Anda di halaman 1dari 11

DEFINISI DEPRESI

Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai


dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan
menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang
dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental
Health, 2010).
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai
dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap
sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan
energi, dan penurunan konsentrasi (World Health Organization, 2010).

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi penderita depresi di Indonesia diperkirakan 2,5 - 9 juta dari


210 juta jiwa penduduk.9 Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi
meningkat 2-4 kali lipat, dengan 20% insiden pada usia 18 tahun.
Perbandingan gender saat anak-anak 1:1, denga peningkatan resiko depresi
pada wanita setelah pubertas, sehingga perbandingan pria dan wanita menjadi
1:2. Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tinggi,
perubahan estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya
yang berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita.10

Depresi sering terjadi pada wanita dengan usia 25-44 tahun,


dan puncaknya pada masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari masalah
keluarga dan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena harapan hidup pada wanita
lebih tinggi, kematian pasangan mungkin juga menyebabkan angka yang
tinggi untuk wanita tua mengalami depresi.

Pada tahun 2009, American College Health Association-National


College Health Assesment (ACHA-NCHA) melakukan penelitian terhadap
mahasiswa/i dan mendapatkan ± 30% mahasiswa/i mengalami gangguan
depresi (National Institute of Mental Health, 2010). Selain penelitian
diatas, penelitian lain yang melibatkan 1,455 mahasiswa/i juga melaporkan
bahwa gejala-gejala depresi muncul ketika memasuki awal tahun
perkuliahan, 4 penyebab utama tersebut adalah masalah akademik,
ekonomi, kesendirian, dan kesulitan dalam bersosialisasi .
ETIOLOGI
1. Faktor biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis pada pasien-
pasien dengan gangguan mood. Pada penelitian akhir-akhir ini, monoamine
neurotransmitter seperti norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin
merupakan teori utama yang menyebabkan gangguan mood (Kaplan, et al,
2010).
2. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood.

2.1. Norephinefrin
Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi berdasarkan penelitian
dikatakan bahwa penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari reseptor
α2 adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan berperan dalam
terjadinya gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).

2.2. Serotonin
Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan
depres, dan beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri atau megakhiri
hidupnya mempunyai kadar cairan cerebrospinal yang mengandung kadar
serotonin yang rendah dan konsentrasi rendah dari uptake serotonin pada
platelet (Kaplan, et al, 2010).
Penggunaan obat-obatan yang bersifat serotonergik pada pengobatan
depresi dan efektifitas dari obat-obatan tersebut menunjukkan bahwa adanya
suatu teori yang berkaitan antara gangguan depresi dengan kadar serotonin
(Rottenberg, 2010)

3. Gangguan neurotransmitter lainnya


Ach ditemukan pada neuron-neuron yang terdistribusi secara menyebar pada
korteks cerebrum. Pada neuron-neuron yang bersifat kolinergik terdapat
hubungan yang interaktif terhadap semua sistem yang mengatur monoamine
neurotransmitter. Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan
prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal pada pasien-pasien
yang menderita gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).

4. Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam
gangguan mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin
meregulasi hormon-hormon penting yang berperan dalam gangguan mood,
yang akan mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan,
seksual, dan ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan senang. 3
komponen penting dalam sistem neuroendokrin yaitu : hipotalamus, kelenjar
pituitari, dan korteks adrenal yang bekerja sama dalam feedback biologis yang
secara penuh berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks serebral (Kaplan,
et al, 2010).

5. Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT) scan,
positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance imaging
(MRI) telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu
dengan gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks prefrontal,
hippocampus, korteks cingulate anterior, dan amygdala. Adanya reduksi
dari aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada korteks
prefrontal, secara partikular pada bagian kiri, ditemukan pada individu dengan
depresi berat atau gangguan bipolar (Kaplan, et al, 2010).

KLASIFIKASI DEPRESI
Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
1. Gangguan depresi mayor
Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari nafsu
makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi,
perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya
± 2 minggu (Kaplan, et al, 2010).
2. Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala- gejala
dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun
atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan
depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat berinteraksi
dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute of Mental Health, 2010).
3. Gangguan depresi minor
Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi mayor dan
dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih
singkat (National Institute of Mental Health, 2010).
4. Gangguan depresi psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti: halusinasi
dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010).
5. Gangguan depresi musiman
Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada
musi semi dan musim panas (National Institute of Mental Health, 2010).
FAKTOR RESIKO
1. Jenis Kelamin
Secara umum dikatakan bahwa gangguan depresi lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Pendapat-pendapat yang berkembang
mengatakan bahwa perbedaan dari kadar hormonal wanita dan pria, perbedaan
faktor psikososial berperan penting dalam gangguan depresi mayor ini
(Kaplan, et al, 2010).
2. Umur
Depresi dapat terjadi dari berbagai kalangan umur. Serkitar 7,8% dari setiap
populasi mengalami gangguan mood dalam hidup mereka dan 3,7%
mengalami gangguan mood sebelumnya. (Weissman et al, (1991) dalam
Barlow (1995)) Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah
kira-kira 40 tahun; dan 50% dari pasien memiliki onset anatara usia 20-50
tahun
3. Faktor Sosial-Ekonomi
Tidak ada suatu hubungan antara faktor sosial-ekonomi dan gangguan depresi
mayor, tetapi insiden dari gangguan Bipolar I lebih tinggi ditemukan pada
kelompok sosial-ekonomi yang rendah (Kaplan, et al, 2010).
4. Pendidikan
Terdapat hubungan yang signifikan pendidikan dengan depresi pada usia
dewasa-tua. Tingkat pendidikan berkaitan dengan kesehatan fisik yang baik.
Penelitian di Inggris menyebutkan bahwa lansia yang hanya menamatkan
pendidikan dasar mempunyai risiko terhadap depresi 2,2 kali lebih besar.

GEJALA KLINIS DEPRESI


Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebagai
berikut:
Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah ( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan
menurunnya aktivitas.
Gejala Lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan psimistik
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan
diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
 Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang
(F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif
tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis gangguan depresif
berulang (F33.-).

DIAGNOSIS
F32.0 Episode Depresif Ringan
Episode depresi ringan
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
seperti tersebut diatas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: 1) sampai
dengan 2).
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar
2 minggu
- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya.
F32.1 Episode Depresif Sedang
Episode depresi sedang
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
seperti pada episode depresi ringan.
- Ditambah 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.
- Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2
minggu.
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
- Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan
beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
- Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau
tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
- Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapa dibenarkan.
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset
sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis
dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf
- yang sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Episode depresi berat dengan gejala psikotik
- Episode depresif berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2
tersebut diatas.
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab
atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara
yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging
membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju stupor.
TALAK
Pengobatan secara biologis
Farmakoterapi
Obat utama yang diberikan pada pasien dengan gangguan depresi adalah obat-
obat anti depresan. Obat-obat anti-depresan umumnya diberikan selama 6-12
minggu, dimulai dari dosis awal yang direkomendasikan (Tabel 1). Faktor
terpenting dalam memilih antidepresan adalah efektifitas dan toleransi pasien
terhadap obat tersebut. Antidepresan yang sering digunakan adalah:
1. Penghambat selektif serotonin/selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI)
SSRI adalah antidepresan generasi kedua. Obat ini merupakan obat pilihan
utama untuk gangguan depresi karena efek samping minimal dan rendahnya
resiko untuk overdosis. SSRI yang sering kali digunakan adalah:
 Fluoksetin
 Sertralin
 Paroksetin
 Fluvoksamin
 Citalopram
 Esitalopram
2. Penghambat serotonin dan norpeinefrin/serotonin norepinephrine
reuptake inhibitor (SNRI)
SNRI merupakan antidepresan generasi kedua dan umumnya digunakan pada
pasien yang tidak menunjukkan respon terapi atau tidak dapat mentoleransi
SSRI. SNRI yang umum digunakan adalah:
 Duloksetin
 Venlafaksin
 Desvenlafaksin
 Milnasipran

3. Antidepresan trisiklik/tricyclic antidepressants (TCA)


Merupakan antidepresan generasi satu. TCA umumnya digunakan pada pasien
dengan depresi yang lebih berat atau yang tidak menunjukkan respon dengan
terapi SSRI. Meskipun lebih efektif dibandingkan dengan anti depresan
generasi kedua, TCA tidak rutin digunakan sebagai terapi lini utama karena
banyaknya efek samping yang disebabkan karena aktifitas antikolinergik,
seperti mulut kering, visus menurun, konstipasi, retensi urin,
takikardia, delirium, halusinasi, overdosis, kejang, teratogenik, dan lainnya.
Obat TCA yang paling umum digunakan adalah:
 Amitriptilin
 Imipramin
 Nortriptilin

4. Penghambat oksidase monoamin/monoamine oxidase


inhibitor (MAOI)
MAOI merupakan obat antidepresan generasi pertama dan sudah sangat jarang
digunakan karena dapat memicu aktivitas simpatis, hipertensi, dan reaksi
dengan banyak bahan makanan. MAOI sebaiknya dihindari pemberiannya
pada depresi dan tidak digunakan untuk pengobatan lini pertama. Pemberian
MAOI sebaiknya dibawah pengawasan spesialis.
5. Anti-depresan lainnya
Anti-depresan golongan lain merupakan obat yang lebih baru. Beberapa
contoh obat golongan ini adalah:
 Bupoprion: memiliki efek terapetik yang hampir sama dengan SSRI
dengan efek samping yang lebih minimal
 Mitrazapin
 Nefazodon: tidak direkomendasikan karena efek hepatotoksisitas[5-7]
 Selain anti depresan, obat-obat seperti anti-psikotik, anti-ansietas,
atau mood stabilizer dapat diberikan apabila diperlukan.
1. Terapi Elektrokonvulsan
Terapi ini merupakan terapi yang paling kontroversial dari
pengobatan biologis. ECT bekerja dengan aktivitas listrik yang akan
dialirkan pada otak. Elektroda-elektroda metal akan ditempelkan pada
bagian kepala, dan diberikan tegangan sekitar 70 sampai 130 volt dan
dialirkan pada otak sekitarsatu setengah menit. ECT paling sering
digunakan pada pasien dengan gangguan depresi yang tidak dapat
sembuh dengan obat-obatan, dan ECT ini mengobati gangguan depresi
sekitar 50%-60% individu yang mengalami gangguan depresi (Reus,
V.I., 2004).
Pengobatan secara psikologikal
1. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time
limited yang berfokus pada penanganan struktur mental seorang
pasien. Struktur mental tersebut terdiri ; cognitive triad, cognitive
schemas, dan cognitive errors (C. Daley, 2001).
2. Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien
dengan gangguan depresi dengan cara membantu pasien untuk
mengubah cara pikir dalam berinteraksi denga lingkungan sekitar dan
orang-orang sekitar. Terapi perilaku dilakukan dalam jangka waktu
yang singkat, sekitar 12 minggu (Reus, V.I., 2004).
3. Terapi Interpersonal
Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi hubungan
interpersonal seorang individu, yang dapat memicu terjadinya
gangguan mood (Barnett & Gotlib, 1998: Coyne, 1976). Terapi ini
berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien yang mengalami
gangguan, dan para terapis dan pasien saling bekerja sama untuk
menangani masalah interpersonal tersebut (Barlow, 1995).

PENCEGAHAN DEPRESI
Beberapa cara mencegah depresi agar tidak terjadi atau tidak datang kembali
adalah sebagai berikut:
1. Bersikap realistis terhadap apa yang kita harapkan dan apa yang bisa
kita lakukan.
2. Tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain saat kita melakukan
suatu kesalahan atau mengalami kegagalan
3. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain ataupun
kehidupan orang lain.
4. Pikirkan untuk menyimpan keputusan besar sampai sembuh dari
depresi, seperti menikah, bercerai, tentang pekerjaan atau sekolah.
Bicarakanlah dengan teman, professional (psikolog, konselor atau
psikiater)atau orang yang kita sayangi atau kita anggap mampu
membantu untuk melihat gambaran besarnya.
5. Dukungan keluarga, social dengan mengatakan jika kita mengalami
masalah atau sedang mengalami depresi.
6. Rutin lakukan olahraga dan kegiatan outdoor
7. Tidak terlalu menyesali suatu kejadian, bersikap tenang dan tidak
mudah marah
8. Bangunlah harga diri dan mencoba bersikap dan berpikir positif.
9. Tidak menyendiri, menjauhi diri dari pergaulan, lebih bersosialisasi,
melakukan aktivitas dengan lingkungan sekitar
10. Lebih religious, mendekatkan diri kepada Tuhan YME
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada gangguan depresi adalah:[3,5,19]

- Penyalahgunaan obat
- Percobaan bunuh diri
- Obesitas
- Malnutrisi
- Progresi penyakit jantung dan metabolik
- Gangguan psikotik
- Gangguan panik
- Masalah sosial dan ekonomi
PROGNOSIS
Pengobatan depresi dapat mengatasi gejala dengan baik, namun sebanyak
50% pasien tidak menunjukkan respon terhadap terapi atau respon parsial
dan terjadi rekurensi dengan gangguan yang lebih berat. Rekurensi terjadi
pada gangguan depresi setelah 3 tahun pasca terapi dan episode rekurensi
dapat berlangsung selama rata-rata 1 hingga 1.5 tahun atau paling lama 3
tahun. Faktor-faktor yang menentukan rekurensi depresi adalah:[5,20]

- Riwayat rekurensi sebelumnya


- Gejala residual
- Trauma masa kanak-kanak
- Pelecehan seksual
- Kekerasan rumah tangga
- Gejala berat
- Komorbiditas dengan gangguan mental lain
- Komorbiditas dengan gangguan kepribadian
- Usia lebih muda pada saat diagnosis
DAPUS
3. American Psychiatric Association. Depressive disorders. Dalam:
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Washington DC:
American Psychiatric Publishing; 2013. h. 155-88.

5. Halverson J, Bienenfeld D. Depression. Medscape. 2017. Diakses dari:


https://emedicine.medscape.com/article/286759

19. Lin E, Rutter C, Katon W, Heckbert S. Depression and advanced


complications of diabetes: a prospective cohort study. Diabetes Care
2010;33:264–9.

20. Coryell W, Roy-Byrne P, Solomon D. Unipolar depression in adults:


Course of illness. UpToDate. 2016. Diakses dari:
https://www.uptodate.com/contents/unipolar-depression-in-adults-course-of-
illness

Referensi TALAK
4. Lyness J, Roy-Byrne P, Solomon D. Unipolar depression in adults:
Assessment and diagnosis. UpToDate. 2016. Diakses dari:
https://www.uptodate.com/contents/unipolar-depression-in-adults-
assessment-and-diagnosis
5. Halverson J, Bienenfeld D. Depression. Medscape. 2017. Diakses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/286759
6. Simon G, Roy-Byrne P, Solomon D. Unipolar major depression in adults:
Choosing initial treatment. UpToDate. 2017. Diakses dari:
https://www.uptodate.com/contents/unipolar-major-depression-in-adults-
choosing-initial-treatment
7. Gartlehner G, Wagner G, Matyas N, Titscher V, Greimel J, Lux L, et al.
Pharmacological and non-pharmacological treatments for major depressive
disorder: review of systematic reviews. BMJ Open. 2017;7:1–14.
Nama Obat Golongan Dosis Awal Availabilitas di
Indonesia
Sertraline SSRI 50 mg/hari Ada
Fluoksetin 12.5 – 25 mg/hari Ada
Sitalopram 10 – 20 mg/hari Ada
Esitalopram 10 mg/hari Ada
Paroksetin 10 – 20 mg/hari Ada
Fluvoksamin 50 mg/hari Ada
Venlafaksin SNRI 37.5 mg/hari Ada
Desvenlafaksin 50 mg/hari
Duloksetin 30 mg/hari Ada
Bupoprion Lainnya 75 – 150 mg/hari
Trazodone 50 mg/hari Ada
Amitriptilin TCA 25 – 50 mg/hari Ada
Clomipramine 25 mg/hari Ada
Imipramine 25 – 50 mg/hari Ada
Desipramin 25 – 50 mg/hari
Doksepin 25 – 50 mg/hari Ada
Nortriptilin 25 mg/hari Ada
Protriptilin 10 mg/hari

Anda mungkin juga menyukai