Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sulfonamid adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara


sistemik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia.
Penggunaan sulfonamide kemudian terdesak oleh antibiotik. Pertengahan tahun
1970 penemuan kegunaan sedian kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol
meningkatkan kembali penggunaan sulfonamide untuk pengobatan penyakit
infeksi tertentu.

Sulfonamid merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang


sama, yaitu H2N-C6H4-SO2NHR dan R adalah bermacam-macam substituen.
Pada prinsipnya, senyawa-senyawa ini digunakan untuk menghadapi berbagai
infeksi. Namun, setelah ditemukan zat-zat antibiotika, sejak tahun 1980an indikasi
dan penggunaannya semakin bekurang. Meskipun demikian, dari sudut sejarah,
senyawa-senyawa ini penting karena merupakan kelompok obat pertama yang
digunakan secara efektif terhadap infeksi bakteri.

A. Struktur Umum sulfonamida

Banyak jenis sulfonamida yang berbeda misalnya dalam sifat klinisnya,


toksisitasnya, dll.Sebagia besar turunan memiliki penyusun nitrogen dari
grup sulfonamida (NH2.C6H4.SO2.NHR). Substitusi grup p-amino
menghasilkan hilangnya aktifitas anti bakterial, namun turunan demikian
dapat dihidrolisa in vivo menjadi turunan yang aktif. Sebagai contoh, p-
Nsuccunylsulfatiazol dan fitalilsulfatiazol tidak aktif dan sulit diserap perut,
namun mereka terhidrolisa pada usus bawah untuk melepaskan komponen aktif
sulfatiazol, obat ini telah digunakan misalnya pada saat sebelum dan sesudah
bedah perut. Sulfonamida merupakan kemoterapeutik pertama yang efektif pada
terapi penyakit sistemik. Sekarang, penggunaannya terdesak oleh kemoterapeutik
lain yang lebih efektif dan kurang toksik. Banyak organisme yang menjadi
resisten terhadap sulfonamida. Penggunaannya meningkat kembali sejak
ditemukan kotrimoksazol yaitu kombinasi trimetoprim dengan sulfametoksazol.
Sulfonamida biasanya digunakan dalam sediaan berbentuk
tablet,suspensi,injeksi,tetes mata, dan salep mata. Sulfonamida mempunyai
spektrum antibakteri yang luas meskipun kurang kuat dibandingkan dengan
antibiotika. Golongan sulfonamida umumnya hanya bersifat bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan bakteri) namun pada kadar yang tinggi dalam urin,
sulfonamida dapat bersifat bakterisid(membunuh bakteri). Sulfonamida digunakan
secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif
dan Gram-negatif tertentu,beberapa jamur dan protosoa. Golongan ini efektif
terhadap penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti Actinomycetes
sp, Bacillus antharacis, Brucella sp,Corinebacterium diphtheriae,
Calymmantobacterium granulomatis,Chlamydia trachomatis,vibrio cholerae dan
lain-lain.
B. Mekanisme Aksi

Sulfonamida mempunyai struktur mirip dengan asam p- aminobenzoat,


suatu asam yang diperlukan untuk biosintesis koenzim asam dihidropteroat dalam
tubuh bakteri atau protozoa. Biosintesis turunan asam folat dan reseptor turunan
sulfonamida dan trimetoprim. Manusia juga memerlukan turunan asam folat
sebagai faktor pertumbuhan yang cukup penting. Berbeda dengan bakteri yang
harus mensintesisnya terlebih dahulu, turunan asam folat tersebut didapatkan dari
luar atau makanan. Sulfonamida hanya aktif pada fasa multiplikasi
bakteri,sehingga tidak efektif terhadap bakteri yang membentuk spora.Kuman
memerlukan PABA (p-aminobenzoic acid) untuk membentuk asam folat yang di
gunakan untuk sintesis purin dan asam nukleat.Sulfonamid merupakan
penghambat kompetitif PABA. Efek antibakteri sulfonamide di hambat oleh
adanya darah, nanah dan jaringan nekrotik, karena kebutuhan mikroba akan asam
folat berkurang dalam media yang mengandung basa purin dan timidin.Sel-sel
mamalia tidak dipengaruhi oleh sulfanamid karena menggunakan folat jadi yang
terdapat dalam makanan (tidak mensintesis sendiri senyawa tersebut). Dalam
proses sintesis asam folat, bila PABA di gantikan oleh sulfonamide, maka akan
terbentuk analog asam folat yang tidak fungsional.
Sistem enzim bakteri yang mampu mempengaruhi sistensi asam tetrahidrofolat
ada tiga, yaitu:

1. Dihidropteroat, suatu prekursor asam dihidrofolat, melalui kondensasi


asam p-aminobenzoat dengan turunan pteridin.
2. Dihidrofolat sintetase,yaitu enzim ynag mengkatalisis sintesis asam
dihidrofolat, suatu prekursor asam tertrahidrofolat,melalui interaksi asam
dihidropteroat dengan asam glutamat.
3. Dihidrofolat reduktase,yaitu enzim yang mengkatalisis reduksi asam
dihidrofolat menjadi asam tetrahidofolat.

Sulfonamida bekerja secara langsung sebagai antagonis, melalui mekanisme


panghambat bersaing,terhadap kedua jalur biosintesis asam dihidrofolat di atas
dan secara tidak langsung mempengaruhi penggabungan asam glutamat dengan
asam dihidropteroat Kemungkinan mekanisme kerja bakteriostatik sulfonamida
yang lain adalah berhubungan langsung dengan reaksi enzimatik turunan pteridin,
yaitu dengan membentuk produk”seperti folat” yang tidak aktif sehingga turunan
pteridin tidak berfungsi sebagai prekursor asam folat.

C. Reaksi-reaksi yang terjadi


1. Reaksi antara sulfonamid (yang tidak mengandung substituen cincin
aromatis atau cincin heterosiklik )dengan bromin.

2. Reaksi antara sulfonamid(yang mengandung substituen cincin aromatis


atau cincin heterosiklik ) dengan bromin
3.Reaksi antara sulfonamid dengan perak nitrat membentuk endapan
perak- sulfonamid

D. Penggolongan Sulfonamida
Berdasarkan penggunaan terapetik sulfonamida dibagi menjadi 6
kelompok yaitu sulfonamida untuk infeksi sistemik, untuk infeksi usus,
infeksi mata, infesi saluran seni, untuk pengobatan luka bakar dan untuk
penggunaan lain.

1. Sulfonamida untuk infeksi sistemik

Berdasarkan masa kerjanya sulfonamida sistemik dibagi


menjadi 3 kelompok yaitu sulfonamida dengan masa kerja pendek, mas
kerja sedang, dan masa kerja yang panjang.

a. Sulfonamida dengan masa kerja pendek (waktu paro lebih kecil dari
10 jam), contoh : sulfaitidol, sulamerazin, sulfametazin
(sulfadimidin), sulfatiazol,sulfasomidin

sulfisoksazol, Sulfametizol,derivat –isokzasol (Sulpafurazol, -


Metoksazol),derivate – oksazol(Sulpamoksol) dan derivat-pirimidin
(sulfadiazine, -merazin, -mezatin dan – somidin).

Sulfametizol dan sulfafurazol, ceoat resorbsinya dari usus dengan


daya larut dalam urin asam atau netral lebih baik dibandingkan dengan sulfa
lainnya, sedangkan asetilasinya dalam hati lebih ringan. Hal ini
menyebabkan kadarnya dalam urin dalam urin sangat tinggi sehingga
mencapai khasiat bakterisid. Oleh karena itu zat-zat ini khususnya digunakan
pada infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, terutama yang disebabkan oleh
E.Coli dan pada Cystitis. Sulfonamid lainnya juga digunakan terhadap
infeksi organ lain.
Sulfamerazin, absorbsinya dalam saluran cerna lebih cepat dan
ekskresi nya lebih lambat disbanding sulfanilamida.dosi awal : 4 g,diikuti 1
g setiap 6 jam, sampai infeksi terkendali.

Sulfisoksazol, absorbsinya dalam daluran cerna cepat,dan ± 70-80%


terikat oleh protein plasma.bentuk terasetilasinya mempumayi kelarutan
cukup besar sehingga sedikit menimbulkan kristalisasi d ginjal. Waktu
paronya ±6 jam. Dosis oral awal : 3g, diikuti 1g setiap 4-6 jam, sampai
infeksi terkendali.

Sulfametazin, absorbsi dalam saluran cerna cepat, dan kurang lebih 60-
80% terikat oleh protein plasma. Dalam darah kurang lebih 30-40% terdapat
dalam bentuk terasetilasinya. Waktu paro obat tergantung pada kecepatan
asetilasi, pada asetilator cepat 1.5-4 jam, sedang pada asetilator lambat 5,5-
8,8 jam, pada orang normal kurang lebih 7 jam. Dosis oral awal: 3 gram,
diikuti 1 gram setiap 4 jam, sampai infeksi terkendali.

Sulfasomidin (aristamid), mempunyai kelarutan dalam air lebih besar


disbanding turunan sulfonamide lain. Absorbsi obat dalam saluran cerna
cepat, dan kurang lebih 60-75% terikat oleh protein plasma. Dalam darah
kurang lebih 10% terdapat dalam bentuk terasetilasinya. Kelarutan bentuk
asetilnya rendah sehingga pemberian alkali tidak meningkatkan kelarutan
dalam urin. Waktu paro obat pada orang normal kurang lebih 7,5 jam.
Dosis oral obat: 0,1 g/kg BB, diikuti dengan 1/6 dosis awal setiap 4 jam,
sampai infeksi terkendali.

b. Sulfonamida dengan masa kerja sedang (waktu paro 10-24 jam),


contoh : sulfadiazine, sulfametoksazol dan sulfafenazol. Sulfadiazine,
absorbsinya dalam saluran cerna lambat tetapi sempurna, ± 35-40%
obat terikat oleh protein plasma dalam waktu paronya 17 jam.aktivitas
anti bakterinya delapan kali lebih besar disbanding sulfanilamida.
c. Sulfonamida dengan masa kerja panjang (waktu paro lebih besar dari 24 jam),
contoh : sulfadoksin, sulfalen dan sulfametoksipiridazin.
Zat-zat ini resorpsinya juga baik tetapi eksresinya lambat sekali akibat
PP-nya yang tinggi dan penyerapan kembali pada tubuli ginjal.
Keuntunganpraktisnya adalah dapat digunakan sebgai dosis tunggal sehari
sehingga dahulu banyak digunakan, misalnya Sulfadimetoksin dan
Sulfametoksipiridazin tetapi khasiatnya llebih lemah dari sulfa lainnya
sedangkan kadar plasma dari sulfa bebas (aktif) relative rendah pada dosis
lazimnya. Efek sampingnya berupa erythema mulformi yang agak hebat
(sindrom Stevens-Jhonson, demam dengan luka pada mukosa mulut, anus,
organ kelamin) lebih sering terjadi. Oleh karena itu di kebanyakan Negara
barat semua sulfa dengan masa kerja panjang telah ditarik dari peredaran,
kecuali kombinasinya dengan pirimetamin atau trimetoprin Sulfalen, 60-80%
obat terikat oleh protein plasma, mempunyai masa kerja yang panjang, waktu
paro plasma 65 jam. Dosis oral : 60-80mg/kgBB.

Sulfadoksin, absorbsi dalam saluran cerna cepat tetapi eksresinya sangat


lambat, dan 90-95% terikat oleh protein plasma. Dalam darah kurang lebih
5% obat terdapat dalam bentuk terasetilasi. Kadar plasma tertingginya
dicapai dalm 4 jam, dalam waktu paro plasma 4-8 hari. Pada umumnya
sulfadoksin digunakan sebagai anti malaria, dalam bentuk kombinasi
dengan pirimetamin. Dosis oral awal: 2 gram, diikuti1-1,5g/minggu.

Sulfametoksipiridazin, absorpsi dalam saluram cerna cepat tetapi


ekskresdinya sangat lambat, dan 75-80 % obat terikat oleh protein plasma,
dengan waktu paruh plasma 37 jam. Dosis oral awal: 1g diikuti 0,5g/hari,
sampai infeksi terkendali. Sekarang dilarang beredar karena terjadi intoksikasi
pada bayi dan anak.

2. Sulfonamida untuk infeksi usus

Obat golongan ini dirancang agar sedikit diabsorbsii dalam


saluran cerna, yaitu dengan memasukan gugus yang bersifat hidrofil
kuat seperti ptalil, suksinil atau guanil, membentuk turunan
sulfonamida yang lebih polar. Dari usus besar, senyawa dihidrolisis
oleh bakteri usus, melepaskan secara perlahan-lahan sulfonamida
induk aktif. Contoh : ptalilsulfatiazol, suksinil sulfatiazol,
sulfaguanidin dan sulfasalazin.
Obat-obat ini hanya sedikit sekali (5-10%) diserap oleh usus
sehingga menghasilkan konsentrasi obat yang tinggi didalam usus besar.
Sulfaguanidin ternyata lebih baik absorbsinya samapai lebih-kurang
50% dan sebaiknya jangan digunakan untuk pengobatan infeksi
khusus berhubung efek sistemisnya. Dahulu sulfa ini banyak digunakan
untuk mensteilkan usus sebelum pembedahan tetapi untuk maksud ini
sudah terdesak tuntas oleh antibiotika bakterisid seperti neomisin dan
basitrasin yang juga tidak diserap usus. Sulfaguanidin, ftalil-dan
suksinil-sulfatiazol dahulu banyak dimasukkan dalam sediaan
kombinasin anti diare, tetapi kini praktis tidak digunakan lagi.

1. Ptalilsulfatiazol (ptalazol), dosis : 1g setiap 4 jam, sampai


infeksi terkendali.

2. Sulfaguanidin, dosis awal : 1g, diikuti 0,5g setiap 4 jam, sampai


infeksi terkendali.
3. Sulfonamida untuk infeksi mata.

Obat golongan ini digunakan secara setempat untuk pengobatan


konjungtivitis, infeksi mata superfisial lain dan trakom. Contoh :
sulfasetamid natrium dan sulfisoksazol diolamin.

Sulfasetamid Na, digunakan untuk pengobatan konjungtifitis yang


disebabkan oleh haemophylus aegyptius, streptococcus pneumonia dan
streptococcus aureus. Sulfasetamid sering pula digunakan untuk infeksi pada
kulit dan membrane mukosa. Waktu paronya ± 10 jam. Dosis setempat untuk
konjungtisifitis, larutan atau salep mata±20%, 0,1 ml 3 dd.

Sulfisoksazol diolamin ( gantrisin), dosis setempat untuk


konjungtisifitis, larutan atau salep mata 4%, 0,1 ml 3 dd.

4. Sulfonamida untuk infeksi saluran seni.

Golongan ini digunakan untuk pengobatan infeksi saluran


seni karena cepat diabsorbsii dalam saluran cerna sedang eksresi
melalui ginjal lambat sehingga kadar obat di ginjal cukup tinggi.
Contoh : sulfasetamid, sulfadiazine, sulfaetidol, sulfameter,
sulfametazin, sulfametoksazol, sulfasomidin dan sulfisoksazol.

Sulfameter, absorbsi dalam saluran cerna cepat tetapi eksresinya sangat


lambat, kadar serum tertinggi dicapai 4-8 jam setelah pemberian secara oral,
dengan waktu paro plasma ± 48 jam. Kadar obat dalam darah yang tidak
terasetilasi ± 90%. Dosis awal :

1,5g diikuti 0,5 g /hari.

5. Sulfonamida untuk pengobatan luka bakar.

Golongan ini pada umumnya digunakan pada luka bakar yang


terinfeksi oleh Pseudomonas sp. Atau Clostiridum welchii. Contoh mafenid
asetat dan perak sulfadiasizine.

Anda mungkin juga menyukai