PENDAHULUAN
negara. Penyakit ini dapat timbul pada semua usia dan rata – rata paling
banyak terjadi pada anak – anak. Asma dapat bersifat ringan dan tidak
aktifitas.
dengan mengi berulang, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran
napas. Ada berbagai faktor pencetus dari terjadinya asma antara lain alergen,
latihan yang berlebihan, polusi udara, infeksi pernapasan, masalah hidung dan
tergantung pada derajat penyakit (aspek kronis) dan derajat serangan (aspek
dan hipersekresi saluran napas dengan hasil akhir berupa obstruksi saluran
napas bawah sehingga terjadi gangguan ventilasi berupa kesulitan napas pada
1
pada anak - anak baik di negara maju maupun negara sedang berkembang.
(GINA, 2005).
Prevalensi asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia,
prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan sekitar
kelompok yaitu tatalaksana pada saat serangan asma (eksaserbasi akut) atau
aspek akut dan tatalaksana jangka panjang (aspek kronis). Pada asma episodik
sering dan asma persisten, selain penanganan pada saat serangan, diperlukan
serangan asma.
Pengetahuan mengenai definisi, cara mendiagnosis, pencetus,
2.1 Definisi
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai
2
sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan
saluran nafasdengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada
penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak
Asma secara klinis pratik adalah gejala batuk dan atau mengi berulang,
terutama pada malam hari (nocturnal), reversible ( dapat sembuh spontan atau
dengan pengobatan) dan biasanya terdapat atopi pada pasien atau keluarganya
prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar dan sekitar
belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14
3
tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on
sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil
antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.
(faktor host) meliputi alergi atau atopi, hiperreaktivitas, jenis klamin, ras.
alergen diluar ruangan (Tepung sari bunga, Jamur (fungi, molds, yeasts).
Bahan di lingkungan kerja (Asap rokok, Perokok aktif, Perokok pasif, Polusi
menjadi 2 yaitu :
1. Asma ekstrinsik:
4
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan
karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh
2. Asma intrinsik:
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas
2.4.1 Patogenesis
terapi utama pada saat itu adalah suatu bronkodilator, seperti beta agonis dan
5
golongan metil santin saja. Namun, para ahli mengemukakan konsep baru
antara sel-sel inflamasi, mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas.
pada serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit dan eosinofil,
beberapa sitokin yaitu: interleukin (IL)-4, IL-5 dan IL-3 (Triyani, 2010).
lain:
1. Sel mast
Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena
atau baru disintesis, yang bertanggung jawab terhadap beberapa tanda asma
dan alergi. Sel mast ini terdapat pada lapisan epitelial maupun sub epitelial
saluran napas. Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen
dengan IgE yang telah melekat pada reseptornya di permukaan sel mast
(Triyani, 2010).
2. Limfosit
6
Peranan limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta
biopsi bronkial pasien asma. Selain itu, sel-sel limfosit juga dijumpai pada
cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat (Triyani, 2010).
3. Eosinofil
terhadap patofisiologi penyakit alergi pada saluran nafas. Pada saluran napas
dijumpai adanya kaitan yang erat antara keparahan asma dengan keberadaan
2.4. 2 Patofisiologi
napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal yang
ig E. Reaksi yang timbul pada asma tipe ini diduga terjadi dengan cara
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang
7
terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada
sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
8
2.5 Klasifikasi Asma
3. Asma persisten
9
Variabilitas faal Variabilitas >15% Variabilitas >30% Variabilitas >50%
paru (bila ada
serangan)
- Serangan singkat
10
- FEV 1 tau PEV 60% – 80%
yaitu:
1. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan
11
4. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah
tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
episode perburukan gejala – gejala asma secara progresif. Gejala gejala yang
dimaksud adalah sesak napas, batuk, mengi, dada terasa tertekan, atau
distres pernapasan. Serangan asma ditandai oleh penurunan PEV atau FEV
mulai dari yang ringan sampai yang mengancam jiwa, perburukan dapat
terjadi dalam beberapa menit, jam, atau hari. Serangan akut biasanya timbul
panjang penyakit (GINA, 2006). Penilaian derajat serangan asma dapat dilihat
12
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan
asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami
serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan
asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas
yang dapat menyebabkan kematian (GINA, 2006).
13
2.6 Gejala Klinis Penyakit Asma Pada Anak
Batuk kering berulang dan mengi adalah gejala utama asma pada
anak. Pada anak yang lebih besar dan dewasa, gejala juga dapat berupa sesak
napas dada terasa berat gejala biasanya akan memburuk pada malam hari
mampuan mendapat udara yang cukup, serta gejala lainnya yang dapat
tersembunyi dan tidak spesifik seperti keterbatasan aktivitas dan cepat lelah.
(Yunita, 2011).
mengi pada saat menghirup napas, riwayat batuk yang memburuk pada
malam hari, dada sesak yang terjadi berulang, hambatan pernapasan yang
reversibel secara bervariasi selama siang hari, adanya peningkatan pada saat
seorang klinisi menduga adanya asma pada pasien, maka perlu dilakukan
1. Riwayat penyakit.
14
Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi
atau rasa berat di dada. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien
alergen debu rumah, bulu binatang, pemajanan terhadap iritan asap rokok,
2. Pemeriksaan fisik
dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma.
asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi,
(Sundaru, 2001).
3. Pemeriksaan penunjang
15
Pemeriksaan penunjang pada diagnosis asma yaitu dilakukan
a) Spirometri
(volume ekspirasi paksa detik pertama) atau KVP (kapasitas vital paksa)
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang
kurang dari 20% tidak berarti bukan asma, hal tersebut dapat dijumpai pada
b) Radiography dada
asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis
16
Pemeriksaan analisi gas darah ini hanya dilakukan pada asma yang
berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2
< 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru
anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan fungsi paru sebaiknya
dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter atau
yang lebih lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui provokasi
diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma, selain itu dapat
Terdapat banyak kondisi dengan gejala dan tanda yang mirip dengan
asma.Selain asma, penyebab umum lain dari gejala batuk berulang pada asma
silent-disease pada anak, sedangkan pada anak dengan sinusitis kronik tidak
memiliki gejala yang khas seperti dewasa dengan adanya nyeri tekan local pada
daerah sinus yang terkena. Selain itu, kedua penyakit ini merupakan penyakit
komorbid yang sering pada asama, sehingga membuat terapi spesifik pada asma
17
tidak diberikan dengan tepat. Pada masa-masa awal kehidupan, batuk kronis dan
mengi dapat terjadi pada keadaan aspirasi, abnormalitas jalan napas congenital,
biasanya ditemukan pada keadaan infeksi, malformasi paru dan kelainan jantung
yang lebih besar, mengi berulang dapat terjadi pada disfungsi pita suara.
Selainitu, batuk berulang juga dapat ditemukan pada tuberculosis terutama pada
Berikut ini diagnosis banding dari asma yang sering pada anak :
-Rinosinusitis
-Refluks gastroesofageal
-bronkiolitis
-Displasia bronkopulmoner
-Tuberkulosis
-Intratorakal
18
Patut diduga Asma: Tida Jelas Asma:
- Episodik dan / kronis - Timbul masa neonatus,
- Nocturnal?Morning drip - gagal tumbuh,
- Musiman - Infeksi kronis,
- Pejaan terhadap pecetus - Muntah/ tersedak,
- Riwayat atopi - Kelainana fokal paru,
pasien/keluarga - Kelainan sistem kardiovaskuler
Pertimbangan Pemeriksaan:
Periksa peak flow meter atau - Foto Ro thorax dan sinus
spirometer untuk menilai - Uji faal paru
- Reversibel (?15%) - Uji respon thd Bronkodilator dan steroid
- Variabilitas (?15%) sistemik 5 hari
- Uji provkasi bronkus
- Uji keringat
- Uji imunologis
- Pemeriksaan Motilitas silia
- Uji pemriksaan refluk Ge
Berikan Tidak
Bronkodilator Berhasil
0 1 2
19
Sianosis (-) Sedang Nyata
Sumber: Buku Pedoman Diagnosa dan Terapai / SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. 2015.
Universitas Airlangga.Surabaya
Skor :
0 – 4 : Tidak ada bahaya
5 – 6 : Akan terjadi gagal napas Siapkan unit gawat darurat
≥ 7 : Gagal napas
pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh
disebutkan bahwa terapi awal adalah inhalasi β-agonis kerja cepat sebanyak 2
kali dengan selang waktu 20 menit. Bila belum ada perbaikan, segara mencari
20
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan ke Unit Gawat
diatas sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Pada pedoman GINA (2002),
ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru (spirometer atau peak flow
Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan selang 20 menit. Pada
ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis, yaitu untuk penentuan derajat
serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan
respon yang kurang baik terhadap nubulisasi β-agonis. Pasien seperti ini
(GINA, 2002).
21
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang
diobservasi selama 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan, pasien dapat
diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus,
dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian
dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 untuk re-
dilakukan diklinik rawat jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala
2008).
serangannya sedang. Untuk itu, derajat serangan harus dinilai ulang sesuai
pasien perlu diobservasi dan ditangani diruang rawat sehari (RRS). Pada
2008).
22
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
masih ada (penilaian ulang sesuai pedoman), pasien harus dirawat diruang
inap. Bila pasien diduga serangan asma berat, maka langsung diberikan
gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus langsung dirawat di
ruang rawat intensif. Pada pasien dengan serangan berat dan ancaman
menjalani nebulisasi 2 kali dalam satu jam dengan respons parsial, di RRS
dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien dipulangkan dan dibekali
obat seperti pasien serangan ringan yang dipulangkan dari klinik/IGD. Bila
dalam 12 jam responsnya tetap tidak baik, pasien dialih rawat ke ruang rawat
23
Dalam buku IDAI (2008) tatalaksana asma di ruang rawat inap
terdiri dari:
• Pemberian oksigen diteruskan
• Jika ada dehidrasi dan asidosis, atasi dehidrasi dengan pemberian cairan
• Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8 jam dengan dosis 0,5-1
mg/kgBB/hari
jam, jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak
inisial.
24
• Jika telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam,
per oral.
• Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
dibekali obat β-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam
ancaman henti napas. Langsung dirawat di ruang rawat intensif (ICU) (Gina,
berikut;
• Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD dan
tentu saja gagalnapas dapat terjadi pada kadar PaCO2 yang lebih tinggi
25
- Penurunan pulsus paradoks pada pasien yang kelelahan (exhausted)
- Henti napas
serta
26
Gambar 2.2. Alur Tatalaksana Serangan Asma Pada Anak
Sumber:Global Initiative for Asthma (GINA), 2002. Global Srategy for Asthma
Management and Prevention.Nasional Institute Of Health.
27
2.12 Terapi Medikamentosa
2.12. 1 Bronkodilator
alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, serta hepar
dan pankreas. Golongan obat ini terdiri dari epinefrin/adrenalin dan β2-
• Epinefrin/Adrenalin
28
efeknya 2-3 jam. Inhalasi racemic ephineprine 2,25% aerosol dapat
• β2 –agonis selektif
dicapai dalam 2-4 jam, dan lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian secara
inhalasi memiliki mula (onset) kerja yang lebih cepat(1menit), efek puncak
dicapai dalam 10 menit, dan lama kerjanya 4-6 jam. Pemberian subkutan
sehingga cara ini tidak dianjurkan jika ada alat nebulisasi. Dosis
kali inhalasi ( MDI dan spacer) atau nebuliser dikatagorikan sebagai “non-
29
responder” dan pada inhalasi ke 3, dapat ditambahkan ipratropium
sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi. Selain itu, dapat terjadi
2008).
30
adalah 16-20 mg/kgBB/hari apabila tidak dapat mengukur konsentrasi
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, dan sakit kepala. Pada
konsentrasi obat yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi, dan
2.12.2 Antikolinergik
• Ipratropium Bromida
diberikan dalam larutan 0,025% dengan dosis sebagai berikut: untuk usia
31
>6 tahun 8-20 tetes; usia <6 tahun 4-10 tetes. Efek sampingnya adalah
kekeringan (minimal) atau rasa tidak enak dimulut (dosis oral 0,6-8 mg/k
pada orang dewasa); secara umum, tidak ada efek samping yang berarti
(IDAI, 2008).
2.12.3 Kortikosteroid
sebelumnya.
kemampuan penetrasi ke jaringan paru yang lebih baik, efek anti inflamasi
32
yang lebih besar, serta efek mineralokotikosteroid yang minimal. Dosis
2008).
diberikan untuk serangan berat, tetapi diperlukan dosis sangat tinggi, yaitu
Magnesium sulfat
serangan asma berat. Obat ini juga bekerja sebagai penghambat kanal
33
sebesar 3,5-4,5 meq/dl. Efek samping obat ini adalah kelemahan otot,
Mukolitik
dilakukan, tetapi harus hati-hati pada anak dengan refleks batuk yang tidak
harus berhati-hati pada serangan asma berat. Inhalasi obat mukolitik tidak
asma berat bahkan bisa memperberat batuk dan menghambat aliran napas.
Antibiotik
Obat sedasi
menekan pernapasan.
Antihistamin
memperkental sputum.
34
2.13 Terapi Sportif
2.13.1 Oksigen
Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat, pada bayi dan
Sturasi oksigen sebaiknya dipertahnkan sekitar 95% pada bayi dan anak
kecil (IDAI,2008).
water lost, takipnea, serta akibat efek diuretik teofilin. Pemberian cairan
terjadinya retensi cairan serta terdapat tekanan negatif yang tinggi dari
35
paru. Biasanya, jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan
2.14.1 Prognosis
lebihbaik, kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya
sampaiusia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya
mulaimenderita asma sewaktu anak. Karena itu asma pada anak harus
2.14.2 Komplikasi
bronkhitis.
2.14.3 Pencegahan
36
BAB III
KESIMPULAN
dengan mengi berulang, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran
napas. Ada berbagai faktor pencetus dari terjadinya asma antara lain, polusi
edema dan hipersekresi saluran napas dengan hasil akhir berupa obstruksi
napas pada saat ekspirasi. Penggolongan asma sendiri tergantung pada derajat
serta terapi medikamentosa yang terbagi menjadi 2 yaitu pereda (reliever) dan
37