Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ILMIAH

STRUKTUR KONSTRUKSI BANGUNAN V


“STRUKTUR CANGKANG”

DOSEN KOORDINATOR
AVE HARYSAKTI, ST., MT

DISUSUN OLEH:
NIDA AMALIA DBB 115 051
ISNA RENISA HANIFA DBB 115 054
SRI MONIKA DBB 115 069
VISCA ESTERINA DBB 115 081
CHONIA HERMIYANA PING PING DBB 115 053

KEMENTERIAN RISET,KATA
TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
PENGANTAR
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA – FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ARSITEKTUR
Tuhan Yang Maha Esa, yang karena berkat dan
anugerah dari-Nya sehingga kami dapatTAHUN 2017makalah sederhana ini. Ucapan terima
menyelesaikan
kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Ave Harysakti, ST., MT, selaku dosen koordinator
mata kuliah dan dosen pengajar mata kuliah ini.
Adapun makalah ini tentang materi Bentang Lebar yaitu bagian Struktur Cangkang, yang
merupakan pemenuhan dari tugas Mata Kuliah Struktur Konstruksi Bangunan V, yang mana
diharapkan dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai
struktur cangkang dalam konstruksi bangunan.

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” |1
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan.
Akhir kata, semoga makalahl penelitian ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Palangka Raya, November 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” |2
1.3. Tujuan dan Sasaran
1.4. Gambaran Umum 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Struktur Cangkang
2.2. Fungsi Struktur Cangkang
2.3. Bentuk Dasar Struktur Cangkang
2.4. Jenis dan Sifat Struktur Cangkang
2.5. Klasifikasi Struktur Cangkang
2.6. Teori dan Analisa Struktur Cangkang

BAB III KESIMPULAN 36


DAFTAR PUSTAKA 37

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” |3
BAB I
PENDAHULUAN

Perumahan merupakan kebutuhan dasar yang sifatnya struktural, yaitu sebagai bagian dari
peningkatan kualitas kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu pembangunan
perumahan bukan hanya berupaya untuk mencapai sasaran kuantitas saja, tetapi adalah juga
sangat penting untuk memperhatikan pencapaian sasaran kualitas agar dapat dimungkinkan
perumahan yang sesuai dengan hakekat dan fungsinya yaitu sebagai tempat tinggal untuk
menunjang aktifitas sehari-hari untuk meningkatan kualitas hidup. Permukiman kumuh di kota-
kota besar dan kecil pada saat ini semakin banyak sehingga mengurangi kualitas ruang kota.
Kawasan kumuh diidentifikasi dengan daerah hunian kehidupan dan tingkat sosial
berpendapatan rendah (low income). Pada dasarnya keberadaan permukiman kumuh
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk merubah kondisi
ruang kota agar menghindari kesenjangan ruang kota, dan kesenjangan sosial, sehingga pada
akhirnya berdampak pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal disana.

1.1. Latar Belakang

Masih adanya permukiman kumuh saat ini di kota Palangka Raya serta realisasi
program terkait pemecahan masalah permukiman kumuh menjadi topik hangat yang
selalu diperbincangkan dan menjadi latar belakang adanya topik ini. Masyarakat yang
berada pada lingkungan yang kumuh adalah masyarakat ekonomi kelas ke bawah,
sehingga yang dipikirkan adalah konsep perencanaan permukiman yang berwawasan
lingkungan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang secara operasionalnya mampu
meningkatkan kualitas sosial dan perekonomian masyarakat disana. Sehingga
perkembangan suatu kawasan menjadi kebih baik, jauh dari kesan kumuh, dan kepedulian
terhadap keberlanjutan permukiman.
Memiliki tempat tinggal dan lingkungan hidup yang baik dan sehat atau tidak kumuh
merupakan kebutuhan dasar manusia dan adalah hak warga negara Indonesia. Di dalam
Undang-Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang perubahan kedua atas UU 23 tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah, ditegaskan bahwa penyediaan pelayanan dasar perumahan
rakyat dan kawasan permukiman merupakan urusan wajib pemerintah dimana

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” |4
pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh pada daerah Kabupaten/Kota
merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019 membuat target nasional pada sektor perumahan
dan permukiman yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang
RPJMN 2015-2019, yaitu pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 ha,
tercapainya 100% pelayanan air minum bagi seluruh penduduk indonesia dan
meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak menjadi 100% pada tingkat
kebutuhan dasar hingga tahun 2019, yang di kenal dengan gerakan 100-0-100. Program
Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) merupakan salah satu program yang diluncurkan
Pemerintah Pusat untuk menangani permasalahan 100-0-100 tersebut, yang mana
program Kotaku ini merupakan transformasi dari PNPM Mandiri Perkotaan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belaknag maka dapat disimpulkan situasi permasalahannya.


Adanya perkembangan permukiman yang menunjukan penurunan kualitas lingkungan
memicu adanya permukiman kumuh sehingga harus ada tindakan nyata salah satunya
kebijakan program kota tanpa kumuh di seluruh Indonesia termasuk kota Palangka Raya.
Dan yang menjadi permasalahan ialah “Bagaimana langkah pergerakan serta tindakan
yang tepat dari program Kota Tanpa Kumuh untuk meningkatkan kualitas permukiman
di kota Palangka Raya Kalimantan Tengah?”

1.3. Tujuan dan Sasaran

Tujuan Program KOTAKU adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan


pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya
permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Melalui Program
Kotaku ini diharapkan munculnya paradigma baru yaitu :
1. Pemerintah kota/kab berperan sebagai Nakhoda yang menjadi pengendali berbagai
kegiatan penanganan kumuh di wilayahnya
2. Partisipasi masyarakat untuk berperan aktif, khususnya melalui revitalisasi peran
BKM dalam percepatan penanganan kumuh di wilayahnya
Dengan adanya tujuan tersebut maka sasaran yang harus diupayakan ialah
meningkatkan kualitas kawasan permukiman, pencegahan kumuh dan peningkatan
Perencanaan Wilayah dan Kota
“Kota Tanpa Kumuh” |5
penghidupan di kabupaten/kota Palangka Raya sehingga permukiman kawasan kumuh
dapat dikendalikan dengan baik dan kota Palangka Raya mampu menjadi kota yang sehat
tanpa kumuh, serta layak huni yang tentunya dapat meningkatkan kualitas hidup
masyarakat baik sosial, fisik dan ekonomi.
Dengan target pencapaian 100-0-100, suatu terjemahan dari target untuk memberikan
akses air minum 100 persen, mengurangi kawasan kumuh hingga 0 persen dan
menyediakan akses sanitasi layak 100 persen. Target ambisius dan bukan tidak mungkin
dapat dicapai dan diharapkan keberhasilannya pada akhir tahun 2019.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Umum Kota Tanpa Kumuh

Program KOTAKU adalah program yang dilaksanakan secara nasional yang menjadi
“platform” atau basis penanganan kumuh yang mengintegrasikan berbagai sumber daya
dan sumber pendanaan, termasuk dari pemerintah pusat, provinsi, kota/kabupaten, pihak
donor, swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Program KOTAKU
bermaksud untuk membangun sistem yang terpadu penanganan kumuh, dimana
pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan
dalam perencanaan maupun implementasinya, serta mengedepankan partisipasi
masyarakat.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman dijelaskan bahwa Permukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, sedangkan
Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi
sebagai tempat hunian.
Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan karakteristik perumahan kumuh dan
permukiman kumuh dari aspek fisik sebagai berikut:
1. Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman;
2. Kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak teratur dan memiliki kepadatan
tinggi;

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” |6
3. Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Khusus untuk bidang
keciptakaryaan, batasan sarana dan prasarana adalah sebagai berikut:
 Keteraturan bangunan  Penyediaan Air Bersih/Minum;
 Jalan Lingkungan;  Pengelolaan Persampahan;
 Drainase Lingkungan,  Pengelolaan Air Limbah:
 Pengamanan Kebakaran; dan
 Ruang Terbuka Publik.

Karakteristik fisik tersebut selanjutnya menjadi dasar perumusan kriteria dan indikator
dari gejala kumuh dalam proses identifikasi lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh. Selain karakteristik fisik, karakteristik non fisik pun perlu diidentifikasi guna
melengkapi penyebab kumuh dari aspek non fisik seperti perilaku masyarakat, kepastian
bermukim, kepastian berusaha, dsb

2.2 Penyelesaian Topik

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” |7
BAB III
ANALISA-KOMPARASI

Sejatinya, munculnya pemukiman kumuh diakibatkan banyak hal. Misalnya akibat


lonjakan jumlah penduduk dan minimnya perencanaan tata ruang. Yang berdampak pada
berbagai aspek kehidupan, aspek kesehatan, keamanan, ketertiban, serta masalah sosial
lainnya.
Di Kota Palangka Raya setiap kecamatan mempunyai karakteristik permukiman yang
berbeda dengan tingkat kepadatan tinggi sampai rendah dan permanen-semi permanen
dengan kondisi baik sampai buruk. Di Kecamatan Pahandut dan Jekan Raya secara umum
memiliki kondisi perumahan yang sedang sampai baik. Sementara untuk tiga kecamatan
yang lain kepadatannya cukup rendah tetapi dengan kondisi yang kurang baik. Perumahan
yang berkembang cenderung memiliki tipologi perumahan dengan jenis perumahan
kampung kota, sebagian besar penduduk merupakan penduduk asli kota yang telah
berdomisili sejak awal pembangunan Kota Palangka Raya. Pada beberapa bagian Kecamatan
Pahandut terdapat perumahan yang termasuk dalam tipologi perumahan pinggir sungai,
dibangun di sepanjang rawa pinggiran Sungai Kahayan, yang terletak pada pinggiran
Kelurahan Pahandut dan Pahandut Seberang. Di bawah ini disajikan tabel tingkat kepadatan

permukiman Kota Palangka Raya.

Di kota Palangka Raya saat ini masih begitu banyak terdapat permukiman kumuh yang
memang seharusnya dilakukan pengendalian pertumbuhan atau perkembangan perumahan
Perencanaan Wilayah dan Kota
“Kota Tanpa Kumuh” |8
dan peningkatan kualitas permukiman itu sendiri sebagai contoh yakni pada permukiman
pahandut, flamboyan bawah, dll. Dari data Dinas permukiman dan Tata Kota Palangka
Raya (2003) di kecamatan Pahandut terdapat kawasan Danau Seha, dikategorikan sebagai
permukiman kepadatan tinggi yaitu 200-280 rumah /ha, sehingga kawasan permukiman
Danau Seha ini menjadi kumuh dan memerlukan perhatian penataan, yang berada di tepian
sungai Kahayan kota Palangkaraya. Berdasarkan penelitian Wijanarka (2001) permukiman
ini berkembang karena nilai orientasinya dan sejak pembentukan kota baru tahun 1957-an,
keberadaan perkampungan tersebut sudah ada dan sebagai kampung terpadat di dalam
wilayah kota.
Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) menjadi salah satu prioritas Pemerintah Kota
(Pemko) saat ini. Prinsip dasar dalam program ini adalah pemerintah daerah sebagai
nahkoda harus didukung dengan perencanaan yang komprehensif dan sinkronisasi
perencanaan, serta penganggaran yang baik.
“Dalam menindak lanjuti program Kotaku diperlukan partisipatif, kreatif dan inovatif
termasuk pengelolaan lingkungan sosial yang menjamin berkelanjutan. Juga mengacu
kepada tata kelola pemerintahan yang baik,” terang Wakil Wali Kota Palangka Raya Dr
Ir Mofit Saptono Subagio MP saat membuka Sosialisasi dan Workshop Strategi
Komunikasi Program Kota Tanpa Kumuh Tingkat Kota Palangka Raya di Hotel Royal
Global Palangka Raya, Selasa (1/11).
Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Perumahan Kota Palangka
Raya, Rojikinnor mengatakan, Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan upaya
strategis Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman (PKP), Direktorat Jenderal
Cipta Karya, dalam rangka meningkatkan peran masyarakat. Selain itu juga memperkuat
peran pemerintah daerah dalam percepatan penanganan kumuh dan mendukung gerakan
‘100-0-100’, yaitu 100 persen akses universal air minum, nol persen kawasan kumuh dan
100 persen sanitasi.
Menurut Rojikinnor, program Kotaku diimplementasikan di Kota Palangka Raya dalam
bentuk peningkatan kualitas permukiman dan pencegahan kawasan kumuh. Prioritas
penanganan kumuh dilakukan pada lokasi-lokasi prioritas seluas 105,20 ha sesuai SK Wali
Kota Palangka Raya Nomor 188.45/130/2016 Tanggal 1 Februari 2016 terdapat di
Kelurahan Pahandut, Langkai, Pahandut Seberang, Palangka, Tumbang Rungan, Kereng
Bengkirai dan Tangkiling.

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” |9
“Artinya, delapan kelurahan tersebut adalah prioritas penanganan kumuh dan 22
kelurahan lainnya sebagai lokasi pencegahan. Kegiatan ini sudah dimulai 2015 dan
diharapkan pada 2019 kawasan kumuh di Kota Palangka Raya sudah tidak ada,”
pungkasnya. (bud/b4/ans)
Darimanakah sumber dana untuk menjalankan program Kota Tanpa Kumuh?
Sumber pembiayaan KOTAKU berasal dari pinjaman luar negeri lembaga donor, yaitu
World Bank, Islamic Development Bank, dan Asian Infrastructure Investment Bank. Selain
itu, kontribusi Pemda melalui APBD maupun swadaya masyarakat akan menjadi satu
kesatuan pembiayan untuk mencapai target peningkatan kualitas kumuh yang diharapkan.
Kotaku sebagai implementasi percepatan penanganan kumuh dilakukan dengan
peningkatan peran pemerintah daerah serta merevitalisasi peran Badan Keswadayaan
masyarakat/Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM) dari penanggulangan
kemiskinan ke penanganan kumuh. Hal ini sejalan dengan arahan kebijakan Direktorat
Jenderal Cipta Karya untuk membangun sistem, melakukan fasilitasi kepada pemerintah
daerah dan fasilitasi komunitas dengan pembangunan berbasis masyarakat.
Sebagaimana arahan kebijakan direktorat jenderal cipta karya, yakni; membangun
sistem, fasilitasi pemerintah daerah dan fasilitasi komunitas (berbasis komunitas). Hal ini
searah dengan amant UUD’45 pasal 28H ayat 1; setiap orang berhak untuk hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. UU No.1 tahun 2011 menyatakan bahwa
penanganan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah, Ppemertintah daerah,
dan atau setiap orang. Sementara itu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2015-2019 memiliki target tercapainya pengentasan permukiman kumuh
perkotaan menjadi 0 persen.
Secara umum, pembangunan permukiman perkotaan menghadapi permasalahan
rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur permukiman yang berakibat pada rendahnya
kualitas hidup penghuninya. Disisi lain populasi penduduk perkotaan di Indonesia terus
meningkat tajam antara 2000-2010, dari 7400 orang per kilometer persegi menjadi 9400
orang per kilometer persegi. Di perkirakan 68% orang Indonesia akan tinggal di kota pada
tahun 2025, sehingga luasan kawasan kumuh perkotaan pun diperkirakan akan terus
meningkat apabila tidak ada bentuk penanganan yang inovatif dan tepat sasaran.
Sebagai perwujudan komitmen untuk mengentaskan kawasan permukiman kumuh
diperkotaan, dalam RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan sasaran penyelenggaraan

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 10
permukiman di kota / kawasan perkotaan yaitu mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuhmelalui penanganan kawasan permukiman kumuh seluas 38.431 Ha.
Mengingat Cakupan pekerjaan dan skala pencapaian, sasaran ini tidak mungkin dapat
dilakukan sendiri oleh Pemerintah apalagi oleh satu Kementerian/Lembaga,maka
diperlukan kolaborasi semua pihak dan semua pelaku antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya agar sasaran tersebut dapat
tercapai. Hadirin Sekalian yang saya hormati, Kawasan permukiman kumuh seluas 38.431
Ha, terdiri dari 23.473 Ha berada diwilayah perkotaan dan 11.957 Ha berada diwilayah
perdesaan. Khusus untuk wilayah perkotaan, Direktorat Jenderal Cipta Karya
melaksanakan berbagai program penanganan permukiman kumuh antara lain:
1. Sinergi penyusunan perencanaan penanganan kumuh dengan pemerintah daerah, yang
disebut dengan nama Rencana pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman
Kumuh Perkotaan (RP2KP-KP) di 93 kab/kota melalui sumber pendanaan APBN;
2. Sinergi penyusunan pengaturan kumuh dengan pemerintah daerah yang disebut
dengan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Peningkatan Kualitas Perumahan
Kumuh dan Permukiman Kumuh di 68 kab/kota melalui sumber pendanaan APBN;
3. Kegiatan Prioritas Keterpaduan Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan di 30
Kab/Kota melalui sumber pendanaan APBN;
4. Kegiatan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan di 139 Kab/Kota
prioritas melalui sumber pendanaan APBN;
5. National Slum Upgrading Program (NSUP)-Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
di 269 Kab/Kota melalui pendanaan PLN (World Bank dan Islamic Development
Bank), APBN, APBD dan Masyarakat;
6. Neighborhood Upgrading and Shelter Project2 (NUSP-2) di 20 Kab/Kota melalui
pendanaan PLN (Asean Development Bank), APBN, APBD dan Masyarakat;

Pada pelaksanaan Program KOTAKU, Peran Pemerintah kota / kabupaten sangat


strategis dan penting sebagai pengendali program di wilayahnya antara lain:
a. Pemerintah kabupaten/ kota berperan sebagai regulator yang mengakomodasi berbagai
aspirasi pelaku pembangunan permukiman dengan tetap memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. Memfasilitasi masyarakat untuk berperan aktif dalam melaksanakan penanganan
permukiman kumuh skala lingkungan diwilayahnya;

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 11
c. Membangun kolaborasi antar pelaku, program dan pendanaan dalam upaya percepatan
penanganan kumuh perkotaan yang dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi, pemanfaatan, pemeliharaan serta keberlanjutan.
d. Membangun atau menguatkan peran kelembagaan daerah dalam penanganan kumuh,
yaitu Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP) Salah satu
peran Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan penanganan permukiman kumuh
perkotaan adalah melibatkan peran aktif masyarakat dalam upaya mensinergikan
penanganan permukiman kumuh skala kota/kawasan dan skala lingkungan. Pelibatan
peran aktif masyarakat dilakukan melalui revitalisasi peran BKM/LKM dari orientasi
penangulangan kemiskinan menuju orientasi penanganan permukiman kumuh.

Agar program dapat berhasil guna, dibutuhkan sosialisasi agar para pemangku
kepentingan dan masyarakat paham tentang konsep, tujuan, aturan, dan pendekatan
program. “Sosialisasi sebagai langkah awal dari proses persiapan pelaksanaan program.
Ini dimaksudkan agar pihak yang terlibat memahami peran dan tanggung jawab masing-
masing” ungkap Koordinator Kota Kabupaten Deliserdang, Juriadi kepada Analisa di sela
Sosialisasi dan Lokakarya Strategi Komunikasi Program Kotaku di Kecamatan Beringin,
Deliserdang, Kamis (3/11).
Nantinya masyarakat akan merencanakan, mengerjakan, mengawasi dan memelihara
program ini agar target bisa tercapai. Program Kotaku sebagai upaya membangun
platform kolaborasi untuk sama-sama bergerak mencapai sasaran pembangunan kawasan
pemukiman, khususnya terwujudnya kota tanpa kumuh pada tahun 2019. Dengan
menempatkan pemda sebagai nakhoda, masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan,
dan pemerintah pusat sebagai pendamping pemda.
Berdasarkan hasil tesis yang ada tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Partisipasi Masyarakat Dalam Keberhasilan Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Hasil
penelitian menunjukkan ada perbedaan besar pada faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat partisipasi antara lain adalah pengaruh struktur, kultur dan proses sosial yang
secara nyata tampak pada tangga partisipasi di kedua lokasi penelitian. Sehingga
pendalaman terhadap modal sosial sebagai langkah awal ketika pemerintah akan
menjalankan suatu program di suatu wilayah karena jika dalam kondisi modal sosialnya
terlalu rendah maka program itu tidak bisa hanya berpikir output saja (perubahan fisik)
tetapi juga memodifikasi modal sosialnya agar sasaran program dapat tercapai.

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 12
ARTIKEL 3
PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA INDONESIA KE PALANGKA RAYA

Pertama-tama kita harus sadar bahwa pemindahan ibukota


dari satu kota ke kota lain adalah hal yang biasa dan pernah
dilakukan. Sebagai contoh, Amerika Serikat pernah
memindahkan ibukota mereka dari New York ke Washington
DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke
Canberra, Jerman dari Bonn ke Berlin, sementara Brazil
memindahkan ibukotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia. Indonesia sendiri pernah
memindahkan ibukotanya dari Jakarta ke Yogyakarta.

Ibukota AS, Kanada, dan Australia jumlah penduduknya cuma 0,5 juta. Tidak sampai 1 juta.
Justru kota2 besar/bisnis bukan di Ibukota. Misalnya New York pusat Bisnis, Los Angeles
tempat pusat Perfiliman Hollywood, dan juga Sydney.

Over Populasi (Jumlah penduduk melebihi daya tampung) merupakan penyebab utama
kenapa banyak negara memindahkan ibukotanya. Sebagai contoh saat ini Jepang dan Korea
Selatan tengah merencanakan pemindahan ibukota negara mereka. Jepang ingin memindahkan
ibukotanya karena wilayah Tokyo Megapolitan jumlah penduduknya sudah terlampau besar
yaitu: 33 juta jiwa. Korsel pun begitu karena wilayah kota Seoul dan sekitarnya jumlah
penduduknya sudah mencapai 22 juta. Bekas ibukota AS, New York dan sekitarnya total
penduduknya mencapai 22 juta jiwa. Jakarta sendiri menurut mantan Gubernur DKI, Ali
Sadikin, dirancang Belanda untuk menampung 800.000 penduduk. Namun ternyata di saat Ali
menjabat Gubernur jumlahnya membengkak jadi 3,5 juta dan sekarang membengkak lagi
hingga daerah Metropolitan Jakarta yang meliputi Jabodetabek mencapai total 23 juta jiwa.

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 13
Jadi pemindahan ibukota bukanlah hal yang tabu dan sulit. Soeharto sendiri sebelum lengser
sempat merencanakan pemindahan ibukota Jakarta ke Jonggol.

Kenapa kita harus memindahkan ibukota ke Palangka Raya? Apa tidak repot? Apa
biayanya tidak terlalu besar? Jawaban dari pertanyaan ini harus benar-benar tepat dan
beralasan. Jika tidak, hanya buang-buang waktu, tenaga, dan biaya.

Pertama kita harus sadar bahwa ibukota Jakarta di mana lebih dari 80% uang yang ada di
Indonesia beredar di sini merupakan magnet yang menarik penduduk seluruh dari Indonesia
untuk mencari uang di Jakarta. Arus urbanisasi dari daerah ke Jakarta begitu tinggi. Akibatnya
jika penduduk Jakarta pada zaman Ali Sadikin tahun 1975-an hanya sekitar 3,5 juta jiwa, saat
ini jumlahnya sekitar 10 juta jiwa. Pada hari kerja dengan pekerja dari wilayah Jabotabek,
penduduk Jakarta menjadi 12 juta jiwa.

Jumlah penduduk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi diperkirakan sekitar 23
juta jiwa. Padahal tahun 1986 jumlahnya hanya sekitar 14,6 juta jiwa (MS Encarta). Jika Jakarta
terus dibiarkan jadi ibukota, maka jumlah ini akan terus membengkak dan membengkak.
Akibatnya kemacetan semakin merajalela. Jumlah kendaraan bertambah. Asap kendaraan dan
polusi meningkat sehingga udara Jakarta sudah tidak layak hirup lagi. Pohon-pohon, lapangan
rumput, dan tanah serapan akan semakin berkurang diganti oleh aspal dan lantai beton
perumahan, gedung perkantoran dan pabrik. Sebagai contoh berbagai hutan kota atau tanah
lapang di kawasan Senayan, Kelapa Gading, Pulomas, dan sebagainya saat ini sudah
menghilang diganti dengan Mall, gedung perkantoran dan perumahan.

Hal-hal di atas akan mengakibatkan:

1. Jakarta akan jadi kota yang sangat macet


2. Dengan banyaknya orang bekerja di Jakarta padahal rumah mereka ada di pinggiran
Jabotabek, akan mengakibatkan pemborosan BBM. Paling tidak ada sekitar 6,5 milyar liter

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 14
BBM dengan nilai sekitar Rp 30 trilyun yang dihabiskan oleh 2 juta pelaju ke Jakarta setiap
tahun.
3. Dengan kemacetan dan jauhnya jarak perjalanan, orang menghabiskan waktu 3 hingga 5
jam per hari hanya untuk perjalanan kerja.
4. Stress meningkat akibat kemacetan di jalan.
5. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) juga meningkat karena orang berada lama
di jalan dan menghisap asap knalpot kendaraan
6. Banjir dan kekeringan akan semakin meningkat karena daerah resapan air terus berkurang.
7. Jumlah penduduk Indonesia akan terpusat di wilayah Jabodetabek. Saat ini saja sekitar 30
juta dari 200 juta penduduk Indonesia menempati area 1500 km2 di Jabodetabek. Atau
15% penduduk menempati kurang dari 1% wilayah Indonesia.
8. Pembangunan akan semakin tidak merata karena kegiatan pemerintahan, bisnis, seni,
budaya, industri semua terpusat di Jakarta dan sekitarnya.
9. Tingkat Kejahatan/Kriminalitas akan meningkat karena luas wilayah tidak mampu
menampung penduduk yang terlampau padat.
10. Timbul bahaya kelaparan karena over populasi dan sawah berubah jadi rumah, kantor, dan
pabrik. Saat ini pulau Jawa yang merupakan pulau terpadat di dunia 7 x lipat lebih padat
daripada RRC. Kepadatan penduduk di Jawa 1.007 orang/km2 sementara di RRC hanya
138 orang/km2. Tak heran di pulau Jawa banyak orang yang kelaparan dan makan nasi
aking.

Untuk itu diperlukan penyebaran pusat kegiatan di berbagai kota di Indonesia. Sebagai
contoh, di AS pusat pemerintahan ada di Washington DC yang jumlah penduduknya hanya 563
ribu jiwa. Sementara pusat bisnis ada di New York dengan populasi 8,1 juta. Pusat kebudayaan
ada di Los Angeles dengan populasi 3,9 juta. Pusat Industri otomotif ada di Detroit dengan
jumlah penduduk 911.000 jiwa.

Di AS kegiatan tersebar di beberapa kota. Tidak tertumpuk di satu kota. Sehingga


pembangunan bisa lebih merata. Jika di Indonesia semua kegiatan terpusat di satu kota yaitu
Jakarta. Maka jumlah penduduk kota Jakarta akan terus membengkak. Dalam 10-20 tahun,
Jakarta akan jadi kota yang mati karena jumlah penduduk yang terlampau banyak. Selain itu
juga akan berdampak pada kehidupan masyarakat disana baik sosial, perekonomian dll.
Semakin banyak penduduk maka akan semakin banyak sumber daya manusia namun tenaga

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 15
kerja yang dibutuhkan tidak banyak sehingga akan mengakibatkan banyak rakyat kecil semakin
menderita.

Solusinya Jakarta cukup menjadi pusat bisnis. Untuk pusat pemerintahan, memang akan
lebih baik dipindahkan ke kota lain semisal Kalimantan Tengah.

Kenapa Kalimantan Tengah? Kenapa tidak di Jawa, Sulawesi, atau Sumatra?

Pertama Jawa adalah pulau kecil yang sudah terlampau padat penduduknya. Luas pulau Jawa
hanya 134.000 km2 sementara jumlah penduduknya sekitar 135 juta jiwa. Kepadatannya sudah
mencapai lebih dari 1.000 jiwa per km2. Apalagi pulau Jawa yang subur dengan persawahan
yang sudah mapan seharusnya dipertahankan tetap jadi lahan pertanian untuk mencukupi
kebutuhan pangan di Indonesia. Kalau dipaksakan di Jawa, maka luas sawah akan berkurang
sebanyak 50.000 hektar! Produksi beras/pangan lain akan berkurang sekitar 200 ribu ton per
tahun! Indonesia akan semakin kekurangan pangan karenanya. Selama ibukota tetap di Jawa,
pulau Jawa akan semakin padat dan pembangunan tidak tersebar ke seluruh Indonesia. Jawa
sudah kebanyakan penduduk/over-crowded!

Ada pun pulau Sumatera letaknya relatif agak di Barat. Dengan jumlah penduduk lebih dari 42
juta, pembangunan di Sumatera sudah cukup lumayan.
Perencanaan Wilayah dan Kota
“Kota Tanpa Kumuh” | 16
Sulawesi dengan luas 189.000 km2 dan jumlah penduduk sekitar 15 juta jiwa masih terlalu
kecil wilayahnya. Sumatera dan Sulawesi adalah pulau yang subur dan cocok untuk pertanian.
Jadi sayang jika pertumbuhan jumlah penduduk dipusatkan di situ. Belum lagi kedua wilayah
ini rawan dengan gempa bumi dan tsunami.

Ada pun Kalimantan luasnya 540.000 km2 dengan jumlah penduduk hanya 12 juta jiwa. Pulau
Kalimantan jauh lebih luas dibanding pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi dan jumlah
penduduknya justru paling sedikit.

Di pulau Kalimantan juga tidak ada gunung berapi dan merupakan pulau yang teraman dari
gempa. Sementara di pesisir Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa juga
ombak relatif tenang dan aman dari Tsunami. Ini cocok untuk jadi tempat ibukota Indonesia
yang baru.

Sebaliknya Jakarta begitu dekat dengan gunung Krakatau yang ledakkannya 30 ribu x bom
atom Hiroshima dengan tsunami setinggi 40 meter. Efek ledakan Krakatau terasa sampai Afrika
dan Australia. Gunung Krakatau yang dulu rata dengan laut telah “tumbuh” setinggi 800 meter
lebih dengan kecepatan “tumbuh” sekitar 7 meter/tahun. Sebagian ahli geologi memperkirakan
letusan kembali terulang antara 2015-2083. Jadi Jakarta tinggal “menunggu waktu” saja.

Apakah sebaiknya ibukota memakai kota yang sudah ada seperti Palangkaraya atau
membuat kota baru sama sekali?

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 17
Memang jika dari sudut pandang kontra pemindahan pusat pemerintahan ini bukanlah jalan
yang tepat karena sama saja mengubah kota lain seperti kota sebelumnya yaitu Jakarta.
Pemindahan akan menimbulkan dorongan untuk menjadikan kota yang baru menjadi kota yang
padat penduduk, dengan ditandai dibangunnya high rise building secara bertahap yang
kemudian menjamur sehingga ibukota di Kalimantan Tengah bukan lagi kota yang nyaman,
leluasa, dan tidak padat. Dibangunnya bangunan tinggi akan menimbulkan permasalahan yang
berakibat banjir dll jika tidak di rencanakan dengan baik.

Semua pemikiran haruslah direncanakan dengan matang, bukan hanya mementingkan satu
pihak namun juga sebaiknya memikirkan kebaikan semua pihak,

Jika membuat ibukota dari kota yang sudah ada seperti Palangkaraya, juga akan
menimbulkan 2 kendala besar. Pertama perencanaan pembangunan jadi tidak fleksibel. Sulit
untuk merencanakan tata ruang baru karena ruang yang ada sudah terpakai. Sebagai contoh,
sulit untuk membuat jalan protokol karena jalan yang sudah ada ukurannya kecil. Jika
dipaksakan, harus menggusur gedung-gedung di sekelilingnya. Ini jumlahnya banyak sekali
dan biayanya juga tentu sangat besar.

Kedua, karena tanah yang diperlukan sudah ada yang memiliki, akan ada banyak spekulan
tanah yang menjual tanahnya dengan harga yang sangat tinggi. Per meter persegi bisa 2-3 juta
lebih. Biaya pembangunan ibukota bisa meroket dengan tinggi. Untuk pelebaran jalan, gedung
pemerintahan dan rumah dinas seluas total 50 km2 saja bisa mencapai Rp 500 trilyun rupiah
lebih.

Oleh karena itu lebih mudah dan lebih murah membangun ibukota baru dari tanah kosong
milik negara. Idealnya ibukota baru ini memakai lahan bekas HPH yang sudah gundul dan
terletak di pinggir sungai. Jarak ke pantai sebaiknya tidak lebih dari 50 km sehingga bisa jadi
pusat pelabuhan.

Dengan cara ini, seandainya harus ada pembebasan lahan, biayanya tak lebih dari 10 ribu
/ m2. Jadi seandainya lahan yang diperlukan 500 km2, maka biaya pembebasan lahan hanya Rp
5 trilyun.

Ibukota Brazil, Brasilia dibangun dari tanah kosong / awal. Dari situ dirancang dan
dibangun semuanya dari awal oleh para ahli tata kota. Ibukota lainnya yang dirancang dan

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 18
dibangun dari awal untuk jadi ibukota adalah Washington DC, Canberra, dan Islamabad:
Islamabad rancangan kotanya disiapkan tahun 1960, pembangunan konstruksi pertama tahun
1961, dan selesai tahun 1966. Selesai dalam 6 tahun. Umumnya ibukota baru dibangun tidak
jauh dari kota sekitarnya (di bawah 400 km jaraknya). Brasilia sejak jadi ibukota tahun 1957
sekarang jumlah penduduknya sekitar 2,5 juta jiwa, Canberra 350 ribu jiwa dan Washington
DC sekitar 563 ribu jiwa.

Apakah negara akan rugi karena biaya pembangunan ibukota sangat tinggi?

Pembangunan ibukota biayanya memang cukup tinggi. Tapi akan lebih tinggi lagi biayanya
baik dari segi kesehatan mau pun biaya jika kita tetap memakai Jakarta sebagai ibukota. Selain
itu pemerintah bisa memakai pembangunan ibukota baru sebagai sarana untuk mendapatkan
uang. Bagaimana caranya?

Dari 500 km2 luas ibukota baru, tidak semuanya dipakai pemerintah. Pemerintah hanya
memakai 50 km2 untuk jalan, gedung pemerintah, dan rumah dinas. 100 km2 bisa dipakai untuk
hutan dan taman kota. Sisanya 350 km2 bisa dijual untuk bisnis dan umum dengan harga Rp
500.000-1.000.000 /m2. Paling tidak pemerintah bisa mendapat 175 hingga 350 trilyun rupiah
dari penjualan lahan. Ini bisa dilakukan secara bertahap. Beberapa kota swasta seperti Lippo
City, Lippo Karawaci, dan juga BSD sudah menerapkan hal ini. Pemerintah dengan dukungan
dana APBN seharusnya juga bisa. Jadi dari sisi dana seharusnya tidak masalah.

Total pembangunan gedung pemerintah sendiri paling hanya sekitar Rp 20 trilyun. Ini cukup
untuk 200 gedung @ Rp 100 milyar. Total biaya diperkirakan mencapai Rp 150 trilyun. Jika
dilakukan secara bertahap dalam 5 tahun maka biayanya Rp 30 trilyun per tahun atau kurang
dari 4% jumlah APBN yang mencapai sekitar Rp 800 trilyun. Biaya ini bisa ditutup nantinya
dengan dana dari hasil penjualan lahan senilai Rp 175-350 trilyun.

Ibukota baru ini sebaiknya berjarak tidak lebih dari 200 km dari kota yang sudah ada, sehingga
bisa mendapat dukungan logistik dari kota tersebut selama ibukota masih dalam pembangunan.
Ibukota baru ini juga akan menghidupkan kota-kota di sekelilingnya.

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 19
ARTIKEL 4
KEBIJAKAN TATA RUANG KOTA PALANGKA RAYA

Penataan Ruang Wilayah dan Kota Hingga saat ini masih belum dilakukan evaluasi
periodik kesesuian Perda No. 07 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Palangka Raya dengan program pembangunan yang telah dilaksanakan.
 Evaluasi terhadap realisasi pengembangan dan pembangunan kota yang begitu pesat
dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Palangka Raya belum dilaksanakan
sehingga belum diketahui Sejauh mana peranan, fungsi dan tujuan penerapan Perda No. 08
Tahun 2001 tentang RDTRK Palangka Raya.
 Penerapan Perda No. 08 Tahun 2001 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK)
Palangka Raya masih belum konsisten, misalnya pengamanan dan penanaman jalur hijau
kota, sempadan sungai, alokasi letak bangunan, penertiban tempat usaha (pasar kaget,
tempat hiburan, kaki lima, penjual buah, bengkel motor/mobil, meubelair, peternakan dan
lain-lain). Beberapa kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah yang berada dalam
kawasan pemukiman telah menimbulkan kebisingan dan bau tidak sedap sehingga
menggangu kenyamanan lingkungan setempat.
 Penjabaran lebih rinci dari RDTRK kedalam Rencana Teknik Ruang Kawasan
Perkotaan/Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kota Palangka Raya masih belum
disusun yang menyebabkan tidak adanya pedoman teknis penataan bangunan/lingkungan
kota sesuai dengan Kepmenkimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 Tahun 2002. Sampai
dengan tahun 2006 telah dilakukan untuk kawasan jalan RTA. Milono, Yos Sudarso dan
Tjilik Riwut.
 Daerah terbuka dan jalur hijau di Kota Palangka Raya masih sangat terbatas. Capaian yang
telah berhasil direalisasikan selama ini dalam bidang sarana prasarana Kota Palangka Raya
dapat digambarkan sebagai berikut:

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 20
 Telah mulai disediakan dan ditertibkannya kawasan terbuka taman kota dan ruang terbuka
hijau yang tersebar pada sentra-sentra permukiman dan kegiatan perdagangan/pusat kota.
 Telah dimulainya penyediaan kawasan jalan yang khusus diperuntukan bagi pejalan kaki
(pedestarian area) pada kawasan pusat perdagangan dan atau pusat kegiatan rekreasi atau
olah raga.
 Aksesibilitas yang semakin baik terhadap jaringan listrik bagi setiap rumah tangga.
Akses terhadap jaringan air bersih yang semakin luas dan telah diusahakan untuk
menjangkau daerah pinggiran kota dan desa-desa.
 Mulai disediakannya jaringan moda transportasi yang terintegrasi dan nyaman serta
terjangkau oleh semua level sosial ekonomi.

ANALISIS ISU STRATEGIS


1) Proyeksi Peluang
a. Sebagai pusat pemerintahan dan akan mengarah menjadi pusat kegiatan perdagangan
di Kalimantan Tengah (Kalteng) seiring dengan berhasilnya pembangunan jaringan
jalan ke semua Kabupaten, Kota Palangka Raya mempunyai kebutuhan infrastruktur
di bidang perdagangan dan jasa karena Kota Palangkaraya merupakan pusat aktifitas
sosial ekonomi masyarakat di propinsi Kalteng.
 Dengan tersedianya lahan di wilayah Kota Palangka Raya maka peluang untuk
pengembangan bangunan yang menyebar diseluruh kota menjadi sangat terbuka
dan ini menimbulkan kebutuhan untuk pengembangan jaringan koneksitas untuk
seluruh kota.
 Banyaknya pengguna kendaraan sepeda motor sebagai alat transportasi dengan
proporsi yang sangat tinggi, maka penyediaan sarana transportasi massal yang
nyaman menjadikebutuhan masyarakat yang mendesak untuk direalisasikan.
b. Proyeksi Ancaman Banyaknya kebutuhan akan tempat tinggal dalam jangka panjang
menimbulkan dampak terjadinya permukiman yang padat, jika hal ini tidak ditata
dengan baik maka mengakibatkan permukiman kumuh.
 Semakin banyaknya pengguna kendaraan sedangkan di sisi lain panjang jalan
di Kota Palangka Raya juga meningkat namun demikian, jika sistem transportasi
tidak ditata dengan baik maka akan terjadi kesemrawutan lalu lintas.
 Jika kontinuitas pelayanan air bersih dari PDAM tidak dijaga maka masyarakat
akan cenderung menggunakan air tanah yang bisa mengancam kesehatan.

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 21
 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di wilayah Kota Palangka Raya yang
kelihatannya kurang memadai akan memerlukan fasilitas pengolahan yang baik
tidak lagi cuma dibakar.
c. Proyeksi Permasalahan
 Sulitnya relokasi penataan kawasan kumuh terutama di kawasan bantaran sungai.
 Kurang layaknya sarana transportasi massal sehingga menyebabkan tingginya
penggunaan mobil dan sepeda motor, hal ini menimbulkan potensi kemacetan dan
polusi udara.
 Masalah perencanaan tata ruang perkotaan yang disebabkan oleh keterbatasan dana
dan lemahnya koordinasi berbagai pihak yang terkait.
4). Proyeksi Keberhasilan
 Jaringan infrastruktur transportasi yang handal dan terintegrasi antar-moda
berbasis pada efisiensi, efektif dan berkeadilan.
 Terpenuhinya pasokan tenaga listrik sesuai kebutuhan bagi rumah tangga dan
dunia usaha
 Tersedianya prasarana dan sarana publik yang handal di sektor transportasi,
telekomunikasi, fasilitas umum, perumahan, pendidikan, dan energi. \Semakin
meratanya tingkat aksesibilitas sarana dan prasarana publik berdasarkan asas
keadilan Tercukupinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana pendukung bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga terwujud kota tanpa
permukiman kumuh.

Potensi pengembangan wilayah Kota Palangka Raya dapat dilihat pada pola ruang wilayah
yang telah ditetapkan dalam RTRW Kota Palangka Raya tahun 2009-2030. Tabel 2.4
menyajikan struktur pola ruang kota Palangka Raya dan kondisi pemanfaatan ruang saat ini.
Tabel itu menginformasikan bahwa terdapat perbedaan antara recana RTRW dengan kondisi
eksisting sekitar 0,1%, sebuah perbedaan yang sangat kecil. Kekurangan kawasan ada pada
peruntukan kawasan lindung dengan kelebihan pada kawasan peruntukan lainnya. Tabel 2.4
Pola Ruang Eksisting dan Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Palangka Raya

 Kawasan Lindung
Kawasan lindung berfungsi memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya di
Kota Palangka Raya yang meliputi: area sempadan Sungai Rungan/Kahayan dan Sungai

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 22
Sabangau, kawasan resapan air dan atau kawasan yang mempengaruhi terhadap tata air di
daerah utara kota di wilayah Kecamatan Rakumpit, kawasan hutan rawa gambut di Kelurahan
Kereng Bangkirai, Kelurahan Kalampangan, Kelurahan Bereng Bengkel, Kelurahan Sabaru,
Kelurahan Danau Tundai, Kelurahan Kameloh Baru, Kelurahan Tanjung Pinang, Kelurahan
Petuk Katimpun, Kelurahan Marang, Kelurahan DanauTahai, Kelurahan Hambaring Hurung,
kelurahan Tangkiling, Kelurahan Sei Gohong, Kelurahan Kanarakan, Kelurahan Petuk Bukit,
Kelurahan Pager Jaya, Kelurahan Gaung Baru, Kelurahan Panjehang,dan Kelurahan Petuk
Barunai. Kawasan perlindungan setempat di wilayah Kota Palangka Raya sebagian besar
terkonsentrasi di kawasan sempadan Sungai Rungan, dan beberapa danau (sungai mati), yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai dan danau.
Perlindungan terhadap sempadan sungai dan danau dilakukan untuk melindungi fungsi sungai
dan danau dari kegiatan budi daya yang dapat mengganggu, merusak kondisi sungai sekaligus
mengamankan aliran sungai. Rencana pengembangan Kawasan Cagar Budaya di wilayah Kota
Palangka Raya diarahkan pada kawasan Bukit Tangkiling dan sekitarnya dengan cakupan luas
352 ha atau 0,1% dari luas keseluruhan wilayah Kota Palangka Raya. Pengelolaan kawasan
cagar budaya di wilayah Kota Palangka Raya dapat dilakukan melalui: mempertahankan
keberadaannya dan dijaga kelestariannya melalui upaya konservasi bangunan dan lingkungan,
membangun infrastruktur pendukung yang berfungsi menjaga kelestarian kawasan,
menyediakan prasarana dan sarana yang mendukung kegiatan budi daya di sekitar kawasan
cagar budaya, menetapkan kegiatankegiatan budi daya yang diperbolehkan di sekitar kawasan
cagar budaya. Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Palangka Raya dilengkapi fasilitas
RTH yang dibutuhkan terdiri dari tempat bermain, taman, lapangan olah raga Pengaturan RTH
di wilayah Kota Palangka Raya berpedoman pada jumlah penduduk. Pada setiap unit
lingkungan kecil akan dibangun taman dan tempat bermain, sedangkan setiap 2-3 unit
lingkungan besar akan dibangun sebuah lapangan olah raga dan tempat rekreasi. Dengan
berpedoman kepada hal-hal tersebut, maka pengembangan ruang terbuka hijau di wilayah
Kota Palangka Raya adalah taman dan lapangan olah raga melalui penataan lansekap yang lebih
baik, sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi. Dan areal lokasinya menyebar ke setiap unit
lingkungan kelurahan dan kecamatan di wilayah Kota Palangka Raya. Hutan Kota di wilayah
Kota Palangka Raya yang akan direncanakan, umumnya memusat di bagian Kelurahan
Tumbang Rungan yakni sempadan sungai Rungan. Luasan ini direncanakan sebagai luasan
untuk RTH secara keseluruhan di wilayah Kota Palangka Raya, dengan lokasi yang menyebar
ke setiap kecamatan hingga ke setiap kelurahan. Tabel 2.5 menyajikan jenis RTH yang ada di

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 23
kota Palangka Raya. Tabel 2.5 Areal dan Lokasi RTH yang Ada di Wilayah Terbangun Kota
Palangka Raya
a) Taman Kota di areal bundaran besar,bundaran burung dan areal bundaran-bundaran simpul
jalan utama kota (0,06)
b) Taman Kota di areal residu lahan pengembangan jalan utama kota dan taman kota yang
telah direncanakan sebagaimana dalam RTDTR Kawasan “perkotaan” seperti di sebagian
wilayah Kelurahan Palangka, Panarung dan Kelurahan Langkai (0,05)
c) Hutan Kota dan ruang yang dicanangkan sebagai RTH sebagaimana yang diusulkan
pemerintah Kota Palangka Raya di sebagian wilayah Kelurahan Tumbang Rungan (1.810
3,04)
d) Areal Garis Sempadan Jalan terhadap Bangunan (GSB) Pada jalan Utama Kota di Jalur Jln
Tjilik Riwut (100 0,17)
e) Areal GSB pada Jalur atau ruas Jln Yos Sudarso 180 0,30 6. Areal GSB pada Jalur atau
ruas Jln George Obos (125 0,21)
f) Areal GSB pada Jalur atau ruas Jln RTA Milono 185 0,31 Total 2,466 4,14 (Sumber:
Laporan Akhir Rencana Penyusunan Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Palangka Raya, 2012)

Pembagian kawasan diantaranya yaitu:


1) Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia dan
sumberdaya buatan. Kawasan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukkan sebagai
kawasan dengan penggunaan lahan tertentu sebagai bagian dari kegiatan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya. Kawasan ini terdiri atas perumahan, perdagangan dan jasa,
perkantoran, industri, pariwisata, bandara dan peruntukan lainnya. Tabel 2.6 menyajikan
rencana kawasan Budidaya kota Palangka Raya tahun 2030. n Budidaya di Wilayah Kota
Palangka Raya Tahun 2030

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 24
2) Kawasan Peruntukan Perumahan Rencana pengembangan perumahan dan permukiman
kota tidak di lakukan di kawasan cagar budaya, kawasan dengan kapasitas prasarana
yang terbatas, atau tingkat pelayanan jalannya rendah. Pengembangan kawasan
peruntukan permukiman berkepadatan tinggi diarahkan pada sekitar wilayah
pengembangan di Kelurahan Panarung (Kecamatan Pahadut) Kelurahan Menteng
Kecamatan Jekan Raya atau pusat wilayah pengembangan dengan luas rata-rata
200m²/unit persil rumah hunian. Rencana pengembangan kawasan peruntukan
perumahan kepadatan sedang di wilayah pengembangan ini adalah minimal 200 m2 per
unit persil rumah hunian. Arahan pengembangan yang diprioritaskan untuk
pengembangan permukiman dengan tingkat kepadatan sedang ini, selain tetap mengisi
lahan kosong yang ada pada kawasan permukiman yang ada, juga pengembangan
kawasan permukiman baru yang seiring dengan realisasi rencana jalur jalan lingkar
luar mulai dari intensifikasi kawasan permukiman di Kelurahan Palangka hingga ke
kawasan permukiman baru di Kelurahan Bukit Tunggal dan sekitarnya. Pengembangan
kawasan peruntukan permukiman berkepadatan rendah diarahkan pada pinggiran kota
yang direncanakan, dengan rata-rata luas 200m² per persil unit hunian perumahan.
Wilayah pengembangan di Kecamatan Bukit Batu mencakup (Kelurahan Marang,
Tumbang Tuhai, Banturung, Tangkiling, Sei Gohong, Kanarakan, dan Habaring
Hurung), Kecamatan Rakumpit meliputi Kelurahan Petuk Bukit, Pager, Gaung Baru,
Panjehang, Mungku Baru, Petuk Barunai, dan Bukit Sua. Pengembangan Kawasan
Peruntukan Permukiman Khas Perairan Sungai (Lanting) Kawasan permukiman lanting
dalam penertibannya erat kaitannya dengan penetapan areal sempadan sungai dan
danau. Untuk itu kawasan lanting yang sebagian besar berada di pusat-pusat lingkungan
kelurahan yang linier dengan jalur sungai Rungan, Kahayan dan sungai Sabangau masih

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 25
tetap di berlakukan ketentuan lebar sempadannya 10-50 m dari air pasang tertinggi
kedaratan, atau dari tepian sungai dengan kedalam minimal 3 m ke arah daratan yang
mencapai tingkat kedalaman kurang dari 3 minimal.
3) Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa
Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa melayani kebutuhan akan barang dan jasa
yang dilakukan untuk perdagangan eceran dan grosir. Perdagangan eceran dilakukan di
Kelurahan Langkai dan Perdagangan grosir dilakukan di Kelurahan Pahandut dan
sekitarnya. Rencana pengembangan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa adalah
sebagai berikut: 1. Pengaturan setiap kegiatan perdagangan dan jasa untuk menyediakan
ruang parkir yang mencukupi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta pembuatan
aturan pemasangan iklan luar ruang; 2. Pengembangan perdagangan dengan komoditi
yang diproduksi kegiatan industri yang ada dan mendukung sektor pertanian yang ada
di sekitar wilayah Kota Palangka Raya, kegiatan perdagangan grosir skala regional
dilakukan ke Kelurahan Palangka dan Panarung 3. Pengembangan jasa berupa jasa
keuangan (bank, asuransi, keuangan non-bank, pasar modal), jasa pelayanan
(komunikasi, konsultan,kontraktor), jasa profesi (pengacara, dokter praktek, psikolog),
jasa perdagangan (ekspor-impor dan perdagangan berjangka), serta jasa pariwisata
(agen, biro perjalanan, dan penginapan) di arahkan ke wilayah Kota Palangka Raya
bagian selatan Kalampangan dan Kereng Bangkirai serta sisi jalan arteri primer dan
arteri sekunder sesuai dengan peruntukannya. 2.1.6.5 Kawasan Peruntukan Perkantoran
Tumbuh dan berkembangnya kawasan perkantoran di Kota Palangka Raya
terkonsentrasi di jalur jalan utama kota yakni jalan Tjilik Riwut dan jalan Yos Sudarso.
Jalur jalan utama kota ini merupakan jalur yang melintasi pada sub kawasan di sebagian
wilayah Administrasi Kecamatan Jekan Raya dan Pahandut. Jalan Tjilik Riwut
merupakan jalur jalan regional penghubung Palangka Raya ke Kabupaten Katingan,
dan kawasan ini merupakan kawasan baru untuk pengembangan pusat Kota Palangka
Raya bagian Barat. Sementara jalan Yos Sudarso merupakan salah satu jalur jalan yang
memiliki nilai historis yaitu jalan utama kota yang terbentuk seiring dengan sejarah
terbentuknya Kota Palangka Raya.
4) Kawasan Peruntukan Industri
Sektor perindustrian yang akan dikembangkan di wilayah Kota Palangka Raya adalah
sektor industri kecil dan menengah yang berwawasan lingkungan. Kawasan Industri
menengah tersebut di kembangkan pada Kelurahan Kalampangan di Kecamatan

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 26
Sabangau. Sedangkan industri kecil yang di kembangkan di pusat lingkungan pada
Kelurahan Bereng Bengkel Kecamatan Sabangau dan Kelurahan Tanjung Pinang
Kecamatan Pahandut. Pengembangan kawasan kegiatan industri di rencanakan
menempati kawasan di Kalampangan, Bereng Bengkel dan Tanjung Pinang bagian
selatan.
5) Kawasan Peruntukan Pariwisata
Kawasan peruntukan pariwisata yang dikembangkan mencakup destinasi dan sarana
pendukungnya untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan pariwisata baik lokal,
regional dan nasional yang meliputi: 1. Pariwisata yang memiliki tujuan kelestarian
tradisional dan budaya Dayak yang ada di wilayah Kota Palangka Raya maupun yang
mewakili dayak pada umumnya di Kalimantan Tengah. Kawasan peruntukan pariwisata
ini berada di bagian wilayah Kelurahan Marang; 2. Pariwisata tepian sungai dan danau
Rungan dikembangkan di Kelurahan Tumbang Rungan, pariwisata yang memanfaatkan
daerah sungai mati (danau) dan tepian sungai Rungan; 3. Pariwisata yang memiliki
tujuan kelestarian alam dan lingkungan, serta upaya penangkaran hewan primateoa
berupa kebun binatang di Kecamatan Sabangau; 4. Pariwisata kuliner dikembangkan di
daerah ikon Kota Palangka Raya pada daerah Jembatan di Kelurahan Pahandut
Seberang; 5. Pariwisata minat khusus (olahraga otomotif) dikembangkan di Kelurahan
Sabaru Kecamatan Sabangau;
6) Kawasan Peruntukan Bandara
Kota Palangka Raya sebagai pusat kegiatan regional mempunyai fungsi dan peranan
yang telah ditetapkan dalam RTRW Nasional sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
Fungsi dan peran kota ini selain telah didukung oleh infrastruktur lainnya, maka badara
Tjilik Riwut merupakan sarana penunjang yang sudah ada. Pengembangan Bandara
Tjilik Riwut ke depannya direncanakan dengan lahan kurang lebih 217 Ha atau 0,10%
dari luas keseluruhan wilayah Kota Palangka Raya. Pengembangan yang dilakukan
adalah penambahan panjang landasan pacu pesawat yang ada hingga panjang landasan
pacu yang sesuai bagi berbagai maskapai penerbangan lingkup nasional maupun
internasional. Dan pengembangan sarana lainnya termasuk perkantoran, lahan
parkir,dan kawasan kegiatan lainnya yang terkait dengan aktivitas di BandaraTjilik
7) Kawasan Peruntukan Lainnya - Kawasan peruntukan fasilitas pelayanan umum
meliputi : 1. Kawasan peruntukan fasilitas pelayanan umum terdiri dari fasilitas
pendidikan, kesehatan, dan peribadatan. Kawasan pendidikan dikembangkan untuk

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 27
melayani kebutuhan pendidikan bagi kegiatan pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi. Rencana pengembangan kawasan peruntukan pendidikan tinggi
dikembangkan di Kelurahan Pahandut Seberang Kecamatan Pahandut. 2. Kawasan
peruntukan kesehatan dikembangkan untuk melayani kebutuhan kesehatan masyarakat
Kota Palangka Raya dan/atau Provinsi Kalimantan Tengah. Kawasan peruntukan
kesehatan ini dikembangkan di Kelurahan Menteng dan Palangka,
KelurahanTangkiling,dan Kelurahan Petuk Bukit. 3. Pengembangan kawasan
peruntukan peribadatan dikembangkan di Kalampangan, Kereng Bangkirai, Tangkiling,
Petuk Bukit dan Mungku Baru.

8.) Kawasan Peruntukan Ruang Bagi Kegiatan Sektor Informal


Rencana pengembangan kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal,
khususnya Pedagang Kaki Lima (PK5) di Kota Palangka Raya dilakukan dengan
menetapkan lokasi-lokasi kegiatan perdagangan informal yang tidak mengganggu
kepentingan umum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kawasan-
kawasan yang ditetapkan untuk kegiatan sektor informal adalah di Kawasan Taman
dan Kawasan Kampus UNPAR, Jalan Yos Sudarso, dan Jalan G.Obos. Rencana
pengembangan kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal
perdagangan dan jasa di Kota Palangka Raya dapat dilakukan melalui pengaturan
setiap kegiatan perdagangan dan jasa untuk menyediakan ruang parkir yang
mencukupi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pembuatan aturan pemasangan
iklan luar ruang, pengembangan perdagangan dengan komoditi yang diproduksi
kegiatan industri yang ada dan mendukung sektor pertanian yang ada di sekitar Kota
Palangka Raya.
9.) Kawasan Peruntukan Militer Kawasan peruntukan militer ditetapkan untuk kegiatan
bidang pertahanan dan keamanan Kota Palangka Raya berada di wilayah Kelurahan
Pahandut dan Kelurahan Bukit Tunggal.
10) . Kawasan Peruntukan Pertanian Kawasan peruntukan pertanian (termasuk perkebunan
dan kehutanan rakyat) adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian,termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat bermukim di pinggiran Kota Palangka Raya. Pertanian yang sedang
dikembangkan sekarang adalah pertanian tanaman pangan lahan basah di wilayah

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 28
Kecamatan Rakumpit. Pengembangan perkebunan, khususnya perkebunan karet
rakyat juga saat sekarang sedang dikembangkan pada areal kurang lebih 8.200 Ha di
Kelurahan Pager dan Petuk Bukit Kecamatan Rakumpit. Pertanian untuk
pengembangan komoditi Jagung dan kacangkacangan pada lahan +5.700 Ha di
Kelurahan Kameloh Baru, Kalampangan, Sabaru dan Bereng Bengkel Kecamatan
Sabangau. Lahan pertanian yang dipertahankan umumnya berada di Kecamatan
Rakumpit, Bukit Batu dan Sabangau. Mengingat lapangan usaha di sektor pertanian
dan perkebunan mencapai lebih dari 18%, bahkan hingga 20 tahun mendatang
lapangan usaha di sektor pertanian (perkebunan dan kehutanan) akan terus meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk sehingga penyediaan lapangan usaha
di sektor pertanian ini jadi orientasi penggalian nilai ekonomi yang efektif dan perlu
dilakukan konversi lahan pertanian. Upaya pengembangan kawasan peruntukan
pertanian di wilayah Kota Palangka Raya adalah sebagai berikut: pengembangan lahan
pertanian untuk budidaya komoditas jagung, kacang-kacangan, mete, mangga, dan
jenis komoditi holtikultura lainnya; pengembangan pertanian lahan kering dan basah
untuk peningkatan ketahanan pangan; membatasi alih fungsi lahan pertanian yang
produktif untuk kegiatan budidaya yang sifatnya terbangun; mempertahankan
jaringan prasarana irigasi di kawasan pertanian yang disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi geografis; inventarisasi lahan dan pemilik lahan pertanian serta potensi
kebutuhan air baku bagi pertanian.

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 29
ARTIKEL 5
KEBIJAKAN RUANG TERBUK HIJAU DI PALANGKA RAYA

Seiring perkembangan zaman, pembangunan Kota Palangka Raya juga mengalami


perkembangan fisik kota seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, yakni lebih banyak
dibangun sarana dan prasarana guna untuk meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan
masyarakat, maka pembangunan fisik kota juga terus melaju dengan pesat. Namun ternyata di
sisi lain pembangunan kota ini memberi dampak negatif terhadap lahan yang bervegetasi atau
ruang hijau, karena semakin banyak pembangunan maka semakin berkurang kawasan hijau atau
dari kawasan hijau menjadi kawasan terbangun, mengakibatkan semakin terbatasnya lahan
untuk ruang hijau. Pembangunan Kota Palangka Raya merupakan gejala awal dari menurunnya
ketersediaan ruang terbuka hijau atau menghilangkan ruang hijau. Lahan-lahan yang pada
mulanya hijau dan ditumbuhi pepohonan rindang sedikit demi sedikit akan banyak dialih
fungsikan menjadi pertokoan, permukiman, industri, jalan dan lain-lain. Pada akhirnya akan
terjadi ketidak seimbangan antara luasnya lahan terbangun dengan sedikitnya lahan untuk hutan
kota.
Dalam penataan kawasan Kota Palangka Raya sangat diperlukan adanya ruang hijau untuk
mengimbangi kepadatan bangunan. Bentuk ragam kegiatan ruang hijau ini secara umum adalah
sebagai area peneduh dari pemanasan lingkungan sekitar dan sebagai wadah bagi masyarakat
kota Palangka Raya untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan alam. Pemenuhan kawasan
hijau di Kota Palangka Raya adalah upaya awal menumbuhkan kesadaran akan media
penyelaras lingkungan ditinjau dari kecenderungan menurunnya ketersediaan udara bersih dan
sehat akibat degradasi alam di Kota Palangka Raya.
Penyediaan RTH di perkotaan merupakan amanat dari UU No. 26/2007 tentang Penataan
Ruang yang mengatur pengembangan kawasan perkotaan dilihat dari aspek penataan ruang.
Dalam UU tersebut, disebutkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan sub sistem tata ruang
dan infrastruktur wilayah, khususnya dalam pengembangan permukiman dan perkotaan yang
berbasis pada potensi keanekaragaman hayati sebagai sumber daya alam setempat. UU tersebut
mengamanatkan bahwa perencaan tata ruang wilayah kota harus memuat ketentuan rencana
penyediaan dan Karakteristik Arsitektural ruang terbuka hijau (RTH), dan mensyaratkan luas
RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH
Publik minimal 20% dan RTH Privat minimal 10%. Hal ini menjadi tuntutan bagi kota di
Indonesia untuk berusaha menambah dan meningkatkan kuantitas dan kualitas RTHnya.
Kemudian sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5/PRT/M/2008 tentang
Perencanaan Wilayah dan Kota
“Kota Tanpa Kumuh” | 30
Pedoman Penyediaan dan Karakteristik Arsitektural Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Penyediaan dan Karakteristik
Arsitektural Ruang Terbuka Non Hijau di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan, dimana
dalam mewujudkan ruang kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, maka
diberikan perhatian yang cukup terhadap keberadaan ruang terbuka publik, khususnya RTH di
perkotaan. Untuk itu peran daerah dalam pengelolaan RTH sebagai aset yang harus
dipertahankan dan dipertimbangkan dalam pembangunan menjadi sangat penting.
Palangka Raya sebagai salah satu kota yang sedang berkembang ditandai dengan berbagai
perkembangan fisik yakni lebih banyak ditentukan dengan sarana dan prasarana yang ada dan
juga semakin meluasnya daerah yang digunakan sebagai permukiman. Oleh karena itu, perlu
dipikirkan alternatif pemecahan masalah dalam hal ini perencanaan yang terpadu yang
berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) baik berupa perumahan maupun kawasan
permukiman penduduk.Untuk itu segala daya dan upaya diarahkan terhadap pelaksanaan
pembangunan Kota Palangka Raya pada umumnya dan perencanaan yang sistematis dan
terencana secara baik, agar dapat mewadahi pola aktivitas penduduk yang terus berkembang
menjadi kota maju. Raya ini justru ditutupi oleh permukiman penduduk tanpa adanya Ruang
Terbuka Hijau seperti yang diharuskan dalam peraturan tersebut
Tujuan Pemanfaatan Lahan kosong dalam kota atau penataan kembali adalah
meningkatkan dan memanfaatkan kawasan yang tidak optimal atau pada area dalam kota yang
strategis ke arah yang lebih baik dan tertata rapi. Dengan sasaran seluruh aspek yang terkait dan
berpengaruh terhadap kawasan lingkungan terutama kawasan perkotaan khususnya pada lahan
kosong yang strategis sebagai wajah atau koridor kota Sukamara akan menjadi dasar untuk
menyusun penanganan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup di kawasan
tersebut.
Semakin padatnya permukiman di Kawasan Flamboyan Bawah selain berdampak positif
juga membawa dampak negatif yaitu semakin berkurangnya kuantitas dan kualitas ruang
terbuka yang berfungsi sebagai area publik di kawasan tersebut. Salah satu alternatif ruang
terbuka yang dapat dimanfaatkan di Kawasan Flamboyan Bawah adalah Riverwalk.
Keberadaan Riverwalk selain meningkatkan kuantitas dan kualitas ruang terbuka juga memiliki
nilai ekonomis bagi masyarakat di Kawasan Flamboyan Bawah.

Perencanaan Wilayah dan Kota


“Kota Tanpa Kumuh” | 31

Anda mungkin juga menyukai