Anda di halaman 1dari 11

Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31

p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

PENGARUH TINGKAT KEKERUHAN PERAIRAN TERHADAP KOMPOSISI


SPESIES MAKRO ALGAE KAITANNYA DENGAN PROSES UPWELLING PADA
PERAIRAN RUTONG-LEAHARI

Modesta R. Maturbongs1)
1)
Surel: modest_ranny@yahoo.co.id
1)
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FAPERTA UNMUS

ABSTRACT

This study aims to determine the relationship of turbidity levels of Rutong – Leahari waters with macro algae
species composition relation to the upwelling process .This research was conducted at the end of April to
August 2011 at the Rutong and Leahari village waters. The method used is the line transect method ( line -
transect method) combined with the quadrant method. Data were analyzed using two-way ANOVA analysis, t-
test and correlation. The results showedturbiditylevels of Rutong.
Leahari waters is very highonthe pre-upwelling conditions, butthe results of the analysiss howedturbidity
levelsin the Leahari-Rutong waters is not significantly different between conditionspre-upwelling and
upwelling. Instead turbidity level changes between the conditions of pre-upwelling and upwelling influence on
the presence of other types of macro algae, as shown by the large number of types of algae found in upwelling
conditions than pre-upwelling conditions.

Keywords: Turbidity, Macro Algae, Upwelling

PENDAHULUAN
Makro algae merupakan salah satu komunitas penting karena makro algae adalah
tumbuhan bentik dan berklorofil yang hidup dengan melekatkan diri pada substrat perairan
menggunakan holdfast serta banyak tumbuh di daerah pasang surut dengan perairan jernih
yang secara ekologis berfungsi sebagai sumber makanan dan pelindung beberapa organisme
laut seperti ikan, limpet dan siput (Dawes, 1981; Kadi,2004; Papalia,2015) . Selain itu,
berfungsi juga sebagai penghasil kapur yang berguna bagi pertumbuhan karang di daerah
tropik dan sebagai pencegah pergerakan substrat dan penyaring air.
Secara umum makro algae dibagi menjadi tiga divisi yaitu algae hijau (Chlorophyta),
algae merah (Rhodophyta) dan algae coklat (Phaeophyta) dengan morfologi berbeda dari
tumbuhan berbunga lainnya dan disebut sebagai tumbuhn berthalus atau thallophyta yang
berarti tumbuhan yang memiliki kerangka tubuh yang tidak berdaun, berbatang dan berakar,
tetapi semuanya terdiri dari batang atau disebut thalus (Dawes, 1981; Soegianto et al,1978).
Umumnya spesies makro algae ini tumbuh dengan baik di daerah pasang surut atau daerah
yang selalu terendam air (subtidal) hingga kedalaman 200 m, dimana intensitas cahaya masih

21
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

dapat ditembusi. Makro algae tumbuh melekat pada substrat tertentu seperti batu, karang,
lumpur, pasir dan benda keras lainnya, makro algae juga dapat melekat pada tumbuhan lain
secara epifitik (Sulistiowati, 2003; Litaay, 2014).
Kekeruhan perairan merupakan keadaan terbalik dari kecerahan perairan. Kekeruhan
perairan atau yang biasa disebut dengan turbiditas perairan merupakan suatu keadaan
perairan disaat semua zat padat berupa pasir, lumpur dan tanah liat atau partikel-partikel
tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton (Edward
danTarigan, 2003). Pertumbuhan makro algae dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan perairan,
hal ini dikarenakan kekeruhan perairan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya ke dalam
kolom air karena cahaya mempunyai peranan penting bagi algae terutama dalam proses
fotosintetik. Fotosistesis pada tumbuhan laut seperti algae laut dapat berlangsung bila
intensitas cahaya dapat sampai ke sel algae. Oleh karena itu bila terjadi kekeruhan maka
penetrasi cahaya matahari ke permukaan dan bagian yang lebih dalam tidak berlangsung
efektif akibat terhalang oleh zat padat tersuspensi sehingga fotosintesis tidak berlangsung
sempurna. Selain itu penetrasi yang kurang pada air yang keruh mempengaruhi kedalaman
habitat tumbuhan air yang dapat menyebabkan kematian (Michael, 1995; Edward
danTarigan, 2003).
Perairan pantai selatan Pulau Ambon yang diwakili oleh Desa Rutong dan Leahari
merupakan salah satu perairan yang memiliki komunitas makro algae yang melimpah, hal ini
didukung oleh kondisi perairan yang berhadapan langsung dengan Laut Banda sebagai daerah
upwelling yang berperan dalam pemasok nutrien bagi produktivitas fitoplankton (Makmur,
2008) dan mempengaruhi kekayaan spesies makro algae (Witman dan Roy, 2009). Selain itu,
pada perairan pantai ini memiliki substrat yang bervariasi yaitu batu, karang, pasir, dan
lumpur sehingga menambah keanekaragaman spesies makro algae pada perairan ini.
Berdasarkan hal ini maka penelitian ini bertujuan menganalisa hubungan tingkat kekeruhan
perairan Rutong dan Leahari dengan komposisi makro algae. Tujuan penelitian untuk melihat
pengaruh tingkat kekeruhan perairan (turbiditas) terhadap komposisi makro algae pada
kondisi perairan yang berbeda kaitannya dengan proses upwelling.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Agustus 2011, terbagi dalam dua kondisi
yaitu bulan April – Mei merupakan kondisi pra-upwelling dan bulan Juni – Agustus
merupakan kondisi upwelling di perairan pantai Desa Rutong dan Leahari, Ambon (Gambar
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

1). Data tingkat kekeruhan maupun parameter pendukung lain diambil menggunakan
Compact – CTD, Current Meter Compact-EM dan penentuan posisi stasiun menggunakan
GPS – Garmin model 76CSx.
Penentuan waktu pengamatan di lokasi penelitian mengacu pada tabel pasut Janhidros
TNI-AL 2011. Pengambilan sampel makro algae dilakukan dengan menggunakan metode
kuadrat (Quadrat method) (Cox, 1976; Kerbs, 1999; Buckland et aldalam Khouw, 2009),
yaitu pengamatan dilakukan terhadap spesies makro algae dengan menggunakan kuadrat
pengamatan 0,5 x 0,5 m yang diletakkan pada garis transek lurus (line transect) dengan jarak
antar kuadrat pengamatan 10 m. Garis transek sendiri ditempatkan vertikal kearah laut secara
permanen. Jarak antara transek garis 25 m. Identifikasi sampel makro algae dilakukan
dengan menggunakan buku identifikasi seperti Atmadja et al (1996); Jha et al (2009);
Calumpong and Manes (1997) dan Carpenter and Niem(1998). Penggunaan statistik ANOVA
two-way, Uji-t dan korelasi digunakan untuk melihat hubungan tingkat kekeruhan perairan
pada saat kondisi par-upwelling dan kondisi perairan saat upwelling dengan struktur
komunitas makro algae.

PETA LOKASI PENELITIAN


U
SKALA 1 : 5000
-3.706 °S

0 25 50 100 m

Rutong
4 Legenda:
5
-3.707 °S

12
13 Stasiun CTD
3
6 Sungai Bibir Terumbu
11
14 Darat Mangrove
2 Insert:
7
-3.708°S

10
1 15
8
tS eram
9
16 Sela
-3.709 °S

P. AMBON
AMBON

LAUT BANDA on
mb Lokasi
Leahari kA
lu
128.269 °E 128.27 °E 128.271 °E Te LAUT BANDA

Gambar 1. Lokasi Penelitian

23
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pengukuran in-situ terhadap tingkat kekeruhan perairan pada kondisi pra-
upwelling dan upwelling menunjukkan kondisi turbiditas pada kondisi pra-upwelling dan
upwelling. Pada kondisi pra-upwelling tingkat turbiditas pada bulan April 2,52 NTU
meningkat menjadi 60,95 NTU pada bulan Mei. Kekeruhan perairan yang tinggi pada bulan
Mei disebabkan faktor curah hujan yang tinggi dan run-off dari daratan lewat sungai-sungai
kecil dan turbulensi dari ombak yang kuat pada perairan Rutong-Leahari. Sebaliknya tingkat
turbiditas pada kondisi upwelling bulan Juni rendah dengan nilai rata-rata 4,28 NTU.
Turbiditas meningkat pada perairan di bulan Juni sebesar 19,15 NTU. Meningkatnya nilai
turbiditas pada bulan ini cenderung dipengaruhi turbulensi dan mixing dari ombak laut.
Kondisi turbiditas mulai rendah pada bulan Agustus sebesar 2,50 NTU.
Pada profil turbiditas perairan pada kondisi pra-upwelling (Gambar 1)
memperlihatkan tingkat kecerahan perairan yang tinggi di bulan April dengan kisaran 1,11 –
5,74 NTU, sebaliknya tingkat turbiditas yang tinggi terjadi pada akhir pra-upwelling yaitu
bulan Mei dengan kisaran turbiditas 1,03 – 171,20 NTU. Profil turbiditas pada bulan Mei
memperlihatkan variasi warna yang menunjukkan tingkat turbiditas tertinggi berada di daerah
dekat pantai yang cenderung mendapatkan masukan air tawar dari daratan yang terlihat pada
minggu I dan II.

70.00
60.00 60.96
Turbiditas (NTU)

50.00
40.00
30.00
20.00 19.15
10.00
2.52 4.28 2.50
0.00
April Mei Juni Juli Agustus
Pra Upwelling Upwelling
Pengamatan

Gambar 2. Trend rata-rata turbiditas perairan Rutong-Leahari pada kondisi


pra-upwelling dan upwelling
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731
30 April 2011
U

Rutong

-3.707°S
-3.708°S
128.269°E 128.270°E
P

TURBIDITAS (NTU)

0 34 68 102 136 170

14 Mei 2011 23 Mei 2011 31 Mei 2011


U U U

Rutong Rutong Rutong


-3.707°S

-3.707°S
-3.707°S
-3.708°S

-3.708°S
-3.708°S

128.269°E 128.270°E
P 128.269°E 128.270°E
S 128.269°E 128.270°E
S

TURBIDITAS (NTU)

0 17 34 51 68 85 102 119 136 153 170

Gambar 3. Profil turbiditas perairan Rutong-Leahari pada kondisi pra-upwelling

Tingkat turbiditas pada kondisi upwelling yang tersaji pada Gambar 4, menunjukkan
turbiditas tertinggi pada bulan Juni dengan kisaran 0,36 – 120,08 NTU pada minggu I.
Tingginya turbiditas disebabkan pengaruhrun-off dari dataran melalui sungai-sungai kecil
yang meluap akibat tingginya curah hujan dengan curah hujan maksimal sebesar 152,6 ml
(BMG Laha,2011). Kisaran turbiditas bulan Juli dan Agustus berkisar antara 0,20 – 95,39
NTU dan 0,26 – 31,37 NTU. Dari peta profil turbiditas yang ditunjukkan pada Gambar 4,
diperlihatkan perbedaan warna untuk menunjukkan tingkat turbiditas perairan stasiun
penelitian. Turbiditas tertinggi di bulan Juli terjadi di Minggu I pada areal transek II hingga
IV. Sedangkan pada Minggu III dari profil yang ditunjukkan, turbiditas pada areal perairan
yang dekat dengan laut lepas. Hal ini terjadi akibat proses turbulensi maupun mixing oleh
ombak yang kuat pada areal tersebut yang merupakan areal hempasan atau pecahan ombak
karena berdekatan dengan tubir.

25
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

16 Juni 2011 24 Juni 2011 29 Juni 2011


U U U

Rutong Rutong Rutong

-3.707°S
-3.707°S

-3.707°S
-3.708°S

-3.708°S
-3.708°S
128.269°E 128.270°E
S 128.269°E 128.270°E
P 128.269°E 128.270°E
P

TURBIDITAS (NTU)

0 17 34 51 68 85 102 119 136 153 170

9 Juli 2011 16 Juli 2011 23 Juli 2011


U U U

Rutong Rutong Rutong

-3.707°S
-3.707°S

-3.707°S

-3.708°S
-3.708°S

-3.708°S

128.269°E 128.270°E
S 128.269°E 128.270°E
P 128.269°E 128.270°E
S

TURBIDITAS (NTU)

0 17 34 51 68 85 102 119 136 153 170

13 Agustus 2011 20 Agustus 2011 27 Agustus 2011


U U U

Rutong Rutong Rutong


-3.707°S
-3.707°S

-3.707°S

-3.708°S
-3.708°S

-3.708°S

128.269°E 128.270°E
P 128.269°E 128.270°E
P 128.269°E 128.270°E
P

TURBIDITAS (NTU)

0 17 34 51 68 85 102 119 136 153 170

Gambar 4. Profil turbiditas perairan Rutong-Leahari pada kondisi upwelling

Gambar 5. Perbandingan turbiditas pada kondisi perairan yang berbeda berdasarkan Uji t
(huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata,α > 0,005)
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

Hasil Uji T terhadap tingkat turbiditas terhadap fenomena laut pada perairan Rutong-
Leahari menunjukkan tidak berbeda nyata (α > 0,005) antara kondisi pra-upwelling dan
upwelling (Gambar 5). Pengadukan material tersuspensi maupun terlarut di dalam perairan.
baik berupa partikel lumpur maupun bahan organik dalam air yang dapat menghambat
penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga proses fotosintesa menjadi terganggu (Ariyaty
dkk, 2011). Lloyd (1985) dalam Effendi (2003), menyatakan peningkatan nilai turbiditas
sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13 – 50% produktivitas primer perairan.
Hasil identifikasi sampel makro algae diperoleh 3 kelas, 12 ordo, 17 famili, 23 genus
dan 33 spesies (Tabel 1). Komposisi kelas didominasi oleh kelas Phaeophyceae 56%,
kemudian diikuti kelas Chlorophyceae 25% dan Phaeophyceae 19%. Dari grafik yang
ditunjukkan pada Gambar 6 diperlihatkan perbedaan jumlah spesies kelas makro algae pada
substrat yang berbeda dengan kondisi perairan yang berbeda, yaitu kondisi pra-upwelling dan
upwelling.
Tabel 1. Sistematika Makro Algae
Kingdom Divisio Class Order Famili Genus Species

Planteae Rhodophyta Rhodophyceae Gelidiales Gelidiaceae Gelidiella Gelidiella acerosa


(Frosskal) Feldmann and
Hamel, 1934
Gigartinales Gracilariaceae Gracilaria Gracilaria blodgettii
Gracilaria eucheumoides
Gracilaria gigas
Gracilaria verrurosa
Hypneaceae Hypnea Hypnea carvicornis
Ceramiales Rhodomelaceace Acanthophora Acanthophora dendroides
Corallinales Corallinaceae Amphiroa Amphiroa rigida
Amphiroa sp
Jania Jania decusato-dicothoma
Mastophora Mastophora rosea
Namaniales Galaxauraceae Galaxaura Galaxaura subfruticulata
Actinotrichia Actinotrichia fragilis
Tricleocarpa Tricleocarpa fragilis

Phaeophyta Phaeophyceae Dictyotales Dictyotaceace Dictyota Dictyota bartayresiana


Dictyota pattern
Padina Padina crassa
Padina minor Yamada,
1952
Fucales Sargassaceae Sargassum Sargassum cristeafolium J.
Agardh, 1848

27
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

Sargassum duplicatum
Turbinaria Turbinaria decurens
Turbinaria ornata (Turner)
J. Agardh, 1848
Enteromorpha intestialis
Ulvales Ulvaceae Entheromorpha (Linneaus) Nees, 1820
Ulva reticulate
Chlorophyta Chlorophyceae
Bryopsidales Caulerpaceae Caulerpa Caulerpa serrulata
Cosiaceae Codium Codium intricatum

Cladophorales Anadyomeneceae Anadyomene Anadyomene plicata


Cladophoraceae Chaetomorpha Chaetomorpha crassa
Chaetomorpha spiralis
Siphonocladaceae Boergensenia Boergensenia forbessi
Dictyospheriia cavernosa
Siphonocladales Siphonocladaceae Dictyospheria (Forsskal) Borgensen
Boodleaceae Struvea Struvea sp
Dasycladales Dasycladeceae Neomeris Neomeris annulata

Pada Gambar 6, menunjukkan grafik kondisi pra-upwellingyang memiliki jumlah


spesies makro alge yang sangat rendah. Jumlah spesies makro algae terbanyak diperoleh dari
kelas Rhodophyceae pada substrat karang mati (KM) sebanyak 10 spesies. Kelas
Phaeophyceae memiliki 4 spesies yang ditemukan pada substrat pecahan karang (PK).
Spesies makro algae dari kelas Chlorophyceae ditemukan pada substrat pasir (P) dan PK
masing-masing 1 spesies dan 3 spesies ditemukan pada substrat pasir bercampur pecahan
karang (PPK) dan KM. Chlorophyceae merupakan kelas dengan keterdapatan spesies yang
terendah untuk seluruh substrat selama pra-upwelling. Rendahnya kehadiran spesies makro
algae pada kondisi pra-upwelling disebabkan oleh kondisi perairan yang ekstrimakibat
tingginya curah hujan, proses run-off dari daratan serta kondisi perairan yang bergelombang
menyebabkan tingkat turbiditas pada kondisi ini sangat tinggi. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan makro algae dalam proses fotosintesis. Berbeda dengan kondisi pra-
upwelling, kondisi upwelling memiliki jumlah spesies makro algae tertinggi (Gambar 6).
Pada substrat PK kelas Rhodophyceae ditemukan 29 spesies, KM 26 spesies, PPK)19spesies
dan substrat P sebesar 11 spesies.
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

Jumlah Jenis Makro Algae Pada Substrat Berbeda


35

Jumlah Jenis Makro Algae


30
25
20
15 Pra-upwelling
10
Upwelling
5
0
P PPK PK KM P PPK PK KM P PPK PK KM
RHODOPHYCEAE PHAEOPHYCEAE CHLOROPHYCEAE

Gambar 6. Grafik kehadiran jumlah spesies makro algae di substrat berbeda pada kondisi
pra-upwelling dan upwelling

Kelas Chlorophyceae mengalami peningkatan jumlah spesies selama kondisi upwelling,


ini terlihat dengan sebaran tertinggi pada substrat KM ditemukan 15 spesies, substrat PK
sebesar 11 spesies. Kelas Phaeophyceae, seperti halnya kedua kelas makro algae sebelumnya
juga mengalami peningkatan jumlah spesies selama kondisi upwelling. Spesies Phaeophyceae
memiliki spesies terbanyak pada KM dan PPK masing-masing sebesar 11 dan 8 spesies
makro algae. Meningkatnya jumlah spesies makro algae pada kondisi upwellingdipengruhi
oleh kondisi perairan yang mulai stabil dengan tingkat turbiditas yang rendah. Kondisi ini
mendukung kehadiran spesies-spesies makro algae.
Uji statistik ANOVA antara bulan dan spesies substrat menunjukkan adanya
hubungan signifikan antara bulan dan substrat terhadap jumlah spesies makro algae (α <
0,05). Kadi (2002) menjelaskan kehadiran spesies-spesies makro algae menunjukkan
kombinasi struktur substrat sangat menentukan variasi dari spesies makro algae. Dari tiap
spesies makro algae memiliki kemampuan tumbuh yang berbeda-beda, mulai dari pinggiran
pantai hingga pada pinggiran luar rataan terumbu (Handayani dan Kadi,2007). Sehingga
variasi jumlah spesies yang ditemukan pada substrat juga berbeda. Dari hasil uji korelasi
antara jumlah spesies makro algae dengan parameter lingkungan dalam hal ini parameter
turbiditas pada kondisi pra-upwelling dan upwelling menunjukkan secara signifikan
perubahan kondisi perairan terhadap perubahan jumlah spesies makro algae (α < 0,05).
Meningkatnya jumlah spesies makro algae pada kondisi upwelling disebabkan pada kondisi
upwelling (musim timur) merupakan musim yang baik bagi pertumbuhan makro algae (Kadi,
2002).

29
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat turbiditas perairan Rutong-Leahari lebih
tinggi pada kondisi pra-upwelling berdasarkan trend rata-rata turbiditas perairan yaitu 2,52 –
60,96 NTU dibandingkan dengan kondisi perairan saat upwelling yaitu 2,50 – 19,15 NTU.
Namun dari hasil analisis menunjukkan tingkat turbiditas tidak berbeda nyata antara kondisi
pra-upwelling dan upwelling. Sebaliknya perubahan tingkat turbiditas perairan antara pra-
upwelling dan upwelling sangat berpengaruh terhadap kehadiran spesies-spesies makro algae.
Perubahan ini ditunjukkan dengan banyaknya jumlah spesies makro algae yang ditemukan
pada kondisi upwelling dibandingkan pra-upwelling.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis dalam kesempatan ini menghaturkan ucapan terima kasih yang setinggi-
tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir.Chair Rani, M.Sc dan Bapak Ir. Mukti Zainuddin,
M.Sc.,Ph.D yang telah membatu dan membimbing dalam penulisan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, W.S, A. Kadi, Sulistijo, R. Satari. 1996. Pengenalan Spesies-Spesies Rumput


Laut di Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Calumpong, H. P. & E. G. Menezez.1997.Field Guide to the Common Mangroves,
Seagrasses and Algae of the Philippines.Bookmark Inc. Makati,Philiphina.
Carpenter,K.E.& V.H. Niem.1998.The Living Marine Resources of the Western Central
Pacific Volume 1: Seaweeds, Corals, Bivalves and Gastropods.FAO.Roma
Cox, G.W.1976. Laboratory Manual of General Ecology. Wm.C.Brown Company
Publisher.USA.324 pp.
Dawes, J.C. 1981. Marine Botany. A Wiley Intersience Publication Jhon Wiley and Sons.
New York.
Edward & M.S. Tarigan.2003. Pengaruh Musim Terhadap Fluktuasi Kadar Fosfat Dan
Nitrat di Laut Banda. Makara, Sains, Vol. 7 No. 2: 82-89.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan
Perairan.Kanisius. Yogyakarta.
Handayani, T & A. Kadi.2007. Keanekaragaman dan Biomassa Algae di Perairan
Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 33:
199-211.
Jha, B, et. al.2009. Seaweeds Of India : The Diversity And Distribution Of Seaweeds Of
Gujarat Coast. Springer. New York.
Kadi, A. 2002. Rumput Laut Nilai Ekonomis di Sulawesi Utara dalam : Perairan Sulawesi
dan Sekitarnya. Puslitbang Oseanologi – LIPI Jakarta.
Kadi, A. 2004. Rumput Laut Di Beberapa Perairan Pantai Indonesia. Jurnal Oseanologi
Agricola, Vol 5 (1), Maret 2015, 21-31
p-ISSN : 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

di Indonesia, 4:25-36.
Kerbs, C.J.1999. Ecological Methodology. Second Edition. Addison Wesley longman, Inc.
New York.
Khouw, A.S.2009. Metode Dan Analisa Kuantitatif Dalam Bioekologi Laut. Penerbit: P4L
dan Direktorat Jendral KP3K, Dep. Kelautan dan Perikanan RI. Ambon.
Litaay, C.2014.Sebaran Dan Keragaman Komunitas Makro Algae Di Perairan Teluk
Ambon.Jurnal Ilmu dan Tekonologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 1, Hlm. 131-
142.
Makmur, M.tth.Pengaruh Upwelling Terhadap Ledakan Algae (Blooming Algae) Di
Lingkunagan Perairan Laut. Proseding Seminar Nasional Teknologi
Pengolahan Limbah VI. Pusat Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi-RISTEK.
Batam.
Michael, P.1995. Metode Ekologi Untuk Ladang Dan Laboratorium. Terjemahan oleh
Yanti R. Koestoer. UI-Press. Jakarta.
Papalia, S.2015.Struktur Komunitas Makro Alga Di Pesisir Pulau Haruku, Kabupaten
Maluku Tengah.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 1,
Hlm. 129-142
Sulistiyowati,H.2003. Struktur Komunitas Seaweed (Rumput Laut) di Pantai Pesisir Putih
Kabupaten Situbondo.Jurnal Ilmu Dasar Vol 4 (1):58-61
Witman, J.D and K. Roy. 2009. Marine Macrology. The University of Chigago Press,
Ltd.London.

31

Anda mungkin juga menyukai