Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Pengetahuan

a. Definisi pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia

terhadap suatu objek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui panca

indra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman,

perasa dan peraba melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(over behavior) (Notoatmodjo, 2010).

b. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara untuk

memperoleh pengetahuan, yaitu:

1) Cara coba-salah (Trial and Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang

lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba

dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal

dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut

7
8

metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba

salah coba-coba.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali

kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang,

tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau

tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun-temurun

dari generasi ke generasi berikutnya, dengan kata lain pengetahuan

tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik

tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun

ahli-ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain

menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang

mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau

membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris

ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena

orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang

dikemukakannya ádalah benar.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi

pepatah, pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu

merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan

suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.


9

4) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir

manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.

Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan

manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi

maupun deduksi.

5) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian

ilmiah”, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research

methodology).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan (2010), faktor - faktor yang mempengaruhi

pengetahuan:

1) Faktor Internal

a) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya

hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo

(2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya


10

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima

informasi (Nursalam, 2003).

b) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003),

pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

c) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia

adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun.

2) Faktor Eksternal

a) Faktor lingkungan

Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003)

lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia

dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan

perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

d. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), dalam domain kognitif berkaitan

dengan pengetahuan yang bersifat intelektual (cara berpikir,


11

berintraksi, analisis, memecahkan masalah dan lain-lain) yang

berjenjang sebagai berikut:

1) Tahu (Knowledge)

Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.

Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau

mengingat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil di

himpun atau dikenali (recall of facts).

2) Memahami (Comprehension)

Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding)

tentang hal yang sudah kita kenali. Karena sudah memahami

hal yang bersangkutan maka juga sudah mampu mengenali hal tadi

meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kognitif ini

misalnya kemampuan menterjemahkan, menginterpretasikan,

menafsirkan, meramalkan dan mengeksplorasikan.

3) Menerapkan (Aplication)

Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang

sudah dipahami ke dalam situasi dan kondisi yang sesuai.

Kemampuan menterjemahkan, menginterpretasikan, menafsirkan,

meramalkan dan mengeksplorasikan.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi

menjadi rincian yang terdiri unsur-unsur atau komponen-


12

komponen yang berhubungan antara yang satu dengan lainnya

dalam suatu bentuk susunan berarti.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagian-

bagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang

mengandung arti tertentu.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal

yang bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya,

sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal

yang sedang dinilainya (Notoatmodjo, 2010).

2. Remaja dan Permasalahannya

Secara etimologi, remaja berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Definisi

remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah

periode usia antara 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa

(PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun.

Sementara itu, menurut The Health Resources and Services Administrations

Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan

terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja

menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini

kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (youth people) yang

mencakup usia 10-24 tahun (Kusmiran, 2013).


13

Remaja tidak lepas dari beberapa permasalahan yang selalu menjadi

kondisi tertentu dalam tahap masa remaja. Masalah remaja dikenal dengan

masa “Kenakalan Remaja”. Kenakalan remaja biasanya identik dengan

perilaku dan sikap menyimpang dari remaja (Kartini, 2010).

Salah satu contoh kenakalan remaja adalah seks bebas atau free seks,

dimana kenakalan remaja tersebut merupakan salah satu kondisi yang

sekarang ini banyak terjadi di kalangan anak muda atau remaja. Bahkan hal

tersebut dianggap sebagai hal yang wajar dan biasa. Pergaulan yang

salah menyebabkan hal tersebut menjadi ciri dari anak muda atau remaja

yang gaul atau dikatakan up to date. Banyak remaja yang menjadikan seks

bebas sebagai bagian dalam kehidupan mereka dalam bergaul dengan lawan

jenis maupun dengan yang lain (Kartini, 2010).

Kenakalan remaja merupakan suatu kondisi yang menyebabkan

penyimpangan perilaku yang dilakukan anak muda atau remaja yang

menyimpang dengan aturan sosial maupun norma-norma yang ada.

Banyaknya kenakalan remaja yang menjamur di masyarakat di sebabkan

beberapa hal, seperti:

a. Perkembangan teknologi dan pengetahuan

b. Salah pergaulan

c. Budaya

d. Pola pikir dan psikologis

e. Kondisi keluarga
14

Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan dan perhatian dari orang

terdekat untuk bisa mengawasi dan memberikan perhatian kepada anak

muda yang menginjak remaja dalam masa pubertas. Hal ini tidak hanya

menjaga remaja melakukan hal-hal yang dilanggar oleh norma atau aturan

sosial yang sudah ada (Kartini, 2010).

3. Aborsi

a. Pengertian

Secara medis, aborsi adalah berakhir atau gugurnya kehamilan

sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin

dapat hidup diluar kandungan secara mandiri (Kusmiran, 2013).

Aborsi adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum

janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagian batasan ialah kehamilan

kurang dari 20 minggu (Sarwono, 2008).

Aborsi adalah menggugurkan kandungan oleh akibat-akibat

tertentu (kehamilan yang tidak diinginkan) sebelum kehamilan tersebut

mampu untuk hidup di luar kandungan (Niskala, 2011).

b. Klasifikasi abortus

Klasifikasi abortus menurut Prawiroharjo (2005), dapat dibagi

menjadi:

1) Abortus spontan/alamiah adalah abortus yang berlangsung tanpa

tindakan.
15

Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara lain:

a) Abortus imminens

Abortus imminens adalah suatu perdarahan uterus pada

kehamilan <20 minggu, hasil konsepsi masih dalam uterus dan

tanpa adanya dilatatasi serviks.

b) Abortus Insipiens

Abortus insipiens adalah suatu perdarahan uterus pada

kehamilan <20 minggu dengan adanya, dilatasi serviks uteri

yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

c) Abortus inkompletus

Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil

konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih

ada sisa tertinggal dalam uterus.

d) Abortus kompletus

Abortus kompletus adalah pengeluaran semua hasil konsepsi

tanpa ada yang tertinggal didalam uterus sehingga rahim

kosong.

e) Missed abortion

Missed abortion adalah kematian janin sebelum berusia

20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum

uteri tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.


16

f) Abortus habitualis

Abortus habitualis adalah Abortus yang telah terjadi berulang

dan berturut-turut 3 x atau lebih.

2) Abortus Provokatus/Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan

sebelum usia kandungan 20 minggu dilakukan tindakan yang

disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun pelaksana aborsi

(dokter, bidan, dukun). Abortus provokatus dapat dibagi menjadi 2,

antara lain:

a) Abortus Provokatus Medisinalis

Abortus provokatus medisinalis yaitu abortus yang dilakukan

dengan disertai indikasi medik demi menyelamatkan nyawa

ibu, syarat-syaratnya:

(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian

dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang

dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai

dengan tanggung jawab profesi

(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain,

agama, hukum, psikologi)

(3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau

suaminya atau keluarga terdekat

(4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/

peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah

(5) Prosedur tidak dirahasiakan


17

(6) Dokumen medik harus lengk

b) Abortus provokatus kriminalis

Abortus provokatus kriminalis dilakukan tanpa adanya indikasi

medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan

menggunakan alat-alat atau obat obat tertentu. Umumnya

sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki. Ada

beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:

(1) Tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu

karir, sekolah atau tanggung jawab lain (75%).

(2) Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%).

(3) Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%). Alasan lain

yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda

(terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga,

atau sudah memiliki banyak anak.

c. Tindakan Aborsi

Menurut Niskala (2011), ada 3 macam tindakan aborsi:

1) Aborsi dilakukan sendiri.

2) Aborsi dilakukan tenaga medis (dokter, bidan) demi keuntungan

atau demi rasa simpati.

3) Aborsi dilakukan non tenaga medis (dukun).


18

d. Teknik Aborsi

Menurut Kusmiran (2013), ada lima metode dasar dalam terminasi

kehamilan atau aborsi yaitu:

1) Metode penyedotan (Suction Curettage)

Aborsi ini dilakukan dengan mesin penyedot bertenaga kuat yang

dimasukkan ke dalam rahim dan mulut rahim dibuat renggang

sehingga janin luruh dan ari-ari (plasenta) terlepas dari dinding

rahim. Metode ini dapat berisiko terjadi robek rahim yang

disebabkan salah penyedotan sehingga akan mengalami pendarahan

hebat dan berujung kematian.

2) Teknik dilatasi dan kerokan

Cara ini leher rahim dibuka atau perbesar dengan paksa untuk

dimasukkan pisau tajam kemudian janin hidup dicabik kecil-kecil

dan plasenta dikerok dari dinding rahim. Umumnya terjadi

perdarahan hebat dan jika tidak diobati dengan baik akan terjadi

infeksi.

3) Peracunan dengan garam

Dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu, selang

jarum yang panjang dimasukkan melalui perut ibu ke dalam rahim,

lalu sejumlah cairan disedot keluar dan larutan garam pekat

disuntikan kedalamnya. Bayi dibakar hidup-hidup oleh racun itu.

Dengan cara itu bayi akan mati dalam waktu 1 jam, kulitnya benar

benar hangus dalam waktu 24 jam.


19

4) Histerektomi / bedah Caesar

Dilakukan 3 bulan terakhir dari kehamilan. Rahim dimasuki alat

bedah melalui dinding perut. Bayi kecil ini dikeluarkan dan

dibiarkan saja agar mati atau kadang-kadang langsung dibunuh.

5) Pengguguran kimia (Prostaglandin)

Menggunakan bahan-bahan kimia ini mengakibatkan rahim ibu

mengerut, sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong

keluar. Kerutan ini sedemikian kuatnya sehingga ada bayi-bayi

yang terpenggal. Sering juga bayi yang keluar itu masih hidup.

Efek samping bagi ibu banyak sekali yang meninggal akibat

serangan jantung waktu carian kimia itu disuntikkan.

e. Risiko Aborsi

Menurut Kusmiran (2013), aborsi dapat membahayakan

keselamatan kesehatan wanita, antara lain:

1) Risiko terhadap kesehatan fisik

a) Kematian mendadak karena perdarahan hebat; leher rahim

robek atau terbuka lebar akan menimbulkan pendarahan hebat

yang membahayakan keselamatan ibu. Terkadang dibutuhkan

pembedahan untuk menghentikan pendarahan tersebut.

b) Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.

c) Kematian secara lambat karena infeksi serius di sekitar

kandungan. Disebabkan oleh alat medis tidak steril yang


20

dimasukkan ke dalam rahim atau sisa janin yang tidak

dibersihkan dengan benar.

d) Rahim yang sobek (uterine perforation) dapat terjadi

karena mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit dan

perasa sifatnya, tetapi juga kalau tersentuh, maka ia

menguncup kuat-kuat. Kalau dicoba untuk memasukinya

dengan kekerasan maka otot tersebut akan menjadi robek.

e) Kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan

menyebabkan cacat pada anak berikutnya.

f) Kanker payudara (karena ketidak seimbangan hormon

estrogen pada wanita).

g) Kanker indung telur (Ovarian Cancer).

h) Kanker leher rahim (Cervical Cancer).

i) Kanker hati (Liver Cancer).

j) Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan

menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan

hebat pada saat kehamilan berikutnya.

k) Menstruasi menjadi tidak teratur lagi selama sisa produk

kehamilan belum dikeluarkan dan bahkan sisa itu dapat

berubah menjadi kanker.

l) Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi.

m) Aborsi yang gagal; apabila dalam proses aborsi mengalami

kegagalan dan janin masih hidup kemungkinan besar saat lahir


21

mengalami cacat fisik dan dapat juga melahirkan bayi

prematur.

2) Risiko terhadap kesehatan mental

Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai post abortion

syndrome dan akan mengalami hal hal seperti ini:

a) Kehilangan harga diri (82%)

b) Berteriak histeris (51%)

c) Mimpi buruk berkali kali mengenai bayinya (63%)

d) Ingin melakukan bunuh diri (28%)

e) Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)

f) Tidak bisa menikmati hubungan seks lagi (59%)

Diluar hal-hal tersebut diatas, para wanita yang melakukan aborsi

akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun

tahun dalam hidupnya (Kartini, 2010).

f. Undang-Undang Aborsi

Di Negara Indonesia, dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja di

golongkan kedalam kejahatan terhadap nyawa (BAB XIX pasal 346-

349 Dalam KUHP BAB XIX pasal 346 - 349 dinyatakan sebagai

berikut:

1) Pasal 346:

Dikatakan bahwa seorang wanita yang dengan sengaja

menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk


22

menggugurkan atau melakukan hal itu di ancam hukuman penjara

paling lama 4 tahun.

2) Pasal 347:

(1) Disebutkan orang yang menggugurkan atau mematikan

kehamilan seorang wanita tanpa persetujuan wanita itu diancam

hukuman paling lama 12 tahun penjara.

(2) Menyebutkan jika dalam menggugurkan kandungan tersebut

berakibat pada hilangnya nyawa wanita yang mengandung itu,

maka pihak pelaku dikenakan hukuman penjara paling lama 15

tahun.

3) Pasal 348:

(1) Disebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menggugurkan

kandungan seorang wanita atas persetujuan wanita itu di ancam

hukuman paling lama 15 tahun penjara.

(2) Jika dalam perbuatan itu menyebabkan wanita itu meninggal,

maka pelaku diancam hukuman paling lama 17 tahun penjara.

4) Pasal 349:

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan

kejahatan berdasarkan pasal 346 ataupun membantu melakukan

salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana

yang ditentukan dalam pasal itu ditambah dengan sepertiga dan

dapat di cabut hak untuk menjalankan pencaharian mana kejahatan

yang dilakukan.
23

g. Aborsi di lihat dari nilai agama

Firman Allah: “Dan janganlah kamu membunuh anak anakmu

karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan

kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa besar”

(QS 17: 31). Banyak calon ibu muda beralasan bahwa karena

penghasilannya masih belum stabil atau tabungan belum memadai,

kemudian merencanakan untuk menggugurkan kandungannya

(Depag RI, 2003).


24

B. Kerangka Teori

Pengetahua Remaja Aborsi Risiko Aborsi


Gambar 3.2 kisi-kisi
kuesioner tentang
1. Risiko terhadap kesehatan fisik
pencegahan keputihan a. Kematian karena perdarahan
Faktor-faktor yang 1. Pengertian aborsi hebat
mempengaruhi 2. Klasifikasi aborsi b. Kematian mendadak karena
pengetahuan: 3. Tindakan aborsi pembiusan yang gagal
1. Pendidikan 4. Teknik aborsi c. Kematian akibat infeksi
2. Pekerjaan 5. Risiko aborsi d. Rahim yang sobek
3. Umur e. Kerusakan leher rahim
4. Lingkungan f. Kanker payudara
5. Sosial budaya g. Kanker indung telur
h. Kanker leher rahim
i. Kanker hati
j. Menstruasi tidak teratur
k. Kelainan pada placenta/ari-
ari
l. Menjadi mandul
2. Risiko terhadap kesehatan
mental
a. Kehilangan harga diri
b. Berteriak histeris
c. Mimpi buruk berkali-kali
mengenai bayinya
d. Ingin melakukan bunuh diri
e. Mulai mencoba
menggunakan obat-obat
terlarang
f. Tidak bisa menikmati
hubungan seks lagi

Sumber : Notoatmodjo (2010), Handoyo (2010), Kartini (2010), Niskala


(2011), sarwono (2010), Mochtar (2012), Kusmiran (2013)
Gambar 2.1. Kerangka Teori
25

C. Kerangka Konsep

Baik

Tingkat Pengetahuan
Remaja Putra dan Putri Cukup
Tentang Bahaya Aborsi

Kurang

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan :
1. Pendidikan
2. Lingkungan
3. Umur
4. Lingkungan
5. Sosial Budaya

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai