Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUN PUSTAKA
2.1 Ekosistem
2.1.1 Pengertian Ekosistem dan Ekosistem Pantai
Ekosistem adalah suatu proses yang terbentuk karena adanya hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya, jadi kita tahu bahwa ada komponen biotik (hidup) dan
juga komponen abiotik (tidak hidup) yang terlibat dalam suatu ekosistem ini, kedua komponen
ini tentunya saling mempengaruhi, contohnya saja hubungan heewan dengan air. Interaksi antara
makhluk hidup dan tidak hidup ini akan membentuk suatu kesatuan dan keteraturan. Setiap
komponen yang terlibat memiliki fungsinya masing-masing, dan selama tidak ada fungsi yang
terngganggu maka keseimbangan dari ekosistem ini akan terus terjaga.
Ekosistem Pantai merupakan ekosistem yang ada di wilayah perbatasan antara air laut
dan daratan, yang terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pantai
terdiri dari tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah pantai, sedangkan komponen abiotik
pantai terdiri dari gelombang, arus, angin, pasir, batuan dan sebagainya.
Istilah pantai sering rancu dalam pemakainya antara pesisir (coast) dan pantai (shore).
Definisi pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti
pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah di tepi perairan
yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan adalah daerah
yang terletak diatas dan dibawah permukaan daratan dimulai dari batas garis pantai. Daerah
lautan adalah daerah diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut
terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas
pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai
pasang surut air laut dan erosi yang terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang
pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Gambar 2. Daerah Pantai

2.1.2 Komponen Ekosistem


Ekosistem disusun oleh dua komponen, yaitu lingkungan fisik atau tidakhidup (komponen
abiotik) dan berbagai jenis makhluk hidup (komponen biotik). Berbagai jenis makhluk hidup
tersebut dapat dikelompokkan menjadi satuan-satuan makhluk hidup dan ekosistem :
1. Komponen Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-
benda tak hidup.Secara terperinci, komponen abiotik merupakan keadaan fisik dan kimia di
sekitar organisme yang menjadi medium dan substrat untuk menunjang berlangsungnya
kehidupan organisme tersebut. Komponen abiotik meliputi :
1. Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan
hidup organisme.Air dibutuhkan tumbuhan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan
penyebaran biji. Air mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai daya pelarut unsur-unsur
yang diambil oleh tanaman, mempertinggi reaktivitas persenyawaan yang
sederhana/kompleks, berperan dalam proses fotosintesis, penyangga tekanan di dalam sel
yang penting dalam aktivitas sel tersebut, mengabsorbsi temperatur dengan baik/mengatur
temperatur di dalam tanaman, menciptakan situasi temperatur yang konstan. Air
merupakan substrat fotosintesis, tetapi hanya 0,1% dari jumlah air total digunakan oleh
tumbuhan untuk fotosintesis. Transpirasi meliputi 99% dari seluruh air yang digunakan
oleh tumbuhan, kira-kira 1% digunakan untuk embasahi tubuh, mempertahankan tekanan
turgor dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan (Suwasono Heddy, 2001).
2. Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Pertumbuhan tanaman akan baik pada suhu antara 15 oC sampai
40oC. Suhu akan mengaktifkan proses fisik dan kimia pada tanaman. Energi panas akan
menggiatkan reaksi biokimia pada tanaman atau reaksi fisiologis dikontrol oleh selang
suhu tertentu (Hasan Basri Jumin, 2001).
Suhu merupakan derajat energi panas yang berasal dari radiasi sinar, terutama yang
bersumber dari matahari. Suhu udara berbeda-beda di ekosistem satu dengan yang lainnya,
bergantung pada letak garis lintang (latitude) dan ketinggian tempat (altitude). Makin
dekat dengan kutub, suhu udara semakin dingin dan kering. Suhu merupakan faktor
pembatas bagi kehidupan dan mempengaruhi keanekaragamn hayati di suatu ekosistem.
Pada umumnya, makhluk hidup dapat mempertahankan hidupnya pada suhu lingkungan 0
derajat celcius sampai 40 derajat celcius. Beberapa jenis makhluk hidup melakukan
hibernasi (tidak aktif) pada suhu yang sangat rendah, namun akan aktif dan berkembang
biak apabila suhu lingkungan sudah kembali normal.
3. Cahaya Matahari
Cahaya matahari sebagai sumber energi primer di muka bumi, sangat menentukan
kehidupan dan produksi tanaman, termasuk dalam perkecambahan,pembentukan umbi dan
bulb, pembungaan dan perbandingan kelamin pada bunga. Cahaya mempengaruhi
perkecambahaan dan pembungaan dengan pengaruhnya terhadap fitokrom. Pengaruh
cahaya tergantung mutu berdasarkan panjang gelombang (antara panjang gelombang 0,4 –
0,7 milimikron). Pengaruh cahaya ditentukan oleh intensitas cahaya, kualitas cahaya dan
lama penyinaran (panjang hari). Reaksi cahaya dari tanaman (fotosintesis, fototropisme,
dan fotoperiodisitas) didasarkan atas reaksi fotokimia yang dilaksanakan oleh sistem
pigmen spesifik Faktor kelembaban/kelembapan udara yaitu kadar air dalam udara dapat
mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan (anonim, 2007).
4. Tanah
Tanah terbentuk karena proses destruktif yaitu pelapukan batuan serta pembusukan
senyawa organik dan sintesis (pembuatan mineral). Komponen utama dari tanah ialah
bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Tumbuhan mengambil air dan garam-garam
mineral dari dalam tanah. Sementara manusia
menggunakan tanah untuk keperluan lahan pemukiman, pertanian, peternakan, perindustria
n, perkantoran, pertambangan, dan kegiantan transportasi.
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme yang terbentuk dari proses
pelapukan. Tanah menyediakan unsur-unsur hara yang diperlukan tumbuhan untuk
pertumbuhan. Tanah akan memberikan tanggapan yang baik pada tanaman apabila
pengolahan tanah baik disertai dengan pemberian pupuk yang cukup. Pengolahan tanah
adalah memanipulasi mekanik tanah terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah
yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah membuat aerasi dalam
tanah menjadi lebih baik sehingga pertukaran CO2 dan O2 pada daerah perakaran dapat
lancar (Thomas et all, 2004).
5. Hara Mikro
Hara mikro dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tanaman tetapi karena sifatnya
yang esensial dan banyak berperan dalam proses enzimatik maka keberadaannya sangat
berpengaruh pada proses metabolisme. Pada pembentukan metabolit sekunder antara lain
alkaloid, unsur hara mikro berperan besar pada proses enzimatik yaitu sebagai aktivator
atau gugus redox seperti Fe, Zn, Mn, dan Cu . Pemupukan yang berlebihan juga dapat
menyebabkan penyerapan unsur-unsur lain terhambat sehingga dapat mengakibatkan
kekahatan antara lain kahat unsur mikro (Sharma et al,2000).

6. Kelembapan
Komponen abiotik dalam Ekosistem yang ketujuh adalah udara. Kelembaban di
suatu ekosistem dipengaruhi oleh intensitas dari sinar matahari, angin, dan curah hujan.
Kelembaban sangat memengaruhi pertumbuhan suatu tumbuhan. Daerah dengan tingkat
kelembaban berbeda akan menghasilkan ekosistem dengan komposisi tumbuhan yang
berbeda pula.
7. Derajat Keasaman (pH)
Komponen abiotik dalam Ekosistem yang kedelapan adalah derajat
keasaman. keadaan pH tanah berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan di atasnya.
Tumbuhan akan tumbuh dengan baik pada pH optimum, yaitu berkiar 5,8 - 7,2. Nilai pH
tanah dipengaruhi oleh curah hujan, penggunaan pupuk, aktivitas akar tanaman dan
penguraian mineral tanah.
8. Topografi
Komponen abiotik dalam Ekosistem yang kesembilan adalah topografi. Topografi
adalah keadaan naik turun ataupun tinggi rendahnya permukaan bumi. Topografi
memegaruhi keadaan iklim menyangkut suhu dan kelembaban udara. Topografi
menentukan keanekaragaman hayati di suatu wilayah dan penyebab suatu organisme.
2. Komponen Biotik
Komponen biotik meliputi semua jenis makhluk hidup yang ada pada suatu
ekosistem.Menurut peranannya dalam ekosistem, komponen biotik dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu produsen, konsumen, dan pengurai. Organisme yang berperan sebagai
produsen adalah semua organisme yang dapat membuat makanan sendiri. Organisme ini
disebut organisme autotrof, contohnya adalah tumbuhan hijau. Sedangkan organisme yang
tidak mampu membuat makanan sendiri (heterotrof ) berperan sebagai konsumen ( Sowarno,
2009 ).
Selain mampu mencukupi kebutuhannya akan energi, produsen juga berperan sebagai
sumber energi bagi organisme lain. Energi yang dihasilkan produsen akan dimanfaatkan oleh
organisme lain melalui proses makan dan dimakan. Hewan pemakan tumbuhan memperoleh
energi dari tumbuhan yang dimakannya. Sedangkan hewan pemakan tumbuhan tersebut juga
bisa dijadikan sumber energi bagi hewan lain yang memakannya. Organisme yang
memperoleh makanan dengan cara demikian disebut konsumen. Jadi, organisme yang
berperan sebagai konsumen adalah organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri
atau disebut organisme heterotrof ( Subardi, 2009 ).
Semua rantai makanan mulai dengan organism autrofik, yaitu organism yang melakukan
fotosintesis seperti tumbuhan hijau.Organism ini disebut produsen karena hanya mereka yang
dapat membuat makan daari bahan mentah anorganik.Setiap organism, misalnya belalang
yang langsung memakan tumbuhan disebut konsumen primer atau herbivora.Karnivora
seperti katak, yang memakan herbivore disebut konsumen sekunder.Karnivora sebagaimana
ular, yang memakan komponen sekunder dinamakan konsumen tersier dan seterusnya.
Kebanyakan hewan mengonsumsi makan yang beragam dan pada gilirannya, menyediakan
makan untuk berbagai makhluk lain yang memangsanya. Jadi energy yang terdapat dari hasil
bersih dari produsen itu berlalu kedalam jaring-jaring makanan.Jaring-jaring makanan adalah
kumpulan berberapa rantai makanan yang membentuk skema (Kimball, 1983).

2.2 Kondisi Fisik Ekosistem Pantai


Ekosistem Pantai merupakan ekosistem yang ada di wilayah perbatasan antara air laut
dan daratan, yang terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pantai
terdiri dari tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah pantai, sedangkan komponen abiotik
pantai terdiri dari gelombang, arus, angin, pasir, batuan dan sebagainya. Pantai merupakan salah
satu ekosistem yang berada di wilayah pesisir, dan terletak antara garis air surut terendah dengan
air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah yang substratnya berbatu dan berkerikil
(yang mendukung flora dan fauna dalam jumlah terbatas) hingga daerah berpasir aktif (dimana
populasi bakteri, protozoa, metazoa ditemukan) serta daerah bersubstrat liat, dan lumpur (dimana
ditemukan sebagian besar komunitas binatang yang jarang muncul ke permukaan (infauna).
Pantai yang terbuka biasanya memiliki kondisi lingkungan yang kurang baik, yakni kondisi fisik
yang tidak stabil akibat fluktuasi suhu, salinitas, dan kelembaban yang tinggi (Dahuri, 2003)1.
Untuk mengidentifikasi pesisir harus terlebih dahulu disamakan cara pandang atau pendekatan
yang digunakan Secara geomorfologis pesisir dapat diidentifikasi dari bentuk lahannya yang
secara genetik berasal dari proses marin, fluviomarin, organik, atau aeoiomarin. Secara biologi,
karakteristik pesisir dapat diketahui dari persebaran ke arah darat biota pantai, baik persebaran
vegetasi maupun persebaran hewan pantai. Secara klimatologi, karakteristik pesisir ditentukan
berdasarkan pengaruh angin laut. Secara hidrologi, karakteristik pesisir ditentukan seberapa jauh
pengaruh pasang air laut yang masuk ke darat.
Susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang dijumpai di zona intertidal atau zona
pasang surut disebabkan zona ini berada di udara terbuka selama waktu tertentu dalam waktu
setahun, dan kebanyakan faktor fisiknya menunjukkan kisaran yang lebih besar di udara daripada
di air. Adapun faktor-faktor pembatas yang menjadi indikator di wilayah pesisir dapat disebutkan
sebagai berikut:
1) Pasang Surut (Tide)
Naik turunnya permukaan laut secara periodik selama satu interval waktu disebut
pasang-surut. Pasang surut merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang
mempengaruhi kehidupan di zona intertidal. Tanpa adanya pasang-surut atau hal-hal lain yang
menyebabkan naik turunnya permukaan air secara periodik, zona ini tidak akan seperti itu,
dan faktor-faktor lain akan kehilangan pengaruhnya. Ini diakibatkan kisaran yang luas pada
banyak faktor fisik akibat hubungan langsung yang bergantian antara keadaan terkena udara
terbuka dan keadaan yang terendam air. Jika tidak ada pasang surut, fluktuasi yang besar ini
tidak akan terjadi. Dengan pengecualian, kebanyakan daerah pantai di dunia mengalami
pasang surut. Laut-laut besar yang sangat kurang mengalami pasang surut adalah laut tengah
dan laut baltik. Di daerah ini, fluktuasi permukaan air di garis pantai terutama yang
disebabkan oleh pengaruh angin (gerakan air) yang mendorong air laut ini. Tetapi, hal ini
tidak berarti bahwa semua pantai mengalami kisaran atau tipe pasang surut yang sama.
Penyebab terjadinya pasang surut dan kisaran yang berbeda, sangat kompleks dan
berhubungan dengan interaksi tenaga penggerak pasang surut, matahari dan bulan, rotasi
bumi, geomorfologi pasu samudra, dan osilasi alamiah berbagai pasu samudera. Naik
turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari atau sering juga disebut pasang surut diurnal,
atau dua kali sehari atau disebut juga pasang surut semi diurnal. Dan ada juga yang
1
Ibid.
berperilaku diantara keduanya disebut dengan pasang surut campuran. Pada suatu perairan
pasang surut ini dapat diprediksi dengan analisa numerik sehingga pengetahuan kita tentang
ramalan pasang surut akan memudahkan pada saat kita melaksanakan penelitian di daerah
pesisir. Untuk keperluan itu diperlukan data pengukuran paling sedikit selama 15 hari, atau
selama 18.6 tahun jika ingin mendapatkan hasil prediksi dengan akurasi yang tinggi. Data-
data yang didapat tersebut dapat kita uraikan menjadi komponen pasang surut, yang kita kenal
dengan komponen harmonik. Hal ini dimungkinkan karena pasang surut bersifat sebagai
gelombang, sehingga dengan mengetahui amplitudo dan perioda dari masing-masing
komponen pasut tersebut, kita dapat mensitesanya melalui penjumlahan komponen pasut yang
ada.

2) Gelombang
Di zona intertidal, gerakan ombak mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap
organisme dan komunitas dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainnya. Pengaruh in
terlihat nyata baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas gelombang
mempengaruhi kehidupan pantai secara langsung dengan dua cara utama.
a. Pengaruh mekaniknya menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena. Sering
terjadi penghancuran bangunan-bangunan buatan manusia yang disebabkan oleh berbagai
jenis gelombang badai dan hal ini terjadi juga di zona intertidal. Jadi mahluk apapun yang
mendiami zona ini harus beradaptasi dengan mekanisme penghancuran gelombang ini.
Pada pantai-pantai yang memilki pasir atau kerikil, kegiatan ombak yang besar dapat
membongkar substrat yang ada disekitarnya, ehingga mempengaruhi bentuk zona .
Terpaan ombak dapat menjadi pembatas bagi organisme yang tidak dapat menahan
terpaan tersebut, tetapi diperlukan bagi organisme lain yang tidak dapat hidup selain di
daerah dengan ombak yang kuat.
b. Kegiatan ombak dapat memperluas batas zona intertidal. Ini terjadi karena penghempasan
air yang lebih tinggi di pantai dibandingkan yang terjadi pada saat pasang surut yang
normal. Deburan ombak yang terus-menerus ini membuat organime laut dapat hidup di
daerah yang lebih tinggi di daerah yang terkena terpaan ombak daripada di daerah tenang
pada kisaran pasang surut yang sama. Kegiatan ombak juga mempunyai pengaruh kecil
lainnya, yakni mencampur atau mengaduk gas-gas atmosfir ke dalam air, jadi
meningkatkan kandungan oksigen sehingga daerah yang diterpa ombak tidak pernah
kekurangan oksigen. Karena interaksi dengan atmosfer terjadi secara teratur dan terjadi
pembentukan gelembung serta pengadukan substrat, penetrasi cahaya di daerah yang
diterpa ombak dapat berkurang. Akan tetapi secara ekologi hal ini tidak begitu jelas.

3) Suhu dan Salinitas


Merupakan parameter yang sangat penting apabila kita menyelidiki tentang asal-usul dari
air tersebut. Kedua parameter ini menentukan densitas air laut. Perbedaan densitas antara dua
tempat akan menghasilkan perbedaan tekanan yang kemudian memicu aliran massa air dari
tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Disamping itu, dengan
menggabungkan suhu dan salinitas dalam suatu diagram (dikenal sebagai T-S diagram) kita
dapat melacak asal-usul dari massa air tesebut. Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh:
a) Radiasi surya
b) Posisi surya
c) Letak geografis
d) Musim
e) Kondisi awan
f) Serta proses antara air tawar dan air laut (seperti penguapan dan hembusan angin).

Salinitas juga dipengaruhi oleh:

a) lingkungan (muara sungai atau gurun pasir)


b) musim
c) interaksi antara air dan udara (penguapan dan hembusan angin, percampuran antara
sungai dan laut, dan interaksi antara laut dengan daratan/gunung es)
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah kandungan garam dari suatu perairan, yang
dinyatakan dalam permil. Kisaran salinitas air laut antara 0 – 40 ‰, yang berarti kandungan
garam berkisar antara 0 – 40 g/kg air laut.
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang
surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang
hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras.
Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Hempasan gelombang dan
hembusan angin menyebabkan pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah
gundukan pasir itu biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Gumukan pasir
(sand dunes) adalah bentuk lahan asal proses aktivitas angin (aeolin depositional landform),
lahan ini terbentuk jika ada material klastik dan lepas-lepas seperti pasir dan tenaga angin
yang memindahkan material tersebut. Proses ini juga dikenal dengan deflation processes.
Menurut Zuidam (1986) karakteristik gumuk pasir adalah sebagai berikut : relief morfologi
pendek, permukaan dengan lereng curam dan topografi irreguler, terjadi pengangkutan pasir
oleh angin, material utama berupa pasir, tanah belum terbentuk secara nyata, air permukaan
sedikit atau cenderung tidak ada, air tanah mungkin ada, drainase sangat baik, vegetasi atau
penggunaan lahan pada dasarnya tidak ada, tapi di kaki gumuk yang tinggi beberapa vegetasi
dimungkinkan ada
Di daerah pasang surut sendiri dapat terbentuk hutan, yaitu hutan bakau. Hutan bakau
biasanya sangat sukar ditempuh manusia karena banyaknya akar dan dasarnya terdiri atas
lumpur. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau
yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur
yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat
digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang.

2.3 Jenis Pantai


Menurut Nybakken (2001) di lihat dari struktur tanah dan bahan penyusunnya, pantai
intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
a. Pantai Berbatu
Pantai berbatu merupakan salah satu jenis pantai yang tersusun oleh batuan induk yang
keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras atau secara umum tersusun oleh bebatuan.
Keadaan ini berlawanan dengan penampilan pantai berpasir dan pantai berlumpur yang
hampir tandus. Dari semua pantai, pantai ini memiliki berbagai organisme dengan keragaman
terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan.
Gambar 2. Pantai Berbatu
Pantai berbatu menyediakan habitat untuk tumbuhan dan hewan. Habitat ini berperan
sebagai substrat, tempat mencari makan, tempat persembunyian serta tempat berinteraksinya
berbagai macam organisme khususnya yang memiliki hubungan rantai makanan. Daerah
intertidal khususnya pantai berbatu meruapakan zona yang penting untuk manusia dan
organisme lain. Daerah ini banyak dihuni hewan coelenterata, moluska, crustaceae dan
tumbuhannya adalah alga bersel tunggal, alga hijau, dan alga merah.

b. Pantai Berpasir
Pantai berpasir merupakan lingkungan yang sangat dinamis, dimana struktur fisik
habitatnya digambarkan dengan adanya interaksi antara pasir, gelombang, dan pasang surut
air laut. Pantai berpasir merupakan salah satu jenis pantai yang dinamis karena
kemampuannya untuk menyerap energy gelombang. Energy gelombang ini dikeluarkan
melalui pergerakan airnya yang membawa pasir pantai ke luar wilayah pantai pada saat
gelombang besar dan membawanya kembali ke wilayah pantai pada saat gelombang dalam
keadaan tenang.

Gambar 3. Pantai Berpasir

Pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas
rekreasi. Pantai pasir kelihatan tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik. Organisme tentu
saja tidak tampak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk
kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Adapun kelompok
makhluk hidup yang mendiami habitat ekosistem pantai berpasir terdiri dari kelompok
invertebrate dan makrofauna bentik.
c. Pantai Berlumpur

Pantai berlumpur ini merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak,
keduanya cenderung mempunyai butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak
bahan organik sehingga menjadi “berlumpur”. Pantai berlumpur memiliki substrat yang
sangat halus dengan diameter kurang dari 0.002 mm. Pantai berlumpur tidak dapat
berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Karena itu, pantai berlumpur hanya
terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindungi dari aktivitas gelombang laut
terbuka.

Gambar 4. Pantai Berpasir


Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel
sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur berada di berbagai tempat, sebagian di
teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Pantai berlumpur cenderung
untuk mengakumulasikan bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak
makanan yang potensial untuk organisme penghuni pantai, tetapi berlimpahnya partikel
organik yang halus yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk
menyumbat permukaan alat pernapasan.

2.4 Flora dan fauna ekosistem pantai


Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat,
laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut.
Di daerah pasang surut sendiri dapat terbentak hutan, yaitu hutan bakau. Hutan bakau
biasanya sangat sukar ditempuh manusia karena banyaknya akar dan dasarnya terdiri atas
lumpur. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang
memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang
kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan
sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara
lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon
yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
Tumbuhan pada hutan pantai cukup beragam. Tumbuhan tersebut bergerombol membentuk
unit-unit tertentu sesuai dengan habitatnya. Suatu unit vegetasi yang terbentuk karena habitatnya
disebut formasi. Setiap formasi diberi nama sesuai dengan spesies tumbuhan yang paling
dominan. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat
erat di substrat keras.
Berdasarkan tempatnya atau daerahnya,ekosistem hutan pantai dapat dibedakan
menjadi,yaitu:
1. Pada daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni
oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan
burung pantai.
2. Pada daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni
oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora,
kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
3. pada daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh
beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Berdasarkan susunan vegetasinya, ekosistem hutan pantai dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu formasi Pres-Caprae dan formasi Baringtonia.
1. Formasi Pres-Caprae
Pada formasi ini, tumbuhan yang dominan adalah Ipomoea pes-caprae, tumbuhan lainnya
adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime, Euphorbia atoto, Pandanus
tectorius (pandan), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola frutescens (babakoan).
2. Formasi Baringtonia
Vegetasi dominan adalah pohon Baringtonia (butun), tumbuhan lainnya adalah
Callophylum inophylum (nyamplung), Erythrina, Hernandia, Hibiscus tiliaceus (waru laut),
Terminalia catapa (ketapang).
Di ekosistem pantai batu yang merupakan ekosistem yang terbentuk dari bongkahan-
bongkahan batu granit yang besar atau berupa batuan padas yang terbentuk dari proses
konglomerasi , biasanya didominasi vegetasi jenis Sargassum atau Eucheuma. Sedangkan
tumbuhan berbiji yang hidup di daerah ini beradaptasi pada habitat tanah berpasir. Sedangkan
ekosistem pantai lumpur yang terbentuk dari pertemuan antara endapan lumpur sungai dengan
tumbuhannya adalah Tricemia, Skeratia, dan rumput laut atau Enhalus acoroides. Ekosistem ini
merupakan habitatnya berbagai jenis biota ikan gelodok

Gambar 5. Beberapa contoh flora dan fauna di ekosistem pantai

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum pengamatan ekosistem pantai dilaksanakan pada hari jum’at tanggal 30 Januari
2015 pukul 10.30 di pantai Indrayanti Yogyakarta dan proses pengamatan sampel di lakukan di
Laboratorium Biologi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ekosistem pantai yaitu, botol
sampel, spidol, plastic, dan salinotes.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ekosistem pantai yaitu
beberapa jenis tumbuhan yang ada di pantai indrayanti, sampel air, dan sampel
hewan.

3.3 Cara Kerja


1) Siapkan perlatan yang akan digunakan pada praktikum
2) Amati pantai dan analisis termasuk jenis pantai apa
3) Ukur kadar garam air pantai dengan menggunakan salino test
4) Ambil beberapa sampel tumbuhan dan hewan yang ditemui dan masukkan dalam botol
sampel usahakan dalam keadaan tertutup rapat
5) Lakukan identifikasi terhadap sampel yang telah diperoleh.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel Hasil Sampel Tumbuhan

Gambar Klasifikasi
Kingdom :Plantae
Devisio :Thallophyta
Classis :Chlorophyceae
Ordo :Ulvales
Familia :Ulvaceae
Genus :Ulva
Spesies :Ulva lactuca

Ulva lactuca

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solierisceae
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma spinosum

Eucheuma spinosum

Eucheuma spinosum merupakan salah satu jenis rumput laut dari kelas Rhodophyceae
(ganggang merah). Klasifikasi rumput laut jenis ini menurut (Anggadiredja et al. 2006)
adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales Famili : Solierisceae Genus : Eucheuma Jenis : Eucheuma spinosum
Ciri-ciri rumput laut jenis ini yaitu thallus silindris, percabangan thallus berujung runcing
atau tumpul dan ditumbuhi nodulus, berupa duri lunak yang tersusun berputar teratur
mengelilingi cabang, lebih banyak dari yang terdapat pada E. cottonii. Jaringan tengah
terdiri dari filament tidak berwarna serta dikelilingi oleh sel-sel besar, lapisan korteks, dan
lapisan epidermis. Ciri-ciri lainnya mirip E. cottonii (Anggadiredja et al. 2006). Potensi
Pemanfaatan Eucheuma spinosum Pemanfaatan Eucheuma spinosum adalah sebagai salah
satu jenis rumput laut penghasil karagenan (carragenophytes). Eucheuma spinosum jenis
rumput laut penghasil iota karaginan. Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang
terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6
anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan adalah suatu bentuk polisakarida linear dengan
berat molekul di atas 100 kDa (Winarno 1996). Karagenan berfungsi sebagai penstabil,
pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan),
syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat
bahan-bahan) (Anggadiredja et al. 2006). Selain itu karaginan juga berperan sebagai
stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-
lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik,
tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno 1996).

Anda mungkin juga menyukai