Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat Dakwah Secara Etimologis

Pengertian filsafat menurut Poendjawidna menyatakan bahwa kata filsafat


berasal dari kata yang berhubungan rafat dengan kata Yunani, bahkan asalnya
memang dari kata yunani. Ialah philosopia. Dalam bahasa Yunani kata philosopia
merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sofhia; philo artinya cinta
dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang
diinginkan itu; sophiaartinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang
mendalam jadi, menurut nama saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai,
cinta kepada kebajikan (1974:1).

Dan Abubakar Atjeh juga berpendapat bahwa dari segi bahasa, filsafat
ialah keinginnan yang dalam untuk mendapat kebijakan, atau kebijakan keinginan
yang mendalam untuk menjadi bijak.

Dakwah adalah terma yang terambil dari Al-Qur'an. Ada banyak ayat yang
diantara kata-katanya sama dengan akar kata dakwah, yaitu dal, ain, wawu.
Menurut hasil penelitian, Al-Qur'an menyebutkan kata da'wah dan derivasinya
sebanyak 198 kali, tersebar dalam 55 surat dan bertempat dalam 176 ayat. Ayat-
ayat tersebut sebagian besar (sebanyak 141) turun di Makkah, 30 ayat turun di
Madinah dan 5 ayat dipertentangkan antara Makkah dan Madinah sebagai tempat
turunnya, karena ada perbedaan tentang tempat turunnya Surat al-Hajj (QS 22),
Yakni surat yang memuat kelima ayat tersebut.

Amrullah Acmad berpendapat bahwa pada dasarnya ada dua pola


pendefinisian dakwah. Pertama dakwah berarti tabligh, penyiaran dan penerangan
agama. Pola ini terlihat pada pemikiran Abu Bakar ZAkri, Thoha Yahya Oemar
dan lain-lain. Pola kedua, dakwah diberi pengertian semua usaha dan upaya untuk
merealisir ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan manusia. Pola ini terlihat

4
5

pada pemikiran H. soedirman dan lain-lain. Pola kedua mamasukan tabligh


sebagai bagian dari dakwah.

Dalam kaitan itu maka filsafat dakwah dapat diberi pengertian sebagai
kajian filsafat Islam yang mendalam tentang status, tujuan dan hakekat dakwah.
Dan filsafat dakwah mendiskusikan persoalan-persoalan mendasar yang timbul
dari proses dakwah, untuk ditemukan jawaban yang mendalam dari berbagai
persoalan filsafat pada bidang dakwah bukanlah semata-mata mengenai materi
pesan dalam dakwah yang didekati secara filosofis, melainkan berkaitan dengan
kebutuhan dakwah sebagai subtansi kegiatan orang beriman yang menjadi dasar
pertumbuhan dan pelahiran ilmu dakwah.

Filsafat dakwah suatu kajian dengan berbagai dimensi. Disatu fihak


filsafat dakwah merupakan bagian dari disiplin ilmu dakwah dan di pihak lain
filsafat dakwah bagian dari filsafat Islam. Menurut pandangan Dzikron Abdullah,
Filsafat dakwah tidak lebih dari sekedar "berpikir" yang diterapkan untuk
memahami secara mendalam dan mendasar segala hal mengenai dakwah. Oleh
karena itu ia berpendapat, filsafat dakwah pada dasarnya dari keilmuan dakwah.

Jika dilihat dari persoalan yang dikaji dari kedua kedudukan itu,
ditemukan persoalan yang dikaji sebagai berikut. Bahwa dalam kedudukan
sebagian besar dari ilmu dakwah, filsafat dakwah terutama mengkaji status
dakwah dalam sistem ajaran Islam, apa tugas kekhalifahan manusia, bagaimana
perwujudan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah, apakah tujuan dakwah.

Sedangkan dalam kedudukan sebagai bagian dari filsafat Islam, filsafat


dakwah terutama mengkaji persoalan-persoalan filsafati yang menjadi bagian dari
kajian filsafat islam khusus yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang
timbul sebagai akibat atau yang berasal dari dinamika dan proses dakwah. Ia
mengkaji alas an manusia memerlukan agama, mengapa agama perlu
didakwahkan, apa tujuan akhir dakwah dan persoalan-persoalan etika dakwah
serta rasinalisasi hal-hal yang timbul dari dakwah.
6

2.2 Pengertian Filsafat Dakwah Secara Terminologis.

Melihat pengertian filsafat dari segi istilah (terminologi) maka


Poedjawitna (1974:11) mendefinisikan fisafat sebagai jenis pengetahuan yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan
pikiran belaka.

Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat


mencapai kebenaran asli, dan bagi Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika,
ekonomi, politik, dan eksetika. Dan Al-fareribi berpendapat filsapat ialah
pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.
Menurut Pyhtagoras filsafat ialah the love of wisdom berarti manusia yang paling
tinggi nilainya manusia pecinta kebijakan (lover of Wisdom), sedangkan yang
dimaksud dengan wisdom olehnya kegiatan melakukan perenungan tentang tuhan.

Immanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang menjadi


pangkal pokok segala pengetahuan yang tercakup didalamnya empat persoalan:

Apa yang dapat diketahu? (Jawabannya: Metafisika. )


Apa yang seharusnya diketahu? (Jawabannya: Etika. )
Sampai dimana harapan kita? (Jawabannya: Agama. )
Apakah itu manusia? (Jawabannya: Antropologi. )
Menerut Hasbullah bakri, pengertian filsafat adalah ilmu yang menyelidiki
segala sesuatu secara mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia
sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Ketika membahas filasafat dakwah sayuti farid memberi pengertian


filsafat sebagai pemikiran sedalam-dalamnya, seluas-luasnya dan sejauh-jauhnya
tentang hakikat segala "yang ada" yang mungkin ada." Intisari Filsafat menurut
Harun Nasution adalah berfikir (logika) yang bebas (tidak terikat pada tradisi,
dogma dan agama), dilakukan secara mendalam sehingga mencapai ke dasar
persoalan, ia meliputi segala kegiatan-kegiatan reflektip dari budi manusia
7

persorangan yang berusaha untuk menemukan jawaban-jawaban yabg beralasan


mengenai berbagai persoalan filsafat.

The Liang Gie mengidentifikasi, ada enam cirri utama sesuatu persoalan
itu dianggap sebagai persoalan filsafati diantaranya:

1. Sangat umum bahwa persoalan filsafati mempunyai suatu tingkat


keumuman yang tinggi yang tidak bersangkutan dengan objek-objek
khusus. Persoalan filsafati kebanyakan berkaitan dengan gagasan-gagasan
besar yang umum.
2. Tidak faktawi, maksudnya bahwa suatu persoalan filsafati berdifat
spekulatip dengan melanpaui batas-batas pengetahuan ilmiah. Persoalan
filsafati bersifat sfekulatif dengan melampaui batas-batas pengetahuan
ilmiah.
3. Persoalan filsafati juga dicirikan oleh sifatnya yang bersangkutan dengan
nilai-nilai.
4. Dari perrsoalan fisafati terutama mengenai pemaknaan yakni berkaitan
dengaan pengungkapan dengan secara tegas atau penemuan arti secara
konsep atau apa saja yang dibicarakan.
5. Mencengangkan bahwa sesuatu yang mencengangkan tentang persoalan-
persoalan filsafati dalam arti kurangnya bukti yang berkaitan dan
kurangnya sesuatu tata cara yang jelas untuk menjawabnya.
6. Implikatip maksudnya bahwa prsoalan filsafati biasanya melibatkan
implikasi-implikasi.
Dan adapun pengertian dakwah yang dikemukakan oleh Amrullah Achmad secara
istilah diantaranya:

a. Dakwah adalah usaha yang mengarah untuk memperbaiki suasana


kehidupan yang lebih baik dan layak sesuai dengan kehendak dan tuntunan
kebenaran.
8

b. Dakwah adalah usaha membuka konfrontasi keyakinan ditengah manusia,


membuka kemungkinan bagi kemanusiaan untuk menetapkan pilihannya
sendiri.
c. Dakwah islam adalah dakwah kepada setandar nilai-nilai kemanusiaan
dalam tingkah laku pribadi-pribadi didalam ubungan antar manusia dan
sikap prilaku antar manusia.
d. Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada benar
yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akherat.
e. Dakwah merupakan suatu peruses usaha untuk mengajak agar orang
berimamn kepada Allah, percaya dan mentaati apa yang telah diberitakan
oleh rosul serta mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-
akan melihatnya.
f. Dakwah adalah usaha mengubah situasi kepada yang lebih baik dan
sempurna, baik kepada indivu maupun masyarakat.
g. Dakwah adalah gerakan untuk merealisasikan undang-undang (ihya al-
Nidaham) Allah yang telah menurunkan kepada nabi Muhammad SAW.
h. Dakwah adalah mendorong (memotivasi) untuk manusia agar
melaksanakan kebaikan dan mengikuti peeeetunjuk serta memerintah
perbutan makruf dan memcegah dari perbuatan mungkar supaya mereka
memperoleh kebahagiaan dunia dan akherat.
i. Dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau lisan dan
lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya
untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah
dan syariat-syariat serta akhlak islamiyah.

Dalam kaitan itu, maka filsafat dakwah dapat diberi pengerian sebagai
kajian islam yang mendalam tentang status tujuan dan hakikat dakwah. Filsafat
dawah mendikusikan persoalan-persoalan mendasar yang timbul dari peroses
dakwah, untuk ditemukan jawaban yang mendalam dari berbagai persoalan
filsafati dalam bidang dakwah. Pembahasan filsafat dakwah bukanlah semata-
9

semata mengenai materi pesan dalam dakwah yang didekati sacara filosofis,
melainkan berkaitan dengan keutuhan dakwah sebagai substansi kegiatan orang
yang beriman yang menjadi dasar pertumbuhan dan kelahiran ilmu dakwah.

2.3 Objek Kajian filsafat Dahwah

Objek Kajian Fisafat

Berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran


yang sebenarnya itu disusun secara sitematis, jadilah ia sistematika filsafat.
Sistematika filsafat itu biasanya terbagi atas tiga jabang besar filsafat, yaitu teori
pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai.

Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang
dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada jadi luas
sekali. Objek yang diselidiki filsafat inidisebut objek materia, yaitu segala yang
ada dan mungkin ada tadi. Tentang objek materia ini banyak yang sama dengan
objek materia sains. Bedanya ialah dalam dua hal.

1. Sains menyelidiki objek materia yang emfiris; filsafat menyelidiki objek


itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris, melainkan bagian yang
abtraknya.
2. ada objek materia filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains,
seperti tuhan, hari akhir, yaitu objek materia yang untuk selama-lamanya
tidak empiris.
Selain objek materia, ada lagi Objyek forma,yaitu sifat penyelidikan.
Obyek-obyek forma filsafat penyelidikan yang mendalam. Artinya filsafat adalah
ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang obyek
yang tidak empiris. Penyelidikan sains tidak mendalam karena ia hannya ingin
tahu sampai batas obyek itu dapat diteliti secara empiris. Obyek penelitian filsafat
pada daerah tidak dapat diriset tetapi dapat dipikirkan secara logis.

Setelah menjelaskan dari beberapa segi dapatlah diketahui filsafat adalah


pengetahuan yang diperoleh dengan cara berpikir yang logis, tentang obyek yang
10

abtrak logis, kebenarannya hannya dipertanggung jawabkan secara logis pula jika
diringkaskan, dapat juga dikatakan bahwa fisafat ialah pengetahuan yang logis
yang tidak dapat dibuktikan secara empiris.

Pemahaman pada obyek materia filsafat, yaitu obyek yang diteliti oleh
filsafat, ialah semua yang ada dan yang mungkin ada, yang diselidikinya ialah
bagian yang abtrak tentang obyek itu. Jadi, jika yang diteliti manusia, maka yang
dihadapinya manusia tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian yang abtrak
tentang manusia itu, orang mengatakan bagian yang merupakan hakekat tentang
manusia tersebut.Secara teknis, untuk mempelajari filsafat dapat ditempu tiga
cara: historis, sistemmatis, keritis.

Hasi pemikiran para filosof telah didukung sudah lama. Pemikiran itu
dapat digolongkan dalam tiga golongan besar yaitu mengenai cara memperoleh
pengetahuan (disebut teori pengetahuan), mengenai hakikat (ini yang disebut teori
hakikat), dan mengenai kegunaan (ini yang disebut teori nilai). Jadi, sitematika
filasafat itu teri pengetahuan teori hakikat dan teori nilai. Masing-masing dibagi
lagi dan teori hakikat mengandung banyak sekali cabang filsafat.

Di dalam cabang-cabang itu muncul isme-isme ini wajar sekali filsafat


adalah hasil pemikiran yang berupa sistem dan sistem itu mempunyai karakteristik
sendiri-sendiri. Sistem inilah yang disebut isme karena itulah di dalam teori
pengetahuan pengetahuan, misalnya, kita mengenal rasionalisme, empirisme,
intuisionisme, skeptisisme dan agnostisisme. Di dalam teori hakekat banyak sekali
isme yang muncul dalam teori nilai juga ada beberapa isme. Para pelajar sering
bingun menghadapi isme-isme itu. Kebingungan akan hilang bila para pelajar
menempatkan dulu isme itu pada kedudukannya yang asli. Misalnya rasionalisme
ini pasti dalam cabang teori pengetahuan jika idialisme atau materialisme, itu
tertentu dalam teori hakikat. Mengetahui kedudukannya seperti ini amat penting
supaya mudah melacak dan memahami serta mengingat isi isme itu sekalipun
nantinya (dalam studi lanjutan) isme-isme itu tidak sederhana.
11

Objek Material Filsafat Dakwah

Obyek material filsafat dakwah adalah manusia, Islam, Allah, dan


lingkungang(dunia). Filsafat dakwah mencoba melihat proses interaksi antara
manusia yang menjadi subjek (da'i) dan obyek (mad'u) dalam proses dakwah,
Islam sebagai pesan dakwah dan lingkungan di mana manusia akan menerapkan
dan mengamalkan nilai-nilai Islam, serta Allah yang menurunkan Islam dan
memberikan "acc" (takdirnya) yang menyebabkan terjadinya perubahan
keyakinan, sikap dan tindakan.

Obyek material dakwah, menurut penjelasan cik hasan bisri adalah unsur
subtansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam komponen, yaitu Da'i, mad'u,
metode, materi, media dan tujuan dakwah.

Amrullah Achmad berpendapat, obyek material ilmu dakwah adalah


semua aspek ajaran islam(Al-qur'an dan Al- sunnah), hasil ijtihat dan realisasinya
dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial, hukum, pendidikan, dan lainnya
khususnya kelembagaan islam obyek material ilmu dakwah inilah yang
menunjukan bahwa ilmu dakwah adalah satu rumpun dengan ilmu-ilmu keislaman
lainnya, karena obyek yang sama juga dikaji oleh ilmu-ilmu keislaman lainnya
seperti fiqih, ilmu kalam, dan lainnya. Ilmu dakwah menemukan sudut pandang
yang berbeda dengan ilmu-ilmu keislaman itu pada obyek formanya yaitu
kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali kepada fitrahnya sebagai
muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.

Dari uraian diatas dapat ditekankan bahwa obyek yang dikaji ilmu dakwah
berkaitan dengan obyek kajian ilimu-ilmu keislaman, ilmu-ilmu sosial dan
prilaku-prilaku teknologi selainnya. Namun sudut pandang yang menjadi titik
pembeda ilmu dakwah dengan lainnya terletak pada obyek forma kajian ilmu
dakwah. forma kajian ilmu dakwah adalah kegiatan manusia yang memihak dan
menerapkan kedalam segi-segi kehidupan umat manusia ajaran islam
sebagaimana dipahami dari sumber-sumber pokoknya, termasuk nilai-nilai
12

kebenaran dan kemanusian upaya yang menjadi obyek forma ilmu dakwah itu
berfungsi untuk mengembalikan manusia dalam garis fitrah mereka.

Obyek Formal Filsafat Dakwah

Deskripsi tentang obyek forma filsafat dakwah pada dasarnya menunjuk


pada denotasi terma dakwah. filsafat dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang
membahas masalah dan segala hal yang timbul atau mengemuka dalam interaksi
antar unsur dari sistem dakwah agar diperoleh pengetahuan yang tepat dan benar
mengenai kenyataan dakwah (denotasi dari terma dakwah). Oleh karena itu
menghindari terjadinya kesenjangan antara konotasi dan denotasi terma dakwah ,
melalui pemberian pengertian secara tepat perihal terma dakwah, melalui
pemberian pengetian secara tepat perihal terma dakwah, merupan suatu keharusan
agar obyek kajian dakwah semakin jelas, maka filsafat dakwah memiliki
hubungan yang signipikan dengan dakwah, ditunjukan oleh kenyataan bahwa
pratek dakwah akan semakin mendekati kepada bentuknya yang baik, tepat dan
benar berkat sumbangan yang diberikan oleh ilmu dakwah melalui kajian-kajian
terhadap obyek forma ilmu dakwah.

Maka dari itu obyek forma ilmu dakwah secara terperinci dapat dipahami
sebagai problematika yang timbul dari interaksi antar unsur dalam sistem dakwah.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah Doktrin Islam (DI), Da'i (D), Tujuan Dakwah
(TD) dan Mad'u (M). Problem yang terjadi antar unsur-unsur tersebut disebut
obyek forma dakwah yang dapat dirujukan sumber ilmunya secara tertentu dari
macam-macam sumber tersebut. Interaksi tersebut dapat dilihat dari gambar
berikut:
13

DOKTRIN
ISLAM

DAI

TUJUAN MAD'U
DAKWAH

Interaksi antara unsur doktrin Islam dan Da'i (DI-D) melahirkan realitas
dakwah berupa problematika pemahaman da'i terhadap hakekat, status dan fungsi
dakwah dalam sistematika ajaran Islam. Problematika mempersoalkan dasar-dasar
umum dan hakekat dakwah sebagai realitas dari sistem Islam, , esensi pesan
Islam, pemahaman terdahap dinamika dakwah dalam sejarah menurut perspektip
Al-Qur'an dan Hadits dan produk pemikiran mengenai ajaran Islam itu sendiri,
baik yang tertuang dalam disiplin ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu taswuf dan ilmu-
ilmu keislaman lainnyayg dirujukan pada doktrin Islam. Realitas dakwah yang
turun dari interaksi antar unsur Da'i dan Doktrin Islam (DI-I) ini merupakan oyek
forma ilmu dakwah akan lahir pengetahuan dari teori dakwah yang berkaitan
dengan realitas dakwah dari interaksi dua unsur tersebut bersumber dari wahyu
(otoritas) dan akal (termasuk intuisi). Hal itu sejalan dengan cakupan Doktrin
Islam yang meliputi al-Qur'an, hadits dan sejarah Islam. Sedangkan unsur Da'i
meliputi seseorang atau sekelompok orang yang berusaha memahami dan
mengaktualisasikan doktrin Islam.

Realitas dakwah yang muncul dari interaksi antara unsur da'i dan mad'u
adalah kemungkinan penerimaan dan penolakan mad'u terhadap pesan dakwah,
dampak praktek dakwah terhadad kedua unsur tersebut baik secara psikologis
maupun sosiologis, problematika perencanaan penyajian pesan dakwah yang yang
14

berdasarkan fakta empiris yang ada pada da'i dam mad'u, pengenalan pemahaman
dan empati da'i terhadap realitas dakwah yang muncul dari interaksi D-M ini
merupkan obyek forma dakwah terutama program studi tabligh Islam. Dari kajian
terhadap realitas itu akan lahir teori dan pengetahuan tabligh, sumber ilmu yang
relevan dengan obyek forma ini adalah indra, akal, intuisi (anfus) dan alam (al-
afaq).

Interaksi antara mad'u dan tujuan dakwah (M-TD) adalah problematika


model (uswah) yang dapat diamati secara empiris oleh mad'u yang berkaitan
dengan bentuk nyata perilaku individual (syakhsiyah) dan kolektif (jamaah) yang
dapat dikatagorikan sebagai perilaku dalam dimensi amal saleh. Problematika ini
dapat disebut sebagai masalah model empirik prilaku Islami dalam konteks
pemecahan masalah-masalah individual dan sosial dalam konteks pemecahan
masalah-masalah individual dan sosial dalam sistem

kemasyarakatan. Realitas obyek kajian ilmu dakwah terutama program studi


pengembangan masyarakat Islam.

Hasil kajian terhadap obyek forma ilmu dakwah daro interaksi model M-
TD iniad pengetahuan dakwah yang bercorak empiris dan fenomenologis. Oleh
karena itu sumber ilmu dalam konteks realitas tersebut adalah indra, akal, intuisi
(anfus) dan alam (Al-falaq), serta sejarah. Sumber ilmu wahyu dalam konteks ini
lebih cenderung bersifat konfirmatif dan komplementatif. Hal itu karena sumber
wahyu tidak memiliki hubungan langsung dengan dunia empirik.

Demikian juga, sumber wahyu (otoritas) tidak bersifat signifikan dalam


berkedudukan sebagai sumber ilmu yang melahirkan pengetahuan dakwah, fakta
kajian itu diarahkan pada obyek forma yang muncul dari interaksi antara da'i dan
tujuan dakwah (D-TD), realitas empiris yang muncul dari interaksi model D-TD
adalah problematika efisiensi dan efentifitas penggunaan sumber daya yang
tersedia dalam sistem dakwah, guna mencapai sasaran dan tujuan dakwah.
Terhadap obyek forma itu, sumber ilmu yang penting adalah indra, akal, intuisi.
15

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa, interaksi model DI-TD


disebut sebagai obyek forma dakwah yang berkaitan dengan perumusan dan
pemahaman dasar-dasar dakwah dan ajaran islam sebagai sumber dakwah.
Interaksi model D-M adalah obyek forma yang berhubungan dengan problem
tabligh islam atau problem dakwah bil-lisan dan bil-qalam. Interaksi model M-TD
adalah obyek forma dakwah yang berkaitan dengan problem organisasional dan
dakwah Islam atau problem manajemen dakwah. Sumber ilmu dan pengetahuan
dakwah pada pokok-pokok wahyu dan akal, ketika obyek forma itu terdiri dari
ayat-ayat qauniyah, maka otoritas atau wahyu menempati posisi tidak pokok
dalam kedudukannya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Terhadap obyek forma
ayat-ayat kauniyah, sumber ilmu adalah yang berkaitan langsung dengan realitas
empiris, yaitu indra, akal, intuisi dan alam.

2.4 Manfaat Filsafat Dakwah

Manfaat filsafat dakwah adalah berguna untuk menentukan para da’I agar mampu
memahami ajaran islam secara radikal, sampai keakar-akarnya sehingga
menemukan kebenaran yang hakiki. Para da’I mampu menjelaskan bahwa islam
universal, tidak bertentangan logika dan akal sehat. Dengan demikian ajaran islam
disampaikan tidak hanya diterima secara dokmatis dan absolut semata, tetapi juga
melalui kerangka fikiran yang rasional yang mampu memberikan arti penting
dalam menyadari otoritas diri sebagi makhluk yang berdimensi dalam memahami
diri dan hak miliknya.

Tujuan filsafat dakwah adalah memberikan pemahaman yang bersifat universal


tentang suatu ajaran islam secara mendalam, mendasar dan radikal sampai keakar-
akarnya, sehingga akhirnya dapat membawa pada kebenaran yang hakiki,
kebenaran hakiki tersebut terimplementasikan dalam sikap keseharian sebagai
orang islam. Dengan demikian filsafat dakwah juga memberikan kontribusi
keilmuan dengan mempertajam metodologi dan pendekatan sehingga para da’I
mampu melihat realitas umat secara tajam dan santun.

Anda mungkin juga menyukai