Anda di halaman 1dari 85

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Kasus Tentang Daun Sirih

2.1.1 Defenisi Daun Sirih (Piper Betle)

Gambar 2.1 : Gambar Daun Sirih

Sirih (Piper Betle) merupakan tanaman asli Indonesia yang

tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain. Sebagai

budaya daun dan buahnya biasa dimakan dengan cara mengunyah

bersama gambir, pinang dan kapur. Namun mengunyah sirih telah

dikaitkan dengan penyakit kanker mulut dan pembentukan squamous

cell carcinoma yang bersifat malignan. (Mursito, 2002).

Tanaman yang berasal dari India, Sri Lanka, dan Malaysia ini

telah dikenal sejak tahun 600 SM. Pada daunnya yang berbentuk bulat

1
2

telur melebar, elips melonjong, atau bulat telur melonjong dengan

pangkal berbentuk seperti jantung dan ujung meruncing pendek ini,

terkandung minyak atsiri yang dapat menguap. Di antaranya yang

terbesar chavicol dan betlephenol.

Aroma khas dari daun dan minyak sirih itu karena kandungan

chavicol tadi. Senyawa ini memiliki daya antiseptik yang kuat dan

daya bunuh bakterinya bisa sampai lima kali lipat dari fenol biasa.

Daun berukuran panjang 6-17,5 cm dan lebar 3,5-10 cm ini

juga mengandung allylrocatechol, cineole, caryophyllene, menthone,

eugenol, dan methyl ether. Bahkan, ia berisikan vitamin C dan

alkaloid arakene yang khasiatnya sama dengan kokain.

Beberapa tulisan ilmiah juga menyebutkan, daun sirih

mengandung enzim diastase, gula, dan tanin. Namun, daun muda

mengandung diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak ketimbang

yang tua, sedangkan tanin relatif sama.

Senyawa yang membuat daun sirih mampu meredam seriawan

memang belum terlacak. Yang pasti, dalam beberapa buku kuno India

dan Yunani, seperti dikutip Darwis S.N., disebutkan daun yang

merupakan bahan utama menginang ini memiliki sifat styptic

(menahan perdarahan), vulnerary (menyembuhkan luka kulit),


3

stomachic (obat saluran pencernaan), menguatkan gigi, dan

membersihkan tenggorokan.

Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya.

Ia mengandung zat antiseptik pada seluruh bagiannya. Daunnya

banyak digunakan untuk mengobati mimisan, mata merah, keputihan,

membuat suara nyaring, dan banyak lagi, termasuk disfungsi ereksi.

Khasiat daun sirih sudah banyak dikenal dan telah teruji secara klinis.

Hingga kini, penelitian tentang tanaman ini masih terus

dikembangkan.

Daun sirih telah berabad-abad dikenal oleh nenek moyang kita

sebagai tanaman obat berkhasiat. Tidak hanya dikenal sebagai

tumbuhan obat, tanaman bernama latin Piper betle lynn ini juga punya

tempat istimewa dalam acara-acara adat di sejumlah daerah di

Indonesia.

Secara tradisional, tanaman yang berasal dari India, Sri Lanka,

dan Malaysia ini dipakai untuk mengatasi bau badan dan mulut,

sariawan, mimisan, gatal-gatal dan koreng, serta mengobati keputihan

pada wanita. Ini karena tanaman obat yang sudah dikenal sejak tahun

600 SM ini mengandung zat antiseptik yang mampu membunuh


4

kuman. Kandungan fenol dalam sifat antiseptiknya lima kali lebih

efektif dibandingkan dengan fenol biasa.

Daun sirih dapat digunakan sebagai antibakteri karena

mengandung 4,2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari

betephenol yang merupakan isomer Euganol allypyrocatechine, Cineol

methil euganol, Caryophyllen (siskuiterpen), kavikol, kavibekol,

estragol dan terpinen (Sastroamidjojo, 1997).

Hasil uji farmakologi menunjukkan bahwa infusa daun sirih

dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab pneumonia dan

Gaseus gangrene. Air rebusan daun sirih dapat digunakan untuk

mengobati batuk maupun berfungsi sebagai bakteriosid terutama

terhadap Haemophylus influenzae, Staphylococcus aureus dan

Streptococcus haemoliticus (Mursito, 2002).

Pada uji antibakteri dengan metode dilusi air rebusan daun

sirih jawa dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus

pada konsentrasi 60%. (Irmasari, 2002).

Keberhasilan dalam penanganan penyakit yang menyerang

ternak merupakan kunci utama keberhasilan suatu peternakan.

Penyakit yang menyerang ternak dapat disebabkan oleh virus, jamur,

parasit dan juga bakteri (Subronto, 1989).


5

Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ternak antara

lain Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Staphylococcus

aureus dapat menyebabkan infeksi supuratif pada hewan maupun

manusia dan sering menimbulkan mastitis pada sapi dan kambing,

pioderma pada anjing maupun kucing serta menimbulkan abses pada

semua spesies hewan termasuk unggas sedangkan Escherichia coli

dapat menyebabkan penyakit pada pedet antara lain Calf disentri,

White scours (mencret putih) atau Colibacillosis. (Quinn, 2002)

Pada babi, Escherichia coli yang tergolong dalam haemolitik

strain merupakan penyebab penyakit Oedema yang ditunjukkan

dengan adanya penebalan dinding lambung dan saluran pencernaan.

Pada sapi menunjukkan pyelonephritis, infeksi tali pusat, infeksi

persendian, cervicitis, mastitis dan metritis sedangkan pada ayam

dapat menimbulkan penyakit seperti Hjarre’s disease, Omphalitis, air

sac disease, Peritonitis, Salpingitis dan Colibacillosis.(Quinn, 2002)

2.1.2 Kelebihan Daun Sirih dan Kekurangan Daun Sirih

Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang

(betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan

kavikol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan

fungisida, anti jamur. Sirih berkhasiat menghilangkan bau badan yang

ditimbulkan bakteri dan cendawan. Daun sirih juga bersifat menahan


6

perdarahan, menyembuhkan luka pada kulit, dan gangguan saluran

pencernaan.

Daun sirih (Piper betle) dengan kandungan Minyak atsiri dari

daun sirih mengandung minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen,

pati, diatase, gula dan zat samak dan chavicol yang memiliki daya

mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida.

Selain itu juga bersifat mengerutkan, mengeluarkan dahak,

meluruhkan ludah, hemostatik, dan menghentikan perdarahan.

Biasanya untuk obat hidung berdarah, dipakai 2 lembar daun segar

Piper betle, dicuci, digulung kemudian dimasukkan ke dalam lubang

hidung. Selain itu, kandungan bahan aktif fenol dan kavikol daun sirih

hutan juga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati untuk

mengendalikan hama penghisap.

2.1.2.1 Kelebihan

a. Batuk

b. Sariawan

c. Bronchitis

d. Jerawat

e. Keputihan

f. Sakit gigi karena berlubang (daunnya)

g. Demam berdarah
7

h. Bau mulut

i. Haid tidak teratur

j. Asma

k. Radang tenggorokan (daun dan minyaknya)

l. Gusi bengkak (getahnya)

m. Membersihkan Mata

n. Bau ketiak

2.1.2.2 Kekurangan

Perlu diingat bahwa air sirih dan kunyit tersebut tidak

boleh Anda minum setiap hari secara terus menerus. Minumlah

hanya ketika datang haid saja. Karena keduanya mengandung

antibiotik dan antiseptik yang keras, sehingga jika Anda

meminumnya secara terus menerus akan mengganggu sistem

pencernaan Anda.

Begitu juga air rebusan daun sirih tidak boleh Anda

pakai untuk mencuci miss V tiap hari karena bisa

mengakinatkan iritasi. Efek lainnya adalah air daun sirih akan

membunuh semua bakteri dalam vagina Anda, padahal diantara

bermacam-macam bakteri itu sebenarnya ada beberapa bakteri

'baik' yang justru bermanfaat. Anda memerlukan beberapa

bakteri baik demi untuk keseimbanhan biologis Anda.


8

2.1.2.3 Pemakaian Luar

a. Eksim

b. Luka bakar

c. Koreng (pyodermi)

d. Kurap kaki

e. Bisul

f. Mimisan

g. Sakit mata

h. Perdarahan gusi

i. Mengurangi produksi ASI yang berlebihan

j. Menghilangkan gatal

2.1.2.4 Manfaat Khasiat Daun Sirih untuk Mengatasi Beberapa

Penyakit dan untuk Kesehatan Kulit, serta Cara Mengolah

Daun Sirih untuk Dijadikan Herbal atau Obat Tradisional

a. Batuk

Ambil daun sirih kira-kira lima lembar, tambahkan

cengkeh, kemukus, kapulaga, dan kayu manis. Kemudian

rebus semua bahan dengan air sebanyak dua gelas. Tunggu

hingga air rebusan menjadi kira- kira satu setengah gelas.

Angkat dan saring air tersebut, lalu minum kira-kira satu

sendok makan sebanyak tiga kali sehari.


9

b. Sariawan

Ambil 3 lembar daun sirih, lalu rebus dan tambahkan

sedikit garam, gunakan airnya untuk berkumur. Atau bisa

juga dengan cara mengunyah langsung daun sirih yang

masih segar.

c. Bronchitis

Ambil 7 lembar daun sirih, 20 gr jahe, 15 gr kulit

jeruk mandarin kering, cuci sampai bersih semua bahan,

tambahkan gula batu secukupnya, lalau rebus dengan air

sebanyak 4 gelas hingga tersisa 2 gelas, lalu saring dan

minum 2 kali sehari sebanyak 1 gelas.

d. Jerawat

Ambil 10 helai daun sirih, kemudian rebus dengan

250ml air hingga mendidih dan airnya berwarna kecoklatan.

Tunggu air rebusan sampai tidak terlalu panas untuk wajah,

(hanagat) jangan biarkan air terlalu dingin karena ini

bertujuan untuk membuka pori-pori wajah, kompreskan air

rebusan tadi ke wajah,lakukan secara rutin setiap hari.

e. Keputihan

Rebus 10 daun sirih yang telah dicuci bersih dengan

2,5 liter air, gunakan air rebusan yang masih hangat untuk

mencuci (V). Lakukan berulang-ulang sampai terasa ada


10

perubahan. (Dampak yang ditimbulkan akibat terlalu sering

menggunakan air dari daun sirih tersebut biasanya warna

dari (V) menjadi tampak tidak segar atau malah menjadi

agak kehitam-hitaman, jadi harus menggunakannya secara

berkala atau tidak teralu sering).

f. Sakit gigi karena berlubang

Ambil 2 lembar daun sirih, remas lalu masukkan ke

dalam gelas, tuangkan air panas campurkan garam dapur

secukupnya, lalu aduk-aduk hingga garam dapur larut, tutup

rapat beberapa saat hingga air menjadi dingin. Gunakan

untuk berkumur dan ulangi beberapa kali.

g. Bau mulut

Siapkan 2-4 lembar daun sirih yang sudah dicuci

bersih, remas dan masukan kedalam gelas, seduh dengan air

panas lalu gunakan untuk berkumur. Lakukan cara ini

dengan rutin.

h. Sakit jantung

Ambil 3-5 lembar daun sirih, potong kecil-kecil lalu

rebus dengan air sebanyak 4 gelas hingga menjadi 2 gelas.

Kemudian saring dan minum dua kali sehari


11

i. Asma

Siapkan 6 lembar daun sirih segar, kencur, akar

alang alang, jeruk nipis, madu, dan air. Lalu daun sirih 25

gram, kencur 25 gram, dan akar alang alang 10 gram rebus

dengan 1 liter air dalam api kecil hingga air tinggal 1/2 nya,

angkat dan saring. Ambil setengah gelas rebusan, dan

tambahkan air perasan jeruk nipis dan madu sebanyak

masing masing 1 sendok makan. Minum sekaligus sebelum

tidur pada malam hari.

j. Radang tenggorokan

Ambil 4 lembar daun sirih segar dan sudah dicuci

bersih, remas lalu rebus hingga mendidih, minum air

rebusan setelah dingin.

k. Gusi bengkak

Ambil beberapa lembar daun sirih segar yang sudah

dcuci bersih, tambahkan air secukupnya, dan rebus

sampai mendidih, tambahkan sedikit garam. Gunakan air

rebusan untuk kumur-kumur saat masih hangat.

l. Membersihkan mata

Sediakan 5-6 daun sirih muda dan segar rebus

dengan 1 gelas air hingga mendidih. Biarkan dingin,

gunakan air rebusan untuk mencuci mata.


12

m. Bau badan

Ambil lima lembar daun sirih dan rebus dengan dua

gelas air, tunggu sampai tersisa menjadi satu gelas. Setelah

dingin saring dan minum di siang hari.

n. Eksim

Ambillah daun sirih segar segenggam penuh, daun

cabe segar segenggam penuh, dan isi biji pinang muda dua

butir, lalu cuci bersih, tumbuk semua bahan sampai halus,

lalu bungkus dengan kain bersih, ikat kuat, rebus sampai

benar-benar mendidih. Lalu angkat dan tunggu menjadi

hangat-hangat kuku, ambillah kapas, celupkan ke dalam air

godokan dan oleskan dan aga sedikit ditekan- tekan ke

tempat yang eksim. Lakukan cara ini dengan rutin.

o. Luka bakar

Ambil daun sirih secukupnya dan cuci bersih. Peras

airnya dan tambahkan sedikit madu. Bubuhkan ke tempat

luka bakar.

p. Koreng

Rebus 15-20 lembar daun sirih sampai mendidih.

Gunakan air rebusan yang masih hangat untuk membasuh

koreng dan gatal.


13

q. Bisul

Ambil daun sirih secukupnya dan cuci bersih, setelah

itu giling sampai halus dan dioleskan pada bisul dan

sekelilingnya. Balut dan ganti dua kali sehari.

r. Hidung berdara atau Mimisan

Ambil 1-2 lembar daun sirih yang agak muda,

lumaskan dan gulung lalu gunakan untuk menyumbat

hidung yang mimisan.

s. Sakit mata atau mata gatal

Sediakan 5-6 daun sirih muda dan segar rebus

dengan segelas air hingga mendidih, angat dan biarkan

dingin, gunakan air rebusan untuk mencuci mata, lakukan

tiga kali sehari hingga sembuh.

t. Perdarahan gusi

Rebus empat lembar daun sirih dalam dua gelas air,

setelah dingin gunakan air rebusan untuk berkumur. lakukan

cara ini dengan rutin.

u. Mengurangi produksi ASI yang berlebihan

Ambil beberapa daun sirih, cuci bersih dan olesi

dengan minyak kelapa, kemudian hangatkan di atas api

sampai layu. Tempelkan diseputar payudara yang bengkak

selagi masih hangat.


14

v. Menghilangkan gatal

Ambil 6 lembar daun sirih segar tambah satu potong

jahe lalu di tumbuk dan tambah setengah sendok minyak

kayu putih, kemudian dioleskan pada kulit yang mengalami

gatal.

2.1.2.5 Pengolahan Daun Sirih Secara Tradisional

Ada cara tradisional atau alternatif untuk mencuci luka

diabetik, yaitu dengan menggunakan daun sirih. Memang cara

pengobatan ini sudah digunakan oleh para orang tua kita dan

terbukti sampai saat ini mampu mengatasi berbagai penyakit

khususnya dalam merawat luka.

Tata Cara Mengolah Daun Sirih dalam Pencucian Luka :

a. Pilih dan petik daun sirih 5-15 daun sirih sesuaikan dengan

luas luka

b. Pilih daun sirih yang masih muda, usahakan masih berwarna

hijau muda dan dalam keadaan baik.

c. Bersihkan daun tersebut menggunakan air bersih.

d. Rebus daun sirih tersebut hingga mendidih, hingga air

tersebut berubah berwarna kecoklatan.


15

e. Atur tingkat suhu air tersebut dengan mencampurnya dengan

air dingin, usahakan agar temperatur air tetap hangat setelah

anda mencampurnya.

f. Masukan kedalam alat atau baskom atau ember sebagai

wadah air daun sirih tersebut, yang nantinya akan anda

gunakan untuk mencuci luka.

g. Lakukan pembersihan ini saat anda mencuci dan merawat

luka.

2.1.2.6 Pengolahan Daun Sirih secara Modern

Cara modern merawat luka yaitu dengan Modern

Wound Dressing dengan memperhatikan kelembaban luka dan

penggunaan balutan merupakan alternatif yang sangat penting

dalam proses penyembuhan luka.

Bisa jadi penderita luka diabetik yang satu dan

penderita luka diabetik lainnya memiliki penyebab yang

berbeda. Bisa karena jamur, adanya inveksi di daerah luka, ada

benda asing pada daerah luka, atau bahkan karena ada penyakit

lain seperti jantung, dan lain sebagainya.


16

2.2 Tinjauan Tentang Ulkus Diabetik

2.2.1 Definisi

Diabetes melitus (DM) atau biasa yang disebut penyakit

kencing manis merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai

dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi nilai normal yaitu

kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dL, dan kadar

gula darah puasa diatas atau sama dengan 126 mg/dL (Misnadiarly,

2006).

Gangguan metabolik glukosa pada kasus diabetes melitus akan

mempengaruhi metabolisme tubuh yang lain, seperti metabolisme

karbohidrat, protein, lemak, dan air serta menimbulkan kerusakan

seluler pada beberapa jaringan tubuh. Komplikasi DM lainnya adalah

kerentanan terhadap infeksi, tuberkulosis paru dan infeksi pada kaki

yang kemudian dapat berkembang menjadi gangren. Gangren adalah

suatu proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati

atau nekrosis (Waspadji, 2006).

Gangren diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitaman

dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi pembuluh darah

sedang atau besar di tungkai. Luka gangren merupakan salah satu

kornplikasi kronik DM yang paling ditakuti oleh setiap penderita DM

(Tjokroprawiro, 2007).
17

Menurut Hartati (2003), yang menyatakan bahwa penderita

diabetes yang memiliki komplikasi, fungsi fisik dan energinya lebih

lemah, kesehatan mentalnya merasa tertekan, kurang puas terhadap

pengobatannya, serta merasakan keluhan yang lebih banyak sehingga

dapat menurunkan kualitas hidup.

Beberapa istilah yang biasanya digunakan pada luka diabetik

adalah luka neuropati, atau diabetik luka neuropati. Luka diabetik

adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik yang melibatkan

gangguan pada saraf periferial dan autonomik (Suriadi, 2004).

Ulkus kaki diabetes merupakan istilah yang kurang tepat untuk

menunjukkan kondisi yang ditimbulkan oleh kumpulan gejala yang

meliputi neuropati, iskemia dan infeksi. Untuk diskripsi yang tepat

pada ulkus kaki diabetes adalah kaki neuropati, iskemia dan

neuroiskemia, dengan tipe neuropati yang tersering. Penelitian

menunjukkan neuropati merupakan faktor yang utama penyebab

terjadinya ulkus kaki diabetes. Penderita diabetes dengan neuropati

disertai dengan trauma minor yang berulang, merupakan penyebab

utama ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan iskemia. Ulkus kaki

diabetes dapat berkembang secara cepat, dengan kerusakan jaringan

yang cepat dan sering disertai dengan adanya infeksi, dan bila terjadi

terjadi ulkus akan lambat untuk penyembuhannya. Pada beberapa


18

tahun terakhir telah dibuat konsensus bahwa proses penyembuhan luka

“wound healing” mempunyai konstribusi terhadap timbulnya ulkus

kaki diabetes. Penyembuhan luka pada penderita diabetes terganggu

oleh beberapa sebab, yang meliputi gangguan metabolik yang spesifik

dan rusaknya respon fisiologis (Janet, 2000)

Gangguan penyebuhan ulkus kaki diabetikum disebabkan oleh

sejumlah faktor, dan diperkirakan melibatkan kombinasi dari

beberapa faktor tersebut. Gambaran faktor seluler yang terlibat pada

lambatnya penutupan luka antara lain, lemahnya kontraksi yang

kemungkinan akibat gangguan pada fenotip miofibroblas, efek pada

granulosit, kerusakan kemotaksis yang berkaitan langsung dengan

sintesis kolagen, efek pada sel darah merah, kerusakan kontrol

apoptosis sel. Faktor seluler tidak hanya satu-satunya faktor yang

bertanggung jawab untuk lemahnya healing ulkus kaki diabetes.

Faktor lain yang juga terlibat adalah perubahan dalam metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang dihasilkan dari defisiensi atau

tidak adanya insulin, dimana hiperglikemia memulai pada glikasi non-

enzimatik (Janet, 2000).


19

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

Pada diabetes jenis ini, sel – sel beta pancreas yang dalam

keadaan normal menghasilkan hormone insulin dihancurkan oleh

suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan diperlukan

untuk mengendalikan kadar glucose darah. Diabetes Tipe I ditandai

oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.

b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)

Diabetes tipe II terjadi akibat penurunan sensitifitas terhadap

insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi

insulin. Diabetes tipe II paling sering ditemukan pada individu yang

berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.

c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

lainnya

d. Diabetes mellitus gestasional (GDM)


20

2.2.3 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.2 : Anatomi Fisiologi Pankreas

a. Pankreas

Pankreas adalah derelegasi berukuran besar dibalik kurvatura besar

lambung.

1) Kelenjar pankreas

Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan

kelenjar ludah panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5cm mulai dari

duodenum sampai ke limfa dan beratnya rata-rata 60 - 90 gr.

Terbentang pada vertebral lumbalis I dan II di belakang lambung.

2) Fungsi pankreas

a) Fungsi eksokrin (asinar)

Yang membentuk getah pankreas yang berisi enzim-

enzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung ion


21

bikarbonat dalam konsentrasi tinggi. Produk gabungan sel-sel

asinar mengalir melalui duktus pankreas, yang menyatu melalui

duktus empedu komunis dan masuk ke duodenum dititik ampula

hepatopankreas. Getah pankreas ini dikirim ke dalam duodenum

melalui duktus pankreatikus yang bermuara pada papilla vateri

yang terletak pada dinding duodenum. Pankreas menerima darah

dari arteri pankreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kafa

inferior melalui vena pankreatika.

b) Fungsi endokrin (pulau langerhans)

Sekelompok kecil sel epithelium yang berbentuk pulau-

pulau kecil atau kepulauan langerhans yang bersama-sama

membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin dan

glukagon yang lansung dialirkan kedalam peredaran darah

dibawah kejaringan tanpa melewati duktus untuk membantu

metabolisme karbohidrat.

3) Hasil sekresi dan komposisi kelenjar pankreas

Cairan pankreas mengandung enzim-enzim untuk mencerna

protein, karbohidrat dan lemak.

a) Enzim proteolitik pankreas (protease), yaitu:

(1)Tripsinogen, yang disekresi pankreas diaktivasi menjadi

tripsin oleh enterokinase yang diproduksi oleh usus halus.


22

Tripsin mencerna protein dan polipeptida besar untuk

membentuk polipeptida dan peptide yang lebih kecil.

(2)Kimotripsin, teraktivasi dari kimotripsinogen oleh tripsin,

kimotripsin memepunyai fungsi yang sama seperti tripsin

terhadap protein.

(3)Karboksipeptidase, aminopeptidase dan dipeptidase, adalah

enzim yang melanjutkan proses pencernaan protein untuk

menghasilkan asam-asam amino bebas.

(4)Lipase pankreas, yang menghidrolisis lemak menjadi asam

lemak dan gliserol setelah lemak di emulsi oleh garam-garam

empedu

(5)Amylase pankreas, yang menghidrolisis zat tepung yang tidak

tercerna oleh amylase saliva menjadi disakarida (maltose,

sukrosa, laktosa)

(6)Ribonuklease dan deoksiribonuklease, yang menghidrolisis

RNA dan DNA menjadi blok-blok pembentuk nukleotidanya.


23

4) Sel Endokrin

Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau langerhans, yaitu

kumpulan sel kecil yang tersebar diseluruh sel organ. Ada 4 jenis

sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau

tersebut, yaitu :

a) Sel alfa (α), mensekresi glukagon yang meningkatkan

kadar gula darah.

b) Sel beta (β), mensekresi insulin yang menurunkan kadar

gula darah.

c) Sel delta (θ), mensekresi somatostatin atau hormon

penghalang hormon pertumbuhan yang menghambat

sekresi glukagon dan insulin.

d) Sel F, mensekresi polipepetida pankreas, sejenis hormon

pencernaan untuk fungsi yang tidak jelas, yang dilepaskan

setelah makan.

5) Insulin

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808

untuk insulin manusia. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino,

satu sama lain di hubungkan oleh ikatan disulfide. Sebelum insulin

dapat berfungsi, ia xharus berikatan dengan protein reseptor yang

besar didalam membran sel.


24

Pengaturan sekresi insulin, sekresi insulin terutama diatur

oleh konsentrasi glukosa darah. Akan tetapi asam amino darah dan

faktor - faktor lain juga memegang peranan penting.

Perangsang sekresi insulin oleh glukosa darah, kadar

glukosa darah normal waktu puasa adalah 80 sampai 90 mg/ 100 ml

kecepatan sekresi insulin minimum. Waktu konsentrasi glukosa

darah meningkat diatas 100 mg / 100 ml darah, kecepatan sekresi

insulin meningkat cepat, mencapai puncaknya yaitu 10 sampai 20

kali tingkat basal konsentrasi gula darah antara 300 dan 400 mg /

100 ml. Jadi, peningkatan sekresi insulin akibat rangsangan glukosa

adalah dramatis dalam kecepatan dan sangat tingginya kadar sekresi

yang dicapai selanjuntnya penghentian sekresi insulin hampir sama

cepat, terjadi dalam beberapa menit setelah pengurangan

konsentrasi glukosa darah kembali ketingkat puasa.

6) Glukagon dan Diabetes Melitus

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresi oleh sel-sel alfa

pulau langerhans, mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan

insulin.

Fungsinya yang terpenting adalah meningkatnya konsentrasi

glukosa darah. Berat molekul glukosa 3485 dan terdiri dari rantai 29 asam

amino.
25

Pada penyuntikan glukagon murni kepada binatang terjadi efek

hiperglikemia yang nyata. Satu mikrogram glukagon perkilogram dapat

meningkatkan konsentrasi gula darah kira-kira 20 mg / 100 ml darah

dalam sekitar 60 menit.

Karena alasan ini, glukagon sering dinamakan faktor hiperglikemia.Dua

efek utama glukagon pada metabolism glukosa adalah :

a) Pemecahan glikogen (glikogenalisis)

b) Peningkatan glukoneogenesis.

Efek glukagon paling dramatis adalah kemampuannya

menyebabkan glikogenolisis dalam hati yang selanjutnya meningkatkan

konsentrasi glukosa darah dalam beberapa menit. Glukagon dapat

melakukan hal ini dengan “cascade” peristiwa yang kompleks.

2.2.4 Etiologi

a. Diabetes tipe I:

1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu

sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan

genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini

ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA

(Human leukosit, antigen).


26

2) Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons

abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh

dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu

otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin

endogen.

3) Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun

yang menimbulkan destruksi selbeta.

b. Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin

dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum

diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65

th)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga
27

c. DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain

Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat

menyebabkan penyakit : pankreatitis, kelainan hormonal obat-

obatan (glucokortikoid estrogen). Bergantung pada kemampuan

pankreas yang menghasilkan insulin pasien mungkin memerlukan

terapi dengan obat oral atau insulin.

d. Diabetes gestational

Terjadi selama kehamilan, biasanya pada trimester ke-2 atau

ke-3 disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan

menghambat kerja insulin.

2.2.5 Insiden

Prevalensi DM tipe 2 di seluruh dunia terus meningkat. Secara

epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi

Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang

(Diabetes Care, 2014).

Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2011, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada

kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking

ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6

yaitu 5,8%.
28

2.2.6 Patofisiologi

Diabetes Melitus (DM) Tipe 1. Pada Diabetes Melitus tipe I

terdapat Ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel

beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia

puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di

samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia postpradial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar;

akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin ( glukosuria ). Ketika

glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini

akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.

Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan yang berlebihan, paisen akan mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan

lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat


29

mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya

simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenol

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi

lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi

tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di

samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

pemecahan lemak. Badan Keton merupakan asam yang mengganggu

keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-

tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,

napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan

perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin

bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan

memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tesebut dan mengatasi

gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai

pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen

terapi yang penting.

Diabetes Melitus ( DM )Tipe II. Pada Diabetes Melitus tipe II

terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin dan


30

gangguan sekresi insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus

pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di

dalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus DM tipe II disertai

dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini

terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi

peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi Diabetes Melitus DM tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri

khas Diabetes Melitus DM tipe II , namun masih terdapat insulin

dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis

diabetik tidak terjadi pada Diabetes Melitus tipe II. Meskipun

demikian, Diabetes Melitus tipe II yang tidak terkontrol dapat


31

menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom

hiperglikemik hiperosmoler nonketotik ( HHNK ).

Diabetes Melitus tipe II paling sering terjadi pada penderita

Diabetes Melitus yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat

intoleransi glukosa yang berlangsung lambat ( selama bertahun-tahun)

dan progresif, maka awitan Diabetes Melitus tipe II dapat berjalan

tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau

pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penanganan primer Diabetes Melitus tipe II adalah dengan

menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan

obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk

meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat

ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar

glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak

berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan,

maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin

untuk sementara waktu selama periode stres fisiologik yang akut,

seperti selama sakit atau pembedahan.( Smeltzer & Susanna, 2002 )


32

2.2.7 Tanda dan Gejala

Gejala awal umumnya yaitu (akibat tingginya kadar glukosa

darah), polifagi, polidipsi dan poliuri bukan merupakan keluhan yang

pasti, akan tetapi keluhan yang sering dimunculkan adalah:

mual/muntah, nafsu makan menurun, haus, konjungtiva anemis,

kelainan kulit, gatal-gatal, kulit kering, rasa kesemutan, kram otot,

penurunan turgor kulit, peningkatan tekanan darah serta penurunan

tekanan nadi, penglihatan kabur akibat katarak, penurunan berat

badan, kelemahan tubuh dan luka yang tidak sembuh-sembuh, respon

abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas.

2.2.8 Komplikasi

a. Akut

1) Koma hipoglikemia

2) Ketoasidosis

3) Koma hiperosmolarnonketotik

b. Kronik

1) Makrongiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh

darah jantung,pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

2) Mikrongiopati, mengenai pembuluh darah kecil; retinopati

diabetik, nefropati diabetik.

3) Neuropati diabetik.

4) Kaki diabetic
33

2.2.9 Pemeriksaan penunjang

a. Glukosa darah sewaktu

b. Kadar glukosa darah puasa

c. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring

diagnosis DM (mg/dl).

Tabel 2.1 Kadar glukosa darah

Glukosa Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110

Sumber data : http://waliluvindah.blogspot.com/2010/09/diabetes-


melitus.html) Diakses tanggal 18 Maret 2016.

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2

kali pemeriksaan :

1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial

(pp) > 200 mg/dl.


34

2.2.10 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba

menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya

untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan

terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa

darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

a. Diet

b. Latihan

c. Pemantauan

d. Terapi (jika diperlukan)

e. Pendidikan

2.2.11 Jalur Pembentukan Ulkus kaki diabetik

Faktor patofisiologi yang terlibat dalam perkembangan

ulkus kaki diabetes adalah neuropati, insufisiensi arterial,

abnormalitas musculoskeletal, dan lemahnya wound healing.

Mikroorganisme patogen juga terlibat pada mekanisme ulkus kaki

dibetes. Rendahnya status nutrisi juga mempengaruhi proses

penyembuhan luka. Faktor resiko untuk ulkus kaki diabetes dapat

dikategorikan kedalam 3 kelompok yang berbeda, yaitu perubahan

patofisiologi, deformitas anatomi, dan pengaruh lingkungan.

Perubahan patofisiologi pada level biomolekuler mengakibatkan


35

timbulnya neuropati sensori saraf periferal, penyakit vaskuler perifer,

dan kompromisasi sistem imun yang mengakibatkan gangguan pada

proses wound healing. Neuropati motorik dan neuroarthropati Charcot

adalah penyebab utama pada deformitas kaki penderita diabetes.

Akhirnya faktor eksternal akibat adanyai trauma akut ataupun kronik

sering menjadi penyebab awal terbentuknya ulkus kaki

diabetes(Thanh, et al., 2005).

Kombinasi dari 3 faktor resiko tersebut diatas memicu sebuah

pathway timbulnya ulkus kaki diabetes. Pathway ulkus kaki diabetes

dapat tersusun dari sejumlah komponen penyebab seperti neuropati

periferal, trauma kaki, deformitas kaki, iskemi tungkai bawah, edema

kaki, dan pembentukan kalus. Akan tetapi,pada hasil sebuah penelitian

tiga serangkai faktor utama yaitu neuropati, trauma kaki minor, dan

deformitas kaki ditemukan lebih besar dari 63%. Faktor pertama pada

perkembangan ulkus kaki diabetik yaitu neuropati sensori perifer yang

menyebabkan insensitifitas nyeri. Komponen selanjutnya adalah

trauma, biasanya berhubungan dengan tekanan yang terlalu tinggi pada

bagian telapak kaki selama proses berjalan. Komponen akhir adalah

kegagalan wound healing yang berhubungan dengan penurunan suplai

darah pada area luka dan ekspresi abnormal growth factor serta sitokin

lain yang terlibat dalam proses healing. Kombinasi faktor-faktor

tersebut merupakan komponen utama yang timbulnya ulkus kai


36

diabetik dan menjadi penyebab penting pada amputasi ekstremitas

bawah (Thanh, et al., 2005).

Gambar 2.3 : Skema ulkus kaki diabetik

2.2.12 Patogenesis

a. Neuropati sensori perifer

Dilaporkan kurang lebih 30-50% dari semua pasien

diabetes, neuropati sensori periferal ditemukan menjadi penyebab

utama dan dan tersering pada timbulnya ulkus kaki pasien diabetes.

neuropati sensori periferal mengawali tahapan proses timbulnya

ulkus kaki diabetes. Ketidakmampuan untuk mendeteksi rangsang

nyeri yang memperingatkan akan terjadi suatu trauma pada


37

jaringan, mengakibatkan kaki tidak sensitif terhadap peningkatan

tekanan yang memicu kerusakan jaringan yang mengarah pada

timbulnya ulkus, dan hilang atau berkurangnya sensasi protektif

terhadap timbulnya nyeri dan perlukaan, menyebabkan ulkus

menjadi lebih buruk (Thanh, et al., 2005).

Sitotoksik, iskemia, efek hipoksia dari timbulnya ROS

(Reaktif oksigen spesies) oleh karena pathway dari sorbitol,

AGE, dan DAG/ PKC akan merusak signal transduksi saraf

periferal. Malfungsi dari sistem saraf sensorik dimulai dengan

timbulnya sebuah proses demyelinisasi segmental pada serabut

sensorik tipe A, yang terlibat dalam propioresepsi dan sensasi

terhadap sentuhan cahaya, tekanan dan getaran. Kerusakan pada

serabut saraf ini akan memacu timbulnya signal transduksi

patologis sepanjang jalur ini, mengakibatkan berkurangnya

sensasi terhadap rangsang nyeri. Konsekuensi klinis dari

kerusakan serabut saraf ini yaitu hilangnya sensasi proteksi dan

menyebabkan kerentanan terhadap trauma mekanik, kimia dan

termal. Pada individu dengan diabetes neuropati, otot-otot

intrinsik kecil di kaki mengalami atropi sebagai hasil dari

demyelinisasi di bagian distal saraf motorik. Hal ini akan

menyebabkan ketidakseimbangan otot fleksor dan ekstensor serta

gangguan fungsi fleksi dan ekstensi jari kaki


38

Sistem saraf otonom secara langsung mempengaruhi

sirkulasi perifer pada ektremitas dengan menyuplai serabut

saraf simpatik adrenergic yang meregulasi tonus vasomotor

arteriol dan aliran darah melalui arteriovenosus. Kegagalan

kontrol simpatik mengakibatkan vasodilatasi arteriolar yang

menurunkan resistensi periferal, meningkatkan perpindahan

aliran darah arteriovenosus dan meningkatkan aliran darah kulit

pada struktur yang lebih dalam,sehingga terjadi pengurangan

aliran pada bagian permukaan kulit (Carine, et al., 2004)

Beberapa Faktor yang terlibat dalam Patogenesis Ulkus Kaki

(Robert, et al., 2000)

Gambar 2.4 : Patogenesis Luka Diabetik

b. Neuropati autonomik dan motorik

Neuropati autonomik umumnya ditemukan pada pasien

yang menderita diabetes jangka lama. Pada ekstremitas bawah,

neuropati autonomik dapat menyebabkan arteriovenosus


39

shunting, dan dapat juga menyebabkan vasodilatasi di arteri-

arteri kecil. Anormalitas pada neuropati autonomik juga

bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas kelenjar

keringat di kaki. Perubahan ini pada kaki pasien diabetik akan

menyebabkan kulit kering dan timbul fisura yang menjadi

predisposisi terhadap infeksi kaki. Neuropati motorik di kaki

menyebabkan lemahnya otot-otot intrinsik kecil, yang secara

klasikal disebut “ intrinsicminus” kaki.

Hal ini akan memicu adanya ketidakseimbangan

muskular dengan tanda yang khas yaitu fleksi pada plantar

kakil. Kepentingan gangguan otot-otot instrinsik pada caput

metatarsal dan digiti berperan sebagai ftitik tekanan pada kaki

dengan kemungkinan iritasi dari terhadap sepatu atau peralatan

lain yang dipakai dikaki,sebagai salah satu penyebab ulkus

kaki diabetik (Thanh, et al., 2005).

Pasien diabetik mengalami kerentanan terhadap

abnormalitas musculoskeletal kaki, seperti neuropati atropi (kaki

charcot’s). Neuropati artropi ditandai dengan kronik, progresif,

proses degeneratif dari 1 atau lebih sendi dan ditandai dengan

pembengkakan, perdarahan, peningkatan suhu, perubahan

tulang dan instabilitas sendi. Polineuropati simetrikal pada

bagian distal merupakan sebuah komplikasi dari diabetes dan


40

berperan sebagai penyebab utama ulkus kaki diabetes dan

berdampak pada bagian sensorik dan motorik sistem saraf tepi.

Hasil penelitian terbaru menyebutkan bahwa terdapat

hubungan signifikan antara neuropati dengan atropi otot pada

tungkai bawah pada pasien diabetes (Carine, et al., 2004).

Gambar 2.5 : Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetes Neuropati

c. Tekanan plantar

Ulkus diabetik dapat terjadi pada beberapa bagian kaki

tetapi pengamatan secara klinis hampir sebagian besar terjadi

pada permukaan plantar. Kecenderungan timbulnya ulkus kaki

diabetes pada bagian plantar berhubungan dengan trauma yang

terjadi pada area ini, terhadap peningkatan tekanan pada

puncak plantar selama berjalan. Kaki secara normal memiliki

kemampuan untuk mendistribusikan tekanan yang dibebankan


41

pada permukaan plantar dan menghindari timbulnya tekanan

tinggi di kaki. Kemampuan ini mengalami kegagalan pada

penderita diabetes dan penyebab utamanya berhubungan

dengan perubahan bentuk kaki yang berhubungan dengan

neuropati motorik dan berkurangnya mobilitas sendi. Tekanan

pada bagian plantar pada kaki pasien diabetik dapat ditetapkan

menjadi awal timbulnya perlukaan jaringan setelah berjalan.

Peningkatan tekanan pada kaki dimulai pada tahap awal

dari neuropati diabetes, yang terjadi pada fase subklinik dari

penyakit ini. Tahapan pertama adalah perpindahan puncak

tekanan dari area tumit ke bagian depan kaki. Neuropati

berkembang lebih buruk dan menimbulkan fleksi jari kaki serta

lebih jauh menghantarkan perpindahan tekanan puncak pada

kaki bagian depan.. Biasanya kebanyakan ulkus berkembang

dibawah area ini, tetapi juga bisa terjadi di area kaki yang lain

(Thanh, et al., 2005).


42

Gambar 2.6 : Faktor-faktor Resiko Ulkus Kaki

d. Keterbatasan mobilitas sendi

Terbatasnya mobilitas sendi dapat diamati dengan baik

pada penderita diabetes dan terutama berkaitan dengan

glikosilasi kolagen yang menghasilkan kekakuan struktur

periartikular seperti tendon, ligamen, dan kapsul sendi. Pada

kaki, bagian sendi subtalar dan metartarsophalangeal umumnya

juga mengalami keadaan ini.

Keterlibatan dari sendi subtalar menunjukkan peran

penting, terhadap kegagalan kemampuan kaki untuk

beradaptasi pada permukaan bawah dan menyerap faktor

tekanan yang berkembang ketika tumit membuat kontak

dengan permukaan tanah selama berjalan. Akibat dari keadaan


43

ini, tekanan kuat pada kaki makin berkembang, terutama pada

area bagian depan kaki dan mempunyai kontribusi terhadap

perkembangan timbulnya ulkus kaki diabetes. Keterbatasan

mobilitas sendi menariknya juga dipengaruhi oleh unsur latar

belakang ras seseorang dimana ras Caucasian secara signifikan

menunjukkan penurunan mobilitas sendi dibandingkan pasien

kulit hitam. Glikosilasi kolagen juga berimplikasi terhadap

penurunan elastisitas tendon achiles pada pasien diabetes.

Penurunan pergerakan dari tendon achiles menciptakan

equinus deformitas dan lebih jauh akan mempengaruhi

kekuatan plantar pada daerah kaki depan. Pembedahan bagian

tendon achiles dijumpai efektif untuk distribusi tekanan plantar

dan menurunkan kekuatan puncak pada daerah metatarsal

(Thanh, et al., 2005).

e. Penyakit vaskuler periferial

Penyakit vaskuler perifer terdapat pada 30% ulkus kaki

diabetes. Iskemia sendiri secara individual bukanlah sebuah

faktor resiko untuk timbulnya ulkus kaki. Komplikasi iskemia

dan lambatnya wound healing terjadi sebagai akibat

ketidakcukupan aliran darah. Penyakit vaskuler perifer pada

pasien diabetes diakibatkan gangguan pada tingkatan mikro


44

dan makrosirkulasi. Penyakit makrosirkulasi pada pasien

diabetes identik dengan perubahan aterosklerosis yang

ditemukan pada orang dengan nondiabetik. Penyakit

mikrosirkulasi khas pada pasien diabetes. Studi tentang

mikrosirkulasi pada kaki ulkus kaki diabetes menunjukkan

perubahan struktural dan fungsional yang bermakna, yang

mungkin berperan terhadap kegagalan wound healing pada

penderita ulkus kaki diabetes. Walaupun tidak terjadi ulkus

akibat dari oklusi di mikrosirkulasi diabetik, perubahan

struktural tetap ada paling utama adalah terjadinya kekakuan

membran basal. Perubahan ini menurunkan elastisitas dinding

pembuluh kapiler serta menggangu kemampuan untuk

vasodilatasi. Kekakuan membran basal yang juga berperan

sebagai barier terhadap pertukaran normal nutrient dan migrasi

seluler, mengakibatkan penurunan kemampuan dari kaki

diabetik untuk melawan infeksi (Thanh, et al., 2005).

Perubahan fungsional pada mikrosirkulasi diabetik

terdiri dari 3 faktor; (1). disfungsi endotel, (2) disfungsi sel otot

polos, dan (3) kegagalan reflek akson saraf. Endotel sebagai

satu lapis sel pada permukaan lumen dari pembuluh darah

secara normal mensintesis dan melepaskan NO, endothelin,

dan prostaglandin yang berperan vital pada vasokonstriksi dan


45

vasodilatasi. Fungsi tambahan lain yaitu meregulasi aliran

darah, transport kapiler, angiogenesis, dan interaksi dinding

pembuluh darah dengan elemen sirkulasi darah (Thanh, et al.,

2005).

Kegagalan mikrosirkulasi untuk berkontaksi dan

vasodilatasi sebagai respon terhadap stimuli yang tepat

menunjukkan penurunan ekspresi eNOS dan poly (ADP-

ribose) polymerase/PARP. Penurunan ekspresi eNOS di

neuropati periferal menunjukkan hubungan antara neuropati

dan dinfungsi endotel. Kegagalan mikrosirkulasi pada kaki

diabetik merupakan bukti pada level reflek akson-saraf. Hal itu

juga ditetapkan sebagai iskemia fungsional, yang akan

menciptakan kondisi ketidakmampuan untuk vasodilatasi

dibawah kondisi stress (Thanh, et al., 2005).

Iskemia ini mungkin menjadi suatu mekanisme

penyebab yang mungkin terjadi untuk kegagalan penyembuhan

luka pada ulkus kaki diabetes. Disamping itu kondisi

insufisiensi arteri juga dijumpai pada penderita diabetes.

Iskemia sekunder pada penyakit vaskuler turut terlibat dalam

proses healing dengan mekanisme membatasi suplai oksigen,

nutrisi, serta mediator kimia yang berhubungan dengan proses

healing dimana terjadinya gangguan ini tmengakibatkan


46

kegagalan wound healing. Aliran darah pada kaki menurun,

utamanya karena obstruksi aterosklerosis yang terjadi pada

pembuluh darah besar, khususnya melibatkan pembuluh darah

tibia dan peronal. Disfungsi mikrovaskuler akan menambah

masalah vaskuler. Tekanan pada gradien oksigen jaringan

diperlukan untuk pertumbuhan fibroblas dan inisiasi dari

angiogenesis dimana hipoksia kronik menggagalkan proses

wound healing (Carine, et al., 2004).

f. Kegagalan perawatan luka

Kegagalan wound healing pada Ulkus kaki diabetes

penting untuk diberikan penanganan yang tepat. Lemahnya

wound healing pada ulkus diabetikum disebabkan gangguan

pada 3 fase utama wound healing. Pada ulkus kaki diabetes

tepi luka yang seharusnya melakukan perbaikan luka tidak

pernah tuntas dalam menghasilkan kekuatan regangan pada

bagian lukai. Kolagen tepi luka penderita diabetes hanya

memberikan kekuatan regangan berkisar 70-80% dibandingkan

kolagen pasien sehatl (Thanh, et al., 2005).

Keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi

kolagen pada proses wound healing penting dan kondisi

diabetes mengakibatkan kerusakan proses ini. Perubahan


47

sekresi dan tidak dijumpainya growth factor pada Ulkus kaki

diabetes berpotensi untuk menggagalkan proses wound

healing. Pada kondisi diabetes hiperglikemia secara potensial

mengganggu aktivitas seluler pada tahap proses inflamasi

disertai juga oleh perubahan morfologi keratinosit dan

ketidakseimbangan proliferasi keratinosit. Hal ini akan

memulai ketidakseimbangan produksi keratinosit yang menjadi

tahap esensial pada proses wound healing. Proses wound

healing telah diketahui berada pada tahap “stuck” di fase

inflamasi. Beberapa faktor tambahan lain yang berperan dalam

perkembangan dari ulkus kaki diabetes termasuk kondisi

diabetes, lama menderita ulkus kaki diabetes, riwayar ulkus

kaki sebelumnya dan riwayat amputasi terdahulu. Durasi

diabetes lebih dari 20 tahun diketahui meningkatkan resiko

ulkus 6 kali lebih tinggi dibandingkan pasien dengan riwayat

diabetes kurang dari 9 tahun. Disamping itu riwayat ulkus

terdahulu juga akan meningkatkan resiko ulkus secara

signifikan (Thanh, et al., 2005).

2.2.13 Faktor Risiko Ulkus diabetik

Ulkus kaki merupakan prekursor tunggal umum pada amputasi

tungkai bawah diantara pasien diabetes. Neuropati sensori periferal,


48

deformitas struktural di kaki, trauma dan mencoba sepatu yang tidak

sesuai, kalus, riwayat ulkus terdahulu/amputasi, peningkatan tekanan

dengan durasi panjang, peningkatan tekanan, keterbatasan mobilitas

sendi, hiperglikemia yang tak terkontrol, durasi diabetes,

kebutaan/penglihatan sebagian, penyakit kronik ginjal, gangguan

ketajaman visual dan usia tua. Amputasi tungkai bawah dilaporkan

pada pasien diabetes berada pada range 2-6% berdasarkan design

study dan populasi. Laju amputasi kaki pasien diabetes 15-40 kali

lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa diabetes. Secara umum faktor

resiko amputasi antara lain Neuropati sensori periferal, Vascular

insufficiency, Infeksi, Riwayat ulkus kaki/amputasi, deformitas

struktural di kaki, Trauma, Charcot deformity, kegagalan vision,

lemahnya kontrol glikemik, rendahnya penggunaan kaki, usia tua,

Male sex , infeksi dan etnik

Gambar 2.6 : Gambaran Skematik Beberapa Faktor yang terlibat dalam proses
Neuropati menuju trauma mekanik
49

2.2.14 Prognosis

Terjadinyaproses penyembuhan ulkus dekubitus tergantung

faktor-faktor primer maupun sekunder serta penatalaksanaan ulkus itu

sendiri. Meskipun perkembangan dan penerapan berbagai prosedur

serta pengobatan baru pada ulkus dekubitus, namun tidak ada

penelitian yang memperlihatkan penurunan insidensi maupun

prevalensi dekubitus dalam 3 dekade terakhir. (Sabandar, 2008)

2.2.15 Managemen luka diabetik

Pasien penderita diabetes cenderung menderita ulkus kaki

diabetik. American Diabetes Assosiation melaporkan pada

penderita diabetes, resiko tejadinya ulkus kaki diabetik meningkat

pada laiki-laki, pasien dengan riwayat menderita diabetes lebih

dari 10 tahun, pasien dengan kadar glukosa yang tidak terkontrol

atau dengan komplikasi kardiovaskuler, retina dan ginjal. Ulkus

kaki diabetik biasanya diakibatkan oleh dua hal penting yaitu

iskemia dan neuropati (Bauer, 2000).

Salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang sering

dijumpai adalah kaki diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai

ulkus, infeksi dan gangren dan artropati Charcot. Sekitar 15%

penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalanan penyakitnya akan

mengalami komplikasi ulkus diabetika terutama ulkus di kaki. Sekitar


50

14-24% di antara penderita kaki diabetika tersebut memerlukan

tindakan amputasi.

Perawatan ulkus baik konservatif maupun amputasi

membutuhkan biaya yang sangat mahal. Rata-rata biaya untuk

perawatan kaki diabetika dibutuhkan $2687/pasien/ tahun atau

$4595/ulkus/episode, 80% dari biaya tersebut digunakan untuk

membiayai rawat inap. Manajemen kaki diabetika terutama difokuskan

untuk mencegah dan menghindari amputasi ekstremitas bawah. Upaya

tersebut dilakukan dengan cara:

a. Melakukan identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi amputasi,

b. Memberikan pengobatan segera dan efektif pada keadaan dimana

terjadi gangguan luka akut.

Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan

menangani pasien dengan ulkus kaki diabetik sebaiknya dapat

melakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh, menilai ada

tidaknya infeksi, melakukan identifikasi penyebab terjadinya ulkus

dan faktor penyulit penyembuhan luka. Lebih dari 90% ulkus akan

sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan multidisipliner.

Manajemen kaki diabetika dilakukan secara tim, yang melibatkan

banyak keahlian, seperti: penyakit dalam (endokrinologi, nefrologi,

kardiologi, infeksi), bedah (vaskular, podiatric, plastik, orthopedi), ahli

sepatu, fisioterapi, perawat, ahli gizi, fisioterapi, dan sebagainya.


51

Berdasarkan pengalaman di lapangan penanganan kaki diabetik

masih bersifat terfragmentasi, belum dilakukan secara multidisipliner.

Tanpa pendekatan secara tim, dokter spesialis tertentu cenderung

melakukan terapi yang berfokus pada spesialisasinya sendiri.

Contohnya, dokter bedah tulang lebih memfokuskan debridemen atau

amputasi saja dan kurang memikirkan pengendalian metabolik,

kebutuhan nutrisi, perawatan luka, pencegahan terjadinya ulkus ulang,

bentuk sepatu sesuai dengan kebutuhan pasien. Manajemen ulkus

diabetik perlu dilakukan secara multidisipliner dan komprehensif

melalui upaya mengatasi penyakit komorbid,

menghilangkan/mengurangi tekanan beban (off loading), perawatan

luka dan menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi,

debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik,

kuratif atau emergensi.

2.2.16 Langkah-langkah penanganan luka diabetik (Sabandar, 2008).

a. Pastikan perubahan posisi pasien secara bertahap setiap 2 jam.

b. Ulkus dekubitus PartialThickness :

1) Atasi semua etiologi,

2) Penutupan luka, dapat ditambah dengan silver sulfadiazon,

3) Biasanya sembuh dalam 2-3 minggu secara konservatif

c. Ulkus dekubitus Full Thickness :

1) Atasi semua etiologi.


52

2) Debridement untuk membuang semua jaringan mati. Adanya

jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari

bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat

pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi, oleh karena itu

pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses

penyembuhan luka.

Terdapat 3 metode debridement, yaitu:

a) Sharp debridement (dengan pisau, gunting, dan lain-lain)

b) Enzimatic debridement (dengan enzim proteolitik,

kolagenolitik dan fibrinolitik)

c) Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian,

pembilasan, kompres dan hidroterapi).

d. Penutupan luka lembab-basah, antibiotik bila infeksi, penutup

oklusif untuk luka pasca debridement tidak terinfeksi,

mengobati infeksi jaringan lunak (debridement, drainase,

antibiotik), mengobati bila terjadi

osteomielitis (debridement agresif, antibiotik sistemik) dan

penggunaan Vacuum Assisted Clossure pada luka dekubitus

tertentu.

e. Jaringan yang terbuka ditutup dangan flap ataupun pada kasus

sederhana dapat dengan graft.


53

f. Adapun cara merawat luka diabetic yaitu:

1) Lihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien

dalam keadaan kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan

nekrotik (mati) atau tidak. Setelah dikaji, barulah dilakukan

perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya

menggunakan antiseptik ( NaCl) dan kassa steril.

2) Jika ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara

digunting sedikit demi sedikit sampai kondisi luka

mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai tumbuh).

3) Lihat kedalaman luka, pada pasien diabetes dilihat apakah

terdapat sinus ( luka dalam yang sampai berlubang) atau

tidak. Bila terdapat sinus, ada baiknya disemprot ( irigasi)

dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus

terdapat banyak kuman.

4) Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali ( pagi

dan sore), setelah dilakukan perawatan lakukan pengkajian

apakah sudah tumbuh granulasi, (pembersihan dilakukan

dengan kassa steril yang dibasahi larutan NaCl).

5) Setelah luka dibersihkan, lalu ditutup dengan kassa basah

yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luas luka,

dalam penutupan dengan kassa, jaga agar jaringan luar luka


54

tidak tertutup. Sebab jika jaringan luar luka ikut tertutup

akan menimbulkan masrasi (pembengkakan).

6) Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl,

lalu ditutup kembali dengan kassa steril yang kering untuk

selanjutnya dibalut.

7) Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi (

pertumbuhan jaringan kulit yang baik/ bagus yang membuat

luka rata), selanjutnya akan ada penutupan luka tahap kedua

(skin graft), biasanya diambil dari kulit paha. Penanganan

luka diabet, harus ekstra agresif sebab pada luka diabet

kuman akan terus menyebar dan memperparah luka.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Perawatan Luka Diabetik

a. Prosedur perawatan luka

1) Persiapan Alat

a) Alat steril

(1)Pincet anatomi 1

(2)Pinchet chirurgie 1

(3)Gunting Luka (Lurus)

(4)Kapas Lidi

(5)Kasa Steril

(6)Kasa Penekan (deppers)

(7)Mangkok / kom Kecil


55

b) Alat tidak steril

(1)Gunting pembalut

(2)Plaster

(3)Bengkok/ kantong plastik

(4)Pembalut

(5)Alkohol 70 %

(6)Betadine 10 %

(7)Bensin/ Aseton

(8)Obat antiseptic/ desinfektan

(9)NaCl 0,9 %

2) Persiapan pasien

a) Perkenalkan diri

b) Jelaskan tujuan

c) Jelaskan prosedur perawatan pada pasien

d) Persetujuan pasien

3) Prosedur pelaksanaan

a) Jelaskan prosedur perawatan pada pasien.

b) Tempatkan alat yang sesuai.

c) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan (mengurangi transmisi

pathogen yang berasal dari darah). Sarung tangan digunakan saat

memegang bahan berair dari cairan tubuh.


56

d) Buka pembalut dan buang pada tempatnya serta kajilah luka

becubitus yang ada.

e) Bersihkan bekas plester dengan bensin/aseton (bila tidak kontra

indikasi), arah dari dalam ke luar.

f) Desinfektan sekitar luka dengan alkohol 70%.

g) Buanglah kapas kotor pada tempatnya dan pincet kotor tempatkan

pada bengkok dengan larutan desinfektan.

h) Bersihkan luka dengan H2O2 / savlon.

i) Bersihkan luka dengan NaCl 0,9 % dan keringkan.

j) Olesi luka dengan betadine 2 % (sesuai advis dari dokter) dan tutup

luka dengan kasa steril.

k) Plester verban atau kasa.

l) Rapikan pasien.

m) Alat bereskan dan cuci tangan.

n) Catat kondisi dan perkembangan luka.

2. Prinsip Perawatan luka

Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka kronis. Prinsip pertama

menyangkut pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak mengeluarkan

cairan) dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan digosok pelan-

pelan menggunakan kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air

steril atau NaCl 0,9 % (Rahayu, 2009).


57

Sedang luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan teknik

irrigasi, yaitu disemprot lembut dengan air steril (kalau tidak ada bisa diganti

air matang) atau NaCl 0,9 %. Jika memungkinkan bisa direndam selama 10

menit dalam larutan kalium permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK

dilarutkan dalam 10 liter air), atau dikompres larutan kalium permanganat

1:10.000 atau rivanol 1:1000 menggunakan kain kasa (Rahayu, 2009).

Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat

infeksi, karena dapat merusak fibriblast yang sangat penting dalam proses

penyembuhan luka, menimbulkan alergi, bahkan menimbulkan luka di kulit

sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang cukup aman adalah feracrylum

1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan tidak menimbulkan

reaksi alergi (Rahayu, 2009).

Norit juga sering dianjurkan untuk ditaburkan di luka kronis basah,

mengandung nanah, dan sulit sembuh. Untuk ini sebaiknya dipakai bubuk

norit halus bersih dari botol, bukan dari gerusan tablet. Dokter akan memberi

petunjuk lebih jauh tentang hal ini, atau memberi resep tersendiri sesuai

kondisi luka.

Prinsip kedua menyangkut pemilihan balutan. Pembalut luka

merupakan sarana vital untuk mengatur kelembaban kulit, menyerap cairan

yang berlebih, mencegah infeksi, dan membuang jaringan mati (Rahayu,

2009).
58

3. Memilih pembalut

Saat ini ada berbagai macam pembalut luka modern yang bisa dipakai

sesuai kondisi/kebutuhan luka masing-masing. Di antaranya, pembalut yang

mengandung calsium alginate, hydroactive gel, hydrocoloid, nystatin, dan

metronidazole. Dengan pembalut semacam ini, luka tidak perlu dibuka dan

dibersihkan setiap hari, cukup beberapa hari sekali (Rahayu, 2009).

Calsium alginate yang berbahan rumput laut, berubah menjadi gel jika

bercampur dengan cairan luka. Karenanya dapat menyerap cukup banyak

cairan luka, merangsang proses pembekuan darah, dan mencegah kontaminasi

bakteri pseudomonas. Hydroactive gel dapat membantu proses pelepasan

jaringan mati (nekrotik). Sedang hydrocoloid yang berbentuk lembaran

tebal/tipis atau pasta dapat mempertahankan kelembaban luka, menyerap

cairan, menghindari infeksi. Cocok untuk luka yang merah, bengkak, atau

mengalami infeksi (Rahayu, 2009).

Nystatin yang dikombinasikan dengan metronidazole dan tepung

maizena digunakan untuk mengurangi iritasi/lecet, menyerap cairan yang

tidak terlalu berlebihan, dan mengurangi bau tidak sedap. Tidak beda dengan

campuran calsium alginate dan karbon yang juga berfungsi menyerap cairan

dan mengontrol bau tidak sedap.

Ada juga pembalut yang mengandung aquacel, yang terbuat dari

selulosa berdaya serap sangat tinggi; atau pembalut mengandung campuran

zinc dan metronidazole yang dapat membantu pelepasan jaringan mati,


59

menjaga kelembaban, mengurangi bau, dan mudah dibuka. Tetapi pembalut

jenis ini tidak boleh digunakan pada saat radiasi (Rahayu, 2009).

Tanpa pembalut-pembalut modern itu, kasa steril dan obat luka yang

diberikan dokter sudah cukup. Yang penting bersihkan luka, keringkan

(termasuk kalau berdarah, bersihkan dulu darahnya), obati, kemudian tutup

dengan kasa steril dan perekat.

Tetapi ada juga luka yang tidak perlu ditutup pembalut. Misalnya luka

di dalam mulut dan tenggorokan akibat kanker nasofaring, atau akibat

kemoterapi dan radiasi di area kepala-leher-dada. Untuk mencegah infeksi

Anda bisa menggunakan obat kumur yang mengandung mycostatin dan

garam, atau membuat sendiri obat kumur dari campuran ½ sendok teh baking

soda dan ½ sendok teh garam dilarutkan dalam segelas besar air hangat

(Rahayu, 2009).

Prinsip perawatan luka yang lain adalah tidak boleh membuat sebuah

luka menjadi luka baru (berdarah) lagi, karena itu berarti harus memulai

perawatan dari awal lagi. Juga, harus bisa mengontrol bau tidak sedap,

mengatasi cairan yang berlebih, mengontrol perdarahan, mencegah infeksi,

mengurangi nyeri , dan merawat kulit di sekitar luka.

Yang penting diperhatikan dalam merawat luka adalah selalu menjaga

kebersihan. Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah

merawat luka, selalu menjaga kebersihan luka, menjaga agar


60

pembalut/penutup luka selalu bersih dan kering. Hindari tindakan menggaruk

luka atau kulit di sekitar luka (Rahayu, 2009).

4. Teknik perawatan luka gangren

Lihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien dalam

keadaan kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau

tidak. Setelah dikaji, barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka

biasanya menggunakan antiseptik ( NaCl) dan kassa steril (Ismayanti, 2007).

Jika ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara digunting

sedikit demi sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan baru

yang mulai tumbuh).

Lihat kedalaman luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapat

sinus ( luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, ada

baiknya disemprot ( irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab

pada sinus terdapat banyak kuman (Ismayanti, 2007).

Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali ( pagi dan sore),

setelah dilakukan perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh

granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan

NaCl).

Setelah luka dibersihkan, lalu ditutup dengan kassa basah yang diberi

larutan NaCl lalu dibalut disekitar luas luka, dalam penutupan dengan kassa,

jaga agar jaringan luar luka tidak tertutup. Sebab jika jaringan luar luka ikut

tertutup akan menimbulkan masrasi (pembengkakan) (Ismayanti, 2007).


61

Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu ditutup

kembali dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut.

Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi ( pertumbuhan

jaringan kulit yang baik/ bagus yang membuat luka rata), selanjutnya akan

ada penutupan luka tahap kedua ( skin draw), biasanya diambil dari kulit

paha. Penanganan luka diabet, harus ekstra agresif sebab pada luka diabet

kuman akan terus menyebar dan memperparah luka (Ismayanti, 2007).

b. Pencucian luka
Pencucian luka merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam

perawatan luka. Pencucian luka dibutuhkan untuk membersihkan luka dari

mikroorganisme, benda asing, jaringan mati selain itu pencucian luka dapat

memudahkan perawat dalam melakukan pengkajian luka sehingga perawat

dapat dengan tepat menentukan tujuan perawatan luka dan pemilihan balutan.

Pencucian luka yang baik dan benar akan mengurangi waktu

perawatan luka atau mempercepat proses penyembuhan luka. Begitu

pentingnya pencucian luka ini sehingga harus mendapat perhatian khusus dari

seorang perawat luka. Namun hati-hati dalam pemilihan cairan pencuci luka

karena tidak semua cairan pencuci luka baik dan tepat untuk setiap luka sama

halnya dengan pemilihan balutan.

Pemilihan cairan pencuci luka berdasarkan kondisi luka dan tujuan

pencucian luka tersebut, jangan sampai pencucian luka yang dilakukan

mengganggu proses penyembuhan luka itu sendiri. Bila tujuannya untuk


62

mengatasi infeksi maka cucilah dengan antiseptik, bila untuk menghilangkan

benda asing beri H2O2.

Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka

yang bersih, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada cairan

luka. Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat proses

penyembuhan luka dan menghindari kemungkinan terjadinya infeksi.

Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar dalam

manajemen luka. Merupakan basis untuk proses penyembuhan luka yang baik,

karena luka akan sembuh dengan baik jika luka dalam kondisi bersih.

Teknik pencucian pada luka antara lain dengan swabbing, scrubbing,

showering, hydrotherapi, whirlpool, dan bathing. Mencuci dengan teknik

swabbing dan scrubbing tidak terlalu dianjurkan pada pencucian luka, karena

dapat menyebabkan trauma pada jaringan granulasi dan epithelium, juga

membuat bakteri terdistribusi bukan mengangkat bakteri. pada saat scrubbing

atau menggosok dapat menyebabkan luka menjadi terluka sehingga dapat

meningkatkan inflamasi ( persisten inflamasi). teknik showering (irigasi),

whirpool, dan bathing adalah teknik yang paling sering digunakan dan banyak

riset yang mendukung teknik ini. keuntungan dari teknik ini adalah dengan

teknik tekanan yang cukup dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi,

mengurangi terjadinya trauma dan mencegah terjadinya infeksi silang serta

tidak menyebabkan luka mengalami trauma.


63

a. Debridement

Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasi kan oleh adanya

sel matiyang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini merupakan

respon yang normal dari tubuh terhadap jaringan yang rusak.

Jaringan nekrotik dapat dibedakan menjadi 2 bentuk :

1) Eschar yang berwarna hitam, keras, serta dehidrasi impermeable dan

lengket pada permukaan luka.

2) Slough-basah, kuning, berupa cairan dan tidak lengket pada luka.

Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka

dengan menyediakan tempat untuk pertumbuhan bakteri.untuk menolong

penyembuhan luka, tindakan debridement sangat dibutuhkan. Debridement

dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal, surgical,

enzimatik, autolysis, dan biochemical.

Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan

fisiolofis, Ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk

membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan

dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi.

Enzim tersebut akan menghancurkan residu-residu protein. Contohnya,

kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement

yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin. Debridemen

autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka.


64

Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen

yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis

preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan

yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang

melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung

(Lucilla serricata)yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen

biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan

nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling

cepat dan efisien.

Tujuan debridemen bedah adalah untuk:

a) Mengevakuasi bakteri kontaminasi

b) Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat

penyembuhan

c) Menghilangkan jaringan kalus

d) Mengurangi risiko infeksi lokal.

Cara yang paling efektif dalam membuat dasar luka yang baik

adalah dengan metode autolysis debridement. Autolysis debridement

adalah suatu cara peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh

sendiri dengan syarat utama lingkungan luka harus dalam keadaan lembab.

Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secara selektif akan melepas

jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak jaringan nekrosis akan

mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu dengan surgical atau


65

mechanical debridement. Tindakan debridement lain yang biasa digunakan

adalah dengan cara biomechanical menggunakan magots atau larva. Larva

akan dengan sendirinya secara selektif memakan jaringan nekrosis

sehingga dasar luka menjadi merah.

2. Dressing

Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang

harus dilakukan untuk memperbaiki kerusakan jaringan integument. Berhasil

tidaknya luka membaik, tergantung pada kemampuan perawat dalam memilih

balutan yang tepat, efektif dan efisien.

Tujuan Memilih Balutan

a) Balutan dapat mengontrol kejadian infeksi /melindungi luka dari trauma

dan invasi bakteri

b) Mampu Mempertahankan Kelembaban

c) Mempercepat Prosespenyembuhan Luka,

d) Absorbs Cairan Luka

e) Nyaman Digunakan,Steril Dan Cost Effective.

Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode

moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka

akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar

luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres,

terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas. Tindakan dressing


66

merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan

lesi.

Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam

keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.

Berikut ini akan dikenalkan beberapa jenis bahan topical terapi yang

dapat digunakan untuk penatalaksanaan perawatan luka diabetic, diantaranya

adalah calcium alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel, metcovazin, gamgee,

polyurethane foam, silver dressing.

(1)Calcium Alginate

Berasal dari rumput laut, dapat berubah menjadi gel jika bercampur

dengan luka. Berupa jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan luka

yang berlebihan. Dan keunggulannya adalah kemampuannya menstimulasi

proses pembekuan darah jika terjadi perdarahan minorserta barier terjadi

kontaminasi oleh psedomonas.

(2)Hydrokoloid

Jenis topikal terapi yang berfungsi untuk mempertahankanluka

dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma, dan menghindari dari

resiko infeksi, mampumenyerap eksudat minimal. Baik digunakan pada

luka yang berwarna merah, abses tau luka yang terinfeksi. Bentuknya

adaberupa lembaran tipis serta pasta. Keunggulannya adalah berbentuk

lembaran, tidak memerlukan balutan lain diatasnya sebagai penutup, cukup

ditempel dan ganti jika sudah bocor


67

(3) Hydroaktif gel

Jenis topikal terapi yang mampu melakukan peluruhan

jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri. Banyak mengandung air,

akan membuat suasana luka yang kering karena jaringan nekrosis

menjadi lembab. Air yang berbentuk gel akan masuk kesela-sela

jaringan yang mati dan kemudian akan menggembung jaringan

nekrosis seperti lebam mayat yang kemudian akan memisahkan

antara jaringan yang sehat dan jaringan mati. Pada keadaan lunak

inilah biasanya akan lebih mudah melakukan surgical debridemang

atau biarkan tubuh sendiri yang melakukannya.

(4) Polyurethane Foam

Jenis balutan dengan daya serap yang tinggi, sehingga

sering digunakan pada keadaan luka yang cukup banyak

mengeluarkan eksudat/cairan tang berlebihan dan pada dasar luka

yang berwarna merajh sajka. Kemampuannya menampung cairan

dapat memperpanjang waktu penggantian balutan. Selain itu

balutan ini juga tidak memerlukan balutan tambahan, langsung

dapat ditempel pada luka, dan membuat dasar luka menjadi rata,

terutama pada hypergranulasi

(5) Gamgee, balutan anti mikrobial dan pengikat bakteri

Gamgee adalah jenis topikal terapi berupa tumpukan bahan

balutan yang tebal dengan daya serap cukup tinggi dan diklaim
68

jika bercampur dengan cairan luka dapat mengikat bakteri.palingh

sering digunakan sebagain balutan tambahan setelah balutan utama

yang menempel pada luka. Beberapa balutan pada jenis ini ada

yang mengandung antimikrobial dan hydrophobic atau mengikat

bakteri.

(6) Metcovazin

Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik. Sangat

mudah digunakan karena hanya tinggal mengoles saja. Bentuk

salep, berwarna putih dan kemasan. Berfungsi untuk support

autolisis debridement (meluruhkan jaringan nekrosis /

mempersiapkan dasar luka berwarna merah) menghindari trauma

saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap,

mempertahankan suasana lembab dan suport granulasi.

Keunggulannya dapat digunakan untuk semua warna dasar luka

dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.

(7) Silver dressing

Kondisi infeksi yang ssulit ditangani, luka mengalami fase

statis, dasar luka menebal seperti membentuk agar-agar atau yang

dikenal dengan biofilm, penggunaan silver dressing merupakan

pilihan paling tepat. Pada keadaan ini luka mengalami sakit yang

berat, eksudat dapat menjadi purulen dan mengeluarkan bau yang

tidak sedap. Dressing ini digunakan dalam jumlah pemakaian 4 x


69

ganti balutan dimana silver menempel pada luka sekurangnya 5-7

hari saja. dengan daya.

3. Edukasi pasien dan keluarga

Edukasi bagi pasien dan keluarga dengan diabetes sangat penting. Hal

ini disebabkan penyakit diabetes adalah penyakit yang tidak dapat

disembuhkan tetapi dapat dikontrol dengan pola hidup sehat (makan sesuai

kebutuhan dan olahraga teratur) dan menggunakan oral maupun insulin.

Lima Pilar Menuju Sehat

a. Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat:

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita

2) Mengarahkan pada berat badan normal

3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda

4) Mempertahankan kadar KGD normal

5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

7) Menarik dan mudah diberikan

b. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan

setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten


70

pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor

insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.

2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore

3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein

5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan

dirangsang pembentukan glikogen baru

6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena

pembakaran asam lemak menjadi lebih baik

c. Pendidikan

Merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita

DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV,

kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

d. Kontrol Gula Darah

Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP

> 144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik

makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.

Sehingga penting dalam kepatuhan pasien dengan DM terhadap diet.

e. Kontrol Tekanan Darah

Pada penderita Diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang

tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi


71

vaskuler sehingga klien dengan diabetes perlu melakukan pemeriksaan

tekanan darah secara rutin.

4. Aplikasi perawatan luka

a. Pengkajian: catat riwayat pasien dan keluhan utama.

b. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan pengkajian dan

perawatan luka.

c. Cuci tangan.

d. Buka luka perlahan, hindari terjadinya perdarahan / terauma pada luka.

Tidak perlu menggunakan pinset dalam membuka balutan, cukup

menggunakan tangan yang menggunakan sarung tangan.

e. Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jangan lupa

dokumentasikan dengan tepat hal-hal yang harus ditulis dan diambil

gambar luka. Jika harus dilakukan pengambilan kultur, sesuaikan dengan

prosedur cara pengambilan kultur.

f. Cuci luka, boleh dilakukan dengan perendaman air hangat atau air yang

mengandung antiseptik. Hati-hati dalam mencuci luka jangan sampai

menyebabkan trauma, terakhir jika luka tidak terdapat infeksi dapat dibilas

dengan NS 0,9 % saja atau jika ada infeksi dapat menggunakan larutan

antiseptik lain, kemudian bilas dengan NS 0,9 % atau hanya dengan larutan

Feracrylum 1%.

g. Siapkan alas bersih dan mulailah dengan merawat luka. ganti sarung tangan

saat akan melakukan pembalutan.


72

h. Pilih topikal terapi sesuai dengan kondisi luka, misalnya sesuai dengan

warna dasar luka, bentuk luka, luas dan kedalamannya, terinfeksi atau

tidak.

i. Tutup luka dengan seksama, jangan sampai ada luka yang tampak kelihatan

dari luar, ukur ketebalan kasa atau bahan topikal yang ditempelkan keluka

harus mampu membuat suasana luka optimal (moisture balance) dan

memsuport luka kearah perbaikan/segera sembuh.

j. Jika terdapat edema, lakukan pemeriksaan tentang penggunaan balutan

kompresi (dopler).

k. Perhatikan kualitas hidup pasien, hindari pasienm tidak bisa melakukan

aktifitasnya setelah dikenakan balutan.

l. Jelaskan pada pasien kapan harus kembali lagi untuk melakukan

penggantian balutan dan kontrol gula darah.

m. Rapikan semua alat-alat dan perhatikan tentang pembuangan sampah

medis

c. Proses Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena

berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkisanambungan.

Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan

kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang

saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai

penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi klinik saat ini
73

telah dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang berhubungan

dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan yang

telah berhasil memberikan kesembuhan. (Ismayanti, 2007).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Pada saat terjadinya luka pada seseorang untuk mempercepat penyembuhan

luka dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a) Anemia dapat mempengaruhi terjadinya penyembuhan luka pada seseorang.

Karena perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup

b) Usia pada seseorang

c) Penyakit lain yang di derita seperti ginjal dan kencing manis

d) Kebutuhan nutrisi harus dicukupi. Agar dapat mempercepat penyembuhan

luka pada seseorang.

e) Kegemukan, obat-obatan, merokok dan stres

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara

spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan

kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:

a. Luka superfisial; terbatas pada lapisan dermis.

b. Luka “partial thickness”; hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis

dan lapisan bagian atas dermis.

c. Luka “full thickness”; jaringan kulit yang hilang pada lapisan epidermis,

dermis, dan fasia, tidak mengenai otot.


74

d. Luka mengenai otot, tendon dan tulang.

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan

dapat dibagi menjadi:

a. Luka akut; luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kornis; luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen.

Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan

mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan

membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan

sebelumnya. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses

regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor

endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi

metabolik).

Pada dasarnya proses penyembuhan ditandai dengan terjadinya

proses pemecahan atau katabolik dan proses pembentukan atau anabolik.

Dari penelitian diketahui bahwa proses anabolik telah dimulai sesaat

setelah terjadi perlukaan dan akan terus berlanjut pada keadaan dimana

dominasi proses katabolisme selesai.

Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan

yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada

tipe/jenis dan derajat luka.


75

Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan

penyembuhan luka terdiri dari:

a. Fase inflamasi/Eksudasi; menghentikan perdahan dan mempersiapkan

tempat luka menjadi bersih dari benda asing atau kuman sebelum

dimulai proses penyembuhan.

b. Fase proliferasi/granulasi; pembentukan jaringan granulasi untuk

menutup defek atau cedera pada jaringan yang luka.

c. Fase maturasi/deferensiasi; memoles jaringan penyembuhan yang telah

terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional.

Penjelasan Tahap-Tahap Penyembuhan Luka

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi

akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak

dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari

benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses

penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan

menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan

menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi

“vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi,

selanjutnya terjadi penempelan endotel yang yang akan menutup pembuluh

darah.
76

Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi

vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local

reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan

sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan

meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari

pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema

jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.

Eksudasi ini jugamengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil)

ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing

dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh

sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada

proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:

a. Sintesa kolagen

b. Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas

c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi

d. Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi

atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat

dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan

adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung

sampai hari ke-3 atau hari ke-4.


77

2. Fase Proliferasi

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah

memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel.

Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung

jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan

digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel

fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan

penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan aktif bergerak dari

jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang

(proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam

membangun (rekonstruksi) jaringan baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membnetuk cikal bakal

jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya

subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh

darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki

kawasan luka.

Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam

jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan

proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia.

Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:


78

1) Proliferasi

2) Migrasi

3) Deposit jaringan matriks

4) Kontraksi luka

Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru

didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferaswi proses

penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes),

pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan

lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis.

Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu

respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka

karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya

tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan

proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh

platelet dan makrofag (growth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas

mengeluarkan “keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam

stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir

luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka.

Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini

akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan

granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup


79

luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang

mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi

kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan

dengan defek luka minimal.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan

kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh

berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir

sampai kurang lebih 12 bulan. . Tujuan dari fase maturasi adalah

menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai

meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai

berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen

bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari

ajringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah

perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan

dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan

terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (

gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah

menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang

lebih baik (proses re-modelling).


80

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan

keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.

Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan

kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan

aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi

setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung

dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.

Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan

dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).

Konsep Baru

Studi tentang lingkungan yang optimal dan berperan dalam proses

penyembuhan luka telah dimulai 30 tahun yang lalu oleh Winter. Penelitian

dasar klinik mengenai perawatan luka berbasis suasana lembab (moist) telah

memberikan pandangan yang berbeda diantara para pakar. Saat ini perawatan

luka tertutup untuk dapat tercapai keadaan yang lembab telah dapat diterima

secara universal sebagai standar baku untuk berbagai tipe luka. Alasan yang

rasional teori perawatan luka dalam suasana lembab adalah:

a. Fibrinolisis
81

Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat

dihilangkan (fibrinolitik) oleh netrofil dans el endotel dalam suasana

lembab.

b. Angiogenesis

Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih merangsang

lebih cepat angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler. Angiogenesis akan

bertambah dengan terbentuknya heparin dan tumor necrosis factor-alpha (

TNF-alpha).

c. Kejadian infeksi

Lebih rendah dibandingkan dnegan perawatan kering (2,6% vs 7,1 %)

d. Pembentukan growth factor

Yang berperan pada proses penyembuhan dipercepat pada suasana

lembab. Epidemi grwoth factor/EGF, fibroblast growth factor/FGF dan

Interleukin 1/Inter-1 adalah substansi yang dikeluarkan oleh makrofag yang

berperan pada angiogenesis dan pembentukan stratum korneum. Platelet-

derived growth factor/PDGF dan transforming growth factor-beta/TGF-

beta yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada proliferasi fibroblas.

e. Percepatan pembentukan sel aktif

Invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke

daerah luka berfungsi lebih dini.


82

2.4 Kerangka Konsep

Pencucian Luka Proses Ada Pengaruh


Penderita
Ulkus dengan Daun Penyembuhan
Diabetik Sirih Luka
Tidak ada pengaruh

Anemia
Usia
Penyakit lain yang di
derita seperti ginjal
Kebutuhan nutrisi
Kegemukan
obat-obatan
merokok
stress

Keterangan :
: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

: Punya Hubungan
83

2.5 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Cara Ukur Skala Hasil Akhir


Operasional Ukur
1 Pre Pre merupakan Lembar  Melihat Skala Warna :
Tindakan sebelum Observasi dan Ordinal  1 : Jika
pencucian pelaksanaan mencatat Warna Luka
Luka dengan pencucian luka, keadaan Hitam
rebusan Pencucian luka luka  2 : Jika
daun sirih merupakan salah sebelum Warna Luka
satu hal yang dilakukan Hijau
sangat penting pencucian  3 : Jika
dalam perawatan luka Warna Luka
luka. Pencucian dengan Merah Muda
luka dibutuhkan rebusan Kadar Gula
untuk daun sirih Darah :
membersihkan  1 : Jika
luka dari Kadar Gula
mikroorganisme, Darah >200
benda asing, mg/dl
jaringan mati  2 : Jika
selain itu Kadar Gula
pencucian luka Darah 150-
dapat memudahkan 200 Mg
perawat dalam  3 : Jika
melakukan Kadar Gula
pengkajian luka Darah
sehingga perawat normal (75-
dapat dengan tepat 110 mg/dl)
menentukan tujuan Goa :
perawatan luka dan
 1 : Jika
pemilihan balutan. Kedalaman
Luka >3cm
 2 : Jika 2-3
cm
 3 : Jika tidak
ada Goa
Bau
 1 : jika Bau
Menyengat
 2 : Jika Bau
sedang
84

 3 : Jika tidak
ada Bau
Tepi Luka
 1 : Jika Luka
Bernanah
 2 : Jika Luka
basah tak
bernanah
 3 : Jika Luka
Kering
2 Post Post merupakah Lembar Diobservasi Skala Warna :
Tindakan setelah pencucian Observasi selama 2 Ordinal  1 : Jika
pencucian luka, Pencucian kali dalam Warna Luka
luka dengan luka merupakan seminggu Hitam
rebusan salah satu hal yang setelah  2 : Jika
daun sirih sangat penting pemberian Warna Luka
dalam perawatan rebusan Hijau
luka. Pencucian daun sirih  3 : Jika
luka dibutuhkan Warna Luka
untuk Merah Muda
membersihkan Kadar Gula
luka dari Darah :
mikroorganisme,  1 : Jika
benda asing, Kadar Gula
jaringan mati Darah >200
selain itu mg/dl
pencucian luka  2 : Jika
dapat memudahkan Kadar Gula
perawat dalam Darah 150-
melakukan 200 Mg
pengkajian luka  3 : Jika
sehingga perawat Kadar Gula
dapat dengan tepat Darah
menentukan tujuan normal (75-
perawatan luka dan 110 mg/dl)
pemilihan balutan. Goa :
 1 : Jika
Kedalaman
Luka >3cm
 2 : Jika 2-3
cm
 3 : Jika tidak
85

ada Goa
Bau
 1 : jika Bau
Menyengat
 2 : Jika Bau
sedang
 3 : Jika tidak
ada Bau
Tepi Luka
 1 : Jika Luka
Bernanah
 2 : Jika Luka
basah tak
bernanah
 3 : Jika Luka
Kering

Anda mungkin juga menyukai