PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan penulisan
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
3
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit dari TBC adalah mycrobacterium tuberculosis dan
mycobacterium bavis.
2.3 Manifestasi Klinis
1. Demam
2. Batuk darah
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise
2.4 Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat
yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada
kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya
dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan
dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam
dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan
angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah
yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta
berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul
yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau
pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening
dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ
tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya
di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang
mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas
lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya
leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut.
4
Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang
dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru
yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
2.5 Komplikasi
1. Radang Pleura
2. Efusi Pleura
3. Bronkopneumonia
4. Menurunnya imunitas tubuh
5
2. Pemeriksaan laboratorium
Darah
Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju
endap darah meningkat terjadi pada proses aktif (Alsogaff, 1995).
Sputum
Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat
pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari
(Soeparman dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996)
3. Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami
infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old
tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan
sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan
atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5
tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau
lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil
akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan (Soeparman, 1998.
Barbara. T. Long, 1996).
2.7 Penatalaksaan
1. Berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat
kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur.
2. Anjarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bula batuk, bersin, dan tertawa.
3. Ibu hamil dengan proses aktif hendanya jangan dicampurkan dengan wanita
hamil.
4. Untuk diagniosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru.
5. Pendertia dengan proses aktif apalagi dengan batuk darah sebaiknya di rawat di
RS, dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan untuk menjamin
makanan dan istirahat yang cukup, pengobatan intensif dan teratur.
6
BAB III
7
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus,
selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ
reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang.
Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini
tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB,
khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi
wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak
siap menerima hasil konsepsi.
Harold Oster MD,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php mengatakan
bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang
wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat
menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak
menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya,
sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih
dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan
dan tidak perlu melakukan aborsi.
3.3 Efek tuberculosis terhadap janin
Menurut Oster,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php jika kuman TB hanya
menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi
risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin,
INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar
paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit
sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir.
Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi
Ghosh, 1999 dalam http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB ekstrapulmoner
tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap
kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok
wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko
hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah
lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah <2500.
8
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin
melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya
sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas,
demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat
ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit tuberculosis yang aktif telah
mengalami perbaikan yang luar biasa selama waktu 30 tahun terakhir ini. Beberapa
preparat tuberculosis urutan pertama tidak terlihat memberikan efek yang merugikan bagi
janin. Penyakit tuberculosis yang aktif selalu dapat diobati paling tidak dengan dua
.macam preparat tuberculosis. Dalam suatu tinjauan (Snider,dkk 1980) tidak menemukan
frekuensi cacat lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pengobatan isoniazid,
ethambutol maupun rifampisin selama kehamilannya. Kelainan auditorius dan vestibuler
yang ringan pernah ditemukan pada terapi dengan streptomisin. Kalau isoniazid
digunakan selama kehamilan, piridoksin harus pula diberikan sebagai suplemen untuk
mengurangi kemungkinan neurotoksisit yang potensial potensial pada janin
Bayi dari wanita yang menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2
x lipat meningkatkan persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan
kematian perinatal 6 kali lipat. Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah
mencegah terjadinya konsepsi sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami
infertilitas.
Jika seorang wanita positif tuberculosis, riwayat penyakit harus dianamnesis dengan
cermat dan pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan dengan melakukan foto
thorks dan bagian abdomen dilindungi ketika pemeriksaan kardiologi itu dilakukan. Jika
hasilnya negative, pengobatan tidak diberikan sampai sesudah persalinan bayi, yaitu
dengan pemberian isoniazid selama satu tahun sebagai tindakan profilaksis. Bayi yang
lahir dari ibu dengan tuberculosis cukup rentan terhadap penyakit tersebut. Karena itu
bayi harus diisolasi segera dari ibunya yang dicurigai tuberculosis aktif. Karena adanya
risiko untuk terjadinya penyakit tuberculosis yang aktif pada bayi, maka terapi profilaksis
dengan isoniazid ataukah tindakan vaksinasi BCG, keduanya mempeunyai manfaat yang
cukup besar.
9
Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga
janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah
kasus infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena
umbilikalis, setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina
yang terinfeksi selama proses persalinan. Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika
ibunya yang menderita tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum
bersalin atau kultur BTA mereka negative.
10
Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas
bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB
pada wanita hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan
laboratorium (apakah ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin. Uji tuberkulin hanya
berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu
ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif
belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga
kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi infeksi
TB, atau terjadi anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui
gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa
dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.
3.5 Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB
Regimen yang sama direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB maupun wanita
non hamil dengan TB kecuali streptomycin. penggunaanPyrazinamide dalam kehamilan.
Pengobatan medis
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita
yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4
diantaranya dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya
pada penderita, obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan streptomycin.
Obat sekunder adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi
terhadap obat, yang termasuk adalah paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine,
ethionamide, kanamycin, voimycin dan capreomycin.
1. Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes
tuberkulin positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif.
Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan diberikan pada postpartum. Walaupun
beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita
postpartum. Beberapa rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post
partum. Sayangnya, penyembuhannya akan membawa waktu yang sangat lama.
Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya
selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu
pada penderita asimtomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat
tunggal, maka sekarang direkomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan
kombinasi 4 obat pada penderita yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini
11
termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih
300 mg per hari bersama pyridoxine 50 mg per hari.
2. Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
3. Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25
mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kg/hr.
Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat
dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50
mg/hari harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh
isoniazid. Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2
obat biasanya digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan
ethambutol 15 mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan
untuk mencegah relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui penderita telah
resisten terhadap isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih,
dapat ditambah dengan rifampisin tetapi stretomycin sebaiknya tidak digunakan.
Terapi dengan isoniazid mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat
diterima penderita) dan merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.
Efek Samping dari tiap-tiap obat tersebut ialah:
atau streptomycin diberikan sampai tes resistensi dilakukan. Beberapa obat
tuberkulosis utama tidak tampak pengaruh buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali
streptomycin yang dapat menyebebkan ketulian kongenital, maka sama sekali tidak
boleh dipakai selama kehamilan.
The center for disease control(1993) merekomendasikan resep pengobatan oral untuk
wanita hamil sebagai berikut :
Isoniazid :
Hepatotoksik maka tes fungsi hati seharusnya dilakukan dan diulang secara
periodik.
Reaksi hipersensitif
Neurotoksik yang sering adalah neuropati perifer yang dapat dicegah dengan
pemberian vitamin B6, selain itu kadang dapat terjadi kejang, neuritis optik dan
ataksia, stupor, enselopati toksik yang paling jarang terjadi.
Gannguan saluran pencernaan
Rifampisin : Sindrom flu, hepatotoksik
Pyrazinamide : Hepatotoksik, hiperuresemia
12
Streptomicin : Nefrotoksik, gangguan N.VIII kranial
Ethambutol : Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis
Etionamid : Hepatotoksik, gangguan saluran cerna, teratogenik
P.A.S : Hepatotoksis dan gangguan saluran cerna.
13
3.7 Kegagalan pengobatan
14
2. Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur :
Teruskan pengobatan selama lebih 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap
bulan.
Nilai kembali tes resistensi kuman tterhadap obat.
Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang
masih sensitif
3. Penanganan obstetri
Pemeriksaan antenatal care yang teratur
Istirahat yang cukup
Makan makanan yang bergizi
Pemeriksaan kehamilan yang baik
Dukungan keluarga
Berikan isolasi yang memadai selama persalinan,
Kelahiran dan periode pasca persalinan.
Plasenta harus diukur
Bayi diperiksa untuk mengetahui adanya tuberculosis
Untuk perlindungan terhadap bayi yang tidak menunjukkan gejala dan tanda
penyakit aktif berikan baik isoniazid maupun vaksinasi BCG.
3.9 Penanganan Bayi Baru Lahir Yang Sehat dari Ibu yang menderita Tuberkulosis
Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis, harus
dipisahkan dengan segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologi ibu negatif dan
bayi sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. 50% bayi baru lahir dari ibu yang
menderita tuberkulosis aktif, menderita tuberkulosis pada tahun pertamanya, maka
kemoprofilaksis dengan isonizid 1 tahun dan vaksinasi BCG harus segera dilakukan
sebelum menyerahkan bayi pada ibunya. Pendapat ini masih diperdebatkan, tetapi
keputusan akhir dilakukan dengan pertimbangan lingkungan sosial ibu, ibu dapat
dipercaya dapat mengobati diri sendiri dan bayinya yang baru lahir.
Vaksin BCG termasuk golongan kuman hidup yang dilemahkan dari M.bovon yang telah
dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua BBL dari ibu yang TBC aktif atau reaktif
harus divaksinasi pada hari pertama kelahitan dengan dosis 0,1 ml intracutan pada regio
deltoid jika divaksinasi. Efek sampingnya dapat membesar dan terjadi ulkus. Setelah 6
bulan papul merah tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut putih seumur
hidup.
15
Untuk mengurangi waktu pemisahan ibu yang menderita tuberkulosis aktif
dengan bayinya, dapat diberikan INH dan BCG segera setelah bayi lahir, bayi
dipulangkan ke ibunya jika INH profilaksis telah diberikan sampai tes tuberkulin positif.
Dua syarat menggunakan cara pengobatan ini adalah kuman tuberkulosis ibu sensitiv
terhadap INH dan penderita dapat dipercaya bisa dan mampu memberikan obat tersebut
pada ibunya.
Cara pemberian ASI pada wanita dengan tuberculosis
Pemberian ASI dari ibu yang meminum obat tuberculosis selama kehamilan dan tetap
diteruskan estela persalinan tidak berbahay bagi bayi. Wanita yang tenderita tuberculosis
dapat menyusui bayinya dengan menggunakan master sehingga dapat mencegah
terjadinya penularan pada bayi. Pada wanita hamil dengan tuberculosis aktif yang diobati
secara adekuat, secara umum tuberculosis tidak memberikan pengaruh yang buruk
terhadap kehamilan, masa nifas dan janin. Prognosis pada wanita hamil sama dengan
prognosis wanita yang tidak hamil, abortus terapeutik Sekarang tidak dilakukan lagi.
16
BAB IV
4.1 Subyektif
1. Identitas No Register : 10281191
Nama klien : Ny. T Nama suami : Tn. N
Umur : 25 tahun Umur : 33 tahun
Suku / bangsa : Jawa/Indonesia Suku / bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan pabrik Pekerjaan : Karyawan pabrik
Penghasilan : Rp 600.000,00/bln Penghasilan : Rp 700.000,00/bln
Alamat : Kedungsroko 50A Alamat : Kedungsroko 50A
No. Telp : 72165473 No. Telp : 72165473
4.2 Anamnesa
Tanggal : 07 Juni 2010 Oleh : Bidan Nailatul,Amd.Keb
1. Keluhan Utama : Klien mengeluh batuk terus hingga sesak napas, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun, susah tidur dan panas. Klien mengatakan pernah
menderita TBC ketika masih SMA dan dalam keluarga satu rumah sedang ada yang
menderita TBC.
2. Riwayat obstetri
HPHT : 1 November 2009
Menarche : 12 tahun
Siklus : 1 bulan
Banyaknya : sedang
Lamanya Haid : 6 hari
Sifat darah : merah segar
Disminorhea : tidak
Flour albus : tidak
17
Persalinan yang lalu
Kehamilan Persalinan Anak
Sua Um Nifa Lama
N Pen Peno Penul Ma K K
mi ur Jenis s Seks BB Hidup menete
o y l Peny. ti B et
ke Keh ki
18
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Jantung :Tidak ada
Asma : Tidak ada
Ginjal: Tidak ada
TBC : Ada
Hepatitis :Tidak ada
DM : Tidak ada
Hipertensi : Tidak ada
HIV/AIDS :Tidak ada
Lupus :Tidak ada
Thalasemia: Tidak ada
i. Riwayat Sosial
Perkawinan
Kawin : 1x
Lamanya : 4 tahun
8. Riwayat Psikososial
Kehamilan direncanakan : Ya
Tidak direncakan : Tidak
Tradisi : Klien tidak menganut tradisi apa-apa, tidak ada
tradisi tarak dan lainnya
9. Pola Aktivitas sehari-hari
9.1 Pola Nutrisi
Makan tidak teratur, nafsu makan menurun
9.2 Pola Eliminasi
Sebelum hamil klien BAK 4x sehari, BAB 1 hari sekali
Selama hamil klien BAK 6x sehari, BAB 1 hari sekali
9.3 Istirahat Tidur
Klien susah tidur di malam hari
9.4 Pola Aktivitas
Sebelum hamil klien bekerja di pabrik tekstil dan selama hamil klien
mengurangi jam kerjanya di pabrik.
9.5 Pola Seksual
Sebelum hamil klien melakukan hubungan istri 1 minggu tiga kali
19
Selama hamil klien mulai jarang melakukan hubungan suami istri, 1 minggu
satu kali
9.6 Pola Persepsi
Bila sakit klien segera ke dokter, selama hamil klien slalu memerisakan diri
ke dokter
9.7 Pola Koping dan Stress
Bila waktunya periksa kehamilan klien selalu diantar suaminya
20
2. Muka : tidak ada chloasma gravidarum, tidak ada oedem, tidak ada
hyperpigmentasi
3. Mata : tidak kabur, tidak anemis, tidak ikhterus, tidak conjungtivitis
4. Hidung : tidak ada sekret, tidak ada polip, tidak ada sinusitus
5. Telinga : pendengaran tidak menurun, tidak ada otitis media, kebersihan
baik
6. Mulut : tidak ada gigi tanggal, tidak ada caries, kebersihan mulut baik,
tidak ada stomatitis, tidak ada tumor mandklienla
7. Bibir : pucat, tidak ada chylosis
8. Leher : ada hyperpigmentasi, tidak ada hypertiroid, tidak ada tumor leher
9. Dada : adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah.
10. Abdomen : terdapat striae albican dan linea alba, tidak ada bekas operasi.
11. Vagina : fluor albus tidak ada, tidak ada condiloma, tidak ada herpes
vaginalis, tidak ruam, tidak ada luka perineum, tidak ada infeksi
kelenjar bertolini maupun kelenjar skene, tidak ada kemerahan di
vagina.
12. Ekstrimitas atas : tidak ada oedema, tidak ada kram tangan, pada kulit terjadi
sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
13. Ekstrimitas bawah : tidak ada varices, tidak ada kram kaki, pada kulit terjadi
sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
3.1.1.4 Palpasi
1. Leopold I : TFU = 4 jari diatas pusat (24 cm)
Teraba tidak bulat, tidak keras, tidak melenting dan sulit
digerakkan
2. Leopold II : Pada dinding perut klien sebelah kiri teraba keras, memanjang
seperti papan
3. Leopold III : Bawah luberus klien sebelah kiri teraba keras, memanjang,
seperti papan. Bagian terendah janin belum masuk PAP
4. Leopold IV : Tidak dilakukan
3.1.1.5 Auskultasi
Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring
DJJ positif dengan keteraturan 12 – 11 – 11 dengan frekuensi 136x/menit
3.1.1.6 Perkusi
21
Suara ketok redup
Reflek patela ka / ki : positif / positif
3.1.1.7 Pemeriksaan Panggul
Distansia spinarum : 27 cm
Distansia christarum : 25 cm
Conjungtiva eksterna : 19 cm
Lingkat panggul : 90 cm
3.2 Analisa
GiiP10001, tunggal, hidup, usia kehamilan 30mg, letak kepala, intrauterine, keadaan
jalan lahir normal, dengan TBC.
3.2.1 Masalah
Klien merasa cemas dengan kehamilannya
3.2.2 Kebutuhan
KIE tentang TBC dalam kehamilan
22
3.4 Tindakan Segera
-
3.5 Planning
3.5.1 Beritahu klien hasil pemeriksaan bahwa klien mengalami TBC dalam kehamilan
Rasionalisasi : klien mengerti tentang keadaan kehamilan dan penyakit yang dialami
3.6 Implementasi
3.6.1 Memberitahu klien hasil pemeriksaan bahwa klien mengalami TBC dalam kehamilan
3.6.2 Menjelaskan kepada klien tentang TBC dalam kehamilan
3.6.3 Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis paru-paru
3.6.4 Memberikan obat Rifampisin, INH dan Ethambutol
23
3.6.5 Memberitahu klien untuk selalu rutin dan taat minum obat
3.6.6 Menganjurkan klien untuk banyak istirahat, makan yang teratur dan minum obat
sesuai anjuran
3.6.7 Menganjurkan klien untuk kunjungan ulang 2 minggu lagi atau jika ada keluhan
3.7 Evaluasi
S : Klien mengatakan sudah mengerti tentang informasi dan penjelasan dari bidan
ditandai dengan klien dapat menjelaskan kembali sebagian dari informasi
tersebut
O: Tekanan darah : 110/70mmHg TFU : 30 cm di atas simfisis pubis
Nadi : 84x/menit TBJ : 1500 gram
24
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
1) Jangan ragu untuk memeriksakan penyakit tersebut karena jika terlambat atau tidka
mendapatkan penanganan yang adekuat dapat berakibat buruk baikbagi janin
maupun ibu hamil sendiri.
2) Pemeriksaan kehamilan dan minum obat secara rutin dapat menghindari dari
dampak buruk TBC pada kehamilan
Bagi keluarga
1) Dukungan secara moril sangat dibutuhkan untuk kesembuhan pasien TBC terutama
ibu hamil yang membutuhkan perhatian ekstra terhadap kehamilannya dna penyakit
TBC tersebut
2) Keluarga senantiasa aktif memotivasi bumil dengan TBC tersebut supaya dapat
meminum obat secara tuntas dan periksa kehamilan secara rutin.
3) Keluarga memulai untuk perubahan ke pola hidup sehat
25
Bagi bidan
1) Hendaknya lebih aktif dan mengawasi kerutinan ibu hamil untuk meminum obat
TBC
2) Diharapkan dapat melakukan kunjungan jika ibu tersebut tidak aktif untuk periksa
ANC
3) Diharapkan selalu memberi motivasi dna semangat bagi keluarga dna ibu
4) Bidan hendaknya sudah bisa mengantisipasi kemungkinan yang ada dan
menyiapkan rujukan sewaktu-waktu diperlukan setelah berkolaborasi dengan dokter
26
DAFTAR PUSTAKA
Varney, Helen.2006. buku ajar asuhan kebidanan (Varney’s Midwifery) volume 1. Jakarta
:EGC
http://keperawatan-gun.com/2008/06/askep-ibu-hamil-dengan-tbc.html
http://lorenatazo.com/2009/12/ibu-hamil-dengan-penyakit-tbc.html
http://lely-nursinginfo.com/2007/06/pregnancy-and-tuberculosis.html
https://www.scribd.com/doc/62060486/askeb-kehamilan-TBC
27