riau 894 34 0 12
5 Jambi 1.792 18 0 18
6 Sumatera Selatan 1.544 20 0 6
7 Bengkulu 705 20 498 15
8 Lampung 765 20 151 6
Kep. Bangka
9 323 0 0 18
Belitung
10 Kep. Riau 1.416 17 685 12
11 DKI Jakarta 5.919 249 82.615 10
12 Jawa Barat 15.635 86 129.538 6
13 Jawa Tengah 19.734 243 101.107 21
14 DI Yogyakarta 2,703 90 9.280 6
15 Jawa Timur 21.313 118 92.345 6
16 Banten 2.252 35 600 5
17 Bali 1.438 169 78.359 7
Nusa Tenggara
18 958 83 3.059 36
Barat
Nusa Tenggara
19 1.002 31 322 18
Timur
20 Kalimantan Barat 882 91 2.655 24
Kalimantan
21 335 21 1.119 23
Tengah

18
Kalimantan
22 2.087 0 38.213 15
Selatan
23 Kalimantan Timur 752 51 486 6
24 Sulawesi Utara 1.615 0 21.833 6
25 Sulawesi Tengah 680 20 3.052 6
26 Sulawesi Selatan 3.400 83 8.469 6
27 Sulawesi Tenggara 354 70 51 16
28 Gorontalo 0 0 0 9
29 Sulawesi Barat 625 0 73 11
30 Maluku 824 0 0 23
31 Maluku Utara 819 0 0 19
32 Papua Barat 40 20 46 15
34 Papua 2.018 0 105 12
INDONESIA 98.692 1.682 645.436 405
Sumber: Diolah berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dan Data
Rutin Subdit Pengendalian Penyakit Kanker Dit. Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular, Ditjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker terbanyak yang
menyerang wanita dengan angka prevalensi yang tinggi dimana diperkirakan
terdapat sekitar 100 kasus per 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap
tahunnya. Kanker serviks sendiri merupakan sel kanker yang tumbuh tidak
terkendali pada leher rahim. Pada stadium dini biasanya kanker serviks tidak
disertai gejala.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan memeriksakan diri, menghindari
gaya hidup seksual yang tidak aman dan tidak sehat, dan menjaga kebersihan
diri terutama organ vital.

3.2 Saran
Melalui penulisan makalah ini diharapkan kita semua dapat lebih
memahami dan peduli terhadap kesehatan terutama berkaitan dengan
perjalanan penyakit kanker serviks dan bagaimana pencegahannya.

20

Anda mungkin juga menyukai