Anda di halaman 1dari 8

a.

Indonesia sebagai destinasi prospektif ISIS

Indonesia merupakan destinasi penyebaran ideologi jihad ISIS yang prospektif. Hal tersebut
disebabkan ada beberapa faktor. Pertama, jumlah mayoritas masyarakat muslim yang sangat besar.
Kedua, banyak munculnya gerakan-gerakan radikal yang membawa simbol jihadisme dan
pendirian Khilafah Islamiyah. Ketiga, banyaknya warga negara Indonesia yang ikut terlibat dalam
gerakan jihad internasional sehingga terpengaruh dengan gerakan ISIS. Kelompok jihad ini tentu
akan membawa pengaruh yang sangat besar dalam usahanya melakukan indoktrinasi terhadap
masyarakat yang lain.

Dilihat dari tujuan terbentuknya ISIS, bisa dikatakan bahwa organisasi ini tidak bisa dikatakan
sebagai masalah agama. Kelompok ini lebih tepat dikatakan sebagai ideologisasi pembentukan
negara Islam, atau disebut dengan masalah perbedaan ideologi. Ditinjau dari perspektif ini, maka
kemunculan ISIS di Indonesia merupakan tantangan yang sangat besar bagi pertahanan keamanan
nasional. Ideologisasi pendirian negara Islam menjadi rongrongan bagi ideologi Pancasila yang
telah menjadi falsafah kebangsaan dan fondasi terbentuknya NKRI. Indoktrinasi khilafah
Islamiyah bisa berakibat terhadap tindakan makar terhadap negara sebagaimana yang terjadi pada
masa lalu. Sejarah Indonesia mengenal adanya pendirian negara Islam Indonesia (NII) yang
didalangi oleh SM. Kartosuwiryo. ISIS bisa dipahami sebagai bibit munculnya makar terhadap
negara seperti yang telah dilakukan oleh Kartosuwiryo melalui NII pada masa lalu.
Pemerintah indonesia, secara tegas telah menyatakan pelarangan terhadap ISIS. Hal ini
merupakan langkah tepat untuk menjaga keutuhan NKRI. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa
perkembangan ISIS mempunyai potensi untuk mengancam pemerintahan dan keamanan nasional.
Potensi tersebut muncul dari usaha kelompok ini untuk menciptakan sistem pemerintahan yang
berdasarkan pada terbentuknya khilafah Islamiyah. Hal ini tentu bertentangan dengan UUD 1945.
Berdasarkan perspektif sosial keagamaan di Indonesia pasca reformasi, perkembangan paham
keIslaman yang ekstrim dan bahkan radikal seperti mewabah dan tidak terbendung.
Keberadaannya sulit dideteksi oleh masyarakat luas karena kelompok seperti ini biasanya bersifat
ekslusif dan terbatas. Penanaman ideologisasi Khilafah Islamiyah dan simbolisme jihad menjadi
makanan empuk bagi masyarakat yang pemahaman keagamaannya masih bersifat tradisional dan
terbatas. Sehingga fakta yang ditemukan, kebanyakan pengikut jihadisme merupakan masyarakat
ekonomi bawah dan tingkat pendidikan rendah.
Kemunculan ISIS di Indonesia merupakan sebuah tantangan nyata dan juga sekaligus sebagai
peluang bagi pemerintahan. Tantangan yang dimaksudkan adalah untuk mengikis habis dan
memutus rantai ideologisasi ISIS agar tidak mengancam pertahanan dan keamanan nasional.
Sekaligus sebagai peluang untuk menarik pelarangan terhadap ISIS dalam spektrum yang lebih
luas, yaitu pelarangan terhadap semua kelompok yang menekankan ideologisasi
pendirian Khilafah Islamiyah. Apapun dan bagaimanapun bentuk kelompoknya harus dilarang
sebagai tindakan preventif menyebarnya ideologi pembentukan negara Islam.

Hal yang paling dibutuhkan oleh umat Islam di Indonesia bukan pendirian negara Islam yang
dimulai dengan pembentukan Khilafah Islamiyah. Prioritas utama adalah untuk melakukan
pribumisasi Islam dan membuktikan Islam sebagai agama yang ramah dan toleran. Dalam bahasa
yang lebih familiar, membuktikan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

b. Ideologi ISIS dan Penolakannya di Indonesia

ISIS merupakan ideologi baru yang mengkhawatirkan masyarakat dunia karenaperilaku


radikalnya yang tidak kenal belas kasihan. Ada yang berpendapat bahwaISIS adal ah hal yang
benar karena membela Islam, ada pula yang menyatakan bahwa ISIS adalah ideologi yang dapat
memusnahkan umat manusia di muka bumi, oleh karena itu harus segera disingkirkan. Saat ini,
ISIS dikabarkan menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia, sebagai negara yang memiliki
penduduk beragama Islam paling banyak. Seperi yang dikutip dari bbc.co.uk, diIndonesia, sejauh
ini telah ada bentuk dukungan oleh sejumlah warga Indonesia terhadap ideologi dan aksi kelompok
ISIS. Hal ini ditandai aksi bai'at atau sumpah yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat
di sejumlah tempat di Indonesia termasuk di sebuah kampus di Ciputat, Propinsi Banten. Beberapa
aksi massa di Jakarta juga sempat diwarnai pengibaran bendera ISIS. Ada pula sejumlah situs
internet yang menyatakan terang-terangan mendukung kelompok militan Islam tersebut.
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir disebut -sebut pula menyatakan dukungannya
kepada ISIS, walaupun belakangan ini diragukan oleh Pemerintah Indonesia.
Untungnya, pemerintah Indonesia menyatakan untuk menolak ideologi yang diusung
kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah, alias ISIS dan melarangpengembangan
ideologinya di Indonesia. Dikutip dari bbc.co.uk, keputusan menolak faham ISIS diputuskan
dalam rapat kabinet yang dipimpin PresidenYudhoyono, seperti dilaporkan wartawan BBC
Indonesia, Heyder Affan dariKantor Kepresidenan, Senin (04/08) sore.

Pemerintah Indonesia menyatakan, ISIS bukanlah masalah agama melainkan ideologi atau
keyakinan yang dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila.Indonesia adalah negara yang
memiliki beragam budaya, beragam agama, bila Indonesia turut mendukung gerakan ISIS yang
mengatasnamakan agama, maka tindakan Indonesia ini akan dinilai tidak mencerminkan nilai-nilai
luhur Pancasila. Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” mewakili seluruh agama yang ada di
Indonesia mulai dari Islam, Kristen, Budha, Hindu hingga Katholik dan mewakili masyarakat
Indonesia yang bertuhan dan menjunjung tinggi apa yang dianutnya,menjunjung tinggi keberadaan
agama lain dan tidak melakukan diskriminasi terhadap kaum agama minoritas.

Dalam bagian lain keterangannya, Menkopolhukam Joko Suyanto mengatakan,pemerintah


Indonesia akan memblokir situs-situs yang isinya menyebarkanfaham gerakan ISIS, termasuk
tayangan video di Youtube. Pemerintah Indonesia menurut Joko, akan menggelar pula operasi
hukum terhadap pendukung ISISyang terbukti melakukan kekerasan. Operasi keimigrasian juga
akan digelar untuk mencegah warga Indonesia yang akan bepergian khususnya ke daerah konflik
diTimur Tengah atau maupun ke Asia Selatan.Namun, walaupun pemerintah telah berupaya keras
mencegah agar ISIS tidak menyebar di Indonesia, akses informasi saat ini yang kian canggih akan
memudahkan untuk masyarakat Indonesia yang menginginkan untuk bergabung dengan ISIS.
Kemungkinan buruk yang dapat terjadi adalah adanya sekolompok masyarakat yang benar-benar
sudah menjadi anggota ISIS lalu melakukan perekrutan secara sembunyi-sembunyi di Indonesia.
Solusinya selalu kembali lagidari awal, yaitu keteguhan masyarakat Indonesia untuk
mempertahankan ideologi Pancasila yang dianutnya

c. Tentang kasus perbatasan

Kasus mengenai perbatasan di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru terjadi di

Indonesia. Seperti pada zaman Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya. Indonesia


dalam penentuan garis batas laut mengikuti Teritoriale Zee en Maritiem Ordonantie yang dibuat

pada tahun 1938 yang menyatakan bahwa garis batas suatu negara adalah 3 mil dari garis pantai.

Kebijakan ini tentunya sangat merugikan bagi Indonesia karena dengan wilayah lautan Indonesia

yang luas 3 mil hanyalah sebagai batas nelayan untuk menangkap ikan, bahkan nelayan bisa lebih

jauh lagi dan juga dengan batas 3 mil itu maka di tengah Indonesia yang berisi laut dianggap laut

bebas, dapat dilewati oleh negara mana pun tanpa harus izin terlebih dahulu kepada Indonesia.

Apabila batasa 3 mil masih dipertahankan, maka akan sangat merugikan bagi bangsa Indonesia

karena dengan demikian maka kapal asing boleh mengeruk dengan seenaknya hasil kekayaan laut

Indonesia dan hasil laut itu tentu untuk memajukan warga negara yang mengirim kapal asing itu,

dengan batas 3 mil ini Indonesia pun dapat terancam kedaulatannya. Dengan batas 3 mil itu bisa

saja pihak asing menyelundupkan senjata, barang mewah, ataupun obat terlarang dan dengan

demikian bisa-bisa citra Indonesia yang buruk karena kelakuan pihak asing.

Oleh karena kebijakan yang merugikan Indonesia, maka pada 1957 Indonesia

mendeklarasikan deklarasi Djuanda yang memberi keuntungan bagi Indonesia karena garis batas

yang tadinya hanya sejauh 3 mil sekarang bertambah menjadi 12 mil. Deklarasi Djuanda pun

diakui oleh Internasional pada Konvensi Hukum Laut di Jamaika pada tahun 1982. Dengan

demikian masyarakat Indonesia pun diuntungkan dengan adanya keputusan baru ini karena

wilayah laut semenjak itu menjadi luas dan pihak asing tidak bisa keluar masuk seenaknya karena

telah ada yang mengatur tentang perbatasan.

Bukan hanya itu tentang kasus perbatasan ada lagi kasus perbatasan yakni kasus Irian Barat

yang akan diperebutkan kekuasaannya antara Indonesia atau Irian berdiri sebagai negara sendiri.

Akhirnya kasus ini pun diselesaikan dengan langkah pengambilan suara kepada warga di Irian.

Kasus ini pun berakhir dengan manis karena Irian ingin bergabung dengan Republik Indonesia.
Setelah Irian masih ada kasus serupa yakni kasus Timor-Timor. Di Timor-Timor kasusnya sangat

mengerikan karena sampai-sampai TNI dikerahkan untuk merebut Timor-Timor dan

penyelesaiannya pun sama dengan kasus Irian yakni dengan pengambilan suara. Hasil akhirnya

sangat menyayat hati karena Timor-Timor memilih berpisah dari Indonesia dan menjadi negara

merdeka.

Selain itu pun masih ada kasus yang terkadang masih dibahas sampai sekarang apabila ada

kasus tentang perbatasan yakni perebutan pulau Sipadan dan Ligitan yang melibatkan Indonesia

dan Malaysia. Perebutan ini sangat ramai karena negara selain Indonesia dan Malaysia ikut turun

tangan dalam penyelesaian ini. Kasus ini pun diselesaikan di pengadilan internasional, akan tetapi

Indonesia kalah karena Indonesia kurang mendapat dukungan dari negara lain dan Malaysia pun

memiliki dukungan kuat. Yang terbaru adalah pengklaiman sepihak oleh Malaysia terhadap 3 desa

di daerah perbatasan dan ini masih dalam tahap perundingan.

Lantas, apa yang sebenarnya menyebabkan semua kasus di atas? Faktor-faktor seperti

masih belum terselesaikannya penentuan batas-batas dengan negara tetangga, lalu kurangnya tanda

di perbatasan sehingga membingungkan para warga kedua negara mana yang wilayah negaranya

mana yang milik negara lain, keadaan daerah perbatasan yang terisolasi sehingga menjadikan

penyaluran kebutuhan seperti makanan dan bahan bakar terhambat, kurangnya jumlah personel

penjaga keamanan perbatasan membuat para pencuri ikan maupun pencuri hasil alam lainnya

bebas keluar masuk Indonesia. Kurangnya akomodasi bagi para personel pun tak pelak lagi

menjadi faktor penting yang menjadikan para personel penjaga keamanan perbatasan meminjam

kapal dari warga sekitar untuk melakukan patroli, pun juga dengan alat komunikasi radio harus

memenuhi standar untuk saat ini untuk memudahkan komunikasi para penjaga keamanan

perbatasan
d. Kebijakan pengelolaan daerah perbatasan

Pemerintah Indonesia sendiri kini tampak memberikan perhatian yang lebih serius bagi

kawasan perbatasan. Hal itu tercermin dari dimasukkannya kawasan perbatasan sebagai salah satu

Prioritas Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009

dan 2010-2014, di mana beberapa kecamatan di kawasan perbatasan darat Indonesia-Malaysia

menjadi lokasi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN).

Salah satu tindakan signifikan pemerintah dalam pengelolaan wilayah perbatasan adalah

pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Badan ini mengkoordinir 18

kementerian dan lembaga negara untuk membangun kawasan perbatasan. Dengan demikian,

masalah koordinasi antardepartemen dan pembagian kewenangan yang lebih jelas bisa

diakomodasi. Ada tiga pendekatan yang digunakan BNPP dalam mengelola kawasan perbatasan,

yaitu pendekatan keamanan, kesejahteraan, dan lingkungan.

Dalam pendekatan keamanan, kebijakan pemerintah sudah lama diterapkan, di mana TNI

yang juga masuk dalam lingkaran korrdinasi BNPP mengambil peran terbesar. TNI

mengakomodasi pertahanan keamanan dalam dua dimensi, yaitu pertahanan tradisional dan

nontradisional/ nonmiliter. Dalam pertahanan tradisional, TNI menghadirkan dua satgasnya, yaitu

dengan mendirikan tiga pos Pengamanan Batas (Pamtas) dan Pos Gabungan Bersama (Gabma).

Pos Gabma ini merupakan bentuk kerjasama militer Indonesia dan Malaysia dalam menjaga

perbatasan mereka. Walaupun media mengisukan adanya perpindahan tapal batas, tetapi menurut
pengakuan aparat TNI hal itu tidak terjadi, karena titik tapal batas ditentukan melalui koordinat,

bukan bentuk tapal secara fisik. Sementara untuk pertahanan nontradisional, TNI melakukan

berbagai program yang membantu kesejahteraan masyarakat seperti program TNI Masuk Desa,

mulai dari membantu membangun jalan akses ke desa-desa perbatasan terpencil, hingga

mengadakan bhakti sosial berupa pengobatan gratis dan pemberian sembako. Dengan demikian,

diharapkan agar masyarakat merasa terbantu dan citra TNI di perbatasan yang dianggap

penghalang bisa terkikis.

Dalam pendekatan kesejahteraan, peran pemerintah terepresentasikan dalam kegiatan-

kegiatan BNPP. Berdasarkan hasil wawancara dengan Deputi Bidang Pengelolaan Potensi

Kawasan Perbatasan BNPP, inti kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan adalah sebagai

berikut: 1) mempercepat upaya pengamanan dan pengembangan sarana prasarana Custom,

Immigration, Quarantine and Security (CIQS) di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB); 2)

mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan di kawasan perbatasan; 3)

mempercepat peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di kawasan perbatasan; dan 4)

mempercepat penguatan kapasitas kelembagaan pembangunan kawasan perbatasan.

Empat inti kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan dalam bentuk penetapan

lokasi-lokasi prioritas (lokpri) di kawasan perbatasan. Namun, tidak semua kawasan perbatasan

dijadikan lokpri dalam waktu yang sama. Hal ini terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah

yang terbatas. Untuk tahun 2012, anggaran untuk prasarana jalan, kesejahteraan, dan kesehatan di

kawasan perbatasan sebesar Rp 2,843 triliun. Dana tersebut tersebar di 18 kementerian dan
lembaga negara lainnya yang dikoordinasi oleh BNPP.1 Padahal, ada 111 kecamatan yang masuk

dalam kategori kawasan perbatasan di 38 kabupaten/ kota di 12 provinsi. Dengan demikian, untuk

tahun 2012, BNPP memilih 28 lokpri yang digarap pada tahun ini.

Sebagai pendekatan ketiga, lingkungan merupakan pendekatan yang baru diperkenalkan

untuk mendampingi pendekatan sebelumnya, terutama pendekatan kesejahteraan. Pendekatan ini

berusaha menjaga keberlanjutan lingkungan dan meminimasi dampak yang akan ditimbulkan

oleh kegiatan pembangunan di kawasan perbatasan yang menjadi pintu gerbang kegiatan ekonomi

dan perdagangan dengan negara tetangga. Namun, penerapan pendekatan ini belum terlalu

terlihat. Memang ada penetapan hutan lindung di hutan sekitar Suruh Tembawang, perbatasan

Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat. Akan tetapi, sepanjang tepi sungai menuju Suruh

Tembawang justru banyak terdapat hutan sawit. Selain itu, penetapan hutan lindung ini tidak

memperhatikan kebutuhan dan budaya masyarakat lokal. Ladang berpindah dianggap merusak

lingkungan, sementara pengusaha hutan sawit justru diberi Hak Pengelolaan Hutan (HPH).

Anda mungkin juga menyukai