DASAR TEORI
B. Bengkoang
1. Taksonomi
Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )
Subkingdom : Trachebionta ( Tumbuhan berpembulu )
Super divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji )
Divisi : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga )
Kelas : Magnoliopsida ( berkeping dua/ dikotil )
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Fabeles
Famili : Fabeceae ( suku polong – polongan )
Genus : Pachyrhizus
Spesies : Pachyrhizus erosus L. Urban
2. Morfologi
Akar tanaman termasuk perakan serabut tungggal dan berumbi, berwarna keputihan
hingga kecoklatan, dengan kedalaman mencapai 10-20 cm bahkan lebih. Perakaran ini
bermanfaat untuk menyimpan cadangan makanan dan membantu menyerap unsur air dari
dalam tanah. Batang tanaman bengkoang pendek sekitar 1-2 m , batang menjalar, dan
membelit, memiliki ruas – ruas halus, dan mengarah kebawah. Batang tanaman ini pada
umumnya berwarna kehijauan hingga kecoklatan, dan memiliki tunas baru disekitarnya.
Daun tanaman ini majemuk yang menyirip dengan anakan 3 daun, bertangkai
mencapai 8-16 cm, anakan daun berbentuk bulat melebar, pangkal daun runcing dan
bergerigi besar serta berambut kedua sisi membelah dari sisinya, anak daun pangkal ujung
membesar dan juga membelah hampir menyerupai ketupat.Biji tanaman termasuk polong,
berbentuk garis, pipih, dengan panjang 8-13 cm, berambut, berbeiji 4-9 butir dan biji ini
berwarna kecoklatan disertai dengan serat halus.
3. Kandungan
Bengkuang merupakan buah yang kaya akan berbagai zat gizi yang sangat penting
untuk kesehatan terutama vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam bengkuang
yang paling tinggi adalah vitamin C. Sedangkan mineral yang terkandung dalam
bengkuang adalah fosfor, zat besi, kalsium dan lain-lain. Komposisi gizi bengkuang per 100
gram dapat dilihat pada Tabel 1.
4. Manfaat
Umbi bengkoang sebagai bahan dasar masker mengandung vitamin C yang berfungsi
untuk pembentukan kolagen dan proses pigmentasi, vitamin C dapat diabsorpsi oleh kulit
(Achyar, 1986). Kandungan bengkoang meliputi antioksidan, vitamin C, air, antibakteri dan
flavanoid. Flavanoid merupakan tabir surya alami untuk mencegah kerusakan kulit akibat
radikal bebas dan zat fenolik efektif untuk menghambat proses pembentukan melanin (Putra,
2012). Zat antibakteri adalah suatu senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri,
khususnya bakteri yang merugikan manusia. Fungsi dari masing-masing kandungan dalam
bengkuang untuk kulit yaitu melembabkan, menjaga kesehatan kulit, memutihkan kulit,
mengatasi flek hitam, mencegah proses penuaan dini, menyembuhkan bisul/ jerawat .
5. Metode Ekstraksi
Umbi bengkoang diblender selama 1 menit sampai halus, kemudian diperas airnya di
atas saringan hingga dipastikan kadar air dalam umbi bengkoang habis. Dibuang ampas dari
umbi bengkoang yang tidak diperlukan, selanjutnya air hasil perasan dari umbi bengkoang
diendapkan dalam beaker glass 1000 ml dan 2000 ml semalaman (overnight) pada suhu
ruang. Supernatan dibuang setelah dipastikan sari bengkoang mengendap dibagian bawah
beaker glass. Sari bengkoang di tuang dalam loyang dan di oven pada suhu 45ºC sampai
kering selama 120 jam (5 hari). Setelah kering, sari bengkoang dikeringanginkan pada suhu
ruang selama 15 menit, kemudian di blender selama 1 menit sampai halus dan di ayak
sehingga di hasilkan sari umbi bengkoang dalam bentuk serbuk halus.
C. Preformulasi Eksipien
1. Etanol 96% (Rowe, 2009)
BM = 18,02.
Rumus molekul = H2O.
Pemerian = Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Titik didih = 100oC
Kelarutan = Dapat bercampur dengan kebanyakan pelarut polar
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas = Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam
bentuk Fisik (es , air , dan uap). Air harus disimpan dalam wadah yang sesuai. Pada
saat penyimpanan dan penggunaannya harus terlindungi dari kontaminasi partikel -
pertikel ion dan bahan organik yang dapat menaikan konduktivitas dan jumlah karbon
organik. Serta harus terlindungi dari partikel - partikel lain dan mikroorganisme yang
dapat tumbuh dan merusak fungsi air.
Inkompabilitas = Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient
lainya yang mudah terhidrolisis.
Sinonim : Propylenglycolum.
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis,
higroskopik.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%)P dan dengan
kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak
tanah P dan dengan minyak lemak.
Kegunaan : Zat tambahan sebagai pelarut.
8. PVA
Pemerian : Sebuk Putih, sdikit berbau asam asetat, amorf, bebas mengalir
Sinonim : Phthalavin; PVAP; Opaseal; Sureteric.
Kegunaan : Coating agent.
Aplikasi dalam Formulasi: Polyvinyl acetate phthalate adalah agen pengubah
viskositas yang digunakan dalam formulasi farmasi untuk menghasilkan lapisan
enterik produk dan untuk penyegelan inti tablet sebelum pelapisan gula
Kelarutan :
Keamanan : Polyvinyl acetate phthalate digunakan dalam formulasi farmasi oral
dan umumnya dianggap sebagai nonirritant dan pada dasarnya bahan tidak beracun
bila digunakan sebagai eksipien.
BAB III
METODE KERJA
Perhitungan
a. Ekstrak =
b. PVA =
c. Propilenglikol =
d. Tween 80 =
e. Nipagin =
f. Nipasol =
g. Etanol =
h. Aquadest dingin (untuk dispersi PVA) = 2 x 2,7 gram = 5,4 ml
i. Aquadest sisa = 30 gram – (0,6 + 2,7 + 3 + 0,3 + 0,03 + 0,24 + 4,5 + 5,4)
7. Dilakukan Evaluasi
- Evaluasi Organoleptik
- Evaluasi pH
- Evaluasi Homogenitas
- Evaluasi Waktu Kering Gel
pH Sediaan = 5
pH Ekstrak = 4,5
DAFTAR PUSTAKA
Achyar, L. Yul. 1986. Dasar-dasar kosmetologi kedokteran. Dalam Sriwidodo (ed). Cermin Dunia
Kedokteran. Jakarta: Pusat penelitian dan pengembangan PT.Kalbe Farma.
Putra, Sitiatava Rizema. 2012. Optimalkan Kesehatan Wajah dan Kulit dengan Bengkuang. Yogyakarta:
Diva press.
Irawati, Leny. 2013. Pengaruh Komposisi Masker Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) Dan
Pati Bengkuang Terhadap Hasil Penyembuhan Jerawat Pada Kulit Wajah Berminyak. E-Journal
Volume 2 no 2 Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.
Grace, F.X., C. Darsika, K.V. Sowmya, K. Suganya, and S. Shanmuganathan. 2015. Preparation and
Evaluation of Herbal Peel Off Face Mask. American Journal of PharmTech Research.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat, terjemahan Farida Ibrahim.
Jakarta: UI Press
Lieberman, Herbert, A. 1997. Pharmaceutical Dosage Form: Disperse System Vol 1. New York: Marcell
Dekker Inc.
Aulton, M. 1988. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. Curcill Livingstone. Edirberd.
London