Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa waktu belakangan ini marak seruan antivaksinasi bermotifkan
isu agama. Isu yang dihembuskan adalah menyangkut kehalalan dan keamanan
vaksin. Apalagi kelompok antivaksinasi ini sangat giat menyebarkan
pemahamannya baik di ranah media sosial seperti twitter dan facebook maupun di
pelosok-pelosok melalui berbagai forum, seperti majelis taklim di masjid-masjid
kampung. Masyarakat awam pun mudah mengikuti seruan ini karena sensitifnya
isu halal dan haram vaksin. Selain itu isu bahwa vaksin mengandung zat kimia
beracun pun dihembuskan kencang. Hal ini diakhiri dengan himbauan agar
masyarakat kembali menggunakan pengobatan ala nabi (tibbun-nabawy) dan
melarang penggunaan obat kimia dan vaksin yang merupakan buatan manusia.
Umat dihimbau agar menggunakan zat alamiah seperti herbal dan tidak lagi
memakai obat-obatan modern. Alasannya karena herbal itu buatan dan racikan
Allah SWT sendiri sedangkan obat modern dan vaksin itu murni buatan manusia.
Terjadi dikotomi antara herbal dengan obat modern, tibbun-nabawy
dengan vaksinasi, yang satu diposisikan sebagai berasal dari Allah dan yang lain
berasal dari manusia, yang satu benar mutlak yang lain salah total. Mereka
menuduh ada bisnis besar di balik penjualan obat modern dan vaksin yang
menggunakan dokter dan tenaga kesehatan lain sebagai agen-agennya. Ditambah
dengan bumbu teori konspirasi, bahwa vaksin adalah senjata Yahudi untuk
melumpuhkan generasi muslim, maka lengkaplah sudah kegalauan masyarakat
terhadap vaksinasi ini. Tulisan ini akan membahas secara ringkas tentang
pandangan agama dalam hal ini Islam terhadap vaksinasi. Semoga tulisan ini
dapat membantu menjernihkan persoalan seputar isu agama dan vaksinasi yang
beredar di masyarakat.

1|STIKes YPIB Majalengka


1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan islam terhadap ilmu pengetahuan?
2. Apakah vaksinasi sebagai salah satu ilmu kauniyah terbesar abad ini?
3. Bagaimana pandangan islam terhadap aspek pencegahan penyakit?
4. Bagaiman pendapat para ulama mengenai vaksinasi?
5. Bagaimana masalah enzym babi dalam proses pembuatan vaksin?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap ilmu pengetahuan.


2. Untuk mengetahui salah satu ilmu kauniyah terbesar abad ini.
3. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap aspek pencegahan penyakit.
4. Untuk mengetahui pendapat para ulama mengenai vaksinasi.
5. Untuk mengetahui masalah enzym babi dalam proses pembuatan vaksin.

2|STIKes YPIB Majalengka


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Islam terhadap Ilmu Pengetahuan


Al Qur’an banyak menyebutkan keharusan seorang muslim mengeksporasi
alam semesta. Dalam surat Ali Imran 190-191 misalnya disebutkan kriteria ulil
albab (cendekiawan), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
pergiliran malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil albab. Yaitu orang-
orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri, duduk, dan berbaring dan
senantiasa bertafakkur (berpikir mendalam) tentang penciptaan langit dan bumi
seraya berkata ya Tuhan kami tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, peliharalah kami dari siksa neraka.”
Dalam ayat tersebut di atas dan ayat-ayat sejenis yang banyak dijumpai
dalam Al Qur”an tampaklah bahwa seorang cendekiawan atau ulil albab itu
adalah orang yang mampu melakukan harmonisasi kegiatan dzikir dan fikir. Di
dalam Islam tidak terdapat pemisahan antara aktifitas berdzikir dan bertafakkur
atau berfikir secara mendalam (deep thinking). Aktifitas berfikir mendalam
tentang penciptaan Allah di langit dan bumi akan meningkatkan keimanan
seseorang dan menguatkan kegiatan dzikirnya kepada Allah SWT. Jadi
ringkasnya Islam sangat menganjurkan ummatnya untuk mengeksplorasi alam
semesta ini, baik alam makrokosmos dan mikrokosmosnya. Hasil eksplorasi alam
semesta itu ditujukan untuk kebaikan manusia itu sendiri di dunia dan sekaligus
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dalam sudut pandang lain kita bisa melihat dari perspektif diturunkannya
ilmu Allah kepada manusia. Secara garis besar ilmu Allah ini diturunkan kepada
manusia melalui dua jalur :
1. Jalur resmi (formal) yaitu ilmu yang diturunkan melalui para Nabi dan
Rasul berupa wahyu/firman Allah dan petunjuk nabi. Ilmu tersebut dikenal
dengan ilmu qauliyah.

3|STIKes YPIB Majalengka


2. Jalur tidak resmi (non-formal) berupa ilham yang diberikan langsung
kepada manusia (apa pun agama dan rasnya) yang mengeksplorasi alam
semesta ini sesuai anjuran pada ayat Al Qur’an di atas. Ilmu tersebut
dikenal dengan ilmu kauniyah.
Ilmu qauliyah kebenarannya mutlak, bersifat umum, berfungsi sebagai
way of life bagi manusia. Sedangkan ilmu kauniyah kebenarannya relatif, bersifat
spesifik, dan untuk melengkapi sarana kehidupan manusia. Kedua macam ilmu
tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan agar kehidupan manusia
harmonis dan seimbang. Gagal memahami persoalan di atas atau menolak salah
satunya akan membuat seorang muslim bersikap ekstrim bahkan terjebak ke
dalam dikotomi ilmu islam non-islam, ilmu Allah dan ilmu manusia, dan
seterusnya.

2.2 Vaksinasi sebagai Salah Satu Ilmu Kauniyah Terbesar Abad Ini
Diawali dengan tradisi masyarakat muslim Turki pada awal abad-18 yang
memiliki kebiasaan menggunakan nanah dari sapi yang menderita penyakit cacar
sapi (cowpox) untuk melindungi manusia dari penyakit cacar (smallpox, variola)
kemudian tradisi ini dibawa ke Inggris dan diteliti serta dipublikasikan oleh
Edward Jenner tahun 1798. Sejak saat itu konsep vaksinasi terus berkembang
demikian pesat. Beragam jenis vaksin telah ditemukan selama dua abad. Dan
masih akan banyak lagi jenis vaksin yang ditemukan.
Penelitian untuk membuat vaksin merupakan penelitian yang panjang,
sangat memperhatikan aspek keamanan dan keakuratan data. Satu jenis vaksin
bisa memerlukan belasan tahun untuk membuatnya. Diawali dengan uji
laboratorium, kemudian uji pada hewan coba, relawan, orang dewasa, baru
kemudian diterapkan pada bayi dan anak setelah terbukti produk vaksin tersebut
aman dipakai. Bila terbukti sebuah vaksin menimbulkan efek simpang atau
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang berat dan fatal maka vaksin akan
segera ditarik dari peredaran untuk diteliti ulang. Berbagai prestasi vaksinasi pun
telah dapat kita lihat dalam catatan sejarah kemanusiaan. Di antara prestasi
terbesar vaksinasi adalah lenyapnya penyakit cacar pada tahun 1979. Inilah salah

4|STIKes YPIB Majalengka


satu bukti manfaat ilmu kauniyah yang dipelajari manusia (apa pun agama dan
rasnya).
Hasil dari eksplorasi alam semesta di antaranya ilmu tentang vaksin
(vaksinologi) telah menghasilkan manfaat yang luar biasa dalam bidang
pencegahan penyakit pada manusia (dan juga hewan). Adalah amat keliru bila
hasil penelitian selama dua abad itu kemudian ditolak dengan alasan amat
sederhana: itu produk buatan manusia. Pendikotomian buatan Allah dan buatan
manusia seperti pemahaman sebagian kelompok muslim yang antivaksinasi pada
hakikatnya adalah pemahaman yang amat sekuler. Pemahaman yang jauh
menyimpang dari intisari ajaran Islam yang sebenarnya. Bila kita memahami
dengan baik posisi ilmu kauniyah maupun ilmu qauliyah adalah bersumber dari
Allah SWT yang Maha Berilmu, maka tidak perlu lagi terjadi hal seperti di atas.

2.3 Pandangan Islam terhadap Aspek Pencegahan Penyakit


Islam mengutamakan aspek pencegahan dalam berbagai bidang
kehidupan. Sebagai contoh dalam menghadapi kemungkinan timbulnya penyakit
menular seksual, Islam dengan tegas melarang ummatnya untuk mendekati zina.
Dalam surat al Isra 32 : “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk.” Coba perhatikan, bukan
larangan berzina tapi larangan untuk mendekati zina. Suatu aspek preventif yang
luar biasa karena jauh lebih mudah menghindari mendekati zina daripada
menghindari berzina. Bandingkan dengan program kondomisasi yang akhir-akhir
ini ramai dibicarakan masyarakat karena justru memfasilitasi zina secara tidak
langsung.
Panduan terhadap pencegahan penyakit dalam al Qur’an maupun al Hadits
(petunjuk Nabi saw) dapat dilihat sebagai berikut:
1. Jagalah lima keadaan sebelum datang lima keadaan, di antaranya: jagalah
kesehatanmu sebelum datang masa sakitmu (HR. AL- Hakim).
2. Bila terjadi wabah di suatu tempat, maka penduduk setempat dilarang
meninggalkan daerahnya dan orang luar dilarang berkunjung sampai

5|STIKes YPIB Majalengka


wabah berlalu (HR. at-Turmuzi dr Said). Inilah konsep isolasi daerah
wabah yang sudah diajarkan oleh Nabi SAW sejak dahulu.
3. Mukmin yang kuat lebih disukai Allah SWT daripada mukmin yang lemah
(HR- Abu Hurairah RA).
4. “Dan persiapkanlah kekuatan semaksimal mungkin dalam menghadapi
musuh-musuhmu…” QS. Al – Anfal 60.
5. Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah maka ia tidak akan terkena
pengaruh sihir atau racun (HR. Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim).

Dari beberapa hadits dan ayat Qur’an tersebut di atas kita dapat melihat
bahwa Islam sangat menganjurkan aspek pencegahan terhadap penyakit. Karena
biaya yang dikeluarkan untuk aspek pencegahan akan jauh lebih murah
dibandingkan dengan pengobatan penyakit. Hal ini telah dibuktikan kebenarannya
oleh ilmu kedokteran modern. Islam memberi kebebasan dalam hal teknik
pencegahan sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada saat itu. Islam tidak
pernah membatasi kemajuan teknologi, namun hanya memberi batasan atau
rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar.
Ini terbukti dengan pernyataan Nabi SAW ketika ada yang bertanya
kepada beliau mengenai perkawinan pohon kurma. Saat itu beliau memberi
nasehat dan ternyata kurma menjadi tidak berbuah saat dilaksanakan nasehat
tersebut. Akhirnya beliau SAW bersabda: Antum a’lamu bi umuri addunyakum
artinya kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu.
Islam hanya mengajarkan rambu-rambu yang bersifat umum dan baku,
seperti larangan berobat dengan yang haram, larangan berobat ke dukun atau ahli
sihir namun mengenai hal-hal yang bersifat teknis sepenuhnya diserahkan kepada
perkembangan ilmu sains sesuai perkembangan zamannya. Dengan prinsip ini
tidak heran bahwa para ilmuwan muslim pernah mencapai puncak kejayaannya
dalam hal sains tidak berapa lama setelah Nabi SAW wafat.
Bila ditanyakan adakah dalil dari Al Qur’an atau Hadits Nabi yang
spesifik menyebutkan perlunya vaksinasi? Jawabannya tentu tidak ada. Namun
tidak adanya dalil qauliyah bukan berarti vaksinasi bertentangan dengan ajaran

6|STIKes YPIB Majalengka


Nabi SAW. Hal ini adalah karena vaksinasi termasuk ranah kauniyah. Ranah ilmu
pengetahuan modern yang diperoleh berdasarkan pencarian oleh manusia.
Berdasarkan penelitian yang tekun dan seksama, sebagaimana sudah disebutkan di
atas. Oleh karena itu pakar mengenai vaksinasi tentu saja adalah para dokter dan
peneliti di bidang vaksinologi, bukan wartawan, sarjana hukum, ahli statistik, atau
yang lainnya.

2.4 Pendapat Para Ulama Mengenai Vaksinasi


Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi).
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan
aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh
infeksi oleh organisme alami atau liar.
Kita perlu tahu bahwa vaksinasi bukan hanya dilaksanakan di Indonesia
namun juga dilaksanakan di lebih dari 190 negara di seluruh dunia, termasuk
negara-negara muslim. Sampai saat ini tidak pernah terdengar seorang pun dari
ulama-ulama di negara-negara muslim itu yang melarang diberikannya vaksinasi
kepada bayi dan anak di negaranya. Sebagai contoh Syaikh Abdullah Bin Bazz
seorang mufti dari Saudi Arabia membolehkan vaksinasi. DR Yusuf Al
Qaradhawy seorang ulama mujtahid yang berdomisili di Qatar pun membolehkan
imunisasi. Bahkan beliau banyak menyerahkan masalah ini kepada para dokter
yang menguasai ilmu vaksinologi secara mendalam dan kemudian beliau berikan
fatwa terhadap apa yang diungkapkan para dokter.
Kalau para ulama di tingkat internasional saja membolehkan vaksinasi lalu
mengapa ada orang yang bukan ulama malah mempermasalahkan bolehnya
vaksinasi dalam Islam. Adapun pendapat sebagian kelompok Islam yang
mengatakan vaksinasi dilarang dalam Islam karena menggunakan kuman yang
disuntikkan ke dalam tubuh sehingga berpotensi membahayakan tubuh, adalah
pendapat yang tidak berlandaskan ilmu. Hanya berdasarkan zhan atau prasangka
belaka. Padahal Islam melarang umatnya untuk berprasangka, karena sebagian
prasangka adalah dosa.

7|STIKes YPIB Majalengka


Saat ini ada sebagian orang yang bukan ahlinya namun seringkali
berkomentar mengenai sesuatu yang tidak difahaminya secara mendalam. Hanya
berdasarkan bacaan dari internet, bersumber dari tokoh-tokoh fiktif yang tidak
pernah ada atau berdasarkan teori konspirasi. Hal ini amat disayangkan karena
bertentangan dengan anjuran dan tradisi Islam yang sangat menekankan aspek
kejujuran dan obyektifitas ilmiah.
Salah satu contoh tradisi ilmiah dalam Islam yang tidak ada bandingannya
adalah pada proses penyeleksian ketat terhadap hadits hadits nabi. Mungkin
orang-orang yang hobi menyadur rumor, berita fiktif, hoax, gosip, khususnya
tentang kampanye negatif terhadap vaksinasi perlu meniru tradisi Islam dalam
menyeleksi hadits shahih.

2.5 Masalah Enzym Babi dalam Proses Pembuatan Vaksin


Salah satu persoalan yang sering dipermasalahkan mengenai kehalalan
vaksin adalah digunakannya enzym tripsin dari babi selama pembuatan beberapa
jenis vaksin tertentu. Seringkali masalahnya ada pada perbedaan persepsi.
Sebagian besar orang mengira bahwa proses pembuatan vaksin itu seperti orang
membuat puyer. Bahan-bahan yang ada semua dicampur jadi satu, termasuk yang
mengandung babi, dan kemudian digerus menjadi vaksin. Hal semacam ini adalah
persepsi keliru mengenai proses pembuatan vaksin di era modern ini. Bila
prosesnya demikian sudah tentu hukum vaksin menjadi haram. Namun
sebenarnya proses pembuatan vaksin di era modern ini amatlah kompleks. Ada
beberapa tahapan, dan tidak ada proses seperti menggerus puyer tadi.
Enzym tripsin babi digunakan sebagai katalisator untuk memecah protein
menjadi peptida dan asam amino yang menjadi bahan makanan kuman. Kuman
tersebut setelah dibiakkan kemudian dilakukan fermentasi dan diambil
polisakarida sebagai antigen bahan pembentuk vaksin. Selanjutnya dilakukan
proses purifikasi, yang mencapai pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya
terbentuk produk vaksin. Pada hasil akhir proses sama sekali tidak terdapat bahan-
bahan yang mengandung babi. Bahkan antigen vaksin ini sama sekali tidak
bersinggungan dengan babi baik secara langsung maupun tidak.

8|STIKes YPIB Majalengka


Dengan demikian isu bahwa vaksin mengandung babi menjadi sangat
tidak relevan dan isu semacam itu timbul karena persepsi yang keliru pada
tahapan proses pembuatan vaksin. Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan
fatwa halal terhadap vaksin IPV (Vaksin Polio yang diinjeksi) yang pada proses
pembuatannya menggunakan katalisator dari enzym tripsin babi. Hal serupa
terjadi pula pada proses pembuatan beberapa vaksin lain yang juga menggunakan
tripsin babi sebagai katalisator proses.

9|STIKes YPIB Majalengka


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demikian uraian ringkas mengenai pandangan Islam terhadap vaksinasi.
Sebagai perawat kita perlu memahami konteks ini agar dapat berdiskusi dengan
pasien yang mempunyai kesalah-pahaman terhadap vaksinasi dengan informasi
keliru khususnya yang berkaitan dengan ajaran agama (Islam). Diharapkan
dengan diskusi intensif dengan pasien yang masih ragu kita bisa meyakinkan
bahwa vaksinasi itu halal dan aman dan tidak ada seorang pun ulama di negara-
negara muslim melarang program vaksinasi ini. Semoga kegalauan masyarakat
karena isu tidak bertanggungjawab dari para pegiat antivaksinasi bisa terlokalisir
bila para dokter juga mampu berdiskusi dengan lebih baik.

3.2 Saran
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekuarangan dan kesalahan,
kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.

10 | S T I K e s Y P I B M a j a l e n g k a

Anda mungkin juga menyukai