Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu komitmen Departemen Kesehatan adalah peningkatan

kesehatan ibu dan bayi serta penurunan angka kematian/kesakitan ibu dan

bayi. Pada saat ini angka kematian ibu dan perinatal di Indonesia sangat

tinggi. Angka kematian ibu melahirkan menggambarkan status gizi dan

kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan dan tingkat pelayanan

kesehatan terutama bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu nifas

(Departemen Kesehatan 2010). Menurut Saifuddin (2002), pada negara

miskin sekitar 25-50 % penyebab kematian wanita subur berkaitan dengan

kehamilan. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah

pendarahan, infeksi dan eklampsia sedangkan penyebab tidak langsung

kematian ibu antara lain anemia, Kurang Energi Kronis (KEK) dan lain-

lain.

Anemia adalah suatu keadaan dimana tubuh memiliki jumlah sel

darah merah (eritrosit) yang terlalu sedikit, yang mana sel darah merah itu

mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen ke

seluruh jaringan tubuh (Proverawati, 2013). Rendahnya suplai oksigen yang

dibawa hemoglobin di dalam sel darah merah pada tubuh, mengakibatkan

terganggungya fungsi masing-masing sel tubuh, seperti premature, IUFD

(Intra Uterine Fetal Death), keguguran, stillbirth (kematian janin waktu


lahir), kecacatan, cadangan besi kurang, syok, perdarahan postpartum

karena atonia uteri, partus lama karena inersia uteri, infeksi baik intrapartum

maupun postpartum (Manuaba, 2010). Anemia dalam kehamilan dapat

berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas.

Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti 1) Gangguan dan

hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2)

Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang

dibawah/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Ibu hamil yang menderita

anemia memiliki kemungkinan akan mengalami perdarahan post partum.

Anemia merupakan masalah global yang sangat serius, diperkirakan

18% wanita di negara industri dan 56% di negara berkembang mengalami

anemia dan menimbulkan masalah kesehatan pada wanita serta

meningkatkan risiko kematian selama kehamilan dan persalinan. Anemia

defisiensi zat besi selama kehamilan berhubungan dengan tingginya

morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan bayi. Berbagai upaya telah dilakukan

untuk menurunkan angka anemia diantaranya dengan program pemberian

minimal 90 tablet Fe pada seluruh ibu hamil.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,

ibu hamil yang mengalami anemia seluruh dunia sebesar 41,8%. Sedangkan

prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1%.

(MASUKKAN DATA PROVINSI YA KAK) Berdasarkan Data Dinas

Kesehatan Kabupaten Kampar 2016 angka kejadian anemia di puskesmas


siak hulu III pada ibu hamil sebesar 67,68%, pada tahun 2017 mengalami

kenaikan menjadi 85,83%.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut selama

ini adalah pendistribusian tablet Fe melalui Posyandu, Polindes, Puskesmas

dan melibatkan petugas kesehatan seperti; bidan, perawat hingga kader

Posyandu. Untuk meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi tablet besi, maka

diperlukan sistem evaluasi dan monitoring yang dapat dipercaya. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan ibu hamil, diantaranya

adalah perilaku petugas kesehatan, dimana kepatuhan dapat lebih

ditingkatkan apabila bidan desa mampu memberikan penyuluhan gizi,

khususnya tentang manfaat tablet besi dan kesehatan ibu hamil. Dukun bayi

juga bisa dimanfaatkan dan di ajak untuk meningkatkan jumlah tablet besi

yang dikonsumsi ibu hamil (Wahyuni 2001).

Dari masalah tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu

hamil di Puskesmas Siak Hulu III

B. Rumusan Masalah

Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kejadian Anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja puskesmas Siak Hulu III?

C. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

anemia pada ibu hamil.


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat sosial

a. Memperoleh informasi dalam rangka pencegahan anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja puskesmas Siak Hulu III

b. Mendapatkan informasi mengenai faktor kejadian anemia pada ibu

hamil di wilayah kerja puskesmas Siak Hulu III

2. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan

pengembangan disiplin ilmu kesehatan reproduksi serta mendapatkan

informasi untuk penelitian selanjutnya.

E. Langkah-Langkah dan Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi dimana

menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada

ibu hamil dan apakah ada hubungan yang mempengaruhi faktor tersebut.

Dengan menggunakan pendekatan cross sectional dimana pengumpulan

data variabel independen dan dependen secara bersamaan atau sekaligus.

Dengan menggunakan metode penelitian akan dicapai tujuan khusus dari

penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

Anemi pada ibu hamil.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Spesifik

1. Anemia

a. Defenisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan

jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat

memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang

cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen caring capacity).

Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar

hemoglobin, kemudian hematokrit (Sudoyo, et al., 2010). Anemia

pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di

bawah 11 gr/dL pada trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5

gr/dL pada trimester II (Cunningham, 2005). Anemia defisiensi besi

adalah yang paling sering menyebabkan anemia pada kehamilan di

seluruh dunia, bisa ringan, sedang, ataupun berat (Reveiz, et al.,

2011)

b. Etiologi

Penyebab anemia bergantung pada banyaknya sel darah merah

(eritrosit) yang diproduksi dalam tubuh dan tingkat kesehatan

seseorang. Penurunan kadar hemoglobin selama kehamilan

disebabkan oleh ekspansi yang lebih besar dari volume plasma

dibandingkan dengan peningkatan volume sel darah merah (eritrosit).


Disproporsi antara tingkat kenaikan untuk plasma dan eritrosit

memiliki perbedaan yang paling signifikan selama trimesrer kedua

(American Pregnancy Association, 2015). Defisiensi besi merupakan

penyebab utama anemia (Dhaar & Robbani, 2008). Berdasarkan

Pribadi, et al (2015) meskipun anemia defisiensi besi merupakan

penyebab terbanyak, tetapi anemia dapat disebabkan oleh beberapa

hal lainnya, antara lain:

1) Hemolisis akibat malaria atau penyakit bawaan seperti talasemia

2) Defisiensi G6PD

3) Defisiensi nutrient seperti vitamin B12, asam folat, dan vitamin

4) Kehilangan darah kronis akibat cacing dan malabsorbsi besi

Menurut Sudoyo, et al (2010) anemia hanyalah suatu kumpulan gejala

yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Pada dasarnya

anemia disebabkan oleh karena:

1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang

2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

3) Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya

(hemolisis).

c. Patofisiologi

Pengaturan hemopoesis merupakan salah satu perubahan yang terjadi

dalam kehamilan. Berbagai perubahan yang terjadi utamanya

berfungsi untuk memelihara janin agar selalu dalam keadaan optimal


yaitu dengan meningkatkan sirkulasi unit maternal (plasenta)-janin,

yang pada akhirnya untuk memenuhi kebutuhan oksigen janin.

Perubahan tersebut terjadi beberapa minggu setelah konsepsi, sejalan

dengan pertumbuhan embrio yang semakin berkembang. Ibu dan

janin memiliki sirkulasi yang terpisah secara komplit, tanpa

hubungan langsung antara kedua sirkulasi tersebut. Begitu pula

dengan hemopoesis, produksi eritropoetin, serta regulasi, semuanya

terpisah. Bila terjadi patologis, pada ibu anemia akan mengakibatkan

defisiensi oksigen dan berpengaruh pada bayi (Pribadi, et al., 2015).

d. Faktor Resiko
Semua wanita hamil memiliki resiko untuk terkena anemia. Hal
tersebut disebabkan mereka membutuhkan zat besi dan asam folat
lebih banyak daripada biasanya. Namun berdasarkan Johnson (2014),
resiko akan bertambah apabila:
1) Hamil kembar (lebih dari satu bayi)
2) Jarak antar kehamilan sangat pendek
3) Sering muntah akibat morning sickness
4) Usia ibu terlalu muda
5) Kurang asupan gizi terutama yang kaya zat besi
Berdasarkan hasil analisis univariat penelitian Koura, et al. (2012)
menunjukkan bahwa prevalensi BBLR lebih tinggi pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu anemia (11,3%) daripada yang lainnya (9,1%),
namun hasilnya tidak terlalu signifikan. Satu-satunya faktor
signifikan yang berhubungan dengan menurunnya resiko BBLR
adalah paritas ibunya.
e. Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis anemia, dapat dilakukan beberapa
pendekatan menurut Sudoyo, et al (2010), berikut adalah
pemeriksaan dan pendekatan untuk diagnosis anemia:
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostic
pokok dalam diagnosis anemia. pemeriksaan ini terdiri dari:
a) Pemeriksaan penyaring (screening test)
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari
pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit, dan apusan
darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta
jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk
pengarahan diagnosis lebih lanjut.
b) Pemeriksaan darah seri anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit,
trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah. Sekarang
sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang
dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.
c) Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini memberi informasi yang sangat berharga
mengenai keadaan sistem hematopoiesis. Pemeriksaan ini
dibutuhkan untuk diagnosis definitive pada beberapa jenis
anemia.
d) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus,
misalnya pada:
i. Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC (total iron
binding capacity), saturasi ferin, protoporfirin eritrosit,
ferritin serum, reseptor transferrin dan pengecatan besi
pada sumsum tulang (Perl’s stain)
ii. Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum,
tes supresi deoksiuridin, dan tes Schiling.
iii. Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb,
elektroforesis hemoglobin, dan lain-lain.
iv. Anemia aplastik: biopsy sumsumtulang.
v. Juga diperlukan pemeriksaan non-hemolitik tertentu
seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau
faal tiroid.

2) Pendekatan Diagnosis Anemia


a) Pendekatan Tradisional
Pembuatan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, hasil laboratorium, setelah dianalisis dan disintesis
maka disimpulkan sebagai sebuah diagnosis, baik diagnosis
tentative ataupun diagnosis definitif.
b) Pendekatan Morfologik
Pendekatan diagnosis anemia berdasarkan apusan darah tepi
atau indeks eritrosit. 17
c) Pendekatan Fungsional dan Probabilistik
Pendekatan fungsional bersandar pada fenomena apakah
anemia disebabkan karena penurunan produksi eritrosit
sumsum tulang, yang bisa dilihat dari penurunan angka
retikulosit, ataukah akibat kehilangan darah atau hemolisis,
yang ditandai dengan meningkatnya angka retikulosit. Dari
kedua pendekatan ini kita bisa menduga jenis anemia dan
kemungkinan penyebabnya. Hasil ini dapat diperkuat dengan
pendekatan probabilistik (pendekatan berdasarkan pola
etiologi anemia), yang bersandar pada data epidemiologi
yaitu pola etiologi anemia di suatu daerah.
3) Pendekatan Klinis
a) Pendekatan berdasarkan awitan penyakit
Berdasarkan awitannya anemia memiliki tipe yang
awitannya cepat dan ada pula yang timbulnya perlahan.
Anemia yang timbul cepat:
i. Perdarahan akut
ii. Anemia hemolitik intravaskular
iii. Anemia akibat leukemia akut
iv. Krisis aplastik pada anemia hemolitik kronis

Anemia yang timbul pelan-pelan:

i. Anemia defisiensi besi


ii. Anemia defisiensi folat atau B12
iii. Anemia akibat penyakit kronik
iv. Anemia hemolitik kronik yang bersifat kongenital
b) Pendekatan berdasarkan beratnya anemia
Derajat anemia biasanya dipakai sebagai petunjuk ke arah
etiologi. Anemia berat biasanya disebabkan oleh anemia
defisiensi besi, anemia aplastik, anemia pada leukemia akut,
anemia hemolitik didapat atau kongenital, anemia pasca
perdarahan akut, dan anemia pada gagal ginjal kronis
stadium terminal. Sedangkan anemia yang bersifat ringan
sampai sedang meliputi anemia akibat penyakit kronik,
anemia pada penyakit sistemik, dan thalassemia Trait. Jika
pada ketiga anemia tersebut dijumpai anemia berat, maka
harus dipertimbangkan diagnosis lain, atau ada penyebab
lain yang dapat memeperberat derajat anemia (Sudoyo, et
al., 2010).
c) Pendekatan berdasarkan sifat gejala anemia
Sifat-sifat gejala anemia dapat dipakai untuk membantu
diagnosis. Gejala-gejala lebih menonjol dibandingkan dejala
penyakit dasar dijumpai pada anemia defisiensi besi, anemia
aplastik, anemia hemolitik. Sedangkan pada anemia pada
penyakit kronik dan anemia sekunder lainnya gejala penyakit
dasar sering lebih menonjol (Sudoyo, et al., 2010).
f. Tata Laksana
Kebutuhan asupan besi eksternal sehari-hari diharapkan paling
sedikit antara 1-8 mg perhari (Trumbo, et al., 2001). Namun, asupan
besi eksternal diperlukan untuk menyeimbangkan peningkatan
kebutuhan besi khususnya sebagai persyaratan fisiologis selama
pertumbuhan, kehamilan, dan laktasi. Peningkatan kebutuhan besi
yang signifikan ini diharapkan untuk perkembangan fetus dan
plasenta dengan catatan untuk meningkatkan volume darah ibu. Di
samping itu, pada ibu hamil akan kehilangan besi selama dan setelah
persalinan (Trumbo, et al., 2001)
Total dari hilangnya besok pada kehamilan dan laktasi kira-kira
sebesar 1000 mg. Dengan begitu, diet besi yang diperbolehkan pada
ibu hamil adalah 27 mg dibandingkan 8 mg pada pada wanita dewasa
yang tidak hamil. Pada masa laktasi diharapkan diet besi sehari-
harinya 10 mg (Trumbo, et al., 2001).
g. Komplikasi
Menurut Sharma (2010), terdapat komplikasi pada anemia dalam
kehamilan. komplikasi tersebut dapat terjadi pada ibu dan bayi.
1) Komplikasi Maternal
Anemia ringan tidak terlalu menunjukkan efek pada kehamilan
dan persalinan kecuali ibu yang memiliki simpanan besi yang
rendah dan dapat menjadi anemia sedang sampai berat pada
kehamilan selanjutnya. Anemia sedang menyebabkan
meningkatnya kelemahan, kekurangan energy, kelelahan dan
performa kerja yang buruk. Pada anemia berat, berhubungan
dengan keluaran yang buruk. Ibu bisa mengalami palpitasi,
takhikardi, sesak nafas, meningkatkan cardiac output dan
mengarah kepada cardiac stress yang dapat menyebabkan
dekompensasi dan gagal jantung yang fatal. Peningkatan
insidensi persalinan preterm (28,2%), preeklampsia (31,2%), dan
sepsis bisa berhubungan dengan anemia.
2) Komplikasi Fetal
Terlepas dari simpanan besi maternal, fetus masih mendapatkan
besi dari transferrin ibu, yang terperangkap di plasenta dan yang
dimana pada waktunya, memindahkan dan menranspor besi
secara aktif ke fetus. Bertahap, janin tersebut cenderung memiliki
simpanan besi yang menurun karena deplesi simpanan maternal.
Keluaran yang merugikan selanjutnya pada perinatal seperti
kelahiran preterm dan usia gestasi bayi yang kecil, dan
peningkatan mortalitas perinatal telah diobservasi pada neonates
dengan ibu yang anemia. Suplemen besi pada ibu selama
kehamilan dapat meningkatkan keluaran perinatal. Berat rata-
rata, skor APGAR, dan level hemoglobin 3 bulan setelah
kelahiran akan membaik secara signifikan pada bayi dalam grup
yang diberi suplemen daripada grup yang diberi placebo.

2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu


Hamil
a. Kepatuhan Komsumsi Tablet Fe
Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat diamati dari
besarnya angka kesakitan dan kematian maternal, peningkatan angka
kesakitan dan kematian janin, abortus, peningkatan risiko terjadinya
berat badan lahir rendah, peningkatan risiko terjadinya retensio
plasenta, dan merupakan penyebab utama kematian maternal karena
perdarahan pascapartum. Menurut Arisman, (2010), anemia pada ibu
hamil lebih banyak disebabkan karena defisiensi zat besi yang sering
dikenal dengan anemia defisiensi zat besi, atau Anemi Gizi Besi (AGB)
dengan masih tingginya angka prevalensi anemia gizi besi di Indonesia
sebesar 37,1%. (Kemenkes, 2013).
Menurut penelitian Sugeng Triyani (2015) adanya hubungan yang
signifikan antara kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe dengan status
anemia ibu hamil (p=0,0001). Nilai OR= 5,985, artinya ibu hamil yang
tidak patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai peluang 5,985 kali
terkena anemia dibanding yang patuh.
Sejalan dengan penelitian Is Susiloningtyas (2015) bahwa
pemberian tablet besi pada prahamil dapat menurunkan prevalensi
enemia lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian tablet besi yang
dimulai saat kehamilan (0% vs 38.46%, p<0.05).
b. Pengetahuan
Menurut Prameta (2012) di dalam jurnalnya, menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan konsumsi tablet
Fe. Hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan konsumsi
tablet Fe pada penelitian ini membuktikan bahwa pengetahuan ibu
hamil tentang kesehatan khususnya anemia akan berpengaruh terhadap
kepatuhan Jurnal Obstretika Scientia Vol. 4 No. 1 (2016-2017).
Sejalan dengan Kamidah (2015) di dalam jurnal nya ada hubungan
antara Pengetahuan dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet fe
selama kehamilan, hasil uji chi-squard diperoleh p value 0,031 < 0,05
sehingga di simpulkan ada hubungan antara pengetahuan dengan
kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe.
c. Umur
Keadaan yang membahayakan saat hamil dan meningkatkan
bahaya terhadap bayinya adalah usia saat <20 tahun atau >35 tahun.
Kejadian anemia pada ibu hamil pada usia <20 tahun, karena ibu muda
tersebut membutuhkan zat besi lebih banyak untuk keperluan
pertumbuhan diri sendiri serta bayi yang akan dikandungnya
(Wahyudin, 2008).
Secara teori umur <25 tahun secara biologis mentalnya belum
optimal dengan emosi yang cenderung labil, mental yang belum matang
sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan
kekurangannya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi
terkait dengan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit
yang sering menimpa diusia ini. Berbagai faktor yang saling
berpengaruh dan tidak menutup kemungkinan usia yang matang
sakalipun untuk hamil yaitu usia 25-35 tahun angka kejadian anemia
jauh lebih tinggi (Herlina, 2009).
Umur <20 tahun membutuhkan zat besi lebih banyak untuk
keperluan pertumbuhan diri sendiri serta janin yang akan
dikandungnya. Sedangkan zat besi yang dibutuhkan selama hamil 17
mg (Soebroto, 2010).
Wanita yang berumur <20 tahun atau >35 tahun, mempunyai risiko
yang tinggi untuk hamil. Karena sangat membahayakan kesehatan dan
keselamatan ibu hamil maupun janinnya. Berisiko mengalami
pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia. Usia ibu
dapat mempengaruhi timbulnya anemia adalah semakin rendah usia ibu
hamil maka samakin rendah kadar Hemoglobin. Penelitian Herlina
(2009), di Bogor menunjukan adanya kecenderungan semakin tua umur
ibu hamil maka kejadian anemia semakin besar.
Umur >35 tahun mempunyai risiko untuk hamil karena umur >35
tahun, dimana alat reproduksi ibu hamil sudah menurun dan kekuatan
untuk mengejan saat melahirkan sudah berkurang sehingga anemia pun
terjadi pada saat ibu hamil umur <35 tahun (Sarwono 2006).
d. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu

baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan

mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya

apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil

zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya

(Herlina, 2009).

Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut

kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi >3 mempunyai angka

kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi

kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan

obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat


dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian

kehamilan pada paritas adalah tidak direncanakan (Herlina, 2009).

Paritas >3 tahun dapat meningkatkan frekuensi komplikasi pada

kehamilan dan persalinan, seperti meningkatkan risiko terjadinya

kematian janin didalam kandungan dan pendarahan sebelum dan

setelah melahirkan, lebih sering dijumpai pada wanita hamil yang

anemia dan hal ini dapat berakibat vatal, sebab wanita hamil yang

anemia tidak dapat mentoleransi kehilangan darah (Soebroto, 2010).

Kecendrungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas),

maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia (Wahyudin, 2008).

e. Jarak Kehamilan

Jarak kehamilan adalah waktu sejak ibu hamil sampai terjadi

kelahiran berikut. Jarak kelahiran terlalu dekat dapat menyebabkan

terjadi anemia (Wahyudin, 2008). Salah satu penyebab yang dapat

mempercepat terjadinya anemia pada wanita hamil adalah jarak

kehamilan pendek (Herlina, 2009). Jarak kehamilan yang terlalu dekat

dapat menyebabkan terjadinya anemia, karena kondisi ibu masih belum

pulih dan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi belum optimal, sudah

harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandungnya

(Fahriansjah, 2009).

Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa responden paling

banyak menderita anemia pada jarak kehamilan <2 tahun. Hasil uji
memperlihatkan bahwa jarak kelahiran mempunyai risiko lebih besar

terhadap kejadian anemia (Fahriansjah, 2009).

f. Frekuensi Antenatal Care

ANC adalah pelayanan ibu hamil dan janinnya oleh tenaga

professional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar

pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan. 1 kali

pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III.

Dengan pemeriksaan ANC kejadian anemia dapat dideteksi sedini

mungkin sehingga dapat diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama

hamil (Wahyudin, 2008)

Pelayananan antenatal care adalah pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh tenaga professional yaitu Dr. Ginekologi dan Bidan

serta memenuhi syarat 7 T (BB, TD, TFU, TT, Tablet Fe, Tes PMS,

Temu wicara). Penelitian ini tidak menunjukkan semakin rendah

frekuensi antenatal care, maka semakin tinggi angka kejadian anemia

(Fariansjah, 2009).

g. Status Gizi

Terjadinya anemia pada ibu hamil dimungkinkan karena pada saat

kehamilan salah satunya yaitu ibu hamil mengalami masalah gizi yaitu

status gizi KEK yang disebabkan asupan makan yang kurangnya,

sehingga cadangan zat besi dalam tubuh berkurang, kurangnya

pemanfaatan perawatan selama kehamilan atau ANC (Ante Natal Care)

pada ibu selama kehamilan berlangsung yang


mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil tidak terpantau

dengan baik status gizi dan kadar Hb (Wahyudin, 2008).

Gizi seimbang adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai

dengan kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif.

Agar sasaran keseimbangan gizi dapat dicapai, maka setiap orang harus

menkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan

makanan yaitu KH, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu

(Fariansjah, 2009). Penelitian menunjukkan adanya kecendrungan

bahwa semakin kurang baik pola makan, maka akan semakin tinggi

angka kejadian anemia (Fariansjah, 2009).

3. Kehamilan
a. Pengertian
Kehamilan adalah masa di mulainya konsepsi sampai lahirnya janin.
Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3
triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan,
triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari
bulan ketujuh sampai 9 bulan (Sarwono, 2006).
Kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari
(40 minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Kehamilan 40
minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan
lebih dari 43 minggu di sebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara
28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur (Wiknjosastro, 2007).
b. Usia kehamilan

Menurut Hani (2010), kehamilan dibagi dalam 3 trimester :

1) Trimester I (konsepsi sampai 12 minggu)

2) Trimester II (13 minggu sampai 27 minggu)


3) Trimester III (28 minggu sampai 40 minggu)

B. Kerangka Teori

Faktor-Faktor yang berhubungan


dengan kejadian anemia

a. Kepatuhan Komsumsi
Tablet Fe
b. Pengetahuan
c. Umur
d. Paritas Anemia Ibu hamil
e. Jarak Kehamilan
f. Frekuensi Antenatal
Care
g. Status Gizi

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen
1. Konsumsi
Tablet Fe
2. Pengetahuan
3. Akses Yankes Variabel Dependen
4. Dukungan
Anemia pada ibu
Keluarga
5. Dukungan hamil
Nakes
6. Pendidikan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Khusus Penelitian

a. Diketahuinya hubungan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada

ibu hamil.

b. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan kejadian anemia pada ibu

hamil.

c. Diketahuinya hubungan akses pelayanan kesehatan dengan kejadian anemia

pada ibu hamil.

d. Diketahuinya hubungan dukungan keluarga dengan kejadian anemia pada

ibu hamil.

e. Diketahuinya hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan kejadian anemia

pada ibu hamil.

f. Diketahuinya hubungan pendidikan dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

B. Jenis dan desain penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan desain deskriptif korelasi dimana menjelaskan faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil dan apakah ada

hubungan yang mempengaruhi faktor tersebut. Dengan menggunakan

pendekatan cross sectional dimana pengumpulan data variabel independen dan

dependen secara bersamaan atau sekaligus (Notoatmodjo, 2012).


C. Populasi dan sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Sujarweni, 2014). Populasi

dari penelitian ini adalah ibu hamil yang anemia berjumlah .......

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi atau mewakili

seluruh populasi (Sujarweni, 2014)

D. Variabel penelitian dan definisi operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel independen

Konsumsi Tablet Fe, Pengetahuan, Akses Pelayanan Kesehatan,

Dukungan Keluarga, Dukungan Tenaga Kesehatan, dan Pendidikan.

b. Variabel dependen

Kejadian anemia pada ibu hamil


2. Definisi operational

Tabel 3.1

Penelitian dan Definisi Operational

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Skala Hasil ukur


Operasional
Independen
1. Konsumsi Asupan yang di Mengisi Kuesioner Ordinal 1) Diminum
tablet Fe konsumsi ibu lembaran 2) Tidak
hamil kuesioner diminum
2. Pengetahuan Hal-hal yang Mengisi Kuesioner Ordinal 1) Tinggi
diketahui lembaran 2) Sedang
responden kuesioner 3) Rendah
tentang anemia
3. Akses Cara dan jarak Mengisi Kuesioner Ordinal 1) Dekat
Pelayanan dalam mencapai lembaran 2) Jauh
Kesehatan pelayanan kuesioner
kesehatan
4. Dukungan Dorongan atau Mengisi Kuesioner Ordinal 1) Ada
keluarga motivasi dari lembaran 2) Tidak ada
keluarga yang kuesioner
diberikan
kepada ibu
hamil
5. Dukungan Dorongan atau Mengisi Kuesioner Ordinal 1) Ada
tenaga motivasi dari lembaran 2) Tidak ada
kesehatan petugas kuesioner
kesehatan yang
diberikan
kepada ibu
hamil
6. Pendidikan Tingkat atau Mengisi Kuesioner Ordinal 1) Tinggi
jenjang formal lembaran 2) Sedang
terakhir yang kuesioner 3) Rendah
pernah diikuti
Dependen 1) Tidak
8. Anemia pada Sel darah merah Mengisi Kuesioner Ordinal anemia
ibu hamil ibu hamil yang lembaran 2) Anemia
dibawah normal kuesioner
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang bersumber dari sampel yang

dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, yaitu melihat data

tentang karakteristik individu meliputi Konsumsi Tablet Fe,

Pengetahuan, Akses Pelayanan Kesehatan, Dukungan Keluarga,

Dukungan Tenaga Kesehatan, dan Pendidikan.

b. Data Sekunder

Data sekunder berupa data yang diperoleh dari penelusuran

dokumen-dokumen yang bersumber dari instansi pemerintahan terkait

dengan penelitian, buku-buku, jurnal, artikel dan web yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Peneliti meminta izin penelitian di intansi-instansi terkait untuk

melaksanakan penelitian.

b. Peneliti mendatangi pasien hipertensi untuk memberikan

angket/kuesioner penelitian dan mengisi angket/kuesioner tersebut.

Hal ini dilakukan agar responden dapat lebih jujur dalam


memberikan informasi tanpa ada tekanan dari pihak lain dan

langsung diambil oleh peneliti setelah selesai pengisian.

c. Data yang telah diperoleh melalui pengisian angket/kuesioner oleh

responden kemudian akan dimasukan ke dalam Software komputer

dan diberi kode yang selanjutnya akan siap diolah. Hasil olahan

angket/kuesioner disini adalah sumber data primer.

F. Pengolahan Data

Kegiatan dalam proses pengolahan data menurut Notoatmodjo (2012)

adalah sebagai berikut:

1. Editing

Hasil angket/kuesioner dari responden yang telah diisi dilakukan

penyuntingan (Editing) terlebih dahulu. Secara umum Editing adalah

merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

angket/kuesioner tersebut.

2. Coding

Setelah semua angket/kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan pengkodean atau Coding, yakni mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding atau

pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (Data

Entry).

3. Memasukkan Data (Data Entry) atau Processing


Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program

atau Software computer.

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan

sebagainya, kemudian dilakukkan pembetulan atau koreksi.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bertahap yaitu analisis Univariat kemudian

dilanjutkan analisis Bivariat dan multivariate.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel yang diukur dalam

penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan setelah analisis univariat telah diketahui

karakteristik atau distribusi setiap variabel. Analisis bivariat yang akan

digunakan adalah uji chi square

3. Analisis Multivariat

Analisis Multivariat yang akan digunakan yaitu Uji Regresi Logistik

Ganda
H. Rencana Jadwal Penelitian

Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan
No Uraian Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu

1 Persiapan (pengajuan judul)

2 Pembuatan proposal penelitian

3 Seminar proposal penelitian

4 Pelaksanaan dan pengumpulan data

5 Pengolahan data (analisa data)

6 Penyusunan laporan penelitian

7 Persentasi/seminar hasil penelitian


8 Publish Jurnal
9 Uji Komprehensif

Anda mungkin juga menyukai