Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi tumor

atau kanker di Indonesia mencapai 1,4 per 1000 penduduk. Di Indonesia jumlah

penderita kanker tertinggi adalah perempuan dengan kanker payudara dan kanker

leher rahim, sedangkan pada laki-laki adalah kanker paru-paru dan kanker

kolorektal. Jenis kanker dengan insidensi tertinggi pada perempuan adalah kanker

payudara (40 per 100 ribu perempuan), dan kanker leher rahim (17 per 100 ribu

perempuan), sedangkan pada laki-laki didominasi oleh kanker paru-paru (26 per

100 ribu laki-kali), dan kanker kolorektal (16 per 100 ribu laki-laki) (IARC,

2012; Kemenkes, 2013).

Kemoterapi merupakan salah satu penanganan dalam kanker. Efek samping

yang penting untuk diwaspadai dari kemoterapi adalah penurunan sel darah putih

secara drastis atau disebut neutropenia yang bisa meningkatkan risiko infeksi dan

mengancam nyawa pasien. Hal ini merupakan salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas yang cukup sering pada pasien kanker. Neutropenia pasca kemoterapi

selain akan memperpanjang lama rawat dan meningkatkan risiko infeksi, juga

menyebabkan tertundanya pemberian kemoterapi dan pengurangan dosis

kemoterapi (Crawford dkk., 2003).

Neutrofil berperan penting dalam pertahanan melawan infeksi dan sebagai

mediator respon inflamasi (Schouten, 2006). Febril neutropenia adalah demam

dengan axillary temperatur > 38,5°C selama 1 jam dan nilai absolute neutrophil

1
count (ANC) < 0.5 x 109 sel/L selama 48 jam (Aapro dkk., 2011). Neutropenia

dapat terjadi tanpa demam yang didefinisikan sebagai jumlah ANC < 1,0 x 109

sel/L dan dapat menurun hingga < 0,5 x 109 sel/L selama 48 jam (Alberta Health

Services, 2014; NCCN Guidelines, 2013).

Neutropenia dapat terjadi pada kasus keganasan hematologi dan kanker

padat. Sekitar 20-40% terjadi neutropenia pada kanker padat (Bolis dkk., 2013).

Kanker padat terbanyak adalah kanker payudara, kanker paru, kanker ovari,

kanker kolorektal (Aapro dkk., 2011; Cooper dkk., 2011). Mayoritas kejadian

episode neutropenia terjadi pada siklus pertama kemoterapi pada kanker payudara

sebanyak 71%, kanker limfoma sebanyak 70%, kanker kolon 53%, kanker

ovarium sebanyak 46%, dan kanker paru sebanyak 60% (Crawford dkk., 2008).

Pada penelitian Schwenkglenks dkk., (2006), menyatakan bahwa kejadian

neutropenia pada siklus pertama dapat diprediksi akan terjadi di siklus ke dua dan

seterusnya.

Neutropenia diklasifikasikan berdasarkan common toxicity criteria (CTC).

Durasi neutropenia tergantung dari regimen kemoterapi yang diberikan. Rata-rata

waktu untuk mencapai ANC recovery jika nilai ANC ≥ 0,5-< 1,0 x 109/L adalah 5

hari, ketika ANC mencapai ≥ 1,0-< 2,0 x 109/L membutuhkan waktu 6 hari dan

untuk kembali ke ANC normal ≥ 2,0 x 109/L memerlukan waktu 9 hari (Lalami

dkk., 2006). Sehingga semakin rendah nilai ANC maka recovery dan durasi

neutropenia akan semakin lama.

Neutropenia berkaitan dengan boddy mass index (BMI) yang rendah (Kim

dkk., 2011). Secara keseluruhan, pasien dengan obesitas sangat kecil

2
kemungkinan mengalami toksisitas hematologi maupun penundaan siklus

kemoterapi akibat myelosupresi (Peter dkk., 2007). Secara klinis, berat badan dan

tinggi badan serta luas permukaan tubuh menjadi landasan dalam perhitungan

dosis (Ansel dan Prince, 2006). Sehingga dengan berat badan berlebih

dimungkinkan dosis filgrastim yang dibutuhkan juga besar. Namun, dalam

prakteknya dosis filgrastim pada pasien neutropenia dengan berat badan berlebih

kemungkinan kurang, karena obat yang dijaminkan adalah per vial.

Kejadian efek samping kemoterapi terkait dengan regimen kemoterapi yang

diberikan. Golongan antrasiklin dan alkylating memiliki efek myelosupresi.

Menurut studi literatur, kejadian febril neutropenia pada pasien kanker padat

adalah 33% (Sridhar, 1996). Kejadian febril neutropenia yang menerima regimen

5-FU, leucovorin, irinotecan, oxaliplatin untuk metastatic pancreatic cancer

sebanyak 27% (Weycker dkk., 2014). Selain itu, regimen decetaxel dan

doxorubicin pada 2 clinical trial pada kanker payudara sekitar 75% terjadi febril

neutropenia pada siklus pertama (Crawford dkk., 2003). Kejadian neutropenia

juga terjadi pada pasien kanker paru sebanyak 24-57% yang menerima doxetacel,

carboplatin, doxorubicin, cyclophosphamide, dan etoposide, 22-33% pada pasien

kanker ovari yang menerima doxetacel dan paclitaxel, 15% pada pasien kanker

kolon yang menerima 5 FU dan leucovurin (Aapro dkk., 2011).

Hematopoietic growth-stimulating factor adalah sitokin yang mengatur

proliferasi, diferensiasi dan fungsi sel hematopoietik. Hematopoietic growth-

stimulating factor terdapat dalam 2 bentuk yaitu granulocyte colony stimulating

factors (G-CSF) dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-

3
CSF). Contoh G-CSF yaitu lenograstim, filgrastim dan pegylated filgrastim

sedangkan contoh GM-CSF yaitu sargramostim, ke dua jenis ini sudah banyak

diteliti pada pasien kanker yang berisiko mengalami neutropenia sebagai

pencegahan pada neutropenia maupun febril neutropenia (Schouten, 2006).

European organisation for research and treatment of cancer (EORTC)

2010 menyebutkan filgrastim, lenograstim, pegfilgrastim (pegylated filgrastim)

secara klinik direkomendasikan dalam pencegahan terjadinya febril neutropenia

maupun terapi komplikasi akibat febril neutropenia. Penggunaannya dapat sebagai

primary prophylaxis yaitu pemberian G-CSF setelah 24-72 jam pada siklus

pertama kemoterapi maupun secondary prophylaxis yaitu pemberian G-CSF

setelah terjadinya neutropenia. Rekomendasi penggunaan G-CSF sebagai

profilaksis dipertimbangkan untuk pasien dengan risiko 20% febril neutropenia,

G-CSF tidak direkomendasikan jika risiko febril neutropenia kurang dari 10%

(Aapro dkk., 2011).

Studi meta-analisis yang dilakukan oleh Cooper dkk., (2011) menunjukkan

bahwa profilaksis primer dengan G-CSF secara signifikan mengurangi insidensi

febril neutropenia pada pasien dewasa yang menjalani kemoterapi pada kanker

padat maupun keganasan hematologi. Penelitian ini menunjukkan pegfilgrastim

mengurangi risiko febril neutropenia lebih besar dari pada filgrastim.

Penelitian mengenai terapi filgrastim dengan dosis 100 µg/m2/hari setelah

menerima regimen TAC (doxetacel, doxorubicin dan cyclophosphamide) disiklus

pertama pada pasien kanker payudara dapat menaikkan nadir ANC dari 96/mm3

hingga mencapai ANC recovery > 2000/mm3 selama 9,8 hari (Park dkk., 2013).

4
Astuti (2004) melakukan evaluasi penggunaan G-CSF pada pasien kanker

limfoma setelah pemberian kemoterapi yaitu menggunakan filgrastim sebagai

terapi dan lenograstim sebagai profilaksis. Rata-rata durasi neutropenia pada

pemberian filgrastim sebagai terapi adalah 4,81 hari, sedangkan lenograstim

sebagai profilaksis adalah 1,75 hari. Persentase kejadian febril neutropenia pada

pemberian filgrastim sebagai terapi adalah 75% sedangkan lenograstim sebagai

profilaksis terjadi 25%, dimana kejadian infeksi pada pasien yang diterapi

filgrastim sebesar 42,31% sedangkan profilaksis lenograstim sebesar 25%.

Sehingga penggunaan antibiotik pada pasien yang diterapi filgrastim adalah

86,54%, sedangkan pada pasien yang menggunakan profilaksis lenograstim

adalah 25%, dan outcome yang dilihat adalah adanya peningkatan leukosit setelah

penggunaan G-CSF.

Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa penggunaan

profilaksis colony stimulating factor (CSF) dapat mengurangi risiko, keparahan,

dan kejadian neutropenia serta durasi febril neutropenia, namun biaya menjadi

faktor penghalang dalam penggunaan rutin untuk semua pasien yang menjalani

kemoterapi myelosuppressive. Filgrastim dan pegfilgrastim saat ini disetujui oleh

FDA untuk digunakan dalam mencegah neutropenia akibat kemoterapi. Adapun

efek samping yang dilaporkan akibat penggunaan G-CSF di antaranya adalah

nyeri tulang atau muskuloskeletal sekitar 20% dan leukositosis (jumlah sel darah

putih > 100 x 109/L) (Aapro dkk., 2010).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

328/MENKES/SK/VIII/2013 menetapkan filgrastim injeksi 300 mcg/mL dan

5
lenograstim injeksi 263 mcg/vial dijamin pembiayaan oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial, dan termasuk dalam formularium nasional dalam pengatasan

neutropenia pra dan pasca kemoterapi (leukosit kurang dari 4000/mm3 dan

neutrofil kurang dari 1500/mm3) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Filgrastim adalah jenis produk G-CSF yang beredar di Indonesia, beberapa

nama dagang obat ini adalah Leucogen®, Leucocin® dan Neupogen®. Klinisi di

RSUP Dr. Sardjito pada praktik sehari-hari menggunakan filgrastim sebagai terapi

neutropenia. Di RSUP Dr. Sardjito digunakan dua merek dagang filgrastim yaitu

A dan B. Dari segi harga filgrastim merek dagang B lebih mahal dari filgrastim

merek dagang A. Namun, obat yang isinya sama antara satu produk dengan

lainnya tentunya memiliki efektivitas yang sama. Obat yang memiliki bahan aktif

yang sama, harus memenuhi standar uji bioekivalensi, jika dua produk dinyatakan

bioekivalen maka kedua produk tersebut akan menunjukkan bioavailabilitas yang

sama, sehingga kedua obat diharapkan dapat memberikan efek terapi yang sama

(Peterson, 2011).

Produk biosimilar dalam metode pembuatannya berbeda dengan produk

generik konvensional. Contoh biosimilar yang disetujui oleh european medicine

agency (EMA) adalah erythropoetin (epoetin), G-CSF (filgrastim) dan

recombinant human growth hormone. Biosimilar filgrastim digunakan pada

onkologi untuk pengatasan neutropenia dan epoetin untuk pengatasan anemia.

Antara produk inovator dengan biosimilar memiliki kesetaraan yang sama dalam

profil farmakokinetik, farmakodinamik, keamanan dan efektivitas (Aapro, 2013).

Penelitian mengenai produk baru yang similar atau produk yang sama

6
dilakukan oleh del Giglio dkk., (2008) dan Gatzemeier dkk., (2009). Penelitian ini

membandingkan XM02 (biosimilar filgrastim) dengan Neupogen dalam

mengatasi neutropenia akibat efek myelosupresi kemoterapi. Penelitian

memberikan hasil bahwa XM02 memiliki efek yang sama dengan Neupogen

dalam mengurangi durasi neutropenia dan meningkatkan waktu ANC recovery,

namun ada perbedaan respon di setiap jenis kanker.

Penelitian Gatzemeier dkk., (2009), membandingkan efek XM02 dan

NeupogenTM pada pasien Small Cell Lung Cancer (SCLC) maupun Non Small

Cell Lung Cancer (NSCLC) terhadap durasi neutropenia di siklus pertama. Rata-

rata durasi neutropenia 0,5 hari untuk XM02 dan 0,3 hari untuk Neupogen™.

Serta rata-rata time to ANC recovery adalah 6,3 hari untuk XM02 dan 4,5 hari

untuk Neupogen™. Sedangkan penelitian del Giglio dkk., (2008),

membandingkan efek durasi neutropenia setelah pemberian XM02 dan

NeupogenTM pada pasien kanker payudara di siklus pertama. Hasil yang diperoleh

adalah rata-rata durasi neutropenia 1,1 hari untuk XM02, dan 1,1 hari untuk

NeupogenTM) serta plasebo 3,8 hari. Sedangkan rata-rata time to ANC recovery

adalah 8,0 hari untuk XM02 dan 7,8 hari untuk NeupogenTM serta 14 hari untuk

plasebo.

Salah satu cara untuk mengurangi biaya setelah berakhirnya produk paten

inovator adalah penggunaan biosimilar. Namun, karena variasi dalam proses

manufaktur, biosimilar berbeda dengan produksi obat generik sintetis kimia. Obat

generik memiliki komposisi kualitatif dan kuantitatif yang sama dengan produk

asli, sedangkan biosimilar diproduksi oleh sintesis sel hidup. Akibatnya,

7
biosimilar kemungkinan tidak memiliki komposisi dan mekanisme farmakologi

yang tepat sama dengan produk referensi (Haustein, 2012).

Peran farmasis adalah mengevaluasi efikasi dan keamanan biosimilar yang

digunakan karena biosimilar tidak sepenuhnya identik dengan produk inovator.

Fakor biaya merupakan salah satu keuntungan biosimilar yang dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan suatu obat, namun biaya tidak

harus menjadi bahan pertimbangan, melainkan berdasarkan data klinis yang

sesungguhnya (Hoffman dkk., 2013).

Penggunaan CSF sebagai profilaksis dan terapi sudah banyak diuji secara

klinis di negara barat, namun di Indonesia belum banyak. Berdasarkan latar

belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi penggunaan obat

dalam waktu mencapai ANC recovery di antara produk filgrastim merek dagang

A dan filgrastim merek dagang B, dengan judul penelitian "Evaluasi Efektivitas

Filgrastim Pada Pasien Kanker Padat Yang Mendapatkan Kemoterapi di RSUP Dr

Sardjito Yogyakarta".

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan waktu dalam mencapai ANC recovery antara

filgrastim merek dagang A dan filgrastim merek dagang B pada pasien kanker

padat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?

8
C. Tujuan

Mengetahui perbedaan waktu dalam mencapai ANC recovery antara

filgrastim merek dagang A dan filgrastim merek dagang B pada pasien kanker

padat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

D. Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemegang

kebijakan dan lembaga terkait mengenai efektivitas beberapa merek dagang

filgrastim pada pasien neutropenia akibat kemoterapi pada kanker padat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian "Evaluasi Efektivitas Filgrastim Pada Pasien Kanker Padat Yang

Mendapatkan Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta". Tempat penelitian

dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dengan sampel pasien kanker padat,

periode Januari 2013-Maret 2015, metode penelitian yang digunakan adalah

cohort retrospektif. Analisis penelitian menggunakan analisis paired sample t-test

dan independen sample t-tes, analisis survival dengan kurva Kapplan Meier, serta

uji Chi square test. Sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya

yang disebutkan pada tabel 1 di bawah ini.

9
Tabel 1. Keaslian Penelitian

Penelitian Tujuan Metode Jumlah sampel Hasil


Pemberian Granulocyte Perbandingan proporsi Rancangan uji klinis acak Metode pengambilan sampel G-CSF menurunkan kejadian
Colony Stimulating Factor (G- neutropenia derajat 3-4 antara terkontrol. Dua kelompok consecutive sampling, yaitu neutropenia derajat 3-4,
CSF) Sebagai Tindakan kelompok yang diberi G-CSF yaitu perlakuan yang pasien terdiagnosis kanker perbandingan rata-rata lama
Preventif Primer Neutropenia dan yang tidak, mengetahui memperoleh kemoterapi FEC payudara yang memperoleh kejadian neutropenia derajat 3-
Derajat 3-4 Pada Penderita apakah pemberian G-CSF 100 dan G-CSF mulai hari ke kemoterapi adjuvan FEC 100, 4 dimana dengan pemberian
Kanker Payudara Usia Lanjut pada penderita kanker 2 selama 14 hari 5 mcg/kg/BB berusia diatas 60 tahun. G-CSF mempersingkat waktu
Yang Memperoleh payudara usia lanjut yang dan kontrol yang menerima Dengan perhitungan besar neutropenia, penurunan risiko
Kemoterapi Ajuvant memperoleh kemoterapi FEC 100 saja. Masing-masing sampel untuk uji klinis relatif neutropenia dan number
Fluorourasil, Epirubicin Dan adjuvan FEC 100 dapat kelompok terdapat neutropenia proporsi 2 kelompok need to treath.
Cyclophosphamid (FEC 100) mengurangi kejadian derajat 3 dan atau 4 positif, didapatkan 26 pasien.
(Murti, 2005). neutropenia derajat 3-4 atau negatif dan lamanya
mempersingkat lamanya neutropenia.
neutropenia yang terjadi.
Evaluasi Penggunaan Menggambarkan insidensi Non-eksperimental studi cross Dari 276, 189 pasien Insidensi neutropenia pada
Granulocyte Colony neutropenia, serta sectional, dan rancangan kemoterapi dan 4 pasien (4 pasien kanker limfoma
Stimulating Factor Pada mengevaluasi G-CSF meliputi deskriptif, dan pengambilan episode) G-CSF profilaksis. 55,56%, tidak mengalami
Pasien Kanker Limfoma pola penggunaan di RS, data secara retrospektif dari Dari 189 pasien terdapat 105 onset neutropenia sebanyak
Setelah Mendapat Kemoterapi respon klinik pasien, rekam medik januari 2001- pasien neutropenia dan dari 75%, rata durasi (yang sebagai
di RS. Kanker Dharmais kesesuaian waktu pemberian, september 2003. 105 pasien terdapat 149 terapi (setelah mengalami
Jakarta, Periode Januari 2001- durasi pemberian dibanding episode dan dari 149 episode neutropenia) 4,81 hari, yang
September 2003 (Astuti, guideline, gambaran biaya terdapat 68 episode yang profilaksis (sebelum
2004). dalam satu episode. menerima G-CSF terapi. Ada kemoterapi dan yang pada
16 episode dieksklusi sehingga siklus sebelumnya pernah
jumlah sampel 56 kasus mengalami 1,75 hari), febril
kanker limfoma, yang neutropenia (yang sebagai
menerima G-CSF sebagai terapi 75% terjadi febril dan
terapi 92,86% (52 episode 25% profilaksis dan 11 pasien
pasien) dan profilakasis 7,14% meninggal), infeksi (dengan
(4 episode pasien), G-CSF nya terapi 42,31% dan profilaksis
neupogen (filgrastim 55,36%) 25%), penggunaan AB
dan granocyte (lenograstim (dengan terapi 86,54%,
44,64%). profilaksis 25%), hospital

10
length of stay (terapi 7 hari
dan profilaksis 7,5 hari),
outcome (terjadi peningkatan
leukosit dan biaya (pasien G-
CSF terapi 34,62% biaya > 8,5
juta dan 25% pada pasien yang
menerima profilaksis). Pasien
yang meninggal (terapi
21,15% dan 50% pada
profilaksis), berdsarkan
ASCO, 50% waktu pemberian
profilaksis tidak sesuai dan
21,43% keterlambatan
penggunaan profilaksis
sekunder.

XM02 is superior to placebo Membandingkan XM02 Pasien dipilih secara acak Total 348 pasien dengan Hasil siklus pertama: Rata-rata
and equivalent to Neupogen™ dengan Neupogen dan menerima injeksi XM02, kemoterapi durasi neutropenia adalah 1,1
in reducing the duration of placebo, dimana XM02 Neupogen™ dan placebo docetaxel/doxorubicin. hari (XM02), 1,1 hari
severe neutropenia and the merupakan biosimilar dari secara subcutan dengan dosis Kelompok XM02 (n = 140), (NeupogenTM)) dan plasebo
incidence of febrile Neupogen dan dapat 5µg/kg/hari selama 5 hari Neupogen™ (n = 136) dan 3,8 hari. Insidensi febril
neutropenia in cycle 1 in membuktikan bahwa XMO2 sampai maksimum 14 hari plasebo (n = 72). Grup plasebo neutropenia adalah 12,1%
breast cancer patients dapat fektif dalam menaikkan setiap siklus. G-CSF harus ini adalah pasien yang (XM02), 12,5% (Neupogen
receiving neutrofil pada pasien kanker dihentikan ketika ANC ≥ 10 x menerima plasebo (hanya TM), dan 36,1% (plasebo).
docetaxel/doxorubicin payudara. 109/L atau setelah nadir siklus pertama) kemudian Serta rata-rata time to ANC
chemotherapy (del Giglio dicapai. Dihitung rata-rata siklus selanjutnya digantikan recovery adalah 8,0 hari
dkk., 2008). durasi neutropenia dan waktu dengan terapi XM02. (XM02), 7,8 hari
mencapai ANC recovery serta (NeupogenTM) dan 14 hari
analisa kovarian (ANCOVA) (plasebo).
dari XM02 dan Neupogen™.

11
XM02, the First Biosimilar G- Menunjukkan bahwa G- CSF Multinational, multicenter, Total 240 pasien, XM02 (n = Hasil siklus pertama: Rata-rata
CSF, is Safe and Effective in baru XM02 sama efektifnya randomized, controlled phase- 160) dan Filgrastim durasi neutropenia adalah 0,5
Reducing the Duration of dengan Neupogen dalam III study. Pasien menerima (Neupogen) (n = 80). Grup hari (XM02), 0,3 hari
Severe Neutropenia and mengobati neutropenia pada XM02 dan Filgrastim pada Filgrastim hanya pada siklus (Neupogen™). Insidensi febril
Incidence of Febrile pasien SCLC maupun siklus pertama kemoterapi, pertama kemudian siklus neutropenia adalah 15 %
Neutropenia in Patients with NSCLC. pada siklus berikutnya semua selanjutnya digantikan dengan (XM02), 8,8%
Small Cell or Non-small Cell pasien menerima XM02. Pada terapi XM02. (NeupogenTM). Serta rata-rata
Lung Cancer Receiving tiap siklus, 24 jam setelah time to ANC recovery adalah
Platinum- Based mendapat kemoterapi, pasien 6,3 hari (XM02), 4,5 hari
Chemotherapy (Gatzemeier diberikan injeksi subcutan 5 (NeupogenTM).
dkk., 2009). µg/kg/hari XM02 atau
Filgrastim selama 5 hari
sampai maksimum 14 hari. G-
CSF harus dihentikan ketika
ANC ≥ 10 x 109/L atau setelah
nadir dicapai.
Breakthrough febrile Mengetahui prevalensi, Observasional retrospektif Jumlah 145 pasien dengan Mayoritas pasien didiagnosis
neutropenia and associated dampak dan prediksi faktor kohort studi di National berbagai ras wanita 93 lymphoma (54,5%), kanker
complications among elderly terjadinya febril neutropenia Cancer Centre Singapore (64,1%) dan pria 52 (35,9%). payudara (34,5%) dan small
cancer patients receiving pada usia lanjut ≥ 65 tahun (NCCS). Sebanyak 704 siklus cell lung cancer (8,3%).
myelosuppressive yang menerima adjuvan kemoterapi dan setiap pasien Sebanyak 41,7% terjadi febril
chemotherapy for solid tumors kemoterapi meskipun pasien menerima rata-rata 4,86 siklus, neutropenia pada siklus
and lymphomas (Chan dkk., telah di beri G- CSF. usia rata-rata 69 tahun. pertama pengobatan. Hanya
2013). sebagian kecil pasien yang
menerima penundaan
pengobatan atau pengurangan
dosis (25% dan 12,5%). Total
24 pasien (16,6%) terjadi satu
episode febril neutropenia
dengan rata-rata ANC nadir
pasien 0,71 x 109/L.

12
A randomize, multi-center, Mengevaluasi efikasi dan Pemilihan sampel dilakukan Pasien yang menerima Rata-rata nadir ANC:
open-label, phase II study of keamanan pemberian sekali secara acak menerima filgastim 21 pasien dan filgrastim 96/mm3,
once-per-cycle DA-3031, a sehari dari tiap siklus filgrastim s.c 100 µg/m2/hari pegfilgrastim DA-3031 dosis pegfilgrastim DA-3031 dosis
biosimilar pegylated GCSF, kemoterapi DA-3031 pada dua di sekitar 24 jam setelah 3,6 mg 20 pasien dan 6 mg 20 3,6 mg adalah 136,7/mm3 dan
compared with daily filgrastim tingkat dosis dibandingkan kemoterapi dan berlanjut pasien. dosis 6 mg adalah 139,2/mm3.
in patients receiving TAC dengan filgrastim harian pada sampai ANC 5 x 109/L setelah Rata-rata time to ANC
chemotherapy for early- stage pasien yang menerima TAC nadir atau sampai dengan 10 recovery: filgrastim 9,8 hari,
breast cancer (Park dkk., kemoterapi untuk kanker hari. Dan pegfilgrastim secara pegfilgrastim DA-3031 dosis
2013). payudara stadium awal. s.c. diinjeksi tunggal DA-3031 3,6 mg adalah 10,1 hari dan
pada dosis 3,6 mg dan 6 mg dosis 6 mg adalah 9,9 hari.
per siklus kemoterapi pada Insidensi febril neutropenia:
hari ke 2 masing-masin siklus Filgrastim 9,5%, Pegfilgrastim
sekitar 24 jam setelah selesai DA-3031 dosis 3,6 mg adalah
kemoterapi. 15% dan dosis 6 mg adalah
5%.
A prospective observational Menilai kepatuhan pedoman Prospective, studi Jumlah 512 pasien dari Sebanyak 36 pasien (7%)
study to evaluate G-CSF usage dalam praktik onkologi di observasional, pasien yang periode Oktober 2007 2008 terjadi neutropenia grade 3-4,
in patients with solid tumors Italia. Pedoman praktik klinis yang menggunakan G-CSF yang menggunakan G-CSF. jenis tumor solid yang umum
receiving myelosuppressive merekomendasikan profilaksis selama siklus kemoterapi. menggunakan G- CSF adalah
chemotherapy in Italian primer dengan G-CSF pada payudara (36%), paru-paru
clinical oncology practice pasien dengan risiko ≥ 20%. (18%), dan kolorektal (13%).
(Barni dkk., 2014). Italian Association of G-CSF yang di berikan adalah
Oncology Medicine (AIOM) G- CSF sehari sekali
pedoman Italia (Lenograstim sebanyak 40%,
merekomendasikan memulai Filgrastim 26%) dan
G-CSF dalam 24-72 jam Pegfilgrastim 34%. G-CSF
setelah kemoterapi,sehari sehari sekali diberikan paling
sekali sampai ANC 1 x 109/L lambat 72 jam setelah
pasca-nadir. kemoterapi sebanyak 42% dan
pegfilgrastim diberikan paling
lambat 72 jam dalam 8% dari
siklus. G-CSF profilaksis di
Italia diberikan kurang sesuai
dengan evidence.

13

Anda mungkin juga menyukai