Anda di halaman 1dari 20

METODE KUADRAT

Oleh :
Nama : Fadhila Meilasari B1A015051
Wira Dhyaksa P. B1A015063
Firdaus Maulana B1A015104
Lisa Purwandari B1A015103
Kelompok :3
Rombongan : 1
Asisten : Sella Irene

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Analisis vegetasi yang dilakukan pada area luas tertentu umumnya berbentuk
segi empat, bujur sangkar, atau lingkaran serta titik-titik. Vegetasi tingkat pohon,
biasanya untuk mengalisisnya digunakan metode kuadrat antara lain lingkaran, bujur
sangkar, atau segi empat, adapun untuk tingkat semai serta tumbuhan yang rapat
digunakan petak contoh titik atau bentuk kuadrat untuk tumbuhan yang tidak rapat.
Variasi ukuran petak contoh tergantung pada homogenitas vegetasi yang ada
(Fachrul, 2007).
Metode analisis vegetasi ada 4 macam yaitu metode destruktif, metode
nondestruktif, metode nonfloristica, dan metode floristica. Metode destruktif, untuk
memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas
tumbuhan, untuk bentuk vegetasi yang sederhana, sangat membantu dalam
menentukan kualitas suatu padang rumput. Metode nondestruktif, dilakukan dengan
2 pendekatan yaitu penelaahan organisme hidup atau tumbuhan tidak didasarkan
pada taksonominya dan penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi. Metode
nonfloristica, yaitu vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia
tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi
tersendiri dengan dasar-dasar tertentu. Metode floristica, yaitu penelaahan dilakukan
terhadap semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut, sehingga
pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah sangat dibutuhkan
(Fachrul, 2007).
Metode kuadran umunya dilakukan bila vegetasi tingkat pohon saja yang jadi
bahan penelitiaan. Metode ini mudah dan lebih cepat digunan untuk mengetahui
komposisi, dominasi pohon dan menaksir volumenya. Vegetasi merupakan
kumpulan tumbuh-tumbuhan yang biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup
bersama-sama pada suatu tempat, dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut
terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu
sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang
hidup dan tumbuh serta dinamis (Heddy dan Kurniati, 1996). Syarat penerapan
metode kuadran adalah distribusi pohon yang diteliti harus acak. Metode kuadran
atau metode titik pusat kuadran merupakan metode sampling tanpa petak contoh
yang dapat dilakukan secara efisien karena dalam pelaksanaannya di lapangan tidak
memerlukan waktu lama dan mudah dikerjakan (Indriyanto, 2008).
Menurut Michael (1994), bahwa metode kuadran adalah suatu metode yang
menggunakan ukuran luas yang diukur dalam suatu kuadrat (misalnya Ha, m2 ,cm2),
bentuk petak yang digunakan dalam metode kuadran ini dapat berupa persegi empat
(kuadrat), segi panjang, ataupun sebuah lingkaran. Beberapa keadaan yang
menimbulkan kesulitan dalam menentukan batasan individu tumbuhan, kerapatan
dapat ditentukan dengan cara pengelompokan berdasarkan kriteria tertentu.
Kerimbunan, ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis
tumbuhan, apabila dalam penentuan kerapatan dijabarkan dalam bentuk kerapatan,
maka untuk kerimbunannya juga lebih baik dipergunakan kelas kerimbunan.
Frekuensi, ditentukan berdasarkan kerapatan dari jenis tumbuhan dijumpai dalam
sejumlah area cuplikan (n), dibandingkan dengan seluruh atau seluruh cuplikan yang
dibuat (N), biasanya dalam persen (%).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui komposisi dan dominansi
suatu spesies serta struktur komunitas di suatu daerah dan supaya mahasiswa dapat
memahami serta mempraktekan motede kuadran ini dengan baik di lapangan pada
lahan suatu komunitas tertentu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum metode kuadran anatara lain tali rafia,
kamera digital, alat tulis dan meteran kain.
Bahan yang digunakan yaitu vegetasi tumbuhan yang terdapat di Kebun Raya
Baturraden.

B. Metode

Metode yang dilakukan pada praktikum metode kuarter ini adalah :


1. Dibuat garis lurus dengan mengambil 1 tanaman sebagai titik pusat.
2. Sample diambil dengan mengukur jarak terdekat antara titik pusat dengan 4
tumbuhan yang memiliki diameter lebih dari 10 cm.
3. Jarak pohon ke titik pusat diukur dan diameter pohon tersebut dihitung
berdasarkan data keliling batang pohon yang telah diukur setinggi dada.
4. Pengukuran yang sama dilakukan sebanyak 5 kali ulangan.
5. Diameter anakan pohon diukur dan ditulis nama spesies untuk masing-masing
kuadran, dibuat tabel dan dianalisis.
6. Menghitung parameter yang diamati seperti jumlah spesies, total basal area,
kerapatan, dominansi, frekuensi dan nilai penting.

Gambar Metode Kuadran


Kuadran I Kuadran II

d2

d1

Titik point d4 d3

Kuadran IV Kuadran III


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Metode kuadrat


Ulangan
No Spesies Jumlah
1 2 3 4 5
1 Borreria laevis 37 0 0 0 0 37
2 Clibadium 1 0 0 0 0 1
arboreum
3 Cyperus rotundus 86 3 8 0 0 97
4 Axonopus 18 0 0 0 0 18
compressus
5 Commelina 1 0 0 0 0 1
benghalensis
6 Richardia 1 0 0 0 0 1
brasiliensis
7 Imperata 2 0 0 0 0 2
cylindrica
8 Ageratum 0 3 0 1 3 7
conyzoides
9 Brachiaria mutica 0 8 2 3 7 20
10 Asystasia 0 0 0 0 3 3
gangetica
Jumlah 146 14 10 4 13 187

1. Perhitungan Kerapatan :
a. Kerapatan masing-masing spesies

∑ individu suatu jenis


Kerapatan =
Luas seluruh petak yang dibuat
Kerapatan spesies Borreria laevis = ∑ individu suatu jenis
Luas seluruh petak yang dibuat
= 37
5
= 7,4

Kerapatan spesies Clibadium arboreum = ∑ individu suatu jenis


Luas seluruh petak yang dibuat
= 1
5
= 0,2

Kerapatan spesies Cyperus rotundus = ∑ individu suatu jenis


Luas seluruh petak yang dibuat
= 97
5
= 19,4

Kerapatan spesies Axonopus compressus = ∑ individu suatu jenis


Luas seluruh petak yang dibuat
= 18
5
= 3,6

Kerapatan spesies Commelina benghalensis = ∑ individu suatu jenis


Luas seluruh petak yang dibuat
=1
5
= 0,2

Kerapatan spesies Richardia brasiliensis = ∑ individu suatu jenis


Luas seluruh petak yang dibuat
=1
5
= 0,2

Kerapatan spesies Imperata cylindrica = ∑ individu suatu jenis


Luas seluruh petak yang dibuat
= 2
5
= 0,4

Kerapatan spesies Ageratum conyzoides = ∑ individu suatu jenis


Luas seluruh petak yang dibuat
=7
5
= 1 ,4
Kerapatan spesies Brachiaria mutica = ∑ individu suatu jenis
Luas seluruh petak yang dibuat
= 20
5
=4

Kerapatan spesies Asystasia gangetica = ∑ individu suatu jenis


Luas seluruh petak yang dibuat
=3
5
= 0,6

Jumlah kerapatan semua jenis = KA + KB + K…. + K


= 37,4

b. Perhitungan Kerapatan Relatif


Kerapatan suatu jenis
Kerapatan Relatif = X 100%
∑ Kerapatan semua jenis

Jumlah kerapatan semua jenis = 18,4


K. relatif spesies Borreria laevis = Kerapatan suatu jenis X 100%
∑ Kerapatan semua jenis
= 7,4 X 100%
37,4
= 19,78%

K. relatif spesies Clibadium arboreum = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 0,2 X 100%
37,4
= 0,53%

K. relatif spesies Cyperus rotundus = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 19,4 X 100%
37,4
= 51,87%

K. relatif spesies Axonopus compressus = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 3,6 X 100%
37,4
= 9,62 %

K. relatif spesies Commelina benghalensis = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 0,2 X 100%
37,4
= 0,53 %

K. relatif spesies Richardia brasiliensis = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 0,2 X 100%
37,4
= 0,53 %

K. relatif spesies Imperata cylindrica = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 0,4 X 100%
37,4
= 1,06 %

K. relatif spesies Ageratum conyzoides = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 1,4 X 100%
37,4
= 3,74 %

K. relatif spesies Brachiaria mutica = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 4 X 100%
37,4
= 10,69 %

K. relatif spesies Asystasia gangetica = Kerapatan suatu jenis X 100%


∑ Kerapatan semua jenis
= 0,6 X 100%
37,4
= 1,60 %
2. Perhitungan Frekuensi
a. Frekuensi Masing-masing Spesies
∑ Petak ditemukannya Suatu Jenis
Frekuensi =
Jumlah Petak yang dibuat
Frekuensi Borreria laevis =
Frekuensi = 1/5
= 0,2
Frekuensi Clibadium arboreum =
Frekuensi = 1/5
= 0,2
Frekuensi Cyperus rotundus =
Frekuensi = 3/5
= 0,6
Frekuensi Axonopus compressus =
Frekuensi = 1/5
= 0,2
Frekuensi Commelina benghalensis =
Frekuensi = 1/5
= 0,2
Frekuensi Richardia brasiliensis =
Frekuensi = 1/5
= 0,2
Frekuensi Imperata cylindrica =
Frekuensi = 1/5
= 0,2
Frekuensi Ageratum conyzoides =
Frekuensi = 3/5
= 0,6
Frekuensi Brachiaria mutica =
Frekuensi = 4/5
= 0,8
Frekuensi Asystasia gangetica =
Frekuensi = 1/5
= 0,2
Jumlah frekuensi mutlak semua jenis = FA + F…. + Fn
Jumlah frekuensi mutlak semua jenis = 3,4

b. Perhitungan Frekuensi Relatif


Frekuensi suatu jenis
F. Relatif = X 100%
∑ Frekuensi semua jenis

Jumlah frekuensi semua jenis = 3,4


Frelatif Borreria laevis =
0,2
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 5,88%
Frelatif Clibadium arboreum =
0,2
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 5,88%
Frelatif Cyperus rotundus =
0,6
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 17,64 %
Frelatif Axonopus compressus =
0,2
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 5,88%
Frelatif Commelina benghalensis =
0,2
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 5,88%
Frelatif Richardia brasiliensis =
0,2
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 5,88%
Frelatif Imperata cylindrica =
0,2
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 5,88%
Frelatif Ageratum conyzoides=
0,6
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 17,64%
Frelatif Brachiaria mutica =
0,8
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 23,52%
Frelatif Asystasia gangetica =
0,2
F. Relatif = X 100%
∑ 3,4
= 5,88%

3. Perhitungan Nilai Penting


Index Nilai Penting = F relatif + K relatif
INP Borreria laevis = 5,88% + 19,78% = 25,66%
INP Clibadium arboreum = 5,88% + 0,53% = 6,41%
INP Cyperus rotundus = 17,64% + 51,87% = 69,51%
INP Axonopus compressus = 5,88% + 9,62% = 15,5%
INP Commelina benghalensis = 5,88% + 0,53% = 6,41%
INP Richardia brasiliensis = 5,88% + 0,53% = 6,41%
INP Imperata cylindrica = 5,88% + 1,06% = 6,94%
INP Ageratum conyzoides = 17,64% + 3,74% = 21,38%
INP Brachiaria mutica = 23,52% + 10,69% = 34,21%
INP Asystasia gangetica = 5,88% + 1,60% = 7,48%
Tabel 3.2. Hasil Analisis Vegetasi dengan Teknik Sampling Kuadrat

FR KR NP
F K
Nama spesies Jumlah (Relative (Relative (Importance
(Frequency) (Density)
Frequency) Density) Frequency)

Borreria laevis 37 0,2 5,88% 7,4 19,78% 25,66%


Clibadium
1 0,2 5,88% 0,2 6,41%
arboreum 0,53%
Cyperus rotundus 97 0,6 17,64% 19,4 51,87% 69,51%
Axonopus
18 0,2 5,88% 3,6 15,5%
compressus 9,62%
Commelina
1 0,2 5,88% 0,2 6,41%
benghalensis 0,53%
Richardia
1 0,2 5,88% 0,2 6,41%
brasiliensis 0,53%
Imperata
2 0,2 5,88% 0,4 6.94%
cylindrica 1,06%
Ageratum
7 0,6 17,64% 1,4 21,38%
conyzoides 3,74%
Brachiaria
20 0,8 23,52% 4 34,21%
mutica 10,69%
Asystasia
3 0,2 5,88% 0,6 7,48%
gangetica 1,60%
B. Pembahasan

Praktikum ini dilakukan di Hutan Kebun Raya Baturraden, Kebun Raya


Baturraden terletak di Desa Kemutuk Lor, Kecamatan Baturraden, Kabupaten
Banyumas. Kebun Raya Baturraden memiliki fungsi sebagai tempat konservasi
berbagai spesies tumbuhan karena kelimpahan tumbuhan masih sangat banyak.
Tumbuhan yang terdapat di Kebun Raya Baturraden sangat perlu mengalami
pendataan agar tidak mengalami kepunahan. Kebun Raya Baturraden juga digunakan
sebagai tempat rekreasi, perkemahan, dan lokawisata. Pelestarian flora yang ada
disana akan melindungi kekayaan spesies yang berada di tempat tersebut. Pelestarian
juga dapat menambah daya tarik Kebun Raya Baturraden sebagai taman hutan
rakyat. Praktikum ini dengan menggunakan metode kuadran atau sering disebut
dengan kuarter. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena
tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.
Menurut Kusmana (1997), ada beberapa macam metode yang dipakai dalam ekologi
untuk mengetahui vegetasi yaitu:
1. Teknik sampling suadrat (Quadrat sampling technique)
Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang
sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh yang dibuat
dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak
tunggal mungkin akan memberikan infoanasi yang baik bila komunitas vegetasi yang
diteliti bersifat homogen. Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk
morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk
vegetasi rendah, petak contoh berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena
pembuatan petaknya dapat dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali
pada titik pusat petak, selain itu petak contoh berbentuk lingkaran akan memberikan
kesalahan sampling yang lebih kecil daripada bentuk petak lainnya, karena
perbandingan panjang tepi dengan luasnya lebih kecil, tetapi dari segi pola distribusi
vegetasi, petak berbentuk lingkaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat.
Banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk segiempat
memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak berbentuk
bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari petak tersebut
sejajar dengan arah perubahan keadaan lingkungan atau habitat.
2. Metode jalur atau transek
Metode transek ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan
vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh ini harus
dibuat memotong garis-garis topografi, misal tegak lurus garis pantai, memotong
sungai, dan naik atau turun lereng gunung.
3. Metode garis berpetak
Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi metode petak ganda atau metode
jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur sehingga
sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama.
4. Metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak
Metode ini pengukuran pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan
dengan metode garis berpetak.
Walver dan Demeats (1980), menyatakan bahwa metode kuadran adalah
metode analisa vegetasi yang menggunakan daerah persegi panjang sebagai sampel
uniknya. Kerapatan ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasi jenis
tumbuhan di dalam area cuplikan (kuadrat). Metode kuadran umumnya digunakan
untuk pengambilan contoh vegetasi tumbuhan jika hanya vegetasi fase pohon yang
menjadi objek kajiannya. Metode ini mudah dikerjakan, dan lebih cepat jika akan
digunakan untuk mengetahui komposisi jenis, tingkat dominansi, dan menaksir
volume pohon. Syarat penerapan metode kuadran adalah distribusi pohon yang
diteliti harus acak. Metode kuadran atau metode titik pusat kuadran merupakan
metode sampling tanpa petak contoh yang dapat dilakukan secara efisien karena
dalam pelaksanaannya di lapangan tidak memerlukan waktu lama dan mudah
dikerjakan (Kusmana, 1997 dalam Indriyanto, 2008).
Transek adalah jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari atau diamati.
Tujuannya dari metode transek ini adalah untuk mengetahui hubungan perubahan
vegetasi dan perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada
di suatu lahan secara cepat, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan
semakin pendek, untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-
100 m, sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10
m, apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis
yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990). Menurut Oosting (1956), bahwa transek
merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukan atau
beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studi altituide dan mengetahui
perubahan komunitas yang ada (Heddy dan Kurniati, 1996).
Metode garis atau transek ini, sistem analisisnya melalui variable-variabel
kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks
nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan
dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan
ditentukan berdasarkan panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan
dapat merupakan presentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat
oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Metode transek
Soerianegara (1998), ada dua macam yaitu sebagai berikut:
1. Line transect (transek garis)
Metode ini garis–garis merupakan petak contoh (plot). Tanaman yang berada
tepat pada garis dicatat jenisnya dan dilakukan beberapa kali ulangan.
2. Belt transect (transek sabuk)
Belt transect merupakan jalur vegetasi yang lebarnya sama dan sangat panjang.
Lebar jalur ditentukan oleh sifat–sifat vegetasinya untuk menunjukan bagan yang
sebenarnya. Lebar jalur untuk hutan antara 1-10 m, transek 1 m digunakan jika
semak dan tunas dibawah dilakukan perhitungan, tetapi apabila hanya pohon-
pohonnya yang dewasa di petakan itu, transek yang baik 10 m. Panjang transek
tergantung pada tujuan penelitian, dimana setiap segmennya dipelajari vegetasinya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah spesies di dalam suatu
daerah menurut Martawijaya et al. (1981), yaitu:
1. Iklim
Fluktuasi iklim dan musiman merupakan faktor penting dalam membagi
keragaman spesies. Suhu maksimum yang ekstrim, persediaan air, dan sebagainya
yang menimbulkan penghambatan ekologis yang membatasi jumlah spesies yang
dapat hidup secara tetap di suatu daerah.
2. Keragaman Habitat
Habitat dengan daerah yang beragam dapat menampung spesies yang
keragamannya lebih besar di bandingkan habitat yang lebih seragam.
3. Ukuran
Daerah yang luas dapat menampung lebih besar spesies di bandingkan
dengan daerah yang sempit. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
hubungan antara luas dan keragaman spesies secara kasar adalah kuantitatif. Rumus
umumnya adalah jika luas daerah 10 x lebih besar dari daerah lain maka daerah itu
akan mempunyai spesies yang dua kali lebih besar.
Distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh kondisi
lingkungan secra umum. Beberapa jenis dalam hutan tropika teradaptasi dengan
kondisi di bawah kanopi, tengah, dan di atas kanopi yang intensitas cahayanya
berbeda-beda. Struktur vegetasi hutan dipengaruhi oleh seluruh faktor lingkungan
fisik seperti temperatur, cahaya, struktur tanah, kelembaban, dan faktor biotik seperti
interaksi antar spesies, kompetisi, parasitisme serta faktor kimia yang meliputi
ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam tanah, dan lainnya (Arrijani, 2006).
Cakupan vegetasi merupakan indikator kuantitatif yang jelas dari kondisi
vegetasi dan merupakan parameter yang penting untuk menggambarkan komunitas
vegetasi dan ekosistem. Cakupan vegetasi dan perubahan adalah indikator penting
pada ekosistem regional, perubahan yang berarti penting untuk sistem hidrologi,
ekologi dan perubahan global. Berdasarkan dari metode pengamatan terdapat dua
macam pengukuran vegetasi, salah satunya yaitu pengamatan komunitas vegetasi
tumbuhan yang ada dipermukaan tanah. Formasi atau bentuk dari sampling yang
biasa digunakan yaitu sampling dengan metode titik (point), metode kuadran dan
metode jalur (Wang et al., 2013).
Berdasarkan hasil perhitungan pada praktikum kali ini, jumlah pohon adalah 20
pohon dan semua pohon homogen dengan satu jenis pohon yaitu Agathis dammara
(Damar). Analisis vegetasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu metode kuadrat,
transek garis dan berpusat pada satu titik (kuadran). Metode kuadran umunya
dilakukan bila vegetasi tingkat pohon saja yang jadi bahan penelitiaan. Metode ini
mudah dan lebih cepat digunan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan
menaksir volumenya, adapun parameter yang digunakan adalah kerapatan,
dominansi dan frekuensi. Dominansi adalah menyatakan luas area yang di tumbuhi
oleh suatu jenis tumbuhan. Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan
per satuan luas. Frekuensi adalah menunjukan berapa jumlah petak yang di tempati
suatu spesies. Indeks nilai penting merupakan gambaran lengkap mengenai karakter
masyarakat tumbuhan suatu spesies dalam komunitas (Michael, 1994). Hasil
perhitungan untuk kerapatan seluruh jenis per Ha adalah 804,51 pohon/ha, kerapatan
relatif per jenis adalah 1. Dominansi jenis dari Damar 46,66 sedangkan dominansi
relatif, frekuensi relatif, dan kerapatan relatifnya yaitu 100 %, sehingga diperoleh
indek nilai penting jenis Damar yaitu 300 %. Hasil ini sesui dengan pustaka dari
Tjitrosoepomo (1996), yang menjelaskan bahwa pohon Damar dapat tumbuh secara
alami di hutan hujan dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.200 m dpl, keadaan
ini sesuai dengan yang ada di Kebun Raya Baturraden, sehingga Damar disini
merupakan komunitas tumbuhan yang mendominasi, akibatnya terbentuklah suatu
komunitas tumbuhan yang bisa dikatakan homogen. Hutan yang homogen akan
mempunyai indek nilai penting sebanyak 300%, karena dominansi relatif, frekuensi
relatif, dan kerapatan relatifnya masing-masing 100 %.
Berdasarkan hasil praktikum di Kebun Raya Baturraden diperoleh bahwa tipe
hutan yang homogen yaitu jenis damar sebagai tanaman yang dominan. Klasifikasi
Agathis dammara menurut Tjitrosoepomo (1996), yaitu sedagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Pinophyta
Kelas : Pinopsida
Ordo : Pinales
Familia : Araucariceae
Genus : Agathis
Spesies : Agathis dammara
Damar (Agathis dammara) merupakan pohon yang besar, tinggi hingga 65 m,
berbatang bulat silindris dengan diameter yang mencapai lebih dari 1,5 m. Pepagan
luar keabu-abuan dengan sedikit kemerahan, mengelupas dalam keping-keping kecil.
Daun berbentuk jorong, 6–8 × 2–3 cm, meruncing ke arah ujung yang membundar.
Runjung serbuk sari masak 4–6 × 1,2–1,4 cm; runjung biji masak berbentuk bulat
telur, 9–10,5 × 7,5–9,5 cm (Tjitrosoepomo, 1996).
Pohon Damar (Agathis sp.) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan
penghasil kayu yang berwarna terang, dikenal sebagai bahan baku vinir yang
menarik. Kayu damar hampir lurus dan berkualitas baik dengan kelas kuat 3 dan
kelas awet 4 (Frick dan Moediartianto 2004), dan ideal untuk konstruksi lambung
kapal pesiar, konstruksi rumah, kayu panel, pembuatan mebel, dan bantalan rel
kereta api. Kayu damar juga digunakan dalam pembuatan gitar karena sifat
resonansinya yang baik. Berbagai jenis damar menghasilkan beragam resin seperti
kauri kopal, Manilla kopal dan damar gum, sehingga genus ini secara ekonomis
sangat penting, selain itu, damar juga merupakan genus yang sangat menarik untuk
diketahui taksonominya. Spesimen herbarium umumnya jarang, tata nama yang
dikenal mengenai jenis pohon ini cukup membingungkan. Ada variasi morfologi
sangat sedikit antara spesies dan hal-hal yang diketahui tentang filogeni dari genus
tersebut (Herliyana, 2012).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:
1. Kerapatan relatif jenis Damar yaitu 100 %, dominansi relatif yaitu 100 %, dan
frekuensi relatif yaitu 100 %. INP (Indeks Nilai Penting) tertinggi adalah jenis
Agathis dammara (pohon damar) dengan nilai 300 %, hal ini menunjukan bahwa
Agathis dammara merupakan pohon yang utama atau dominan di Kebun Raya
Baturaden, dan hutan disini bersifat homogen.
DAFTAR REFERENSI

Arrijani. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional Gunung Gede-
Pangrango. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fachrul, M. N. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Frick, H., & Moediartianto. 2004. Ilmu Kontruksi Bangunan Kayu, Pengembangan
Kontruksi Kayu. Jakarta: Kanisius.

Heddy, S., & Kurniati, M. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Herliyana, E. N. 2012. Laporan Awal Penyakit Busuk Akar Merah Ganoderma sp.
pada Agathis sp. (Damar) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa
Barat. Jurnal Silvikultur Tropika, 03(2), pp. 102-107.

Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K. & Prawira, S. A. 1981. Atlas Kayu
Indonesia. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.


Jakarta: UI Press.
Oosting. 1956. The Study Of Plant Community. London: Freeman and Company.

Soerianegara. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bandung: IPB.

Syafei, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.

Tjitrosoepomo, G. 1996. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Walver, J. F & Demeats. 1980. Plant Ecology. Second edition. New Dehli: Tata
McGraw-mill Publishing Company Ltd.

Wang, J., Qin. Y., Zhengjun, L., & Chengfeng, L. 2013. Analysis On The Change Of
Vegetation Coverage In Qinghai Province From 2000 To 2012. International
Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information
Sciences, 25(7), pp. 121-126.

Anda mungkin juga menyukai