Anda di halaman 1dari 6

Sedikit Mengenai ANALISIS WACANA KRITIS

1. 1. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang
nyata dalam komunikasi. Analisis wacana lazim digunakan untuk menemukan makna wacana
yang persis sama atau paling tidak sangat ketat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara
lama wacana lisan, atau oleh penulis dalam wacana tulis.

Berdasarkan analisisnya, ciri dan sifat wacana menurut Syamsudin (1992:6) analisis wacana
dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use-
menurut Widdowson, 1987).

2) Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan
situasi (Firth, 1957).

3) Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui interpretasi semantik


(Beller).

4) Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is
said from what is done- menurut Labov, 1970).

5) Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional (functional
use of language- menurut Coulthard, 1977).

Ciri-ciri dasar lain dapat diramu dari beberapa pendapat para ahli, yaitu sebagai berikut:

1) Analisis wacana bersifat interpretatif pragmatis, baik bentuk bahasanya maupun


maksudnya (form and notion).

2) Analisis wacana banyak bergantung pada interpretasi terhadap konteks dan pengetahuan
yang luas (interpretation of world).

3) Semua unsur yang terkandung di dalam wacana dianalisis sebagai suatu rangkaian.

4) Wujud bahasa dalam wacana itu lebih jelas karena didukung oleh situasi yang tepat (all
material used in real that is actually having occoured in appropriate situasional).
5) Khusus untuk wacana dialog, kegiatan analisis terutama berkaitan dengan pertanyaan,
jawaban, kesempatan berbicara, penggalan percakapan, dan lain-lain.

1. 2. Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis (AWK) adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi
penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau
kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa
yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan. Oleh
karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari
berbagai faktor. Selain itu harus disadari pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra
yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.

Analisis wacana yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sebagai upaya pengungkapan
maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan. Pemahaman
mendasar analisis wacana adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai objek studi
bahasa. Pada akhirnya, memang analisis wacana kritis menggunakan bahasa bahasa dalam teks
yang dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis dalam AWK berbeda dengan studi bahasa dalam
pengertian linguistik tradisional. Bahasa yang dianalisis oleh AWK bukan menggambarkan aspek
bahasa saja, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks dalam hal ini berarti
bahasa yang dipakai untuk tujuan tertentu termasuk di dalamnya praktik kekuasaan. AWK
melihat bahasa sebagai fakta penting, yaitu bagaimana bahasa digunakan untuk melihat
ketimpangan-ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat.

Teun van Dijk (1998) mengemukakan bahwa AWK digunakan untuk menganalisis wacana-
wacana kritis, diantaranya politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan lain-lain. Selanjutnya
Fairclough dan Wodak (1997: 271-280) meringkas tentang prinsip-prinsip ajaran AWK sebagai
berikut:

1) Membahas masalah-masalah sosial

2) Mengungkap bahwa relasi-relasi kekuasaan adalah diskursif

3) Mengungkap budaya dan masyarakat

4) Bersifat ideologi

5) Bersifat historis

6) Mengemukakan hubungan antara teks dan masyarakat


7) Bersifat interpretatif dan eksplanatori

1. 3. Analisis Wacana Kritis untuk Menggali Suatu Ideologi

Secara harfiah, ideologi berarti ilmu tentang ide-ide sesuai dengan perkembangan zaman,
perkembangan ilmu, dan pengetahuan. Batasan ideologi adalah sebuah sistem nilai atau gagasan
yang dimiliki oleh kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, termasuk proses-proses yang
bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan. AWK mempelajari tentang dominasi suatu
ideologi serta ketidakadilan dijalankan dan dioperasikan melalui wacana. Fairclough
mengemukakan bahwa AWK melihat wacana sebagai bentuk dan praktik sosial. Praktik wacana
menampilkan efek ideologi.

Ideologi merupakan konsep sentral dalam AWK, misalnya wacana sastra adalah bentuk ideologi
atau pencerminan dari ideologi tertentu. Ideologi ini dikontruksikan oleh kelompok yang
dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu
strateginya adalah membuat kesadaran khalayak, bahwa dominasi itu diterima secara taken for
granted. Ideologi dalam hal ini secara inheren bersifat sosial dan AWK melihat wacana sebagai
bentuk dari praktik sosial.

Studi kritis terhadap bahasa menyoroti bagaimana konvensi dan praktik berbahasa terkait dengan
hubungan kekuasaan dan proses ideologis yang sering tidak disadari oleh masyarakat. Beberapa
pokok pikiran tentang studi kritis terhadap bahasa adalah:

1. Wacana dibentuk oleh masyarakat

2. Wacana membantu membentuk dan mengubah pengetahuan serta objek-objeknya,


hubungan sosial, dan identitas sosial

3. Wacana dibentuk oleh hubungan kekuasaan dan terkait dengan ideologi

4. Pembentukan wacana menandai adanya tarik-ulur kekuasaan (power struggles)

5. Wacana mengkaji bagaimana masyarakat dan wacana saling membentuk satu


sama lain

1. 4. Analisis Wacana Kritis dan Penggunaan Bahasa dalam Konteks Sosial


Analisis wacana ini sibuk sibuk menganalisis kaidah, perpindahan, dan strategi tuturan berbahasa
sehari-hari dengan konteks sosial yang amat terbatas. Para analisis wacana semakin menyadari
akan beragamnya pilihan dan keluasan objek penelitian linguistik, yaitu penggunaan bahasa yang
aktual dalam konteks sosialnya. Paradigma psikologi dan intelektual disangsikan keakuratannya
dalam menganalisis wacana yang sarat dengan berbagai fitur konteks sosial yang luas, seperti
gender, kekuasaan, status, etnis, peran, dan latar institusi.

Kedua istilah yaitu teks dan wacana secara bergantian digunakan dalam analisis wacana. Kress
mengungkap tentang istilah teks dan wacana cenderung digunakan tanpa perbedaan yang jelas.
Kejian wacana lebih menekankan pada persoalan isi, fungsi, dan makna sosial dalam
penggunaan bahasa. Sedangkan diskusi-diskusi dengan dasar dan tujuan yang lebih linguistis
cenderung menggunakan istilah teks. Kajian teks lebih menekankan pada persoalan matrialitas,
bentuk, dan struktur bahasa. Brunner dan Grafaen (Wodak, 1996:13) mengemukakan bahwa
istilah wacana berakar pada sosiologi, sementara istilah teks berakar pada filologi dan sastra.

Wacana dipahami sebagai unit-unit dan bentuk-bentuk tuturan dari interaksi yang menjadi bagian
dari perilaku linguistis sehari-hari, tetapi dapat muncul secara sama dalam lingkungan
institusional. Wacana memerlukan kehadiran bersama dari penutur dan pendengar (interaksi face
to face), tetapi dapat dikurangi ke arah kehadiran bersama yang temporal (misalnya dalam
telepon).

Dalam konteks teori perilaku linguistis, adalah penting untuk menentukan “teks”, perilaku
linguistis itu yang materinya dibuat dalam teks dipisahkan dari situasi tuturan umum yang hanya
sebagai perilaku reseptif pembaca, dasar umumnya dipahami dalam makna sistematis, bukan
makna historis. Dalam teks, perilaku ujaran memiliki kualitas pengetahuan dalam melayani
transmisi serta disimpan untuk penggunaan sesudahnya dalam bentuk tertulis yang konstitutif
untuk penggunaan istilah sehari-hari.

Jadi, teks lebih dipandang sebagai fenomena linguistis yang berdiri sendiri dan terpisah dari
situasi tuturan. Sementara itu, wacana merupakan teks yang berada dalam situasi tuturan menurut
van Dijk wacana adalah teks “dalam konteks”. Dalam wacana terkandung makna konteks yang
lebih luas. Wodak merumuskan wacana sebagai totalitas interaksi dalam ranah tertentu (misalnya
wacana gender). Wacana itu dikuasai secara sosial dan dikondisikan secara sosial. Untuk tujuan
analisis wacana harus dilihat dari tiga dimensi secara simultan (Fairclough, 1995: 98), yaitu teks-
teks bahasa, praksis kewacanaan, praksis sosialkultural. Menganalisis sebuah wacana secara
kritis pada hakikatnya adalah menganalisis tiga dimensi wacana tersebut sebagai aplikasi
dialektis

1. 5. Bahasa, Teks, dan Konteks Sosial dalam Analisis Wacana Kritis


Bahasa sebagai Semiotik Sosial

Bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem makna, seperti tradisi, mata pencaharian, dan
sistem sopan santun, secara bersama-sama membentuk budaya manusia. Dalam proses sosial ini,
konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis, di tempat realitas itu
dikerjakan. Dalam tingkatan yang sangat konkret, bahasa tidak berisi kata-kata, klausa-klausa
atau kalimat-kalimat, tetapi bahasa berisi teks atau wacana, yakni pertukaran makna. Dalam
konteks interpersonal, konteks tempat makna itu dipertahankan, sama sekali bukan tanpa nilai
sosial. Melalui tindakan makna sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial, menegaskan
status dan peran yang dimilikinya, serta menetapkan dan mendefinisikan sistem nilai dan
pengetahuan.

Teks

Teks berkaitan dengan apa yang secara aktual dilakukan, dimaknai, dan dikatakan oleh
masyarakat dalam situasi yang nyata. Halliday (1978:40) menyatakan bahwa teks adalah suatu
pilihan semantis data konteks sosial, yaitu suatu cara pengungkapan makna melalui bahasa lisan
atau tulis. Semua bahasa hidup yang mengambil bagian tertentu dalam konteks situasi dapat
disebut teks. Dalam hal ini ada empat catatan mengenai teks yang perlu dikemukakan sebagai
berikut:

1) Teks pada hakikatnya adalah sebuah unit semantis

2) Teks dapat memproyeksikan makna pada level yang lebih tinggi

3) Teks pada hakikatnya sebuah proses sosiosemantis

4) Situasi merupakan faktor penentu teks

Konteks Situasi

Halliday menyebutkan bahwa situasi merupakan lingkungan tempat teks datang pada kehidupan.
Untuk memahami teks dengan sebaik-baiknya diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi
dan konteks budaya. Dalam pandangan Halliday, konteks situasi terdiri dari tiga unsur, yaitu
medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Jones memandang medan wacana sebagai
konteks situasi yang mengacu pada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusional
tempat satuan-satuan bahan itu muncul. Dalam medan wacana terdapat tiga hal yang perlu
diungkap, yaitu ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang.

Jones memandang pelibat wacana sebagai konteks situasi yang mengacu pada hakikat hubungan
timbal balik antarpartisipan, termasuk pemahaman dan statusnya dalam konteks sosial dan
linguistik. Ada tiga hal yang perlu diungkap dalam pelibat wacana, yaitu peran agen atau
masyarakat, status sosial, dab jarak sosial. Ada tiga wacana tentang realitas sosial, yaitu:

1) Wacana adalah bagian dari aktivitas sosial

2) Representasi, yaitu suatu proses dari praktik-praktik sosial

3) Wacana menggambarkan bagaimana sesuatu terjadi dalam identitas-identitas konstitusi

Studi Kultural

Sebelum melangkah kepada pembahasan Analisis Wacana Kritis (AWK), maka perlu dibahas apa
yang disebut Studi Kultural (SK). Studi ini mempunyai ciri-ciri yang dievaluasikan dalam lima
prinsip, yaitu:

1) SK mengkritisi praktik kebudayaan dalam hubungannya dengan kekuasaan.

2) SK tidak terbatas pada kebudayaan dalam pengertian konvensional.

3) SK bukan hanya gerakan intelektual, melainkan juga gerakan moral dan operasional demi
perbaikan kinerja kebudayaan secara keseluruhan.

4) SK berupaya membongkar penghalang-penghalang pengetahuan demi lancarnya lalu lintas


antardisiplin ilmu dan pengetahuan.

5) SK meyakini paham rekonstruktivisme dalam menelaah budaya.

sumber:

Analisis Wacana Kritis

Karya Prof. Dr. Hj. Yoce Alian Darma, M.Pd

Anda mungkin juga menyukai