Anda di halaman 1dari 67

Komunikasi Efektif

Dosen Pembina

drg. Anne Agustina S, M.KM

Dita Amalia 160110140001

Jelita Permatasari 160110140013

Nadya Amalia 160110140025

Zuleika Fadiah Putri U. 160110140038

Miftahul Jannah 160110140051

Fathiyya Nisa 160110140064

Hasna Fadila 160110140079

Annisa Trihapsari 160110140091

Annisa Mardhatillah 160110140103

Amalia Erdiana 160110140116

Suriya A/P Longanadan 160110142009

Cynthia Ngo Zhe Xien 160110142022

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini.Selain itu, terima
kasih kami ucapkan kepada Tim Dosen mata kuliah CD 3 Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Padjadjaran yang telah memberikan arahan kepada kami dalam
memperoleh data yang kami butuhkan.

Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan mengenai mata kuliah


CD3, khususnya tentang komunikasi efektif, selain itu makalah ini
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah CD3 yang diberikan oleh Tim Dosen
mata kuliah CD3 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.

Tentunya semua hal tidak ada yang sempurna.Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun mengenai makalah ini.

Jatinangor, 9 April 2017

Penulis (Kelompok Tutorial 1)

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1 ANALISA KASUS................................................................................1

1.1 Identifikasi Kasus......................................................................................1

1.2 Mekanisme Kasus......................................................................................2

1.3 Analisa Kasus............................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................7

2.1 Komunikasi Kesehatan..............................................................................7

2.1.1 Definisi 7

2.1.2 Jenis-jenis komunikasi kesehatan 7

2.1.3 Tujuan komunikasi kesehatan 13

2.1.4 Manfaat komunikasi kesehatan 15

2.1.5 Metode Komunikasi Kesehatan 15

2.1.6 Langkah- Langkah Komunikasi Kesehatan 17

2.1.7 Prinsip Komunikasi Kesehatan 22

2.1.8 Cara Berkomunikasi Dengan Pasien dan Penghantar Pasien 24

2.1.9 Etika Berkomunikasi Dokter Pasien 29

2.2 Oral Impact Daily Performace (OIDP)...................................................38

2.2.1 Definisi 38

2.2.2 Cara Penilaian OIDP 40

2.3 Oral Health Impact Profil (OHIP)...........................................................42

2.3.1 Definisi 42

2.3.2 Cara Penilaian OHIP 42

iii
2.4 Atraumatic Restorativ Treatment (ART).................................................45

2.4.1 Definisi 45

2.4.2 Indikasi 45

2.4.3 Kontraindikasi45

2.4.4 Bahan ART GIC – ART 46

2.4.5 Keuntungan 47

2.4.6 Kekurangan 48

2.4.7 Teknik Atraumatic Restorative Treatment 51

2.5 Minimal Invansive Dentistry...................................................................55

BAB 3....................................................................................................................61

PEMBAHASAN....................................................................................................61

BAB 4 PENUTUP...........................................................................................64

4.1 Simpulan..................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................65

iv
BAB 1
ANALISA KASUS

1.1 Identifikasi Kasus

Drg. Vidhi Aldhiano telah melaksanakan program promosi kesehatan dalam


bentuk penyuluhan dan program perubahan perilaku serta motivation process.
Namun, dua desa yang menolak programnya, desa tersebut adalah Desa Senang
dan Desa Bahagia. Kedua desa tersebut perbaikan kesehatan giginya hanya sedikit
dan jumlah kunjungan penduduk ke puskesmas hanya 1 persen padahal jumlah
angka kesakitan giginya tinggi.
Drg. Vidhi kaget dengan penolakannya tersebut, sehingga mecari tahu
alasam penolakannya. Alasan penolakannya kedua desa tersebut yaitu karena
penduduk di kedua desa merasa drg. Vidhi cara berkomunikasinya kurang baik.
Kata-kata dan tindakannya dalam menganamnesis pasien yang datang berobat ke
drg. Vidhi kurang baik. Dalam merawat gigi pada saat datang berobat, drg. Vidhi
kurang baik dalam memperlakukan pasien dan tidak menunjukkan rasa empati
terhadap pasien seperti menciptakan dinding pada saat berkomunikasi dengan
pasien, begitu juga komunikasi dengan pengantar pasien.

Drg. Vidhi sangat kaget dnegan alasan penolakan tersebut sehingga


berusaha memperbaiki kesalahannya dengan memperbaiki cara berkomunikasi
menggunakan metode komunikasi yang baik berdasarkan prinsip komunikasi
efektif ( Principle of Effective Communication ) dengan pasien dan pengantar
pasien dan meerapkan langkah-langkah komunikasi dan etika komunikasi dokter
dan pasien ( Ethical Aspect of Communication ).

Akhirnya dengan niat baik dan perubahan tingkah laku drg. Vidhi,
masyarakat Desa Senang dan Desa Bahagia dapat menerima program promosi
kesehatannya dengan baik bahkan dapat menerima perawatan Atraumatic

1
Restorative Treatment (ART) dan minimal invasive dentistry. Hasilnya setelah
program tersebut dilaksanakan, masyarakat di wilayah Puskesmas A, indeks DMF
dan def-nya termasuk pada kategori baik dan penilaian Oral Impact on Daily
Performance (OIDP) dan Oral Health Impact Profile (OHIP)-nya baik.

1.2 Mekanisme Kasus

Desa Senang dan Desa Bahagia menolak program promosi kesehatan dan
perubahan perilaku sehingga kedua desa tersebut perbaikan kesehatan giginya
hanya sedikit dan jumlah kunjungan penduduk ke puskesmas hanya satu persen
padahal jumlah angka kesehatan giginya tinggi

Hal tersebut dikarenakan cara berkomunikasi drg. Vidhi Aldiano kurang baik
( dalam hal kata-kata, tindakan dalam menganamnesis pasien, tindakan perawatan,
dan juga tidak menunjukkan rasa empati terhadap pasien dan juga pengantar
pasien dan terkesan menciptakan dinding saat berkomunikasi baik dengan pasien
maupun dengan pengantar pasien.

drg. Vidhi Aldiano memperbaiki cara berkomunikasi dengan metode komunikasi


berdasarkan Principle of Effective Communication dan Ethical Aspect of
Communication.

Desa Senang dan Desa Bahagia dapat menerima program promosi kesehatan
dengan baik bahkan dapat menerima perawatan ART dan juga Minimal Invasive
Dentistry yang diberikan oleh drg. Vidhi Aldiano

2
Index DMF dan DEF masyarakat Desa Senang dan Desa Bahagia menjadi baik
serta OIDP dan juga OHIP nya juga baik.

Keterangan :

: menyebabkan

: disebabkan

3
4

1.3 Analisa Kasus


More
Terminologi Problem Hipotesis Mekanisme I Don’t Know Learning Issue
Info
1.Pengantar 1. Desa Senang dan Cara Diatas 1. Apa itu komunikasi5
berkomunikasi drg. kesehatan ?
pasien Desa Bahagia
2. Prinsip Vidhi kurang baik 2. Apa saja metode-metode
menolak program
sehingga drg. Vidhi komunikasi kesehatan ?
Komunikasi
promosi kesehatan memperbaikinya 3. Apa iu prinsip komunikasi
Efektif
dengan metode efektif ?
3. Ethical dan perubahan
komunikasi 4. Bagaimana cara
Aspect of perilaku.
berdasarkan berkomunikasi dnegan pasien
2. Perbaikan
Communicat Principle of dan pengantar pasien
kesehaan giginya
Effective berdasarkan prinsip
ion
4. sedikit dan jumlah Communication, komunikasi efektif?
Ethical Aspect of 5. Bagaimana langkah-
Atraumatic kunjungan penduduk
Communication langkah komunikasi
Restoration ke puskesmas hanya
serta langkah kesehatan?
Technique 1% padahal jumlah langkah 6. Apa itu etika
5. Minimal
komunikasi berkomunikasi antara dokter
angka kesakitan
Invasive dan pasien?
giginya meningkat
7. Apa itu penilaian OIDP ?
Dentistry 3. Cara
6. OHIP 8. Bagaimana cara penilaian
berkomunikasi
OIDP?
( Oral Health
kurang baik (dari segi 9. Apa itu penilaian OHIP?
Impact
10. Bagaimana cara penilaian
kata-kata dan
Profile ) OHIP?
7. OIDP tindakan dalam
11. Apa itu ART?
( Oral menganamnesis 12. Bagaimana cara
perawatan ART?
Impact on pasien)
4. Dalam merawat 13. Apa itu Minimal Invasive
Daily
Dentistry ?
pasien drg. Vidhi
Performance
kurang baik dalam
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Kesehatan

2.1.1 Definisi
Komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian pesan kesehatan oleh
komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan untuk
mendorong perilaku manusia tercapainya kesejahteraan sebagai kekuatan yang
mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan
sosial. Komunikasi kesehatan lebih sempit daripada komunikasi manusia pada
umumnya. Komunikasi kesehatan berkaitan erat dengan bagaimana individu
dalam masyarakat berupaya menjaga kesehatannya, berurusan dengan berbagai
isu yang berhubungan dengan kesehatan. Dalam komunikasi kesehatan, fokusnya
meliputi transaksi hubungan kesehatan secara spesifik, termasuk berbagai faktor
yang ikut berpengaruh terhadap transaksi yang dimaksud. (ajeng kusuma
wardhani, 2013)(nursyaifah haslim, 2013)

Dalam tingkat komunikasi, komunikasi kesehatan merujuk pada bidang-


bidang seperti program-program kesehatan nasional dan dunia, promosi
kesehatan, dan rencana kesehatan publik. Dalam konteks kelompok kecil,
komunikasi kesehatan merujuk pada bidang-bidang seperti rapat-rapat membahas
perencanaan pengobatan, laporan staf, dan interaksi tim medis. Dalam konteks
interpersonal, komunikasi kesehatan termasuk dalam komunikasi manusia yang
secara langsung mempengaruhi professional-profesional dan profesional dengan
klien. Komunikalevasi kesehatan dipandang sebagai bagian dari bidang-bidang
ilmu yang relevan, fokusnya lebih spesifik dalam hal pelayanan kesehatan. (ajeng
kusuma wardhani, 2013)(nursyaifah haslim, 2013)

2.1.2 Jenis-jenis komunikasi kesehatan


1. Komunikasi Verbal, mencakup aspek - aspek berupa ;
7

 Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan


efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak
dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam
berkomunikasi.
 Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses
bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat
atau terlalu lambat.
 Intonasi suara akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik
sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan
intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional
merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
 Humor dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan
(1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat
membantu menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai
hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa humor adalah
merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.
 Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan
secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya
sehingga lebih mudah dimengerti.
 Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan
karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk
berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk
mendengar atau memperhatikan apa yang disampaikan. (ajeng
kusuma wardhani, 2013)(nursyaifah haslim, 2013)

2. Komunikasi Non Verbal.


Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata
dan komunikasi nonverbal memberikan arti pada komunikasi verbal. Yang
termasuk komunikasi non verbal :
8

 Ekspresi wajah : Wajah merupakan sumber yang kaya dengan


komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi
seseorang.
 Kontak mata : sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan
mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab
berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya
dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar
mendengarkan. Melalui kontak mata juga memberikan
kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya.
 Sentuhan : bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan
lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa
pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan
emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui
sentuhan.
 Postur tubuh dan gaya berjalan : Cara seseorang berjalan, duduk,
berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur
tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan
tingkat kesehatannya
 Suara : Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah
satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat
dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk
komunikasi non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat
menjadi pesan yang sangat jelas.
 Gerak isyarat : Gerak yang dapat mempertegas pembicaraan.
Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti
mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama
berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung
atau sebagai upaya untuk menghilangkan stress. (ajeng kusuma
wardhani, 2013)(nursyaifah haslim, 2013)

3. Komunikasi Antar Pribadi


9

Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi langsung, tatap muka


antarasatu orang dengan orang lain baik perorang maupun kelompok.
komuunikasi ini tidak melibatkan kamera, artis, penyiar, atau penulis
scenario. Komunikator langsung bertatap muka dengan komunikan, baik
secara individual, maupun kelompok. Didalam pelayanan kesehatan,
komunikasi antarpribadi ini terjadi antara petugas kesehatan atau health
provider dengan clients, atau kelompok masyarakat dan para anggota
masyarakat. Komunikasi antar pribadi merupakan pelengkap komunikasi
massa. Artinya pesan-pesan kesehatan yang telah disampaikan lewat media
massa (televise, radio, Koran, dsb) dapat ditindaklanjuti dengan
melakukan komunikasi antar pribadi, misalnya: penyuluhan kelompok dan
konseling kesehatan. Komunikasi antar pribadi dapat efektif apabila
memenuhi 3 hal dibawah ini :
a) Emphaty, yakni menempatkan diri pada kedudukan orang lain
(orang yang diajak berkomunikasi).

b) Respect terhadap perasaan dan sikap orang lain.

c) Jujur dalam menanggapi pertanyaan orang lainyang diajak


berkomunikasi.

Metode komunikasi antar pribadi yang paling baik adalah konseling, karena di
dalam cara ini antara komunikator atau konselor dengan komunikan atau klien
terjadi dialog. Klien dapat lebih terbuka menyampaikan maslah dan keinginan-
keinginannya, karena tidak ada pihak ketiga yang hadir. Proses konseling ini
dapat diingat secara mudah dengan akronim ini:

G Greet client warmly (menyambut klien dengan hangat).

A Ask client about themselves (menanyakan tentang keadaan mereka)

T Tell client about their problems (menanyakan masalah-masalah yang mereka


hadapi).
10

H Help client solve their problems (membantu pemecahan masalah yang mereka
hadapi).

E Explain how to prevent to have the same problem (menjelaskan bagaimana


mencegah terjadinya masalah yang sama).

R Return to follow-up (melakukan tindak lanjut terhadap konseling).

4. Komunikasi Massa

Komunikasi massa ialah penggunaan media massa untuk menyampaikan


pesan-pesan atau informasi-informasi kepada khalayak atau masyarakat.
Komunikasi di dalam kesehatan masyarakat berarti menyampaikan pesan-pesan
kesehatan kepada masyarakat melalui berbagai media massa (TV, radio, media
cetak, dsb), denagn tujuan agar masyarakat berperilaku hidup sehat.
Perkembangan selanjutnya komunikasi massa tidak hanya terbatas pada
penggunaan media cetak dan media elektronik saja, melainkan mencakup juga
penggunaan media tradisional. Komunikasi massa dengan menggunakan media
tradisional ini tampaknya lebih efektif, karena sangat erat dengan sosial budaya
masyarakat setempat. Menyisipkan pesan-pesan kesehatan melalui wayang kulit
didaerah jawa tengah dan yogyakarta, atau wayang golek di jawa barat, akan
lebih efektif dari pada melalui TV Spot atau Radio Spot.

Komunikasi sebagai proses memiliki bentuk

a.) Bentuk komunikasi berdasarkan medianya :


 Komunikasi langsung : Komunikasi langsung tanpa
mengguanakan alat. Komunikasi berbentuk kata-kata, gerakan-
gerakan yang berarti khusus dan penggunaan isyarat,misalnya
kita berbicara langsung kepada seseorang dihadapan kita

A------<-----------B
11

 Komunikasi tidak langsung : Biasanya menggunakan alat dan


mekanisme untuk melipat gandakan jumlah penerima penerima
pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan geografis,
waktu misalnya menggunakan radio, buku, dll. Contoh :
“Buanglah sampah pada tempatnya”.

b.) Bentuk komunikasi berdasarkan besarnya sasaran :


 Komunikasi massa : Komunikasi dengan sasarannya kelompok
orang dalam jumlah yang besar, umumnya tidak dikenal.
Komunikasi masa yang baik harus :
 Pesan disusun dengan jelas
 tidak rumit dan tidak bertele-tele
 Bahasa yang mudah dimengerti/dipahami
 Bentuk gambar yang baik
 Membentuk kelompok khusus, misalnya kelompok
pendengar (radio)
 Komunikasi kelompok : Komunikasi yang sasarannya
sekelompok orang yang umumnya dapat dihitung, dikenal dan
merupakan komunikasi langsung dan timbal balik.
Perawat--- <------Pengunjung puskesmas
 Komunikasi perorangan : Komunikasi dengan tatap muka dapat
juga melalui telepon.

Perawat--- <------Pasien

c.) Bentuk komunikasi berdasarkan arah pesan :


 Komunikasi satu arah : Pesan disampaikan oleh sumber kepada
sasaran dan sasaran tidak dapat atau tidak mempunyai
kesempatan untuk memberikan umpan balik atau bertanya,
misalnya radio.

A ---------------- B

 Komunikasi timbal balik : Pesan disampaikan kepada sasaran


dan sasaran memberikan umpan balik. Biasanya komunikasi
12

kelompok atau perorangan merupakan komunikasi timbal balik.


(ajeng kusuma wardhani, 2013)(nursyaifah haslim, 2013)

2.1.3 Tujuan komunikasi kesehatan


1. Tujuan strategis

Pada umumnya program-program yg berkaitan dgn komunikasi


kesehatan yg dirancang dalam bentuk paket acara atau paket modul dpt
berfungsi untuk :
 Relay information, meneruskan informasi kesehatan dari suatu
sumber kpd pihak lain secara berangkai ( hunting ).
 Enable informed decision making – memberikan informasi
akurat utk memungkinkan pengambilan keputusan.
 Promote peer information exchange and emotional support –
mendukung pertukaran pertama dan mendukung secara
emosional pertukaran informasi kesehatan.
 Promote healthy behavior – informasi utk memperkenalkan
perilaku hidup sehat.
 Promote self-care – memperkenalkan pemeliharaan kesehatan
diri sendiri.
 Manage demand for health services- memenuhi permintaan
layanan kesehatan.

2. Tujuan praktis
Secara praktis tujuan khusus komunikasi kesehatan itu meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui beberapa usaha pendidikan dan
pelatihan agar dapat :
 Meningkatkan pengetahuan yg mencakup :
 Prinsip2 dan proses komunikasi manusia.
 Menjadi komunikator yang memiliki etos, patos ,logos
kredibilitas.
 Menyusun pesan verbal dan non-verbal dalam komunikasi
kesehatan.
 Memilih media yg sesuai dgn konteks komunikasi
kesehatan.
13

 Menentukan segmen komunikasi yg sesuai dgn konteks


komunikasi kesehatan.
 Mengelola umpan balik atau dampak pesan kesehatan yg
sesuai dgn kehendak komunikator dan komunikan.
 Mengelola hambatan2 dalam komunikasi kesehatan.
 Mengenal dan mengelola konteks komunikasi kesehatan.
 Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
 Berkomunikasi efektif. Praktis berbicara, berpidato,
memimpin rapat, dialog, diskusi, negosiasi, menyelesaikan
konflik, menulis, membaca, wawancara, menjawab
pertanyaan, argumentasi.
 Membentuk sikap dan perilaku berkomunikasi.
 Berkomunikasi yg menyenangkan, empati.
 Berkomunikasi dgn kepercayaan pada diri.
 Menciptakan kepercayaan publik dan pemberdayaan
publik membuat pertukaran gagasan dan informasi makin
menyenangkan.
 Memberikan apresiasi terhadap terbentuknya komunikasi
yg baik. (ajeng kusuma wardhani, 2013)(nursyaifah haslim,
2013)

2.1.4 Manfaat komunikasi kesehatan


1. Memahami interaksi antara kesehatan degan perilaku individu.
2. Meningkatkan kesadaran kita tentang isu kesehatan. (ajeng kusuma
wardhani, 2013)(nursyaifah haslim, 2013)

2.1.5 Metode Komunikasi Kesehatan


Metode komunikasi adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan
informasi dari narasumber kepada penerima agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki. Menurut Effendy ( 1986), metode komunikasi yang bisa dilakukan
pada umumnya ada tiga, yaitu:

1. Komunikasi informatif
2. Komunikasi persuasif
3. Komunikasi koersif
14

Metode Informatif

Komunikasi informatif adalah metode yang dipakai untuk menyampaikan


informasi secara umum. Caranya memberikan penerangan, keterangan,
pemberitahuan tentang sesuatu yang keseluruhan maknanya menunjang amanat
atau isi berita. Sifat komunikasi informatif adalah menerangkan dan penerangan
bersifat edukatif, stimulatif, dan persuasif.

Metode Persuasif

Komunikasi Persuasif adalah metode komunikasi yang bersifat membujuk


halus agar sasaran menjadi yakin. Bentuknya berupa ajakan dengan cara
memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkan

Metode Koersif

Koersif (coorsive) berarti memaksa. Dengan kata lain, metode koersif


merupakan metode komunikasi dengan jalan memaksa. Oleh karena itu, isi pesan
tidak hanya berisi pendapat-pendapat, namun mengandung ancaman-ancaman
(fear motivation). Peraturan-peraturan, perintah dan proses intimidasi lainnya
merupakan perwujudan model komunikasi macam ini.

Adapun metode komunikasi lain yang dapat dijadikan teknik atau metode
yang dapat membangun keberlangsungan komunikasi yang baik antara lain ;

Metode Redundan atau Repetisi

Metode komunikasi yang didalamnya terdapat pengaruh pengulangan atau


repetisi sebuah pesan terhadap efektivitas tersampaikannya pesan tersebut.
Dengan mengulang-ulang pesan, akan menarik perhatian lebih, lebih jauh akan
15

tertanam dalam pikiran bawah sadar. Iklan produk di TV dan Radio menggunakan
metode komunikasi macam ini.

Metode Kanalisasi

Penggunaan metode Kanalisasi (Canalizing) mengharuskan kita betul-


betul mengenal khalayak sasaran. Kita harus mengidentifikasi persamaan-
persamaan dan perbedaan-perbedaan dengan khalayak, sehingga bisa
menyesuaikan diri dengan khalayak.

Metode Edukatif

Metode ini pada dasarnya mirip dengan metode informatif. Keduanya


sama-sama berlandaskan data, fakta dan pengalaman-pengalaman yang sebenar-
benarnya. Namun perbedaannya dengan metode informatif, metode komunikasi
ini lebih disengaja, teratur dan terencana dengan tujuan mengubah tingkah laku
manusia kearah yang diinginkan.

Metode Instruktif

Komunikasi Instruktif adalah berupa arahan atau perintah untuk


melaksanakan suatu tugas atau melaksanakan pekerjaan. Misal, memerintahkan
pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan.

2.1.6 Langkah- Langkah Komunikasi Kesehatan


A. Sesi Pengumpulan Informasi / Anamnesis
Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua sesi yang penting,
yaitu sesi pengumpulan informasi yang didalamnya terdapat proses
anamnesis, dan sesi penyampaian informasi. Tanpa penggalian informasi
16

yang akurat, dokter dapat terjerumus ke dalam sesi penyampaian informasi


secara prematur. Akibatnya pasien tidak melakukan sesuai anjuran dokter.
Dalam dunia kedokteran, model proses komunikasi pada sesi
penggalian informasi telah dikembangkan oleh Van Dalen (2005) dan
digambarkan dalam sebuah model yang sangat sederhana dsn aplikatif
 Kotak 1 : pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yg
dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended
question by the doctor)
 Kotak 2 : dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup / terstruktur yang telah disusunnya sendiri (doctor takes the
lead through closed question by the doctor)
 Kotak 3 : kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan
berdasarkan negosiasi kedua belah pihak ( negotiating agenda by both)
Sesi penggalian informasi terdiri dari :
1. Mengenali alasan kedatangan pasien, dimana belum tentu keluhan
utama secara medis ( Silverman, 1998 ). Inilah yang disebut dalam
kotak pertama model Van Dalen (2005). Pasien menceritakan keluhan
atau apa yang dirasakan sesuai sudut pandangnya (illness perspective).
Pasien berada pada posisi sebagai orang yang paling tahu tentang
dirinya karena mengalaminya sendiri. Sesi ini akan berhasil apabila
dokter mampu menjadi pendengar yang aktif (active listener).
Pendengar yang aktif adalah fasilitator yang baik sehingga pasien
dapat mengungkapkan kepentingan, harapan, kecemasannya secara
terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu dokter dalam menggali
riwayat kesehatannya yang merupakan data-data penting untuk
menegakkan diagnosis.
2. Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000)
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui
pertanyaan – pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti
pertanyaan tertutup yang membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”.
Inilah yang dimaksud dalam kotak kedua dalam model Van Dalen
(2005). Dokter sebagai seorang yang ahli, akan menggali riwayat
kesehatan pasien sesuai kepentingan medi (disease perspective).
Pertanyaan – pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :
17

a. Bagaimana sakit gigi tersebut anda rasakan, dapat diceritakan


lebih jauh?
b. Menurut anda sakit gigi tersebut muncul bila anda melakukan
sesuatu, memakan makanan tertentu, atau bagaimana menurut
anda?

Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis


meliputi:

a. Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu


b. Eksplorasi terhadap penyakit riwayat penyakit keluarga
c. Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang. Contoh
menggunakan pedoman Macleod’s Clinical Examination seperti
disebutkan dalam Kurtz (1998)
Macleod’s clinical examination :
- Dimana dirasakan?(site)
- Sampai di bagian tubuh mana hal tersebut dirasakan?
(radiation)
- Bagaimana karakteristik dari nyerinya?berdenyut-denyut?
hilang timbul?nyeri terus menerus? (character)
- Nyeri?amat nyeri?sampai tidak dapat melaukan kegiatan?
(severity)
- Berapa lama nyeri berlangsung?sebentar?berjam-jam?berhari-
hari? (duration)
- Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan?berulang-ulang?
tidak tentu? (frequency)
- Apa yang membuatnya reda?apa yang membuatnya kumat?
saat kerja?ketika istirahat?ketika minum obat tertentu?
(aggraviting and relieving factors)
- Adakah keluhan lain yang menyertai? (associated
phenomennon)
B. Sesi Penyampaian Informasi
Setelah sesi sebelumnya dilakukan dengan akurat, maka dokter dapat
sampai kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat
di sesi sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak
beralasan. Secara ringkas ada 6 hal yang penting diperhatikan agar efektif
dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu :
18

1. Materi Informasi apa yang disampaikan


a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saat pemeriksaan).
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek
samping/komplikasi.
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
e. Diagnosis, jenis atau tipe.
f. Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing- masing cara).
g. Prognosis.
h. Dukungan (support) yang tersedia.
2. Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan
bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan
untuk berkomunikasi sendiri secara langsung
3. Berapa banyak atau sejauh mana
a. Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu
untuk disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.
b. Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak
yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
4. Kapan menyampaikan informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.

5. Di mana menyampaikannya
a. Di ruang praktik dokter.
b. Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
19

c. Di ruang diskusi.
d. Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga
dan dokter.
6. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim
melalui pos, faksimile, sms, internet.
b. Persiapan meliputi:
i. materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim);
ii. ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu
orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon;
iii. waktu yang cukup;
iv. mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir
sebaiknya lebih dari satu orang).
c. Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan.
d. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan
dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan
diberikan.

Langkah-langkah Komunikasi

Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan
komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition,
Depkes RI, 1999).

S = Salam

A = Ajak Bicara

J = Jelaskan
20

I = Ingatkan

Salam. Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan
waktu untuk berbicara dengannya.

Ajak Bicara. Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara


sendiri. Dorong agar pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan
perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami
kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan
pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.

Jelaskan. Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya,


yang ingin diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak
oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan
mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.

Ingatkan. Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin


memasukkan berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali.
Di bagian akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi
untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah
mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi
kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang
penting

2.1.7 Prinsip Komunikasi Kesehatan

Terdapat banyak cara untuk dapat melakukan komunikasi secara efektif.


Tetapi dari sekian banyak cara, terdapat cara yang bisa dianggap mudah untuk
menciptakan komunikasi yang efektif yaiu dari teori yang dibuat oleh DeVito.
Untuk dapat menciptakan komunikasi antara persona, terdapat syarat yang harus
dipenuhi, yaitu:

Positiveness (sikap positif)

Empathy (merasakan perasaan orang lain)


21

Supportiveness (sikap mendukung)

Equality (keseimbangan antar pelaku komunikasi)

Openess (sikap dan keinginan untuk terbuka)

Secara singkatnya , kondisi komunikasi antara dokter gigi dengan


pasiennya diharapkan terjadi seperti berikut:

a. Positiveness
Dokter diharapkan mau menunjukkan sikap positif pada pesan yang
disampaikan oleh pasien (keluhan, usulan, pendapat, pertanyaan). Tidak boleh
seorang dokter selalu menyanggah apapun yang sampaikan pasiennya,
sesederhana bahkan seaneh apapun pesan yang disampaikan, (karena mungkin
menurut pasien, pesan itu merupakan gagasan hebat). Dengan demikian pasien
akan lebih berani menyampaikan pesannya, bukan kemudian menyimpannya
dalam hati dan menyampaikannya, bahkan mengadukan pada orang lain.

b. Empathy
Dari pengalaman sendiri dan hasil pengamatan serta cerita-cerita para pasien,
diketahui bahwa hampir semua pasien yang harus ditangani/ diobati oleh dokter
memiliki rasa takut yang besar. Yang terutama adalah ketakutan pada rasa sakit
yang ditimbulkan oleh alat-alat yang digunakan. Rasa takut itu sudah muncul
hanya dengan melihat alat-alat yang sudah siap di meja sebelah kursi, bahkan jika
alat itu tidak menimbulkan kesakitan (cermin, misalnya). Seorang dokter gigi
diharapkan menyadari dan peduli pada perasaan ini (empati) dan menunjukkan
pada pasien bahwa ia perduli. Kejujuran seorang dokter yang mengatakan “Anda
akan merasakan sakit sebentar…” justru akan menenangkan pasien karena pasien
merasa tidak sendirian dalam merasakan sakit. Ada orang lain yang perduli.

c. Supportiveness
Ketika seorang pasien nampak ragu untuk memutuskan sebuah pilihan
tindakan, dokter diharapkan memberikan dukungan agar keraguan itu berkurang
atau bahkan hilang, sehingga si pasien menjadi percaya diri dan berani saat
22

memilih keputusan itu. Walaupun akibat keputusan itu akan menimbulkan


‘derita’, dengan dukungan dokter, derita akan dianggap konsekuensi oleh pasien,
bukan resiko (posisi sebagai ‘korban’). Akan lebih baik jika dokter
mencontohkan (walaupun hanya karangan) bahwa dia juga akan mengambil
keputusan yang sama dengan pasien jika dia memiliki masalah seperti itu.

d. Equality
Yang dimaksud dengan kesamaan/ kesetaraan adalah bahwa diantara dokter
gigi dan pasien tidak boleh ada ‘kedudukan’ yang sangat berbeda seperti misalnya
dokter yang menguasai semua keadaan dan pasien yang tidak berdaya. Walaupun
dalam relasi ini dokter diakui lebih tahu dan lebih bisa, dia tidak boleh lalu
memperlakukan pasiennya hanya sebagai objek yang ‘bodoh’ dan tidak boleh
berpendapat atau bahkan bertanya. Lebih lagi pasien tidak boleh diperlakukan
sebagai benda mati yang tidak pernah ditanyai kabar atau kesiapannya menjalani
pemeriksaan/ penanganan/ pengobatan. Jika memungkinkan, pasien sebaiknya
merasa bahwa dokter giginya adalah teman, bukan orang asing yang tidak boleh
ditanyai apapun.

e. Openess
Dengan menciptakan suasana yang santai (dengan musik instrumental lembut
di latar belakang) di ruang praktek, keakraban dapat dibangun dan diharapkan
pasien mau menyampaikan apa yang dikhawatirkannya, tindakan apa yang
sebenarnya diinginkan dilakukan oleh dokternya. Sebaliknya adalah bahwa dokter
diharapkan juga lebih bersedia bercerita tentang apa yang sedang dilakukannya
saat demi saat. Jika perlu, dokter dapat mengatakan kesulitan yang dihadapinya
saat menangani masalah pasien, masalah yang bakal dihadapi pasien, dan
sebagainya. Dengan keterbukaan komunikasi ini maka akan terbangun
kepercayaan (trust) dari pasien pada dokternya.
23

2.1.8 Cara Berkomunikasi Dengan Pasien dan Penghantar Pasien


Komunikasi efektif adalah pertukaran informasi, ide, perasaan yang
menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara
pemberi pesan dan penerima pesan. Pengukuran efektifitas dari suatu proses
komunikasi dapat dilihat dari tercapainya tujuan si pengirim pesan. Menurut
Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyebutkan, komunikasi yang
efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan,
mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada
akhirnya menimbulkan suatu tidakan.
Komunikasi efektif mempunyai 3 unsur yaitu kecepatan, kecermatan dan
keringkasan. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,
2003).
Elemen-elemen yang terdapat dalam model proses komunikasi, yaitu :
1. Pengirim
Pengirim adalah orang yang menyampaikan isi pernyataannya kepada
penerima. Hal-hal yang menjadi tanggung jawab pengirim pesan dalam
mengirim pesan dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta
kejelasan apakah pesan tersebut sudah diterima dengan baik.
2. Penerima
Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Dengan
demikian dokter kadang-kadang berperan sebagai penerima maupun
pengirim pesan. Tanggung jawab penerima adalah berkonsentrasi untuk
menerima pesan dengan baik dan memberikan umpan baik kepada
pengirim. Umpan balik amat penting sehingga proses komunikasi
berlangsung dua arah.
3. Media
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima.
Berita dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus. Pada
kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat
24

komunikasi berlangsung secara langsung atau tatap muka dengan efek


yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap.
Dalam model komunikasi lebih lanjut, Schermerhorn, Hunt & Osborn
(1994), menggambarkannya sebagai berikut :

Sumber atau biasa disebut


pengirim pesan adalah orang yang
menyampaikan pemikiran atau
informasi yang dimilikinya.
Nantinya pengirim pesan bertanggungjawab dalam menerjemahkan ide atau
pemikiran (encoding) sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, tulisan, dan
atau non verbal, atau kombinasi dari ketiganya. Pesan ini yang nantinya
dikomunikasikan melalui saluran (channel) yang sesuai dengan kebutuhan.
Pesan akan diterima oleh penerima pesan (receiver). Penerima akan
menerjemahkan pesan tersebut (decoding) berdasarkan batasan pengertian yang
dimilikinya. Dengan demikian dapat saja terjadi kesenjangan antara yang
dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh penerima pesan yang
disebabkan kemungkinan hadirnya penghambat (noise). Penghambat dalam
25

pengertian ini bisa diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang, pengetahuan atau
pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahasa, dan lainnya.
Tujuan dari komunikasi efektif yaitu mengarahkan proses penggalian
riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter dan lebih memberikan dukungan pada
pasien, agar lebih efektif dan lebih efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).
Terdapat 2 gaya komunikasi, yaitu :
a. Disease Centered Communication Style
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan
gejala.
b. Illness Centered Communication Style
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya
yang secara individu merupakan pengalaman unik, termasuk pendapat
pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya,
harapannya, apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakit
(Kurtz, 1998).
Namun model proses komunikasi tersebut dalam dunia kedokteran, telah
dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat
sederhana dan aplikatif.
a. Kotak 1
Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang
dikemukakan oleh dokter.
b. Kotak 2
Dokter memimpin pembicaraan, melalui pertanyaan tertutup/ terstruktur
yang telah disusunnya sendiri.
c. Kotak 3
Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi
kedua belah pihak.
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien nantinya akan
melahirkan kenyamanan dan kepuasaan bagi dokter dan pasien, hal ini yang
nantinya akan menciptakan empati yang dirasakan oleh pasien. Dalam konteks ini
empati disusun dalam batasan definisi berikut :
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien
b. Menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan
empatinya kepada pasien
26

Aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund & Makoul 2002,


menjadikan tingkat atau level empati yang dikodekan dalam suatu sistem.
Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien
Level 1 : Dokter mengenal secara sambil lalu
Level 2 : Dokter mengenal sudut pandang pasien secara implisit
Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien
Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien
Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengann pasien.
Keterampilan empati bukan hanya sekedar berbasa-basi atau bermanis
mulut kepada pasien, melainkan :
 Mendengarkan aktif
 Responsif pada kebutuhan pasien
 Responsif pada kepentingan pasien
 Usaha memberikan pertolongan pada pasien
Tujuan komunikasi dalam profesi dokter yaitu :
a. Memfasilitasi terciptanya pencapaian tujuan kedua pihak (dokter dan
pasien).
b. Membantu pengembangan rencana perawatan pasien bersama pasien,
untuk kepentingan pasien dan atas dasar kemampuan pasien, termasuk
kemampuan finansial.
c. Membantu memberikan pilihan dalam upaya penyelesaian masalah
kesehatan pasien.
d. Mengusahakan terjalinnya komunikasi efektif dokter-pasien.
e. Membimbing pasien sampai pada pengertian yang sebenarnya tentang
penyakit/masalah yang dihapainya.
f. Membantu mengendalikan kinerja dokter dengan acuan langkah-langkah
atau hal-hal yang telah disetujui pasien.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai manfaat komunikasi dokter-pasien,
yaitu :
a. Meningkatkan kepuasaan pasien dalam menerima pelayanan medis dari
dokter atau institusi pelayanan medis
b. Meningkatkan kepercayaan pasien kepada dokter yang merupakan dasar
hubungan dokter pasien yang baik.
c. Meningkatkankeberhasilan diagnosis terapi dan tindakan medis.
d. Meningkatkan kepercayaan diri dan ketegaran pada pasien fase terminal
dalam menghadapi penyakitnya.

2.1.9 Etika Berkomunikasi Dokter Pasien


Pada kode etik kedokteran dan kedokteran gigi secara tersirat tidak
tercantum etika berkomunikasi. Secara tersurat dikatakan setiap dokter dan dokter
27

gigi dituntut melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang


tertinggi atau menjalankannya secara optimal. Pada Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 35 disebutkan kompetensi dalam
praktik kedokteran antara lain dalam hal kemampuan mewawancarai pasien.

Peraturan yang mengatur tentang tanggung jawab etik dari seorang dokter
adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik adalah pedoman perilaku
dokter. Kode Etik harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Kode etik harus rasional, tetapi tidak kering dari emosi;


2. Kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku;
3. Kode etik harus bersifat universal.

Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1938. Kode Etik Kedokteran Indonesia
disusun dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan
landasan idil Pancasila dan landasan strukturil Undang-Undang Dasar 1945. Kode
Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup
kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban
dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang


merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan
pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.

Selama ini wawancara terhadap pasien ditekankan pada pengumpulan


informasi dari sisi penyakit (disease) untuk menegakkan diagnosis dan tindakan
lebih lanjut. Informasi sakit dari pasien (illness) kurang diperhatikan. Secara
empiric, komunikasi yang baik dan efektif antara dokter dan pasien sangat
membantu kepuasan pasien terhadap pelayanan medik dan meningkatkan
penyembuhan serta kepatuhan pasien terhadap terapi, baik pada pasien bidang
ilmu penyakit dalam maupun penyakit bedah.

Berdasarkan hal tersebut maka dalam buku yang diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia pada tahun 2006 yang berjudul Penyelenggaraan Praktik
28

Kedokteran yang Baik di Indonesia dan buku berjudul Kemitraan dalam


Hubungan Dokter-Pasien, diuraikan pentingnya kemampuan berkomunikasi yang
baik dengan pasien. Ketidakmampuan dokter untuk berkomunikasi yang baik
dengan pasien, sedikitnya melanggar etika profesi kedokteran dan kedokteran gigi
serta lebih lanjut dapat melanggar disiplin kedokteran, apabila ketidakmampuan
berkomunikasinya berdampak pada ketidakmampuan dokter dalam membuat
persetujuan tindakan kedokteran dan rekam medis.

Aspek Hukum

Hubungan antara dokter-pasien diatur dengan peraturan-peraturan tertentu


agar terjadi keharmonisan dalam pelaksanaannya. Seperti diketahui hubungan
tanpa peraturan akan meyebabkan ketidakharmonisan dan kesimpangsiuran.
Namun demikian hubungan antara dokter dan pasien tetap berdasar pada
kepercayaan terhadap kemampuan dokter untuk berupaya semaksimal mungkin
membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang diderita pasien. Tanpa adanya
kepercayaan maka upaya penyembuhan dari dokter akan kurang efektif. Untuk itu
dokter dituntut melaksanakan hubungan yang setara dengan dasar kepercayaan
sebagai kewajiban profesinya.

Hubungan antara dokter dengan pasien yang seimbang atau setara dalam
ilmu hukum disebut hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual atau kontrak
terapeutik terjadi karena para pihak, yaitu dokter dan pasien masing-masing
diyakini mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan yang setara. Kedua
belah pihak lalu mengadakan suatu perikatan atau perjanjian dimana masing-
masing pihak harus melaksakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain.
Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban.

Hubungan karena kontrak atau kontrak terapeutik dimulai dengan tanya


jawab (anamnesis) antara dokter dengan pasien, kemudian diikuti dengan
pemeriksaan fisik. Kadang-kadang dokter membutuhkan pemeriksaan diagnostic
untuk menunjang dan membantu menegakkan diagnosisnya yang antara lain
29

berupa pemeriksaan radiologi atau pemeriksaan laboratorium, sebelum akhirnya


dokter menegakkan suatu diagnosis. Sebagaimana telah dikemukakan, tindakan
medik mengharuskan adanya suatu persetujuan dari pasien (informed consent)
yang dapat berupa tertulis atau lisan. Persetujuan tindakan kedokteran atau
informed consent harus didasarkan atas informasi dari dokter berkaitan dengan
penyakit. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran, Paragraf 2, Pasal 45.

Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan suatu yang sangat


penting dan wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang
dilakukan dokter dalam pengobatan pasiennya. Keberhasilan dari upaya tersebut
dianggap tergantung dari keberhasilan seorang dokter untuk mendapatkan
informasi yang lengkap tentang riwayat penyakit pasien dan penyampaian
informasi mengenai penatalaksaan pengobatan yang diberikan dokter. Melihat
pentingnya komunikasi timbal balik yang berisi informasi ini, maka secara jelas
dan tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran Paragraf 2, Pasal 45 ayat (2), (3), Paragraf 6, Pasal 50 huruf c,
Paragraf 7, Pasal 52 huruf a dan huruf b, dan Pasal 53 huruf a.

Paragraf 6 dan 7 dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik


Kedokteran secara jelas menyebutkan mengenai hak dan kewajiban dokter dan
hak dan kewajiban pasien yang diantaranya memberikan penjelasan dan
mendapatkan informasi. Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang
bersumber dari hak dasar individual dalam bidang kesehatan (The Right of Self
Determination). Meskipun sebenarnya lama fundamentalnya, hak atas pelayanan
kesehatan sering dianggap lebih mendasar. Dalam hubungan dokter pasien, secara
relative pasien berada dalam posisi yang lebih lemah. Kekurangmampuan pasien
untuk membela kepentingannya yang dalam hal ini disebabkan ketidaktahuan
pasien pada masalah pengobatan, dalam situasi pelayanan kesehatan
menyebabkan timbulnya kebutuhan untuk mempermasalahi hak-hak pasien dalam
menghadapi tindakan atau perlakuan dari pada professional kesehatan.
30

Berdasarkan hak dasar manusia yang melandasi transaksi terapeutik


(penyembuhan), setiap pasien bukan hanya mempunyai kebebasan untuk
menentukan apa yang boleh dliakukan terhadap dirinya atau tubuhnya, tetapi ia
juga terlebih dahulu behak untuk mengetahui hak-hak mengenai dirinya. Pasien
perlu diberi tahu tentang penyakitnya dan tindakan-tindakan apa yang dapat
dilakukan dokter terhadap tubuhnya untuk menolong dirinya serta segala risiko
yang mungkin timbul kemudian.

Kewajiban dan Hak Pasien

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Paragraf 7 mengatur kewajiban dan hak pasien sebagai berikut:

Kewajiban pasien

1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah


kesehatannya
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan dan
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

Hak pasien

1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second opinion)
3. Medapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
4. Menolak tindakan medis
5. Mendapatkan isi rekam medis (menurut pemahaman yang dirumuskan
Konsil Kedokteran Indonesia diartikan sebagai dapat mengutarakan
maksud dan tujuannya dengan jelas kepada dokter, bukan dalam arti
membuat fotokopi rekam medis.

Kewajiban dan Hak Dokter


31

Sebagaimana lazimnya suatu perikatan, perjanjian medik pun memberikan


hak dan kewajiban bagi dokter. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran, hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi terdapat
dalam paragraph 6, yaitu :

Kewajiban Dokter/Dokter Gigi

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar


prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinnya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien meninggal dunia
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas mampu melakukannya;
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.

Hak Dokter/Dokter Gigi

a. Memperoleh perlindungan hokum sepanjang melaksanakan tugas sesuai


dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d. Menerima imbalan jasa.

Unsur-unsur yang perlu diinformasikan meliputi prosedur yang akan


dilaksanakan, risiko yang mungkin terjadi, manfaat dari tindakan yang akan
dilakukan, dan alternative tindakan yang dapat dilakukan. Disamping itu perlu
diinformasikan pula kemungkinan yang dapat timbul apabila tindakan tidak
dilakukan, juga prognosis atau perjalanan penyakit yang diderita. Pasien berhak
mendapatkan informasi mengenai perkiraan biaya pengobatan. Prosedur yang
32

akan dilakukan perlu diuraikan lagi, meliputi alat yang akan digunakan, bagian
tubuh mana yang akan terkena, kemungkinan perasaan nyeri yang timbul,
kemungkinan perlunya dilakukan perluasan operasi, dan yang penting tujuan
tindakan itu, untuk diagnostic dtau terapi.

Risiko tindakan dapat dirinci dari sifatnya, apakah mengakibatkan


kelumpuhan atau kebutaan; kemungkinan timbulnya, sering atau jarang; taraf
keseriusan, apakah kelumpuhan total atau parsial; waktu timbulnya. Apakah
segera setelah tindakan dilakukan atau lebih lama lagi. Akan tetapi untuk
menentukan secara mutlak informasi yang seharusnya diberikan oleh dokter
kepada pasiennya itu sangat sulit, sebab hal itu tergantung pada keadaan pasien.
Selain itu, informasi dari dokter pun merupakan hasil diagnosis dokter
berdasarkan anamnesis atau riwayat penyakit pasien yang disusun oleh dokter dari
keterangan yang diberikan pasien secara sukarela (keluhan pasien). Keterangan
yang diperoleh dengan melakukan wawancara dengan penderita atau orang yang
mengetahui benar-benar tentang kesehatan pasien, dan berdasarkan hasil
pemeriksaan klinis pada tubuh pasien, dokter menentukan diagnosis. Dengan kata
lain, sumber informasi dokter berkaitan dengan rumusan hasil diagnosisnya
didasarkan pada informasi dan pasien mengenai keluhan-keluhan yang dideritanya
dan didasarkan pada hasil pemeriksaan klinis tubuh pasien.

Fungsi informasi bagi dokter, menurut Verberne, adalah :

“informasi itu tidak hanya sungguh-sungguh penting untuk memperoleh


izin/persetujuan yang disahkan oleh hukum, tetapi juga sesuatu yang
bagaimanapun menjadi hak setiap pasien, antara lain karena adanya itikad baik
yang mendasari setiap situasi perjanjian/kontrak.”

Ini berarti bahwa fungsi informasi itu adalah untuk melindungi dan
menjamin pelaksanaan hak pasien yaitu untuk menentukan apa yang harus
dilakukan terhadap tubuhnya yang dianggap lebih penting daripada pemulihan
kesehatannya itu sendiri. Di samping itu, informasi dari dokter tersebut harus
diberikan berdasarkan itikad baik dari dokter yang bersangkutan. Dalam
33

memberikan informasi dokter tidak hanya memberikan informasi atas semua


pertanyaan yang diajukan oleh pasien tentang penyakitnya tetapi juga harus
memberikan informasi lain, baik berdasarkan adanya pertanyaan maupun tanpa
adanya pertanyaan dari pasiennya. Sebab berdasarkan itikad baik yang
dimaksudkan di atas, berarti informasi itu merupakan hak pasien dan kewajiban
dari dokter untuk memberikannya. Namun karena informasi dari dokter
merupakan hasil diagnosis dokter yang juga didasarkan atas informasi dari pasien,
maka pasien juga mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi yang
dilandaskan pada itikad baiknya. Informasi itu menyangkut keluhan-keluhan yang
dideritanya, termasuk juga informasi mengenai . tindakan-tindakan yang telah
dilakukan dalam mengatasi keluhan itu. Secara timbal balik hal itu juga berarti
bahwa dokter berhak atas pasiennya tersebut. Dengan demikian, untuk terjadinya
suatu transaksi terapeutik (penyembuhan) diperlukan kerjasama yang baik antara
dokter dan pasien agar penyembuhan berhasil sebaik mungkin.

Menyadari bahwa tidak semua pasien dapat memahami informasi dari dokter,
di samping kemungkinan pasien sendiri tidak mampu mengemukakan keluhan
karena keadaannya tidak memungkinkan, perlu diperhatikan adanya 4 kelompok
pasien yang tidak perlu mendapat informasi secara langsung, yaitu :

 Pasien yang diberi pengobatan dengan placebo yaitu merupakan senyawa


farmakologis tidak aktif yang digunakan sebagai obat untuk pembanding
atau sugesti (sugestif-therapeuticum)
 Pasien yang akan dirugikan jika mendengar informasi tersebut, misalnya
karena kondisinya tidak memungkinkan untuk mendengarkan informasi
yang dikhawatirkan membahayakan kesehatannya.
 Pasien yang sakit jiwa dengan tingkat gangguan yang sudah tidak
memungkinkan untuk berkomnikasi (cara berpikirnya tidak realistis, tidak
bisa mendengar karena terperangkap oleh pemikirannya sendiri; menarik
diri dari lingkungan dan mungkin hidup dalam dunia angannya sendiri,
sulit kontak atau berkomunikasi dengan orang lain; tidak peduli pada
dirinya sendiri maupun orang lain/lingkungan, tidak peduli pada
34

tampilannya, tidak merawat diri; mengalami kesulitan berpikir dan


memusatkan perhatian, alur pikirannya tidak jelas, tidak logis, afeksi sukar
atau tidak tersentuh).
 Pasien yang belum dewasa. Seseorang dikatakan cakap-hukum apabila ia
pria atau wanita telah berumur 21 tahun, atau bagi pria apabila belum
berumur 21 tahun tetapi telah menikah. Pasal 1330 KUH Perdata,
menyatakan bahwa seseorang yang tidak cakap membuat persetujuan
adalah :
Belum dewasa, yang menurut KUH Perdata Pasal 1330 adalah belum
berumur 21 tahun dan belum menikah. Oleh karena perjanjian medis
mempunyai sifat khusus maka tidak semua ketentuan hukum perdata
diatas dapat diterapkan. Dokter tidak mungkin menolak mengobati pasien
yang belum berusia 21 tahun yang datang sendirian ketempat praktiknya.
Pemenkes tersebut menyatakan umur 21 tahun sebagai usia dewasa. Di
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Bab 1 Pasal 1 ayat 1 yang dimaksud anak-anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun.

Pada dasarnya keberhasilan pengobatan biasanya bergantung pada kepatuhan


pasien terhadap instruksi yang diberikan oleh dokter. Menurut hasil penelitian
Davis dan Francis, jika dokter memberikan informasi sangat minim kepada
pasien, maka pasien cenderung untuk tidak mematuhi instruksi dokter. Selain itu
adanya kewajiban dokter untuk memberikan informasi kepada pasien sebenarnya
tidak terlepas dari kewajiban dokter untuk memperoleh atau mendapatkan
informasi yang benar dari pasien. Oleh karena itu komunikasi penting artinya
dalam hubungan pelayanan medis. Dokter harus dapat berkomunikasi secara baik
agar kebenaran dapat disampaikan. Dalam upaya menegakkan diagnosis atau
melaksanakan terapi, dokter biasanya melakukan suatu tindakan medik. Tindakan
medik tersebut ada kalanya atau sering dirasa menyakitkan atau menimbulkan ras
tidak menyenangkan. Secara material, suatu tindakan medik itu sifatnya tidak
bertentangan dengan hukum apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

 Mempunyai indikasi medis, untuk mencapai suatu tujuan yang konkret


35

 Dilakukan menurut aturan-aturan yang berlaku di dalam ilmu kedokteran.


Kedua syarat ini dapat juga disebut sebagai bertindak secara loge artis.
 Harus sudah mendapat persetujuan dulu dari pasien

Yang harus dihindari

Hati-hati terhadap penggunaan kata “coba”, sebab pasien dapat mengartikan


bahwa dokter sedang melakukan percobaan terhadap pasien. Hal ini dapat
memicu ketidak puasan pasien yang dapat berakibat diajukannya tuntutan ke
pengadilan.

Contoh :

Dokter, “Saya akan coba melakukan aspirasi terhadap cairan di paru-paru


Bapak, semoga berhasil kalau tidak akan saya coba lagi esok hari.”

Sebaiknya :

Dokter, “Saya akan melakukan aspirasi terhadap cairan di paru-paru Bapak,


semoga berhasil, sebab ada banyak factor yang mempengaruhi keberhasilan
tersebut, di antaranya, ini itu. Kalau tidak berhasil akan saya lakukan lagi esok
hari.”

2.2 Oral Impact Daily Performace (OIDP)

2.2.1 Definisi
Skala OIDP dapat menilai dampak dan faktor yang memengaruhi individu
sehari-hari. Pemeriksaan klinis yang dilakukan dengan memberikan daftar
pertanyaan untuk mengukur kesehatan mulut yang berhubungan dengan kualitas
hidup. Nilai daftar pertanyaan untuk melihat frekuensi dan keparahan dari dampak
dan menyediakan indikasi dari penting atau tidaknya dampak spesifik pada
kehidupan individu sehari-hari seperti fungsi fisik, psikis dan social. Dalam
kesehatan masyarakat, pengukuran kualitas hidup adalah alat yang berguna untuk
merencanakan kebijakan kesejahteraan Karena untuk menentukan populasi
36

kebutuhan, prioritas perawatan, dan evaluasi strategi pengobatan, sehingga


membantu dalam proses pengambilan keputusan.

Pengukuran Kualitas hidup dengan OIDP


37

2.2.2 Cara Penilaian OIDP


Untuk menilai Oral Impact on Daily Performance (OIDP), sesuatu
modifikasi dari Inventori OIDP terjemahkan oleh Kiswahili telah digunakan.
(Adulyanon et al., 1997). Ini adalah indeks delapan item yang mengacu pada
kemampuan untuk melaksanakan delapan kegiatan yang meliputi fisik, psikologi
dan sosial dalam kehidupan sehari-hari termasuk makan, berbicara, membersihkan
gigi, tidur, tersenyum, keadaan emosional, bekerja, bersosialisasi. Untuk setiap
kegiatan, ada skor untuk frekuensi (frequency) dan keparahan (severity).
Perhitungan skor OIDP didasarkan pada perhitungan skor prestasi untuk masing-
masing pertunjukan termasuk dalam indeks. Skor prestasi adalah sama dengan
skor frekuensi dikalikan dengan skor keparahan. Skor frekuensi dinyatakan pada
skala 0-5 dan skor keparahan pada skala 0-3, oleh karena itu setiap skor prestasi
berkisar 0-15. Skor ODIP keseluruhan untuk setiap orang dihitung sebagai jumlah
dari skor prestasi dibagi dengan total skor maksimum dikali 100. Semakin tinggi
skor semakin besar dampaknya. Wawancara kuesioner dilakukan oleh perawat
gigi dan interpreter, sebelum pemeriksaan intraoral. Instrument OIDP sangat
mudah diterapkan pada suatu populasi yang besar dalam waktu yang singkat.
38

Figure 1: Sistem penilaian frekuensi OIDP(1)

Figure 2: Klasifikasi tingkat keparahan OIDP(1)


39

2.3 Oral Health Impact Profil (OHIP)

2.3.1 Definisi
Salah satu cara untuk mengukur kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan mulut tersebut adalahOral Health Impact Profile (OHIP). OHIP yang
dikembangkan oleh Slade GD dan Sepencer AJ pada tahun 1994 ini, terdiri dari
49 butir pertanyaan yang berhubungan dengan tjuh dimensi, dimana tujuh dimensi
tersebut merupakan dampak akibat kelainan gigi dan mulut yang nantinya akan
memperngaruhi kualitas hidup. Pada tahun 1997, Slade GD menyederhanakan
OHIP yang terdiri dari 49 butir pertanyaan (OHIP-49) menjadi OHIP dengan 14
butir pertanyaan (OHIP-14). Penelitian ini dilakukan di Autralia Selatan dan
menggunakan 1217 sampel.OHIP-14 ini juga berhubungan
dengan tujuh dimensi (keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psiki
s,ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial, dan ha
ndikap) dimana setiap dimensi terdiri dari dua pertanyaan. OHIP merupakan salah
satu instrumen yang paling sesuai untuk penilaian kualitas hidup dan paling tepat
untuk pasien edentulous.

2.3.2 Cara Penilaian OHIP

2.3.2.1 Kriteria penilaian dampak kesehatan gigi dan Mulut


Untuk pengukuran digunakan indeks OHIP-14 (Oral Hygiene Impact
Profile-14) yang mengukur dimensi kualitas hidup dan dampak psikologis yang
berhubungan dengan kesehatan mulut, berisi 14 aspek pertanyaan mengenai :
1. Kesulitan berbicara.
2. Kesulitan mengecap makanan
3. Rasa sakit hebat.
4. Tidak nyaman saat makan.
5. Perasaan cemas karena masalah oral.
6. Perasaan tegang karena masalah oral.
7. Ketidakpuasan saat makan makanan tertentu.
40

8. Terganggu saat makan.


9. Kesulitan beristirahat.
10. Rasa malu karena masalah oral.
11. Terganggu oleh orang lain.
12. Kesulitan melakukan pekerjaan.
13. Merasa kehidupan sangat tidak puas.
14. Ketidakmampuan beraktifitas karena masalah oral.

2.3.2.2 Cara Pengukuran

Gambar. Butir-butir Pertanyaan OHI-P


41

Gambar. Contoh butir-butir pertanyaan OHI-P

2.3.2.3 Skor
Setiap item pertanyaan dinilai berdasarkan skala Likert yaitu :
0 = Tidak pernah
1 = Hampir tidak pernah
2 = Kadang-kadang
3 = Hampir sering
4 = Sangat sering

Nilai minimal yang dapat dicapai dari keseluruhan pertanyaan, yaitu : 0 x


14 = 0, yang berarti tidak adanya kesulitan atau masalah OH yang dialami
responden. Nilai maksimal yang dapat dicapai dari keseluruhan pertanyaan, yaitu :
4 x 14 = 56. Total skor yang tinggi menunjukkan kualitas hidup yang rendah
begitu pula sebaliknya.
42

Maka, kualitas hidup dan dampak psikologis dapat dinilai berdasarkan


range (0-56) dengan ketentuan sebagai berikut:
 Baik : 0-18
 Sedang : 19-37
 Buruk : 38-56

2.4 Atraumatic Restorativ Treatment (ART)

2.4.1 Definisi

ART adalah prosedur klinik tanpa menggunakan bur gigi, water spray, atau
anastesi. ART merupakan bagian dari perawatan gigi dengan prinsip minimal
intervensi yang dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan hanya
mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi dan mengarah kepada
pemeliharaan struktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Terdapat 2 prinsip
utama ART, antara lain :

• Menyingkirkan jaringan karies gigi menggunakan instrumen


tangan

• Merestorasi kavitas dengan bahan adhesif yang melepaskan


flourida

2.4.2 Indikasi

1. ART diterapkan pada kavitas yang mencapai dentin dan tanpa kelainan
jaringan pulpa.
2. Pelaksanaan SIK-ART dilakukan pada daerah yang dalam keadaan
tanpa adanya listrik, pada negara yang sedang berkembang, dan pada
masyarakat yang tidak dapat menjangkau mahalnya perawatan gigi

2.4.3 Kontraindikasi
1. Dijumpai adanya pembengkakan (abses) atau fistula (terbukanya abses
terhadap lingkungan rongga mulut) berdekatan dengan gigi yang karies
43

2. Pulpa gigi terbuka.


3. Adanya rasa sakit yang lama dan mungkin terjadi inflamasi pulpa.
4. Terdapat kavitas karies yang tersembunyi yang tidak dapat di akses
oleh instrumen tangan.

2.4.4 Bahan ART GIC – ART


Semen ionomer kaca (GIC) pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan
Kent pada tahun 1971. GIC merupakan bahan yang terbuat dari powder kalsium
dan strontium aluminiumsilikat glass sebagai basis dikombinasikan dengan
polimer asam pada liquidnya. Ketika komponen tersebut dicampur bersamaan,
akan mengalami setting reaksi meliputi netralisasi kelompok asam oleh powder
basis glass padat. Ada dua sifat utama GIC yang menjadikan bahan ini diterima
sebagai salah satu bahan kedokteran gigi yaitu karena kemampuannya melekat
pada enamel dan dentin dan karena kemampuannya dalam melepaskan fluoride.
Salah satu karakteristik dari GIC adalah kemampuannya untuk berikatan secara
kimiawi dengan jaringan mineralisasi melalui mekanisme pertukaran ion.
Mekanisme perlekatan dengan struktur gigi terjadi oleh karena adanya peristiwa
difusi dan absorbs yang dimulai oleh ketika bahan berkontak dengan jaringan gigi.
Bahan ini memiliki sifatsifat tertentu yang membuatnya sangat berguna dalam
kedokteran gigi restoratif. Sifat dari GIC yaitu :

1.Adhesi

Perlekatan adhesif tersebut timbul berkaitan dengan proses pertukaran


antara ion-ion dimana strontium bermigrasi dari semen ke bagian
permukaan gigi yang lebih dalam dan kalsium bermigrasi dari gigi ke
permukaan dalam semen. Hasilnya perlekatan ke gigi sangat tahan lama.

2.Tampilan

GIC konvensional sewarna gigi dan memiliki derajat translusensi yang


baik namun GIC kurang estetis jika dibandingkan dengan resin komposit
44

3.Pelepasan fluorida

Fluorida terdapat didalam glass dan beberapa fluorida ditransferkan ke


dalam matriks sewaktu setting. Disinilah fluorida dilepas yang pada
dasarnya tidak mempengaruhi sifatsifat fisik dari semen. Pelepasan
fluorida jangka panjang dapat berlanjut paling sedikit selama lima tahun.
Semen ionomer kaca juga dapat menyerap fluorida dari kondisi yang tepat,
contohnya pasta gigi, obat kumur dan larutan topikal fluorida. Kondisi
tersebut membuat semen ionomer kaca secara permanen mensuplai
fluorida, hal ini menguntungkan untuk pasien dengan kerentanan yang
tinggi terhadap karies

4. Sifat mekanis

GIC memiliki kekuatan tekan (compressive strength) sampai 200 MPa.


Kekuatannya relative lemah mengakibatkan bahan ini menjadi mudah
pecah dimana resin komposit memiliki keuntungan lebih mengenai
kekuatan. Daya tahan paling lama yang tercatat untuk GIC konvensional
adalah pada daerah rendah tekanan seperti pada Klas III dan klas V.20

5. Sifat Fisik

Compressive strength GIC lebih rendah daripada silikat, sama juga halnya
dengan tensile strength. Namun demikian, ketika semen ionomer kaca
diuji secara in vitro cenderung resisten terhadap serangan asam. Satu
penelitian in vivo membuktikan bahwa lebih sedikit material dari spesimen
semen ionomer kaca yang hilang dibandingkan dengan spesimen dari jenis
semen lainnya. Sama seperti jenis semen lainnya pengurangan rasio
powder liquid menghasilkan penurunan sifat-sifat fisik semen ionomer
kaca.

2.4.5 Keuntungan
1. Mudah didapat dan relative mudah karena menggunakan teknik manual
45

2. Dapat digunakan ditempat terpencil yang tidak tersdia listrik


3. Dapat meminimalisir penggunaan anastesi local
4. Mengurangi infeksi langsung
5. Adhesi kimia glass ionomer mengurangi pemotongan jaringan gigi untuk
retensi bahan restorative
6. Leaching/ pelepasan fluoride dari glass ionomer yang mencegah karies
sekunder dan mungkin meremineralisasi dentin yang karies
7. Mengkombinasikan perawatan dan penyembuhan dalam 1 prosedur
8. Mudah direparasi jika terdapat kecacatan
9. Biayanya murah
10. Memudahkan masyarakat yang tidak terjangkau layanan kesehatan .
Karena keunggulan-keunggulan tersebut di atas maka bahan tumpatan semen
ionomer kaca banyak digunakan sebagai bahan tumpatan tetap oleh dokter gigi.
Penggunaan semen ionomer kaca dengan sinar juga mulai banyak digunakan. Hal
ini akan mempersingkat tindakan perawatan. Karena itu, bahan ini juga
direkomendasikan sebagai bahan yang dapat meningkatkan perlekatan amalgam
dengan jaringan gigi.

2.4.6 Kekurangan
Di samping beberapa keunggulan yang dimiliki, GIC-ART mempunyai
kelemahan, antara lain:
1. Belum terdapat restorasi ART yang tahan lama. Sebuah penelitian
menunjukkan ART terlama : 3 tahun
2. Teknik yang ditetapkan belum diasuransikan untuk kesehatan gigi dan
mulut
3. Penggunaan hand instrument dapat menimbulkan kelelahan
4. Pencampuran manual memungkinkannya tidak sesuai standar

5. Memiliki sifat-sifat fisik dan mekanis yang rendah; ketahanan terhadap


fraktur, tekstur permukaan dan opasitas yang kasar, rentan terhadap
kelembaban dan, dehidrasi pada setting awal
46

Reaksi Pengerasan

Reaksi pengerasannya menyerupai amalgam yakni asam hanya sekedar bereaksi


dengan permukaan partikel kaca dan membentuk lapisan semen tipis yang
bersama – sama mengikat inti tumpatan yang terdiri atas partikel kaca yang tidak
bereaksi. Mula – mula terbentuk garam kalsium, tetapi ion kalsium ini kemudian
akan diganti oleh ion aluminium dan membentuk semen yang keras. Garam fluor
keluar terus menerus dari partikel kaca dan hal ini dianggap sebagai pencegah
timbulnya karies sekunder

Ada tiga tahap dari reaksi pengerasan yakni :

1. Tahap pelarutan ( dissolution )

Lapisan permukaan dari partikel kaca diikat oleh polyacid untuk


menghasilkan adhesi antara partikel kaca dengan matriks secara difusi. Sekitar 20-
30% glass terdiri dari dekomposisi dan ion-ion, termasuk kalsium/stronsium,
aluminium dan fluorida yang dilepaskan untuk membentuk semen.

Gambar: Tahap pelarutan semen ionomer kaca.

2. Tahap pembentukan garam, gelatin dan pengerasan

Selama fase ini ion-ion kalsium/stronsium, aluminium dan fluorida


berikatan dengan polyanion pada kelompok polikarboksilat. Tahap awal secara
klinis diperoleh dari reaksi silang dari beberapa ion kalsium yang tersedia. Reaksi
ini berlangsung relatif cepat biasanya membentuk sebuah permukaan yang keras
47

secara klinis dalam waktu 4 - 10 menit dari awal pencampuran pada fase ini
semen mudah pecah dan larut dalam air. Maturasi terjadi dalam waktu 24 jam
berikutnya yang akhirnya sedikit ion-ion aluminium yang bebas berikatan dengan
matriks. Ion fluorida dan phosphat membentuk garam yang tidak dapat larut. Ion
kalsium membentuk asam ortosilikat pada permukaan partikel dan meningkatkan
pH, perubahan ini membentuk silica gel yang membantu dalam pengikatan bubuk
terhadap matriks.

Gambar: Fase Maturasi Semen Ionomer Kaca.

3. Tahap Hidrasi garam ( hydration of salts )

Fase ketiga ini berkaitan dengan fase maturasi yang berhubungan dengan
hidrasi garam matriks yang menghasilkan peningkatan yang sangat signifikan
dalam hal sifat-sifat fisik semen ionomer kaca.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pengerasan

Beberapa faktor kimia dan fisik mempengaruhi karakteristik pengerasan bahan


semen ionomer kaca. Meskipun telah disepakati bahwa setting semen ionomer
kaca dengan reaksi asam-basa namun sebenarnya begitu kompleks. Hal ini
berpengaruh kepada pelepasan dan pengendapan ion-ion kalsium dan aluminium
dikarenakan ion-ion fluorida dan tartar. Sedangkan beberapa faktor lainnya seperti
temperatur, ukuran partikel dari powder, hanya mempercepat atau memperlambat
reaksi, tentu saja bahan kimia sangat memberikan pengaruh dan memiliki peranan
penting dalam memodifikasi reaksinya sendiri. Bahan kimia yang sangat
berpengaruh penting adalah fluorida dan asam tartar

 Aplikasi klinis GIC konvensional


48

 Semen ionomer kaca secara luas digunakan untuk kavitas Klas V, hasil
klinis dari prosedur ini baik meskipun penelitian in vitro berpendapat
bahwa semen ionomer kaca modifikasi resin dengan ketahanan fraktur
yang lebih tinggi dan peningkatan kekuatan perlekatan memberikan hasil
yang jauh lebih baik. Beberapa penelitian berpendapat bahwa versi
capsulated lebih menguntungkan karena pencampuran oleh mesin
sehingga memberikan sifat merekatkan yang lebih baik.20 Penggunaan
semen ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai bahan perekat,
pelapik dan bahan restoratif untuk restorasi konservatif Klas I dan Klas II
karena sifatnya yang berikatan secara kimia pada struktur gigi dan
melepaskan fluorida. Selain itu respon pasien juga baik karena teknik
penempatan bahan yang konservatif dimana hanya memerlukan sedikit
pengeboran sehingga pasien tidak merasakan sakit dan tidak memerlukan
anastesi lokal. Meskipun demikian SIK tidak dianjurkan untuk restorasi
Klas II dan klas IV karena sampai saat ini formulanya masih kurang kuat
dan lebih peka terhadap keausan penggunaan jika dibandingkan dengan
komposit.

2.4.7 Teknik Atraumatic Restorative Treatment


1. Preparasi
• Isolasi daerah kerja

• Bersihkan permukaan gigi dengan cotton pellete yang diberi antiseptik

• Preparasi jaringan karies menggunakan eskavator sampai tak ada lagi


dentin lunak

• Bersihkan cavitas yang telah dibentuk menggunakan cotton pellete basah,


dan keringkan

• Setelah preparasi selesai pasien dianjurkan oklusi untuk melihat kontak


lubang
49

• Pemberian dentin conditioner pada cotton pellete atau microbrush dan


diolesi pada cavitas yang sudah disiapkan selama 10 – 15 detik lalu
dibersihkan dengan cotton pellete setidaknya dua kali sampai terlihat
moist

Gambar: Gerakan memutar satu permukaan Gambar: Gerakan memutar


dari ekskavator

Gambar: Mematahkan enamel dengan hatchet

2. Manipulasi
50

• Satu sendok bubuk diletakkan pada papper pad, lalu dibagi menjadi dua
bagian yang sama, kemudian letakkan satu tetes liquid disebelah bubuk
itu.

• Botol cairan dipegang sebentar dalam keadaan horizontal untuk


mengeluarkan udara dari bagian ujungnya dan kemudian dalam posisi
vertikal dikeluarkan satu tetes cairan (droplet) pada papper pad

• Mula-mula cairan disebarkan dengan spatula pada suatu permukaan.


Pengadukan dimulai dengan mencampur setengah dari bubuk dengan
cairan yang menggunakan spatula.

• Bubuk dicampur dengan gerakan menggulung sehingga partikel-partikel


bubuk secara perlahan-lahan terbasahi tanpa tersebar.

• Jika seluruh bubuk telah basah, bagian kedua dicampur dalam adukan
tersebut setelah itu diaduk kuat sambil menjaga agar adukannya tetap
berupa satu kesatuan massa.

• Pengadukan harus selesai 20 – 30 detik, hasil adukan yang baik harus licin
seperti permen karet.
51

3. Restorasi
• Masukan bahan restorasi ke dalam cavitas, pit dan fissure menggunakan
applicator kecil dengan tekanan ringan. Tahap ini harus selesai dalam
waktu 30-40 detik

• Tekan dengan jari yang sudah memakai sarung tangan

• Buang bahan yang berlebih dengan carver

• Oles dengan Vaseline

• Periksa oklusi

• Instruksikan pasien agar tidak makan selama paling tidak satu jam

• Varnish diberikan setelah penambalan dan pengurangan sisa-sisa restorasi


yang berlebih.
52

Gambar. Penambalan kavitas pada Gambar. Menekan bahan resroratif


Klas II. dengan jari.

Gambar. Menyingkirkan bahan Gambar. Restorasi kavitas Klas II

2.5 Minimal Invansive Dentistry


Minimal Invasive Dentistry (MID) adalah memberikan perhatian utama
pada gejala awal, deteksi secara dini dan perawatan segera, diikuti dgn invasi
paling minimal.

minimal invasive dentistry perawatan terhadap karies dengan mengambil jaringan


gigi yang terdemineralisasi saja dan mengarah kepada pemeliharaan sturktur gigi
yang sehat sebanyak mungkin.

Tujuan MID adalah megkombinasikan antara estetik, pencegahan, penyembuhan,


dan restorasi untuk menghilangkan lesi karies

• Pencegahan Karies

• Mengurangi Bakteri Kariogenik

• Remineralisasi pada lesi karies


53

• Memperbaiki/mengganti restorasi yang rusak

Prinsip MID :

1. Mengurangi bakteri kariogenik

2. Memberikan Pendidikan kepada pasien tentang penyebab karies

3. Remineralisasi pada lesi karies awal

4. Jika restorasi diperlukan, gunakan teknik minimal restorative intervention

5. Memperbaiki restorasi yang terdapat defek

Identifikasi

1. Evaluasi saliva
54

2. Evaluasi Aktivitas karies

Pencegahan
Prinsip minimal intervensi didasarkan pada:
A. Penilaian resiko penyakit dan diagnosis karies awal
1. Kategori Resiko
Jika pasien memilikibakteri di mulut dengan tingkatan yang
tinggi , disarankan untuk menggunakan obat kumur setiap hari,
membatasi asupan karbohidrat tertentu, dan melakukan
tindakan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut.

2. Klasifikasi Karies

Klasifikasi karies berdasarkan ICDAS

• D1 : Lesi putih pada permukaan gigi saat kering


• D2 : Lesi putih pada permukaan gigi saat basah
• D3 : Karies mencapai email
• D4 : Karies mencapai DEJ
• D5 : Karies mencapai dentin
• D6 : Karies mencapai pulpa
55

Klasifikasi karies berdasarkan GJ Mount

 Site 1 : Karies pada pit dan fissure


 Site 2 : Karies pada aproksimal
 Site 3 : Karies pada servikal
 Size 0 : White spot
 Size 1 : Kavitas permukaan minimal. Dapat dilakukan
perawatan remineralisasi
 Size 2 : Kavitas ukuran sedang, sedikit melibatkan dentin,
masih dapat menyokong restorasi
 Size 3 : Kavitas ukuran besar mencakup struktur gigi yang
tersisa lemah dan cusp atau incisal edge telah rusak
 Size 4 : Karies meluas dan hampir semua struktur gigi
hilang

B. Remineralisasi lesi dini dan pengurangan bakteri kariogenik


Remineralisasi adalah proses kembalinya mineral gigi yang
terlepas dan kembali membentuk kristal hidroksiapatit enamel

• Plaque removal
Cara yang sederhana dan dapat dilakukan setiap hari adalah
menggunakan dental floss, sikat gigi, berkumur

• Diet dan xylitol gums


Sukrosa dapat menyebabkan meningkatnya potensi
terjadinya karies. Sedangkan Xylitol adalah salah satu diet antikariogenik

C. Menempatkan restorasi pada lesi kavitas dengan desain kavitas


yang minimal
• Tunnel Preparation
• Micro Chip Approximal Cavity Preparation
• MINIBOX APPROXIMAL CAVITY PREPARATION
• FULLBOX APPROXIMAL CAVITY PREPARATION
56

• Air Abrasion: Bila gigi tidak dapat remineralisasi dan terdapat defek,
dokter gigi dapat menggunakan air abrasion untuk menghilangkan
defek. Air abrasion menggunakan aliran udara dikombinasikan dengan
bubuk abrasif.
• Sealant: sealant gigi melindungi gigi dari bakteri yang menyebabkan
terbentuknya defek-defek pada gigi. Sealant cocok dengan grooves dan
tooth depression dan bertindak sebagai penghalang (barrier),
melindungi terhadap asam dan plak. Sealant tidak memerlukan
pemotongan gigi dan dapat ditempatkan pada gigi yang mungkin
rentan rusak.

Kontrol
57

• Kontrol berarti melakukan treatment pada karies dan memelihara gigi yang
telah direstorasi
• Karies Kontrol berarti “pengobatan awal karies dan Pemeliharaan”
• Minimally invasive treatment terdiri dari beberapa aspek yaitu preparasi
kavitas, caries removal, dan restorasi karies
• Preparasi kavitas yang dilakukan harus dengan meminimalisir
pengurangan struktur gigi
• Bahan restorasi yang digunakan adalah bahan biomimetic yang dapat
mereplikasi karakteristik alami gigi dan juga bahan yang adhesif
• Bahan yang dapat digunakan adalah GIC, Compomers, dan Kompos
BAB 3

PEMBAHASAN

Drg. Vidhi Aldhiano telah melaksanakan program promosi kesehatan


dalam bentuk penyuluhan dan program perubahan perilaku serta motivation
process, namun terjadi penolakan program tersebut oleh Desa Senang dan Desa
Bahagia dikarenakan cara berkomunikasi dari drg. Vidhi Aldhiano sendiri
dianggap kurang baik oleh masyarakat kedua desa tersebut. Drg . Vidhi Aldhiano
kemudian mempelajari bahwa untuk menjadi seorang dokter gigi yang baik harus
dapat menerapkan prinsip komunikasi efektif, etika berkomunikasi antar dokter
dan pasien, serta langkah-langkah komunikasi yang baik sehingga tidak
terciptanya dinding saat berkomunikasi dengan pasien, begitu juga saat
berkomunikasi dengan pengantar pasien.

Prinsip komunikasi efektif dapat dilakukan dengan banyak cara, namun


terdapat syarat yang harus dipenuhi, yaitu : Positiveness (sikap positif), Empathy
(merasakan perasaan orang lain), Supportiveness (sikap mendukung), Equality
(keseimbangan antar pelaku komunikasi), dan Openess (sikap dan keinginan
untuk terbuka). Komunikasi efektif adalah pertukaran informasi, ide, perasaan
yang menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik
antara pemberi pesan dan penerima pesan. Pengukuran efektifitas dari suatu
proses komunikasi dapat dilihat dari tercapainya tujuan si pengirim pesan.
Menurut Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyebutkan,
komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan
kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan
pada akhirnya menimbulkan suatu tidakan.
Komunikasi efektif mempunyai 3 unsur yaitu kecepatan, kecermatan dan
keringkasan. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah

58
perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana,
2003).
Dalam menerapkan langkah-langkah berkomunikasi, ada empat langkah yang
terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu SAJI ( salam, ajak
bicara, jelaskan, ingatkan) (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition,
Depkes RI, 1999).

Dalam menjalankan tugasnya, seorang dokter atau dokter gigi diatur hak dan
tanggungjawabnya melalui peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan
yang mengatur tentang tanggung jawab etik dari seorang dokter adalah Kode Etik
Kedokteran Indonesia. Kode Etik adalah pedoman perilaku dokter. Kode Etik
harus memiliki sifat-sifat seperti rasional tetapi tidak kering dari emosi, konsisten
tetapi tidak kaku, dan bersifat universal.

Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1938. Kode Etik Kedokteran Indonesia
disusun dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan
landasan idil Pancasila dan landasan strukturil Undang-Undang Dasar 1945. Kode
Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup
kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban
dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.

Setelah drg. Vidhi Aldhiano memperbaiki cara berkomunikasinya dengan


masyarakat Desa Senang dan Desa Bahagia, kemudian masyarakat di desa
tersebut dapat menerima perawatan yang diberikan oleh drg. Vidhi Aldhiano
berupa Atraumatic Restorative Treatment (ART) dan juga Minimal Invasive
Dentistry.

Minimal Invasive Dentistry (MID) adalah memberikan perhatian utama


pada gejala awal, deteksi secara dini dan perawatan segera, diikuti dgn invasi
paling minimal. Prinsip dari MID adalah mengurangi bakteri kariogenik,
memberikan pendidikan kepada pasien tentang penyebab karies, remineralisasi

59
pada lesi karies awal, jika restorasi diperlukan, gunakan teknik minimal
restorative intervention, dan memperbaiki restorasi yang terdapat defek.

ART merupakan bagian dari perawatan gigi dengan prinsip minimal


intervensi yang dapat diartikan sebagai perawatan terhadap karies dengan hanya
mengambil jaringan gigi yang terdemineralisasi dan mengarah kepada
pemeliharaan struktur gigi yang sehat sebanyak mungkin. Terdapat 2 prinsip
utama ART, yaitu : (1) Menyingkirkan jaringan karies gigi menggunakan
instrumen tangan dan (2) Merestorasi kavitas dengan bahan adhesif yang
melepaskan flourida.

Setelah perawatan ART dan juga Minimal Invasive Dentistry yang


diberikan oleh drg. Vidhi Aldhiano, maka dilakukan pengukuran OHIP dan ODIP
untuk menilai dampak dan faktor yang memengaruhi individu sehari-hari dan
untuk mengukur kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut.
Hasilnya OIDP dan OHIP masyarakat kedua desa tersebut tergolong kedalam
kategori baik.

60
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Drg Vidhi Aldhiano telah melakukan program promosi ksehatan dalam
bentuk penyuluhan dan program perubahan perilaku serta proses motivasi,
namun terdapat dua desa yang menolak programnya yaitu desa Senang dan
desa Bahagia. Kedua desa tersebut perbaikan kesehatan giginya hanya
sedikit dan jumlah kunjungan penduduk ke puskesmas hanya 1 persen
padahal jumlah angka kesakitan giginya tinggi.

Setelah dicari tahu penyebab penolakannya ternyata dikarenakan


komunikasi drg vidhi yang kurang baik, sehingga dokter vidhi belajar dan
menerapkan cara berkomunikasi yang baik dan bener yang sesuai dengan
prinsip komunikasi kesehatan, etika berkomunikasi dokter pasien, dan
langkah-langkah komunikasi. Setelah doker vidhi melakukan semua
komunikasi tersebut dengan baik akhirnya terdapat perubahan di desa
tersebut dan dapat menerima dokter vidhi bahkan sampai dapat melakukan
suatu perawatan ART dan minimal invasive dentistry sehingga didapat hasil
indek DMF, def-nya, OIDP, OHIP yang baik.

61
DAFTAR PUSTAKA

Ajeng kusuma wardhani (2013) komunikasi kesehatan. Available at:


http://catatandianakartinisyahnaputri.blogspot.co.id/2013/11/makalah-
komunikasi-kesehatan.html.

Effendy, Onong Uchjana. 1986. Dinamika Komunikasi. Bandung: Penerbit


Remadja Karya CV

Garg S, Goel M, Verma S, Gard V., Yuvika V. 2016, Minimal Invasive dentistry-a
comprehensive review. British journal of medicine and medical research

Konsil Kedokteran Indonesia. 2009. Manual Komunikasi Efektif Dokter-Pasien.


Jakarta : Lembaga Konsultan Peraturan Bisnis Indonesia.

Nursyaifah haslim (2013) komunikasi kesehatan, wordpress.com. Available at:


https://nursyaifahhaslim.wordpress.com/2013/11/11/komunikasi-
kesehatan/.

Opie R, Victoria L. Oral health status and oral impact on daily performance in an
adult population with leprosy living in rural Tanzania. 2009;124–30.

62
63

Anda mungkin juga menyukai