Anda di halaman 1dari 24

Kelainan Kulit Dermatitis Atopik

Grace Abigaelni Harefa 102016085

Rafael Bimo 102016132

Syela Akasian 102016250

Novia Dwi Anggraini 102016195

Retno Agustina Soko 102016051

Anita Anggraeni Soko 102011064

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Grace.2016fk085@ukrida.civitas.ac.id

Abstrak

Penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan merupakan tanda dari dermatitis atopik.
Dermatitis juga dapat didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena kontak langsung
dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi alergi. Dengan kata lain, dermatitis adalah
jenis alergi kulit. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Pada 70% kasus dermatitis atopik
umumnya dimulai saat anak-anak dibawah 5 tahun dan 10% saat remaja / dewasa.

Tipe dermatitis yang sering terjadi pada anak-anak yaitu dermatitis atopik yang meruapakan
suatu gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak. Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu
penyakit keradangan kulit yang kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka
pada stadium akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likenifikasi) dan distribusi
lesi spesifik sesuai fase DA, keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita
ataupun keluarganya.

Kata Kunci : Dermatitis, Dermatitis Atopik, Gatal

Abstrack

skin diseases of itching, dryness, and redness are signs of atopic dermatitis. Dermatitis can
also be defined as inflammation of the skin, either due to direct contact with chemicals that cause
irritation, or allergic reactions. In other words, dermatitis is a type of skin allergy. This disease is
experienced by about 10-20% of children. In 70% of atopic dermatitis cases generally begin when
children under 5 years and 10% as adolescents / adults.

The type of dermatitis that often occurs in children is atopic dermatitis which meruapakan a
symptom of eczema mainly arise in childhood. Atopic dermatitis (DA) is a chronic skin inflammatory
disease, characterized by itching, erythema, edema, vesicles, and acute stage wounds, in chronic
stages marked by skin thickening (likenifikasi) and the distribution of specific lesions according to DA
phase, this state also associated with other atopic conditions in the patient or his family.

Key words : dermatitis, atopic dermatitis, itching


Pendahuluan

Dermatitis atopik (D.A) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor
herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel,
kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi,
faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau eksema adalah
peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa
kanak-kanak. Eksema dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan
gangguan tidur. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama terjadi
sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga anak
melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun.
Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga dewasa. Penyakit ini dinamakan
dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya memberikan reaksi kulit yang
didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau
keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah
dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi
antigen dengan antibodi.

Pemeriksaan

a. Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur
dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk
menegakkan diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas,
riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit. 1,2

 Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
 Riwayat penyakit
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak
harus sejalan dengan diagnosis utama.
 Riwayat perjalanan penyakit
Riwayat perjalanan penyakit mencakup:
Cerita kronologis, rinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan
sampai dibawa berobat.
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya

2
Tindakan sebelumnya
Perkembangan penyakit – gejala sisa atau cacat
Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya.1,2
 Pada anamnesis pasien didapat hasil sebagai berikut : seorang anak laki-laki usia
10 tahun, datang dengan keluhan berupa bercak, beruntus kemerahan yang terasa
gatal pada badan, kedua tungkai atas dan bawah sejak 2 minggu yang lalu.
Kelainan kulit pernah timbul saat bayi.
a. Fisik
Pemeriksaan fisik dermatitis atopik dilakukan dalam bentuk pemeriksaan kulit, yang
dibagi menjadi dua berdasarkan :
 Lokalisasi
- Bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut.
- Anak : tengkuk, lipat siku, lipat lutut.
- Dewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki.
 Efloresensi/ sifat-sifatnya
- Bayi : eritema berbatas tegas, papula/ vesikel miliar disertai erosi dan eksudasi
serta krusta.
- Anak : papula-papula miliar, likenifikasi, tidak eksudatif.
- Dewasa : biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.2,3
 Pada pemeriksaan fisik pasien didapat hasil sebagai berikut : kulit terlihat sangat
kering.
 Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan :
- IgE serum. IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan
80% pada penderita dermatitis atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE
dalam serum terutama bila disertai gejala atopi ( alergi )
- Eosinofil. Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis
atopik. Berbagai mediatore berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil
untuk menuju ke tempat peradangan dan kemudian mengeluarkan berbagai zat
antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian kadar eosinofil dalam
darah terutama pada MBP.
- Sel T. Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai
jumlah absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan
pemeriksaan imunofluouresensi terlihat aktifitas sel T-helper menyebabkan
pelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik.

Macam-Macam uji alergi

3
Ada beberapa cara untuk melakukan uji kulit, yaitu cara intradermal, uji tusuk (prick test), sel
uji gores (scratch test) dan pacth test (uji tempel). Uji gores sudah banyak ditinggalkan
karena hasilnya kurang akurat.

1. Uji tusuk Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk
anak. Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah
dengan jarak sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes
ekstrak alergen dalam gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit.
Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum
yang dimodifikasi, atau dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak
alergen yang digunakan 1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk
uji intradermal. Dengan menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan
risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji tusuk mempunyai
spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan uji intradermal, tetapi sensitivitasnya
lebih rendah pada konsentrasi dan potensi yang lebih rendah. Kontrol Untuk kontrol
positif digunakan 0,01% histamin pada uji intradermal dan 1% pada uji tusuk. Kontrol
negatif dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi dermografisme akibat
trauma jarum. Untuk kontrol negatif digunakan pelarut gliserin. Antihistamin dapat
mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena itu, obat yang mengandung antihistamin
harus dihentikan paling sedikit 3 hari sebelum uji kulit. Pengobatan kortikosteroid
sistemik mempunyai pengaruh yang lebih kecil, cukup dihentikan 1 hari sebelum uji
kulit dilakukan. Obat golongan agonis β juga mempunyai pengaruh, akan tetapi
karena pengaruhnya sangat kecil maka dapat diabaikan. Usia pasien juga
mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun pada usia yang sama dapat saja terjadi
reaksi berbeda. Makin muda usia biasanya mempunyai reaktivitas yang lebih rendah.
Uji kulit terhadap alergen yang paling baik adalah dilakukan setelah usia 3 tahun.
Reaksi terhadap histamin dibaca setelah 10 menit dan terhadap alergen dibaca setelah
15 menit. Reaksi dikatakan positif bila terdapat rasa gatal dan eritema yang
dikonfirmasi dengan adanya indurasi yang khas yang dapat dilihat dan diraba.
Diameter terbesar (D) dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi dinyatakan ukuran
(D+d):2. Pengukuran dapat dilakukan dengan melingkari indurasi dengan pena dan
ditempel pada suatu kertas kemudian diukur diameternya. Kertas dapat disimpan
untuk dokumentasi. Dengan teknik dan interpretasi yang benar, alergen dengan
kualitas yang baik maka uji ini mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang tinggi

4
disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan. Uji gores kulit (SPT)
disarankan sebagai metode utama untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE dalam
sebagian besar penyakit alergi. Memiliki keuntungan relatif sensitivitas dan
spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas, biaya rendah, baik tolerabilitas, dan demonstrasi
yang jelas kepada pasien alergi mereka. Namun akurasinya tergantung pelaksana,
pengamatan dan interpretasi variabilitas.

2. Uji gores kulit adalah prosedur yang membawa resiko yang relatif rendah, namun
reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Karena test adalah perkutan, langkah-langkah
pengendalian infeksi sangat penting.
 Pasien harus benar-benar dan tepat mengenai risiko dan manfaat.
 Masing-masing pasien kontraindikasi dan tindakan pencegahan harus
diperhatikan.
 Uji gores kulit harus dilakukan oleh yang terlatih dan berpengalaman staf medis
dan paramedis, di pusat-pusat dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati
reaksi alergi sistemik (anafilaksis).
 Praktisi medis yang bertanggung jawab harus memesan panel tes untuk setiap
pasien secara individual, dengan mempertimbangkan karakteristik pasien,
sejarah dan temuan pemeriksaan, dan alergi eksposur termasuk faktor-faktor
lokal.
 Staf teknis perawat dapat melakukan pengujian langsung di bawah pengawasan
medis (dokter yang memerintahkan prosedur harus di lokasi pelatihan yang
memadai sangat penting untuk mengoptimalkan hasil reproduktibilitas.
 Kontrol positif dan negatif sangat penting.
 Praktisi medis yang bertanggung jawab harus mengamati reaksi dan
menginterpretasikan hasil tes dalam terang sejarah pasien dan tanda-tanda.

5
 Hasil tes harus dicatat dan dikomunikasikan dalam standar yang jelas dan
bentuk yang dapat dipahami oleh praktisi lain.
 Konseling dan informasi harus diberikan kepada pasien secara individual,
berdasarkan hasil tes dan karakteristik pasien dan lingkungan setempat.

3. Patch Tes (Tes Tempel).

Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit
dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat
dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak
kemerahan dan melenting pada kulit.
Syarat tes ini :

a. Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat,


mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan.

b. 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti
bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.

Working Diagnosis ( WD) :

Dermatitis Atopik
Dari pemeriksaan awal yang dilakukan, dapat diperkirakan bahwa anak laki-laki tersebut
menderita penyakit dermatitis atopik (D.A.), yaitu keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita. Kelainan kulit berupa papul gatal, eritem, vesikel milier dan
erosif eksudatif, krusta dan mudah infeksi sekunder, dengan distribusi dibagian lipatan
(fleksural).3-6

6
Kata 'atopi' pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang
dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan
dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis atopik, dan
konjungtivitis alergik. Diagnosis D.A. berdasarkan kriteria hanifin dan rajka ditetapkan
melalui dua kriteria yaitu :
a. Kriteria mayor
 Pruritus
 Dermatitis dimuka atau ekstensor pada bayi dan anak
 Dermatitis difleksura pada dewasa
 Dermatitis kronis atau residif
 Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
b. Kriteria minor
 Xerosis
 Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
 Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
 Iktiosist/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris
 Pitiriasis alba
 Dermatitis di papila mame
 White dermographism dan delayed blanch response
 Keilitis
 Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
 Konjungtivitis berulang
 Keratokonus
 Katarak subkapsular anterior
 Orbita menjadi gelap
 Muka pucat atau eritem
 Gatal bila berkeringat
 Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
 Aksentuasi perifolikular
 Hipersensitif terhadap makanan
 Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
 Tes kulit alergi tipe dadakan positif
 Kadar IgE di dalam serum meningkat
 Awitan pada usia dini

Diagnosis D.A. ditegakkan dengan syarat harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy
skin) atau dari laporan orang tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:

 Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan
pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10
tahun).

 Riwayat asma bronkial atau hay fever pads penderita (atau riwayat penyakit

7
atopi pada keluarga tingkat pertama dan anak di bawah 4 tahun).

 Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.

 Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pads pipi/dahi dan anggota
badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).

 Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).5

Gambar Dermatitis atopik pada pipi dan tangan.

Skor Dermatitis Atopik

Perlakuan khusus diperlukan untuk penderita DA Berat. Penentuan gradasi berat-ringannya


DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Rajka sebagaimana tabel berikut :

I. Luasnya lesi kulit

fase anak / dewasa

< 9% luas tubuh =1

8
9-36% luas tubuh =2

> 36 % luas tubuh =3

fase infantile

< 18% luas tubuh =1

18-54% luas tubuh =2

> 54% luas tubuh =3

II. Perjalanan penyakit

remisi > 3 bulan/ tahun =1

remisi < 3 bulan/ tahun =2

Kambuhan /terus mkenerus = 3

III. Intensitas penyakit

gatal ringan, kadang mengganggu tidur malam hari = + 1

gatal sedang, sering mengganggu tidur ( tidak terus-menerus) = + 2

gatal hebat, gangguan tidur sepanjang malam(terus-menerus) = + 3

Penilaian skor :

3-4 : ringan

4.5-7.5 : sedang

8-9 : berat
Differential Diagnosis (DD) :

a. Dermatitis seboroik (D.S.)


 Penyebabnya masih belum diketahui pasti. Dermatitis seboroik meningkat pada
kelompok pasien HIV. Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa
dengan prediklesi di daerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah dan badan. Faktor
predisposisinya adalah kelainan gangguan imunologis mengikuti kelembabam
lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai
dari derajat ringan (misal ketombe) sampai dengan bentuk eritroderma.
 Peranan kelenjar sebasea dalam patogenesis dermatitis seboroik masih belum
dapat dipastikan, sebab pada remaja dengan kulit berminyak yang mengalami
dermatitis seboroik menunjukan adanya sekresi sebum yang normal pada laki –
laki dan menurun pada perempuan oleh sebab itu penyakit ini lebih tepat disebut
sebagai dermatitis didaerah sebasea. Salah satu tanda pasien terkena dermatitis

9
seboroik adalah sebagai tanda awal infeksi HIV. Dermatitis seboroik sering
ditemukan pada pasien HIV/AIDS, transplantasi organ, malignansi, pankreatitis
alkoholik, hepatitis C juga pasien parkinson juga pada pasien dengan gangguan
paralisis saraf.
 Meningkatnya lapisan sebum pada kulit, kualitas sebum, respons imunologis
terhadap Pityrosporum degradasi sebum dapat mengiritasi kulit sehingga terjadi
mekanisme eksema. Jumlah ragi genus Malassezia meningkat di dalam epidermis
yang terkelupas pada ketombe ataupun dermatitis seboroik (diduga hal ini terjadi
karena keadaan lingkungan yang mendukung) pasien dengan ketombe
menunjukan peningkatan titer antibodi terhadap Malasezia, kelenjar sebasea aktif
pada saat bayi dilahirkan, namun dengan menurunnya androgen ibu, kelenjar ini
menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun.
 Lokasi yang terkena seringkali didaerah kulit, kepala berambut, wajah, alis, lipat
nasolabial, telinga dan liang telinga. Bagian atas tengah dada dan punggung, lipat
gluteus, ketiak, inguinal. Sangat jarang menjadi luas dengan skuama kuning
berminyak, eksematosa ringan, kadang disetaai gatal dan menyengat. Ketombe
merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. Dapat ditemukan
kemerahan perifolikuler dan pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa
berkonfluensi bahkan dapat membentuk rangkaian plak pada sepanjang batas
rambut frontal dan disebut sebagai korona seboroika. Pada fase kronis dapat
dijumpai kerontokan rambut.

Gambar Dermatitis seboroik pada kulit kepala, pipi dan tangan.


b. Dermatitis Kontak

10
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.4 Dermatitis kontak terbagi 2 yaitu :
• Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
• Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan
merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan
tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan
komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka
fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan
prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin.5
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator-
mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat
tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi. Ada dua jenis bahan
iritan yaitu:4
1) Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir
semua orang.
2) Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak
berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan
oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
1) Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi
sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang
disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama
18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel
LE (Langerhans Epidermal).5 Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of
Diferantiation 4+) dan molekul CD3. Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk
mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan
IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk
primed memory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan
limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang

11
sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat
ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti
mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.5
2) Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis.
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi
Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF
gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta
sekresieikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang
meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema
dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.5

No. Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergik

1. Penyebab Iritan primer Alergen kontak S.sensitizer

2. Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang

3. Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik

4. Lesi Batas lebih jelas Batas tidak begitu jelas

Eritema sangat jelas Eritema kurang jelas

5. Uji Tempel Sesudah ditempel 24 jam, bila Bila sesudah 24 jam bahan
iritan diangkat reaksi akan segera allergen diangkat, reaksi
menetap atau meluas berhenti

c. Dermatitis Numularis
Dermatitis numularis adalah dermatitis dengan lesi-lesi khas berbentuk bulat
nummular (seperti koin), berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel,
biasanya mudah pecah sehingga basah (mandidans). Stafilokokus aureus, stress
emosi, trauma local baik fisik/kimiawi, kulit penderita yang cenderung kering diduga
berpengaruh munculnya dermatitis numularis. Dermatitis numularis ini biasanya
perkembangan / manifestasi dari dermatitis atopik yang terjadi pada bayi dan anak di
bawah 10 tahun, namun pada orang dewasa tidak berhubungan dengan gangguan
12
atopi. Gejala klinis secara subyektif sangatlah gatal sedangkan secara obyektif
dermatitis sebesar uang logam, terdiri atas eritem, edema, kadang-kadang ada
vesikel, krusta atau papul. Lokasi terkena ialah ekstensor ekstremitas terutama tungkai
bawa, bahu dan bokong
d. Skabies
Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes Scabiei. Banyak
menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung melalui pakaian, tempat tidur dan alat-alat tidur, handuk, dll. Penyakit ini
menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga, begitu juga
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagain besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut dan kebersihan lingkungan yang
kurang dapat mempermudah penularan penyakit. Tempat predileksinya tangan, kaki,
genitalia pria dan bokong, serta pada bayi juga dapat terkena dikepala dan pipi.
Terdapat rasa gatal pada malam hari (pruritus nocturna) karena aktivitas tungau ini
lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Pada tempat-tempat predileksi
akan ditemukan terowongan-terowongan (kunikulus) yang berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
didalamnya terdapat Sarcoptes scabiei. Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh
tungau scabies tetapi oleh penderita sendiri akibat garukan pada saat ini kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, erosi, krusta dan
infeksi sekunder.

Gambar Skabies pada tangan

Definisi

13
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi (fase infantil) dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan IgE dalam serum dan riwayat atopi keluarga atau penderita (DA, rhinitis
alergi, dan atau asma bronchial). Bentuk DA Didapatkan dua tipe DA, bentuk alergik yang
merupakan bentuk utama (70-80% pasien) terjadi akibat sensitisasi terhadap alergen
lingkungan disertai dengan peningkatan kadar IgE serum. Bentuk lain adalah bentuk intrinsik
atau non alergik, terdapat pada 20-30% pasien, dengan kadar IgE rendah dan tanpa sensitisasi
terhadap alergen lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE bukan
merupakan prasyarat pada patogenesis dermatitis atopik. Terdapat pula konsep bentuk murni
(Pure Type), tanpa berkaitan dengan penyakit saluran nafas dan bentuk campuran (Mixed
Type) yang terkait dengan sensitisasi terhadap alergen hirup atau alergen makanan disertai
dengan peningkatan kadar IgE.

Etiologi

Belum diketahui secara pasti penyebab D. A., tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama
untuk timbulnya penyakit. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit :

a. Daerah yang panas (banyak keringat) lebih sering terkena


b. Musim/ iklim panas dan lembab memudahkan timbulnya penyakit
c. Hygiene yang kurang dapat mempererat penyakit\
d. Lingkungan yang banyak mengandung sensitizer, iritan seta yang mengganggu emosi
lebih mudah menimbulkan penyakit.3

Epidemiologi

Berbagai penilitian DA telah dilakukan hasilnya bergantung pada kriteria diagnosis DA yang
ditetapkan pada setiap penilitian serta negara dan subyek yang diteliti. Pravelnsi DA
bervariasi, sebagai contoh pervalensi DA yang diteliti di Singapura tahun 2002 menggunkan
kriteria United Kingdom (UK) Working party pada anak sekolah usia 7 – 12 tahun sebesar
20,8% dari 12.323 anak. Penilitian di Jerman Hannover pravalensi DA (menggunakan kriteria
Hanifin Rajka) pada anak sekolah 5-9 tahun sebesar 10,5 % dari 4219 anak. Umumnya pada
penilitian epidemiologi, diagnosis DA ditetapkan dengan menggunak kriteria diagnostik UK
Working Party, karena lebih praktis dan mudah digunakan. Sedangakan di rumah sakit lebih
banyak menggunakan kriteria Hanifin Rajka. Pada negara berkembang 10-20% anak
menderita dermatitis atopik dan 60% di antaranya menetap sampai dewasa.

Patofisiologi

14
Berbagai faktor turut berperan pada pathogenesis DA, antara lain faktor genetik terkait
dengan kelainan intrinsik sawar kulit, kelainan imunologik, dan faktor lingkungan :

a. Genetik
Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33, kromosom
3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga melibatkan gen yang independen dari
mekanisme alergi. Ada peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada umumnya
berjalan bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Risiko seorang kembar
monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah 86% (Judarwanto W., 2009).
Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi keluarga akan
mengalami DA pada masa 3 bulan pertama kehidupan, bila salah satu orang tua menderita
atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun,
dan meningkat sampai 79% bila kedua orangtua menderita atopi. Risiko mewarisi DA
lebih tinggi bila ibu yang menderita DA dibandingkan dengan ayah. Tetapi bila DA yang
dialami berlanjut hingga masa dewasa maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya
sama saja yaitu kira-kira 50%.
b. Sawar kulit
Hilangnya Ceramide dikulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air diruang
ekstraseluler stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit.
Variasi ph kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi
sawar mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss, kulit akan semakin kering
dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi alergen, iritan, bakteri dan virus.
Bakteri pada pasien DA mensekresi ceramide sehingga menyebabkan kulit makin kering
(Soebaryo R.W., 2009).
Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset CD8+ yang diisolasi dari
kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah
besar IL-5 dan IL-13, sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan
terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-4 dan IL-13,
sedangkan lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-g serta
infiltrasi makrofag dan eosinophil.
Imunopatologi Kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah CD45RO+. Sel T ini
menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk mengenali dan menyeberangi
endotelium pembuluh darah. Di pembuluh darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+
maupun subset CD8+ dari sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi
(CD25+, CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan Fas
ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak menunjukkan apoptosis

15
karena mereka diproteksi oleh sitokin dan protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T
tersebut mensekresi IFN g yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan
menjadikannya peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinosit diinduksi
oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada di
microenvironment.
c. Lingkungan
Sebagai tambahan selain alergen hirup, alergen makanan, eksaserbasi pada DA dapat
dipicu oleh berbagai macam infeksi, antara lain jamur, bakteri dan virus, juga pajanan
tungau debu rumah dan binatang peliharaan. Hal tersebut mendukung teori Hygiene
Hypothesis
Hygiene Hypothesis menyatakan bahwa berkurangnya stimulasi sistem imun oleh
pajanan antigen mikroba dinegara barat mengakibatkan meningkatnya kerentanan
terhadap penyakit atopik
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya diketahui,
demikian pula pruritus pada DA. Rasa gatal dan rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor
di taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal
sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk diartikan.
Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah menyebabkan rasa gatal,
sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi menyebabkan rasa nyeri. Sebagian
patogenesis DA dapat dijelaskan secara imunologik dan nonimunologik
d. Imnopatogenesis DA
Histamin dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus.
Histamin menghambat kemotaksis dan menekan produksi sel T. Sel mast meningkat pada
lesi dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin.
Histamin sendiri tidak dapat menyebabkan lesi ekzematosa. kemungkinan zat tersebut
menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin akibat garukan karena gatal menimbulkan
lesi ekzematosa. Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara
berlebihan diturunkan secara genetik. Demikian pula defisiensi sel T penekan
(suppressor). Defisiensi sel ini menyebabkan produksi berlebih igE.

Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin spesifik alergen yang
diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga
terjadi Eosinophilia dan peningkatan IgE.
• Reaksi imunologis DA

16
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya seperti asma
bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak dengan DA (sekitar
80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan
DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika
di kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar
DA adalah suatu penyakit atopi.
• Ekspresi sitokin
Keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat berperan pada reaksi
inflamasi penderita Dermatitis Atopik (DA). Pada lesi yang akut ditandai dengan kadar Il-
4, Il-5, dan Il-13 yang tinggi sedangkan pada DA yang kronis disertai kadar Il-4 dan Il-13
yang lebih rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF (granulocyte-macrophage colony-
stimulating factor), Il-12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA akut.
Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan (makanan
dan inhalan), dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi hipersentivitas tipe I. Imunitas
seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80%
penderita dengan DA, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga
rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun dengan
akibat kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri, dan jamur meningkat.
Di antara mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada pruritus adalah
vasoaktif amin, seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien, prostaglandin dan
sebagainya, sehingga dapat dipahami bahwa dalam penatalaksanaan DA, walaupun
antihistamin sering digunakan, namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan dan sampai
saat ini masih banyak silang pendapat para ahli mengenai manfaat antihistamin pada DA.
Trauma mekanik (garukan) akan melepaskan TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya
diepidermis, yang selanjutnya akan meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya
eksema.
e. Antigen Presenting Cells
Kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai afinitas tinggi
untuk mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI pada permukaannya,
dan beperan untuk mempresentasikan alergen ke limfosit Th2, mengaktifkan sel memori
Th2 di kulit dan yang juga berperan mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.
f. Faktor non imunologis
Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya faktor
genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kulit yang kering akan menyebabkan nilai
ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol,
rangsangan mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.
g. Autoalergen
17
Sebagian besar serum pasien dermatitis atopik mengandung antibody IgE terhadap
protein manusia.Autoalergen tersebut merupakan protein intraseluler,yang dapat
dikeluarkan karena kerusakan keratinosit akibat garukan dan dapat memicu respon IgE
atau sel T. pada dermatitis atopik berat, inflamasi tersebut dapat dipertahankan oleh
adanya antigen endogen manusia sehingga dermatitis atopik dapat digolongkan sebagai
penyakit terkait dengan alergi dan autoimunitas.
Pada individu yang memiliki predisposisi alergi, paparan pertama alergen menimbulkan
aktivasi sel-sel allergen-specific T helper 2 (TH2) dan sintesis IgE, yang dikenal sebagai
sensitisasi alergi. Paparan allergen selanjutnya akan menimbulkan penarikan sel-sel
inflamasi dan aktivasi serta pelepasan mediator-mediator, yang dapat menimbulkan early
(acute) allergic responses (EARs) dan late allergic responses (LARs). Pada EAR, dalam
beberapa menit 3 kontak dengan alergen, sel mast yang tersensitisasi IgE mengalami
degranulasi, melepaskan mediator pre-formed dan mediator newly synthesized pada
individu sensitif. Mediator-mediator tersebut meliputi histamin, leukotrien dan sitokin
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan produksi mukus.
Kemokin yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi yang
menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel TH2. Pelepasan
eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi, termasuk leukotrien-leukotrien
dan protein-protein basic (cationic proteins, eosinophil peroxidase, major basic protein
and eosinophil-derived neurotoxin), dan mereka merupakan sumber dari interleukin-3
(IL-3), IL-5, IL-13 dan granulocyte/macrophage colony-stimulating factor. Neuropeptides
juga berkonstribusi pada patofisiologi simptom alergi.

Manifestasi klinis

Manifestasi klinis DA berbeda pada setiap tahapan atau fase perkembangan kehidupan, mulai
dari saat bayi hingga dewasa. Pada setiap anak didapatkan tingkat keparahan yang berbeda,
tetapi secara umum mereka mengalami pola distribusi lesi yang serupa.
Kulit penderita DA umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid diepidermis berkurang dan
kehilangan air lewat epidermis meningkat. Terdiri atas 3 bentuk, yaitu:
1. Bentuk infantil ( 0 - 2 tahun).
Lesi awal dermatitis atopik muncul pada bulan pertama kelahiran, biasanya
bersifat akut, sub akut, rekuren, simetris dikedua pipi. Karena letaknya didaerah
pipi yang berkontak dengan payudara, sering disebut eksema susu. Terdapat eritem

18
berbatas tegas, dapat disertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, yang menjadi
erosif, eksudatif, dan berkrusta. Tempat predileksi dikedua pipi, ekstremitas bagian
fleksor, dan ekstensor. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak
gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantil
eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat
meluas generalisata bahkan walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Sekitar usia
18 bulan mulai tampak likenifikasi.

Gambar
3:

Dermatitis Atopik Infantil.

2. Bentuk anak (2 - 12 tahun)


Awitan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian merupakan kelanjutan
fase bayi. Pada kondisi kronis tampak lesi hiperkeratosis, hiperpigmentasi, dan
likenifikasi. Akibat adanya gatal dan garukan, akan tampak erosi, eksoriasi linear
yang disebut starch marks. Tempat predileksi tengkuk, fleksor kubital, dan fleksor
popliteal. Sangat jarang diwajah. lesi DA pada anak juga bisa terjadi dipaha dan
bokong.
Eksim pada kelompok ini sering terjadi pada daerah ekstensor(luar) daerah
persendian, (sendi pergelangan tangan, siku, dan lutut), pada daerah genital juga
dapat terjadi.

Gambar a, b, c: Dermatitis Atopik pada Anak-anak

19
3. Bentuk dewasa (> 12 tahun)
Bentuk lesi pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit fase akhir
anak-anak. Lesi selalu kering dan dapat disertai likenifikasi dan hiperpigmentasi.
Tempat predileksi tengkuk serta daerah fleksor kubital dan fleksor popliteal.
Manifestasi lain berupa kulit kering dan sukar berkeringat, gatal-gatal
terutama jika berkeringat. Berbagai kelainan yang dapat menyertainya ialah xerosis
kutis, iktiosis, hiperlinearis Palmaris et plantaris, pomfoliks, ptiriasis alba, keratosis
pilaris (berupa papul-papul miliar, ditengahnya terdapat lekukan), dll. Pada orang
dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh apabila mengalami stress,
mungkin karena stress menurunkan ambang rangsang gatal. DA remaja cenderung
berlangsung lama kemudian menurun dan membaik (sembuh) satelah usia 30
tahun, jarang sampai usia pertengahan, hanya sebagian kecil berlangsung sampai
tua.

Gambar Dermatitis Atopik Dewasa

20
Gambar tempat predileksi DA bentuk infantil

Gambar tempat predileksi DA bentuk anak-anak

Stigmata pada dermatitis atopik


Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:
• ‘White dermatographism’
Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan dalam waktu 10-15 detik
diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih dalam waktu 10-15
menit berikutnya.
• Reaksi vaskular paradoksal
Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita DA. Apabila ekstremitas
penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan pendinginan dan
perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal. hal ini diduga karena adanya
pelebaran kapiler dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan
terjadinya edema dan warna pucat dijaringan sekelilinnya.
• Lipatan telapak tangan (palmar hiperlinearlity of Palms or soles)

21
• Pada kondisi kronis terdapat pertambahan mencolok lipatan pada telapak tangan
meskipun hal tersebut bukan merupakan tanda khas untuk DA.
• Pada umumnya pasien DA sejak lahir memiliki banyak garis palmar yang lebih dalam
dan lebih nyata, menetap sepanjang hidup.
• Garis Morgan atau Dennie
Kelainan ini berupa cekungan yang menyolok dan simetris, namun dapat ditemukan satu atau
dua cekungan dibawah kelopak mata bagian bawah.keadaan ini pada saat lahir atau segera
sesudah itu dan bertahan sepanjang hidup, Nampak seperti edema dari kelopak mata bawah
namun bukan merupakan atonogmomik DA.
• Sindrom ‘buffed-nail’
Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangat gatal.
• ‘Allergic shiner’
Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan garukan berulang
jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan peningkatan timbunan
melanin.
• Hiperpigmentasi
Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.
• Kulit kering
Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul folikular
hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea berkurang sehingga
terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama pada
musim panas.
• ‘Delayed blanch’
Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya keringat dan eritema.
Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan
oleh vasokonstriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.
• Keringat berlebihan
Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus bertambah.
• Gatal dan garukan berlebihan
Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal menimbulkan gatal selama
5-10 menit, sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan selama 45 menit.
• Variasi musim
Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim belum difahami secara
menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelembaban nisbi tinggi musim baik
22
pada kekeringan kulit penderita DA. Pada daerah dengan kelembaban nisbi tinggi musim
panas berpengaruh buruk, sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan berpengaruh baik
pada kulit penderita DA
 hertoge’s Sign
Didefinisikan sebagai penipisan atau hilangnya bagian lateral alis mata

Terapi
Pengobatan pada bayi dan anak dengan DA harus secara individual dan didasarkan pada
keparahan penyakit. Sebaiknya penatalaksanaan ditekankan pada kontrol jangka waktu lama
(Long-Term Control) bukan hanya untuk mengatasi kekambuhan.Protab pelayanan profesi
untuk pengobatan DA di SMF kulit & kelamin RSUD dr.Moewardi Surakarta bertujuan untuk
menghilangkan ujud kelainan kulit dan rasa gatal, mengobati lesi kulit, mencari factor
pencetus dan mengurangi kekambuhan.secara konvensional pengobatan DA kronik pada
prinsipnya adalah sebagai berikut:

Menghindari bahan iritan

Mengeliminasi allergen yang telah terbukti

Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)

Pemberian pelembab kulit ( Moisturizing)

Kortikostreroid topical

Pemberian antibiotic

Pemberian antihistamin

Mengurangi stress

Dan memberikan edukasi pada penderita maupun keluarga.

Prognosis

Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita D.A. Ada kecenderungan
perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian

23
kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak
bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%, terutama kalau
penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% D.A. anak
berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan, D.A. pada anak yang diikuti sejak
bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65% berkurang gejalanya. Lebih dari separuh D.A.
remaja yang telah diobati kambuh kembali setelah dewasa. Faktor yang berhubungan
dengan prognosis kurang baik D.A. yaitu:

a. DA luas pada anak


b. Menderita rinitis alergik dan asma bronkial riwayat D.A. pada orang tua atau saudara
kandung
c. Awitan (onset) D.A. pada usia muda

Kesimpulan

Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita
(dermatitis atopik, rinitis alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal,
yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).
Diagnosis D.A. ditegakkan dengan syarat harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin)
atau dari laporan orang tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.

Daftar Pustaka
1. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed 15th. Jilid II. Jakarta: EGC; 2000.1382-95.
2. Diagnosa fisik pada anak. Edisi 2nd. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.
3. Siregar R.S. Saripati penyakit kulit. Edisi 2nd. Jakarta: EGC; 2004.115-7.
4. Dermatitis atopic pada anak. 17 Mei 2009. Diunduh dari www.
childrenallergyclinic.wordpress.com, 26 April 2011.
5. Sularsito SA, Djuanda S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6 th. Jakarta: FKUI;
2010.138-47.
6. Stawiski MA. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6 th. Volum 2.
Jakarta: EGC; 2005.1430-2.
7. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6th. Jakarta: FKUI; 2010.200-2.
8. Handoko RP. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6th. Jakarta: FKUI; 2010.122-5.

24

Anda mungkin juga menyukai