PENDAHULUAN
Peroneal palsy ditandai dengan penurunan fungsi sensorik dan motorik pada
tungkai bawah dan kaki akibat lesi pada nervus peroneal. Nama lain dari penyakit
ini adalah peroneal neuropati atau peroneal nerve injury.3
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Nervus ischiadicus
2
Distribusi Saraf Peroneal
3
posterior terhadap caput fibulae, melengkung ke lateral di sekeliling collum,
menembus m. peroneus longus, dan bercabang menjadi 2 cabang terminal, yaitu
(1) n. peroneus superficialis dan (2) n. peroneus profundus. Pada saat saraf
terletak pada aspek lateral dari collum fibulae, saraf ini terletak subkutan dan
dapat dengan mudah bergerak terhadap tulang.4
4
kaki, kecuali sisi-sisi yang berdampingan antara jari pertama dan
kedua dan sisi lateral jari kelingking.
Otot-otot kaki penggerak telapak kaki dan jari kaki1. Otot-otot kaki, dibagi
ke dalam tiga kompartemen yaitu anterior, lateral, dan posterior. Kompartemen
anterior kaki terdiri dari otot-otot dorsifleksi kaki. Dalam kompartemen anterior,
5
tibialis anterior merupakan otot panjang, tebal terhadap permukaan lateral
tibia. Otot ekstensor hallucis longus adalah otot tipis antara dan sebagian
mendalam untuk tibialis anterior dan otot extensor digitorum longus. Otot
fibularis (peroneus) tertius adalah bagian dari otot ekstensor digitorum longus8.
Kompartemen (fibula) lateral kaki berisi dua otot yaitu fibularis (peroneus)
longus dan fibularis (peroneus) brevis. Kompartemen belakang kaki terdiri dari
kelompok otot-otot dangkal dan dalam. Otot-otot superfisial seperti tendon
(Achilles) calcaneal merupakan tendon terkuat tubuh. Otot ini masuk ke dalam
tulang calcaneal dari pergelangan kaki. Otot gastrocnemius adalah otot paling
dangkal dan bentuk yang paling terlihat pada betis. Otot soleus, yang terletak ke
dalam gastrocnemius, adalah otot yang luas dan datar. Otot plantaris adalah otot
kecil yang mungkin tidak ada; sebaliknya, kadang-kadang ada dua dari mereka di
setiap kaki. Otot ini berjalan miring antara otot gastrocnemius dan soleus1.
Otot-otot yang letaknya dalam pada kompartemen posterior adalah
popliteus, tibialis posterior, fleksor digitorum longus, dan fleksor hallucis
longus. Otot popliteus adalah otot segitiga yang membentuk lantai atau dasar
popliteal fossa. Otot tibialis posterior adalah otot terdalam pada kompartemen
posterior. Otot ini terletak di antara fleksor digitorum longus dan fleksor hallucis
longus. Otot fleksor digitorum longus lebih kecil dari fleksor hallucis longus2.
Otot intrinsik kaki penggerak jari kaki2. Fasia profunda kaki membentuk
plantar aponeurosis (fascia) yang memanjang dari tulang kalkaneus untuk falang
jari-jari kaki. Aponeurosis mendukung lengkungan longitudinal kaki dan
membungkus tendon fleksor di kaki. Otot-otot intrinsik kaki dibagi menjadi dua
kelompok yaitu dorsal dan plantar. Hanya ada satu otot dorsal yaitu ekstensor
digitorum brevis1.
Otot-otot plantar disusun dalam empat lapisan. Lapisan yang paling
dangkal disebut lapisan pertama. Ada tiga otot pada lapisan pertama. Otot
abductor hallucis, yang terletak di sepanjang perbatasan medial tapak kaki,
sebanding dengan abductor pollicis brevis di tangan. Otot fleksor digitorum
brevis, yang terletak di tengah-tengah telapak kaki. Otot abduktor digiti minimi,
yang terletak di sepanjang perbatasan lateral telapak kaki, adalah sebanding
dengan otot yang sama di tangan, dan mengabduksi jari kelingking kaki2.
6
Lapisan kedua terdiri dari quadratus plantae yaitu otot berbentuk persegi
panjang dan otot lumbrikalis, empat otot kecil yang mirip dengan otot lumbrikalis
di tangan10.
Lapisan ketiga terdiri dari tiga otot. Otot fleksor hallucis brevis, terletak
berdekatan dengan permukaan plantar metatarsal dan sebanding dengan otot yang
sama di tangan. Otot adductor hallucis memiliki ujung miring dan melintang
seperti adduktor polisis di tangan. Otot fleksor digiti minimi brevis terletak
dangkal ke metatarsal dari jari kelingking kaki2.
Lapisan keempat adalah yang terdalam dan terdiri dari dua kelompok otot.
Dorsal interossei adalah empat otot yang mengabduksi jari kaki 2-4,
memendekkan falang proksimal, dan memperpanjang falang distal. Ketiga plantar
interossei mengabduksi jari kaki 3-5, memendekkan falang proksimal, dan
memperpanjang falang distal. Interosei kaki serupa dengan yang di tangan10.
7
2.2 Fisologi
Siklus Berjalan yaitu satu siklus berjalan/gait dimulai dari tumit salah satu
kaki mengenai lantai (heel strike) hingga heel strike berikutnya pada kaki yang
sama, disebut 100% total siklus berjalan. Titik-titik tertentu dari siklus ini dapat
diamati1.
0% : heel strike pada permulaan fase berdiri (stance phase)
15% : kaki bagian depan menyentuh lantai, disebut juga foot flat
30% : tumit terangkat dari lantai (heel off)
45% : lutut dan panggul menekuk untuk mempercepat kaki ke depan
dalam antisipasi fase mengayun (swing phase) disebut knee band
60% : jari-jari terangkat dari lantai, akhir dari fase berdiri untuk
mengawali fase mengayun, disebut toe off. Pada pertengahan
ayunan diperlukan dorsofleksi kaki untuk mencegah jari-jari
menyentuh lantai.
100% : tumit kaki yang sama kembali menyentuh lantai.
Selama total siklus berjalan, fase berdiri meliputi 60% total siklus dan fase
mengayun 40%.
8
Fase-fase dari siklus berjalan2:
Pada akhir dari fase berdiri dari satu kaki dan permulaan fase berdiri kaki
lainnya terdapat suatu saat dimana tubuh ditopang oleh kedua tungkai. Fase
double support ini berlangsung selama 11% dari siklus2.
Panjang langkah (stide length) adalah jarak dari satu hell strike ke heel
strike berikutnya dari kaki yang sama, rata-rata 156 cm. Step length adalah jarak
antara heel strike kaki yang satu dengan kaki lainnya, rata-rata separuh dari jarak
stride length. Lebar langkah (stride width) ditentukan dari jarak antara kedua garis
tengah kedua kaki, rata-rata 8 lebih kuran 3,5 cm. Sudut kaki (foot angle) adalah
sudut yang terbentuk pada saat melangkah dimana sumbu kaki memotong garis
arah berjalan, rata-rata 6,7 – 6,8 09.
Lamanya satu siklus jalan adalah lebih dari 1 detik (1,03 lebih kurang 3,5).
Jumlah langkah (step) 117/menit, stride 60/menit. Dari angka-angka tersebut
diatas bisa terdapat berabagai variasi.
9
Pada proses berjalan diperlukan1:
Mekanisme refleks yug sederhana pada tingkat medula spinalis. Refleks-
refleks postural dan berdiri yang mempertahankan tubuh tetap tegak
dengan meningkatkan tonus otot-otot antigrafitasi, refleks-refleks leher
dan labirin untuk mempertahankan tonus yang diperlukan,
Refleks tegak (righting reflexes) untuk mempertahankan posisi kepala,
anggota gerak dan batang tubuh
Integrasi fungsi-fungsi motorik dari koretks piramidal, mekanisme
otomatis melalui basal ganglia untuk postur, tonus dan gerakan yang
berhubungan serta sinergisme
Fungsi-fungsi kordinasi serebelum
Unsur-unsur sensorik terutama porprioseptif untuk menginformasikan
posisi individual dari masing-masing bagian badan dan untuk memberikan
orientasi ruang yang memadai. Orientasi ruang ini juga diperoleh melalui
fugsi visual, terutama bila fungsi sensorik proprioseptif terganggu.
Selama berjalan berat badan ditopang oleh salah satu tungkai sementara
tungkai lain melakukan gerakan maju. Tungkai penopang mula-mula ekstensi
penuh dengan tumit yang pertama menyentuh lantai (heel strike), kemudian lutut
menekuk membuat sudut 150 saat ini bagian depan kaki juga menyentuh lantai
(mid stance),lalu kembali ekstensi hingga tumit mengangkat (heel off) pada saat
pusat gravitasi bergerak ke depan. Tungkai lainnya memulai gerakan maju segera
setelah berat badan dipindahkan pada tungkai penpopang. Kemudian berat badan
ditopang sesaat oleh tumit dari tungkai yang beregrak maju, kemudian oleh kaki
hingga tumit terangkat dan akhirnya oleh bagian depan kaki. Sehingga gerakan
berjalan (gair) yang normal merupakan tahapan penopangan tumit jari dan maju.
Pelvis sedikit berputar kesisi tungkai yang bergerak kedepan (rotasi pelvis 40 pada
masing-masing sisi), dan turun 50 pada sisi kaki yang mengayun (pelvic tilt)10.
Selama berjalan tungkai juga mengalami rotasi, femur 8o, tibia 90. dari awal
gerakan (toe off) tungkai mengalami rotasi interna yang mencapai puncaknya
pada mid stance (15-20% siklus berjalan), kemudian terjadi rotasi eksterna hingga
10
fase push off. Bersamaan dengan gerakan batang tubuh dan tungkai, terdapat
gerakan ayunan anggota atas asosiatif dengan arah berlawanan pada masing-
masing sisi ekstremitas1.
11
menahan lututnya, bila jalan lutut harus dijada tetap lurus, bila lutut menekuk
pasen cenderung jatuh. Berjalan mundur lebih mudah daripada maju. Parese
n.peroneus superfisialis, kelemahan eversi, pasien berjalan menggunakan sisi luar
kakinya.11
A. Definisi
Keadaan yang ditandai dengan penurunan fungsi sensorik dan motorik
pada tungkai bawah dan kaki akibat lesi pada nervus peroneal. Nama lain dari
penyakit ini adalah peroneal neuropati atau peroneal nerve injury.3
B. Epidemiologi
Saat ini tidak ada perbedaan ras, maupun jenis kelamin yang lebih
cenderung mengalami peroneal palsy ini namun kasus ini lebih jarang dialami
oleh anak-anak.
C. Etiologi
Peroneal nerve palsy paling sering diakibatkan oleh duduk bersilang kaki
yang mana menyebabkan saraf peroneal terjepit antara caput fibula dan condylus
femur externa serta patella pada tungkai yang berlawanan. Kondisi ini lebih sering
terjadi pada mereka dengan penurunan berat badan yang sangat atau pada masa
konvalesen dari suatu penyakit atau tindakan operasi. Hilangnya lemak (fat) yang
sangat akan mengurangi proteksi terhadap saraf tersebut, sedangkan penurunan
berat badan memungkinkan pasien merasa enak (comfortable) dengan duduk
bersilang kaki. Kebiasaan duduk bersilang kaki dapat menimbulkan dimple sign
yang terdiri dari daerah pressure atropi berbentuk oval yang mengenai jaringan
sampai ke saraf peroneal di caput fibula.13
Selain itu beberapa pekerjaan yang memerlukan berjongkok atau bersujud,
seperti bertani, penambang akan meningkatkan tekanan pada saraf terhadap
collum fibula sehingga menyebabkan terjadinya occupational peroneal palsy juga
gangguan fungsi saraf peroneal dapat terjadi setalah mengalami keseleo atau
terkilir pada pergelangan kaki.10
12
Mekanisme lain yang diketahui sebagai penyebab peroneal nerve palsy
adalah trauma langsung, dislokasi lutut, fraktur tibia dan fibula, myxedema
pretibial, intoksikasi ergot dan malposisi diatas meja operasi. Lokalisasi lesi
sebagian besar ditemukan pada collum fibula tempat saraf tersebut bercabang
menjadi N.Peroneal superficial dan profunda. Pada daerah ini tampaknya saraf
tersebut paling mudah mengalami kompresi atau streching.10
D. Manifestasi Klinis4
Pasien dengan peroneal palsy sering mengalami drop foot (tidak mampu
melakukan gerakan dorsofleksi). Kram pada malam hari dapat terjadi di anterior
tungkai bawah (jika kompresi yang kronis). Jika kompresi akut, gejala cenderung
lebih maksimal di awal. Nyeri bisa terjadi di lokasi kompresi. Gangguan sensorik
(misalnya, kesemutan, mati rasa) di lateral tungkai bawah dan kaki dapat dicatat..
Untuk gejala klinis pastinya dapat dibedakan menurut lesinya antara lain:
Lesi Pada Kaput Fibula
Sebagian besar kelumpuhan saraf peroneus terjadii pada daerah
kaput fibula, dimana saraf tersebut terletak superfisial dan rentan terhadap
cedera. Cabang profunda lebih sering terkena dari pada saraf yang lain.
Jika ke 2 cabang terkena (superfisial dan profuna) menimbulkan
parese/paralise jari kaki, dorso fleksi kaki dan jari kaki, serta bagian lateral
13
distal dari tungkai bawah. Jika hanya cabang profunda yang terkena,
menimbulkan deep peroneal nerve syndrome.4
E. Patofisiologi5
N.Peroneus tersusun oleh serabut-serabut fasikel dan dipisahkan oleh
jaringan ikat, ruang interfasikular dan jaringan ikat yang elastis, keadaan ini
memberikan bantalan sebagai proteksi terhadap tekanan. Serabut-serabut
saraf yang terletak superfisial terahadap tekanan. Serabut-serabut saraf yang
terletak superfisial agaknya melindungi serabut-serabut saraf yang letaknya
lebih dalam5.
Di lain pihak jika tenaga mekanik externa terjadi secara tangensial atau
jika ada cedera terbatas yang disebabkan oleh pergerakan saraf tubuh
terhadap permukaan tulang yang keras, beberapa fasikel dapat terkena,
sedangkan lainnya selamat. Saraf-saraf yang mempersarafi otot lebih rentan
dari pada saraf kulit terhadap efek kompresi. Perbedaan ini mungkin karena
adanya perbedaan sifat biokimiawi dan komposisi serabut yang terdapat di
antara otot dan saraf kulit. Kepentingan komposisi serabut saraf dikatakan
14
bahwa serabut-serabut tebal yang bermyelin kurang tahan terhadap tekanan
daripada serabut yang tipis dan serabut bermyelin lebih mudah rusak dari
pada serabut saraf yang tidak bermyelin dan 75% serabut saraf kulit tidak
bermyelin. Perbedaan dalam komposisi dan kerentanan terhadap tekanan
dapat menpengaruhi efek tekanan secara keseluruhan pada saraf otot dan
saraf kulit. Meningkatnya kerentanan saraf terhadap cedera tekanan. Sekali
saraf tepi itu rusak oleh karena penyakit, maka saraf tersebut menjadi lebih
sensitif terhadap efek tekanan. Jadi pada pasien yang menderita malnutrisi,
alkoholisme, diabetes, gagal ginjal, atau Guillain-Barre Syndrome sering
terjadi komplikasi pressure neuropathy. Kelainan tersebut biasanya tampak
pada saraf yang lazim berpeluang terkena tekanan. Penyebab meningkatnya
kerentanan tetap tidak diketahui. Disamping itu faktor genetik juga berperan
sebagai predisposisi timbulnya pressure neuropati7.
F. Diagnosis
G. Penatalaksanaan6
Konservatif yaitu dengan mengistirahatkan kaki dan menghindari faktor-
faktor kompresi seperti menyilangkan kaki.
Tindakan bedah diperlukan jika terdapat lesi akibat terdapat suatu masa
yang mengkrompresi saraf, membebaskan saraf yang tertambat atau
15
terjepit, dan jika terjadi trauma terbuka dan tumpul yang berat dan
mengkompresi saraf.6
16
DAFTAR PUSTAKA
17
18