Anda di halaman 1dari 24

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Tamsuri (2007) berat secara umum nyeri adalah suatu rasa yang

tidak nyaman,baik ringan maupun. Nyeri didefinisikan sebagai suatu

keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila

seseorang pernah mengalaminya.

Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun

berat yang hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat

dirasakan oleh orang lain,mencakup pola fikir, aktifitas seseorang secara

langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan

gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan

fisiologikal (Irman, 2007).

Berdasarkan dari beberapa literatur diatas dapat di simpulkan

bahwa nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman yang tidak dapat

dirasakan orng lain dan merupakan tanda dan gejala telah terjadinya

gangguan fisiologikal.

2. Pengkajian Nyeri

Potter dan Perry (2005) mengatakan pengkajian nyeri yang faktual

dan akurat dibutuhkan untuk beberapa hal, yaitu :

1) Menetapkan data dasar


15

2) Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat

3) Menyeleksi terapi yang cocok

4) Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan

Pengkajian nyeri merupakan aktivitas yang paling sulit dilakukan

karena pada pengkajian nyeri, perawat harus menggali pengalaman nyeri

dari sudut pandang klien. Apabila nyeri bersifat akut, ada kemungkinan

klien dapat memberikan penjelasan yang terperinci tentang pengalaman

nyerinya. Selama episode nyeri akut, tindakan perawat yang utama adalah

pengkaji perasaan klien, menetapkan respon fisiologis klien terhadap

nyeri, lokasi nyeri, tingkat keparahan dan kualitas nyeri. Sedangkan untuk

klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling baik

adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif,

kognitif, perilaku pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri itu sendiri

(Potter & Perry, 2005).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian nyeri menurut

Potter & Perry (2005) adalah sebagai berikut:

1) Ekspresi klien terhadap nyeri

Banyak klien tidak melaporkan atau mendiskusikan kondisi

ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal

dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa

ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif

seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.

2) Klasifikasi pengalaman nyeri


16

Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau

kronik.Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang

karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat

menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau

terbatas.

3) Karakteristik nyeri

a) Onset dan durasi

Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa

sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu

yang sama.

b) Lokasi

Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri

terasa,menetap atau terasa pada menyebar.

c) Keparahan

Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang

dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan

alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian

disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang

mana. Skala ukur bisa berupa skala numeric, deskriptif, analog

visual. Untuk anak-anak skala yan digunakan adalah skala oucher

yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang

dikembangkan oleh Wong & Baker.


17

Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa

ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-

anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan

nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang

dirasakan dengan memilih gambar yang ada.Skala wajah terdiri

dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah

dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian

secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan

(nyeri yang sangat).

d) Kualitas

Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien

mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya

sendiri.Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien

tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.

e) Pola nyeri

Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang

menyebabkan nyeri dan meminta klien untuk mendemontrasikan

aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.

f) Cara mengatasi

Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya

muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa

efektif untuk mengurangi nyeri.

g) Tanda lain yang menyertai


18

Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi,

gelisah,keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan

prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.

3. Pengkajian persepsi nyeri

Pengkajian nyeri menurut Asmadi (2008) meliputi:

a. Tingkat nyeri

Individu dapat diminta untuk membuat tingkat nyeri pada skala verbal

(misal: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat atau sangat nyeri). Atau

dengan angka 1-10 dengan penjelasan 0 = tidak nyeri dan 10 = sangat

nyeri. Menurut Tamsuri (2007) pengukuran intensotas nyeri dapat

dilakukan dengan menggunakan dengan Vicual Analoque Scale (VAS),

tingkat nyeri numerik adalah sebagai berikut :

Bagan 2.1 Skala tingkat nyeri numerik 0 - 10

Pasien diminta untuk menunjukkan angka dimana skala nyeri yang

dirasakan pasien. Angka 0 menunjukkan tidak adanya nyeri,

sedangkan angka 10 merupakan nyeri yang tidak pertahankan lagi


19

oleh pasien. Kriteria nyeri menurut angka di golongkan menjadi 4

yaitu : 0 = Tidak nyeri, 1-3 =Nyeri ringan, 4-6 = Nyeri sedang dan 7-

10 = Nyeri berat (Tamsuri, 2007).

Skala pengukuran nyeri juga dapat ditampilkan sebagaimana bagan

berikut :

Gambar 2.2 Skala tingkat nyeri deskriptif sederhana (Tamsuri 2007)

Pengukuran skala nyeri dengan skala tersebut dilakukan dengan

meminta pasien untuk menunjuk tingkat nyeri yang dirasakan sesuai

dengan keterangan yang tercantum dalam tingkatan nyeri yang ada

(Tamsuri, 2007).

Pengukuran nyeri untuk pasien anak-anak dapat menggunakan

Wong-Baker Faces Pain Rating Scale, yaitu menggunakan ekspresi

wajah sebagaimana tercantum dalam bagan sebagai berikut :


20

Gambar 2.3 Wong-Baker Faces Pain Rating Scale (Tamsuri 2007)

Pasien anak diminta menunjukkan ekspresi wajah yang sesuai dengan

tingkat nyeri yang dirasakan (Tamsuri, 2007).

b. Karakteristik nyeri

Termasuk letak, durasi (menit, jam, hari, bulan), irama (misal terus

menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya

intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitasnya (misal: seperti

ditusuk-tusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti di gencet).

c. Efek nyeri

Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misal tidur,

makan,konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja

dan aktivitas aktivitas santai), nyeri akut sering berkaitan dengan

ansietas dan nyeri kronis pada depresi.

4. Klasifikasi Nyeri

a. Klasifikasi berdasarkan awitan

Asmadi (2008) mengemukakan bahwa berdasarkan waktu

kejadiaan, nyeri dikelompokkan menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri


21

akut terjadi dalam waktu yang singkat dari 1 detik sampai kurang dari

6 bulan. Nyeri akut dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Nyeri yang muncul, dimana sebelumnya tidak ada nyeri kronik.

2) Nyeri yang datang tiba-tiba, sebelumnya klien sudah menderita

nyeri kronik akan tetapi nyeri akut tidak berhubungan dengan

nyeri kronik.

3) Nyeri akut yang merupakan eksaserbasi nyeri kronik yang selama

ini di derita oleh pasien.

Nyeri akut umumnya terjadi pada cidera penyakit akut atau pada

pembedahan dengan awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang

bervariasi.Nyeri ini biasanya hilang dengan sendirinya dengan atau

tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan penyembuh. Nyeri akut

merupakan gejala dimana tingkat nyeri berkorelasi dengan beratnya

lesi atau stimulus. Cidera jaringan atau inflamasi akut akan

menyebabkan pengeluaran berbagai mediator inflamasi,seperti;

bradikinin, prostaglandin, leukotrien, amin, purin, sitokin, dan

sebagainya yang dapat mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor

secara langsung atau tidak langsung. Sebagian dari mediator inflamasi

tersebut dapat langsung mengaktivasi nosiseptor dan sebagian lainnya

menyebabkan sensitisasi nosiseptor yang menyebabkan hiperalgesia.

Nyeri kronis timbul tidak teratur, intermiten atau bahkan persisten.

Nyeri kronis dibagi 2 yakni nyeri kronik maligna dan nonmaligna.

Karakteristik nyeri kronis adalah penyembuhannya tidak dapat


22

diprediksi meskipun penyebabnya mudah ditentukan. Nyeri kronis

dapat menyebabkan klien merasa putus asa dan frustasi. Klien yang

mengalami nyeri kronis mungkin menarik diri dan mengisolasi diri.

Nyeri ini menimbulkan kelelahan mental dan fisik.

b. Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya

Tamsuri (2007) mengemukakan bahwa berdasarkan berat ringanya

serangan nyeri, nyeri dikelompokkan menjadi 3, yaitu :

1) Nyeri Ringan

Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang

ringan.Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat

berkomunikasi dengan baik (Dharmayana, 2009).

2) Nyeri Sedang

Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang

sedang.Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

3) Nyeri Berat

Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang

berat.Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat


23

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak

dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.

c. Klasifikasi berdasarkan lokasi

Potter & Perry (2005) mengemukakan bahwa ada beberapa macam

klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi yakni:

1) Nyeri superficial atau kutenus

Nyeri akibat stimulus kulit mempunyai karakteristik sebagai

berikut:

Nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi, nyeri biasanya terasa

sebagai sensasi yang tajam. Contoh penyebabnya yaitu jarum

suntik, luka potong kecil atau terserasi.

2) Nyeri visceral

Nyeri akibat stimulasi organ-organ internal mempunyai

karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa

arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama

daripada nyeri superficial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau

unik tergantung dari organ yang terlibat. Contoh penyebabnya

yaitu sensasi pukul dan sensasi terbakar

3) Nyeri alih

Terjadi pada visceral karena banyak organ-organ yang tidak punya

reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensoris dan organ yang terkena
24

kedalam segmen medulla spinalis sebagai neuron dari tempat asal

nyeri dirasakan, persepsi nyeri pada daerah yang tidak

terkena.Mempunyai karakteristik nyeri terasa di bagian tubuh yang

terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai

karakteristik. Contoh penyebabnya yaitu infark miokard,

menyebabkan nyeri alih ke rahang,lengan kiri, dan bahu kiri, atau

empedu yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan.

4) Radiasi

Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cidera ke bagian tubuh yang

lain. Mempunyai karakteristik nyeri serasa akan menyebar ke

bagian tubuh bawah atau sepan ang bagian tubuh nyeri dapat

bersifat intermitten atau konstan. Contoh penyebabnya yaitu nyeri

punggung bagian tubuh akibat diskus intravertebral yang rupture

disertai nyeri yang meradiasi sepan angtungkai dari iritasi saraf

skiatik.

d. Klasifikasi berdasarkan organ

Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan kerusakan (aktual

atau potensial) organ. Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan

neuron,misalnya pada neurogenik adalah nyeri akibat gangguan

neuron, misalnya pada neuralgia dan dapat ter adi secara akut maupun

kronis. Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor

psikologis, umumnya terjadi ketika efek efek psikogenik seperti cemas

dan takut timbul pada klien.


25

5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Muttaqin (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri adalah:

a. Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan

saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi

nyerinya.Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung

pengalaman dimasa lalu dalam mengatasi nyeri.

b. Ansietas

Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri

mungkin tidak seluruhnya benar dalam suatu keadaan. Riset tidak

memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan

nyeri.Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa

menyebabkan seseorang cemas.

c. Budaya

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri. Misalnya suatu daerah menganut kepercayaan bahwa

nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan

kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

d. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga harus mengkaji

respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri

jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia

cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka


26

mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan

mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika

nyeri diperiksakan.

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990) perhatian yang

meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan

upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.

Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi

nyeri.

f.Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri

dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan

seseorang mengatasi nyeri.

g. Dukungan keluarga dan social

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan

perlindungan.

h. Efek placebo

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan

atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau

tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau


27

pengobatan tersebut benar benar bekerja. Menerima pengobatan atau

tindakan saja sudah memberikan efek positif.

i. Mekanisme Nyeri

Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus

menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan

presepsi nyeri disebut nosiseptif. Sensitifitas dari komponen sistem

nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbeda antara

individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang

sama mengalami intesitas nyeri yang sama. Sensasi yang sangat nyeri

untuk seseorang mungkin tidak terasa bagi orang lain (Brunner &

Suddarth’s, 2002).

6. Nyeri Pasca Operasi

a. Pengertian

Nyeri pasca operasi adalah nyeri akut yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan (Nuraini, 2006). Sedangkan menurut Brunner dan

Suddarth (2002) nyeri pasca operasi yaitu nyeri akut yang berlangsung

kurang dari 6 bulan dengan skala nyeri berat dengan sebab dan lokasi

yang telah diketahui, yaitu didaerah operasi. Teknik relaksasi

pernafasan Selama luka belum benar-benar sembuh, rasa nyeri bisa

saja timbul pada luka tersebut.

b. Bentuk nyeri pasca operasi

Bentuk nyeri pasca bedah merupakan nyeri akut yang disebabkan oleh

kerusakan jaringan akibat insisi selama kegiatan pembedahan. Menurut


28

Brunner dan Suddarth (2002), bentuk nyeri pasca operasi adalah

sebagai berikut : awitannya mendadak, intensitas cenderung nyeri

berat, durasi cenderung singkat dan kurang dari 6 bulan, komponen

psikologis yang berperan adalah kecemasan, meningkatkan respon

autonomy dan berhubungan dengan kerusakan jaringan

c. Durasi Efek Anestesi Terhadap Nyeri Pasca Operasi

Durasi efek anestesi terhadap nyeri pasca operasi tergantu beberapa


faktor antara lain, jenis anestesi, obat anestesi yang digunakan dan
faktor individual pasien. Secara umum, analgesik paska bedah dapat
berlangsung selama 4 jam atau lebih,sedangkan pemberian dengan
tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam
atau lebih (Dobson, 2004). Adapun kerangka teori dapat dilihat dari
bagan di bawah ini :
29

Bagan 2.1 Kerangka Teori Nyeri


LUKA

LUKA BERSIH LUKA KOTOR

POST OPERASI

WOUND CARE

KOMPLIKASI

PERDARAHAN NYERI INFEKSI DEHISCENCE DAN


ECISCERASI

PENATALAKSANAAN

FARMAKOLOGIS NON FARMAKO

OBAT RELAKSASI MASAGE ACUPRESUR HYPNOSIS DISTRAKSI


ANALGETIK

Anestesia tidak dapat dipisahkan dari pembedahan dan berbagai prosedur

medis lain yang menimbulkan rasa sakit. Anestesi umum dihubungkan dengan

hilangnya kesadaran (sedasi), hilangnya persepsi nyeri (analgesia) dan

tersupresinya refleks–refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi pasien

(arefleksia).Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau

berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut. Nyeri pasca

operasi harus dikontrol secara adekuat sebab nyeri yang tidak diatasi secara

adekuat dapat mengakibatkan ketidaknyamanan serta mempengaruhi sistem

pulmonary, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, dan imunologik.


30

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai nyeri pada pasien pasca operasi

seksio sesarea dan membandingkan nilai nyeri setelah pemberian ketorolak dan

tramadol dengan pemberian petidin pada jam ke 0, 2, 4, dan 6. Penelitian ini

merupakan studi analitik prospektif. Terdapat 16 kasus bedah sesar yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien dibagi menjadi 2

kelompok, yakni kelompok I untuk kombinasi ketorolak dan tramadol; dan

kelompok II untuk petidin. Data yang dikumpulkan diukur dengan skala

nyeri VAS, kemudian data dianalisis dengan menggunakan uji t independent

dan uji Man Whitney U. Pada skor VAS kelompok ketorolak tramadol terjadi

peningkatan nilai rerata dari jam ke-0 sebesar 0; pada jam ke-2 menjadi 1;

pada jam ke-4 menjadi 4,5; dan pada jam ke-6 meningkat menjadi 6,5. Pada

skor VAS kelompok petidin nilai rerata dari jam ke-0 sebesar 0; tetap stabil

pada angka 0 pada jam ke-2; pada jam ke-4 menjadi 7; dan pada jam ke-6

menjadi 9,6. Simpulan: Terdapat perbedaan rasa nyeri yang sangat

bermakna pada jam ke-4 dan jam ke-6 antara kelompok ketorolak +

tramadol dan kelompok petidin. Nilai rerata VAS pada kelompok ketorolak +

tramadol lebih rendah dibandingkan nilai rerata VAS pada kelompok petidin

(Jurnal e-Clinic (eCI), 2015).


31

B. Konsep Teknik Relaksasi


1. Pengertian
Relaksasi merupakan kegiatan untuk mengendurkan ketegangan,

pertama-tama ketegangan jasmaniah yang nantinya akan berdampak pada

penurunan ketegangan jiwa (Komalasari, 2006). Menurut Jones (2011)

relaksasi adalah teknik mengatasi stress melalui pengendoran otot-otot dan

syaraf, itu terjadi atau bersumber pada obyek-obyek tertentu yang juga

dapat berfungsi untuk penurunan sensasi nyeri.Sedangkan Muttaqin

( 2008), dalam Jones 2011) memberi pengertian relaksasi sebagai

kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi. Atau relaksasi

merupakan suatu keadaan tegang yang rendah.


Dari beberapa literatur diatas dapat disimpulkan bahwa relaksasi

adalah penaganan dalam menangani stres dengan mengendorkan otot otot

dan syaraf atau kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi.

2. Jenis Teknik Relaksasi

Jones (2011), mengemukakan jenis jenis teknik relaksai antara lain:

a. Autogenic Training

Suatu prosedur relaksasi dengan membayangkan (imagery)

sensasi-sensasi yang meyenagkan pada bagian-bagian tubuh seperti

kepala, dada, lengan,punggung, ibu jari kaki atau tangan, pantan,

pergelangan tangan. Sensasi sensasi yang dibayangkan itu sepert

rasa hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa

lega karena nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini
32

diiringi dengan imajinasi yang meyenangkan misalnya tentang

pemandangan yang indah, danau, yang tenang dan sebagainya.

b. Progressive Training

Prosedur teknik relaksasi dengan melatih otot-otot yang tegang

agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek yang

diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih

baik. Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan

tegangan otot dengan kecemasan, maka dengan mengendurkan

otot-otot yang tegang diharapkan tegangan emosi menurun dan

demikian sebaliknya.

c. Meditation

Prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi atau perhatian

pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan pikiran

pada kata/frase tertentu sebagai focus perhatiannya), biasanya

dilakukan dengan menutup mata sambil duduk, mengambil posisi

yang pasif dan berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur dan

dalam. Ketenangan diri dan perasaan dalam kesunyian yang

tercipta pada waktu meditasi harus menyisakan suatu kesadaran

diri yang tetap terjaga, meskipun nampaknya orang yang

melakukan meditasi sedang berdiam diri atau terlihat pasif dan

tidak bereaksi terhadap lingkungannya. Selain ketiga jenis di atas

relaksasi juga dapat menggunakan media aroma, suara, cita rasa


33

makanan, minuman, keindahan panorama alam dan air. Semua itu

merupakan teknik relaksasi fisik atau tubuh.

d. Teknik Pernafasan

Teknik pernafasan merupakan teknik yang digunakan untuk

kembali rileks di antara sensasi nyeri yang dirasakan pasien.

Teknik relaksasi pernafasan merupakah salah satu metode

penanganan nyeri non farmakologis yang paling mudah dikuasai

oleh pasien. Teknik relaksasi ini ditujukan untuk meminimalkan

atau bahkan menghilangkan sensasi sakit yang berlebihan

(Prihardjo, 2003).

C. Konsep Teknik Relaksasi Nafas Dalam


1. Pengertian
Teknik adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai kondisi

yang diinginkan. Relaksasi adalah teknik untuk mencapai kondisi rileks.

Artinya, seluruh sistem saraf, organ tubuh, dan pancaindera beristirahat

untuk melepaskan ketegangan yang ada, yang pada dasarnya tetap sadar.

Sejauh ini, relaksasi juga digunakan dalam manajemen stress, yakni

sejenis terapi penanganan kegiatan mental untuk menjauhkan tubuh dan

pikiran dari stimulasi luar. Teknik relaksasi adalah suatu cara yang

digunakan untuk mencapai kondisi yang nyaman dan rileks. (Kuswandy,

2007).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan,yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara


34

perlahan. Selain dapat menurunkan tingkat nyeri, teknik relaksasi napas

dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan

oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).


Dari beberapa literatur diatas dapat disimpulkan bahwa teknik

relaksasi adalah cara mengatur nafas agar ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah serta teknik untuk mencapai kondisi

rileks.
2. Manfaat teknik relaksasi pernapasan
Simkin (2007), menyatakan tujuan relaksasi pernapasan yaitu:
a. Menurunkan kecemasan /stress
b. Membantu melupakan nyeri yang dirasakan
c. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
d. Meningkatkan rasa nyaman
e. Menolong menghemat energy
f. Membantu pasien berkomunikasi lebih efektif dengan orang – orang

disekitarnya
Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi

pernapasan adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara

pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk,

mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan

tingkat nyeri dan menurunkan kecemasan.


3. Macam-Macam Teknik Pernafasan :
a. Teknik Pernafasan Lambat / Dalam
Widyastuti (2004) menyatakan teknik relaksasi pernafasan dalam

meliputi :

1) Ciptakan lingkungan yang tenang

2) Usahakan tetap rileks dan tenang

3) Klien menarik napas dalam dan menahannya di dalam perut.

4) Secara perlahan – lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh

menjadi kendor dan rasakan betapa nyamannya hal tersebut.


35

5) Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal.

6) Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskannya

perlahan – lahan dan membiarkan hanya kaki dan telapak

kaki yang kendor. Pasien harus mengkonsentrasikan pikiran

pada daerah yang sakit sehingga terasa ringan dan hangat.

7) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam

8) Pasien mengulang langkah (4) dan mengkonsentrasikan

pikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot –

otot yang lain.

9) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap

5 kali.

10) Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas

secara pelan pelan.

11) Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas secara

dangkal dan cepat.

b. Teknik Bernafas Cepat

Pernafasan cepat digunakan saat tidak dapat rileks/mempertahankan

pernafasan lambat. Secara alami, nafas cepat akan digunakan dengan

sendirinya, ketika sensasi nyeri muncul dan terasa menyakitkan.

Prosedur teknik bernafas cepat :

1) Tarik nafas dari hidung dan embuskan nafas dari mulut

2) Teruslah bernafas dangkal, cepat dan ringan. Bayangkan hanya

bernafas menggunakan bagian atas paru-paru.


36

3) Ketika menghembuskan nafas, tiupkan bunyi kecil. Biarkan

tubuh mengurus tarikan nafas. Dan dengarkan suara hembusan

nafas.

4) Jaga mulut dan bahu tetap rileks

5) Tarik nafas setiap 0.5 detik. Ambil jeda singkat setelah

embusan nafas, supaya udara dapat masuk lagi ke paru-paru.

c. Patofisiologi Teknik Relaksasi Pernafasan dalam Menurunkan Nyeri

Pernapasan merupakan kagiatan bernapas dimana kegiatan

tersebut mencakup pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon-

dioksida. Relaksasi pernapasan adalah satu bentuk aktivitas yang

dapat membantu menurunkan nyeri. Teknik relaksasi ini melibatkan

pergerakan anggota badan secara mudah. Teknik relaksasi pernapasan

dapat menurunkan tingkat nyeri, teknik relaksasi pernapasan juga

dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi

darah (Smeltzer & Bare, 2002).

Gagasan yang ada dibalik teknik pernafasan untuk proses

pengurangan nyeri didasarkan pada konsentrasi yang dibutuhkan

pasien untuk mengatur nafasnya. Saat muncul stimulus nyeri secara

otomatis otak mengirimkan respon ke seluruh tubuh untuk menahan

nyeri (Pain Response), misalnya, dengan bernafas cepat atau

menahan nafas. pasien dilatih oleh respon nyeri ini untuk

mengendalikan lewat nafas yang teratur dan tidak tertahan

(Kuswandy, 2007).
37

Simkin (2007) menyatakan teknik relaksasi pernapasan

merupakan teknik pereda nyeri yang banyak memberikan masukkan

terbesar bagi kenyamanan pasien. Teknik relaksasi pernafasan dapat

mempertahankan komponen Sistem Saraf Simpatis (SSS) dalam

keadaan homeostasis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah,

mengurangi kecemasan dan ketakutan agar pasien dapat beradaptasi

dengan nyeri yang dirasakan.

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi

terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian

dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis

lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator

kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan

merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi

yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai

efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,

mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme

otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla

spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri (Smeltzer & Bare,

2002).

Anda mungkin juga menyukai