Anda di halaman 1dari 111

BATAS LEGAL DALAM KEPERAWATAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang Masalah

Praktik keperawatan yang aman mencakup pemahaman tentang batasan legal


dimana perawat harus berfungsi. Seperti halnya semua aspek keperawatan saat ini,
pemahaman tentang implikasi hukum mendukung pikiran kritis pada bagian
perawat. Perawat harus memahami hukum untuk melindungi dirinya dari
pertanggungjawaban dan untuk melindungi hak-hak klien. Perawat tidak perlu
takut hukum, akan tetapi harus memandang informasi yang mengikutinya sebagai
dasar pemahaman apa yang diharapkan oleh masyarakat kita dari pemberi asuhan
keperawatan professional.

Hukum di masyarakat kita berubah-ubah dan dengan terus menerus berubah untuk
memenuhi kebutuhan manusia dan hukum dimaksudkan untuk melindungi.
Karena teknologi telah memperluas peranan perawat, dilemma etis yang
dihubungkan dengan perawatan klien telah meningkat dan sering juga menjadi
masalah legal juga. Ketika hukum federal mengena untuk semua negara bagian,
perawat juga harus sadar bahwa hukum beragam secara luas melintasi negeri.
Perawat penting untuk mengetahui hukum di Negara mereka yang mempengaruhi
praktik mereka. Publik mendapat informasi lebih baik dibanding waktu lampau
tentang hak-hak perawatan keehatan mereka. Terbiasanya perawat dengan hukum
meningkatkan kemampuannya untuk menjadi advokat klien.

1.2 Tujuan

¶ Untuk mengetahui batas legal dalam tindakan keperawatan

¶ Untuk mengetahui pengendalian hukum oleh perawat dan klien.

¶ Untuk mengetahui dasar hukum malpraktik, indipliner, dan kelalaian.

¶ Untuk memenuhi mata kuliah etika perawatan

1.3 Permasalahan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Batasan Legal dalam Tindakan Keperawatan

Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur prakteknya untuk :

1. Memberikan kepastian bahwa keputusan & tindakan perawat yang


dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum.
2. melindungi perawat dari liabilitas.

Perjanjian atau kontrak dalam perwalian

Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara dua atau
lebih partai untuk mengerjakan atau tidak sesuatu. Dalam konteks hukum, kontrak
sering disebut dengan perikatan atau perjanjian. Perikatan artinya mengikat orang
yang satu dengan orang lain. Hukum perikatan di atur dlm UU hukum Perdata
pasal 1239

” Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak
mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang
termaktub dalam bab ini dan bab yang lalu.” Lebih lanjut menurut ketentuan pasal
1234 KUHPdt, setiap perikatan adalah untuk memberikan, berbuat sesuatu atau
untuk tidak berbuat sesuatu. Perikatan dapat dikatakan sah bila memenuhi syarat
sbb:

v Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian


(Consencius)

v Ada kecakapan thp pihak2 untuk membuat perjanjian (capacity). Ada sesuatu
hal tertentu ( a certain subjec matter) dan ada sesuatu sebab yang halal (Legal
Cause).(Muhammad 1990).

v Kontrak perawat-pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan.


v Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja.

v Kontrak Perawat-Pasien digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah


pihak yang bekerja sama.

v Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak yang disepakati

Perawat profesional harus mampu memahami batasan legal yang mempengaruhi


praktik sehari-hari mereka. Hal ini yang dikaitkan dengan penilaian yang baik dan
menyuarakan pembuatan keputusan yang menjamin asuhan keperawatan yang
aman dan sesuai.

Pedoman legal yang harus diikuti perawat diambil dari undang-undang, hukum
pengaturan, dan hukum adat.

Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara.
Setiap orang yang tidak mematuhi hukum akan terikat secara hukum untuk
menanggung denda atau hukum penjara. Anda tidak perlu takut akan melanggar
hukum jika anda :

¶ Hanya melakukan hal-hal yang sudah diajarkan dan berada dalam cukup
pelatihan.

¶ Selalu memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang terbaru.

¶ Selalu menempatkan keselamatan dan kesejahteraan pasien sebagai hal yang


terpenting.

¶ Melakukan pekerjaan sesuai dengan kebijakan fasilitas.

2.2 Batasan Kelalaian atau Malpraktik

Kesalahan adalah kesalahan sipil yang dibuat terhadap seseorang atau hak milik.
Kesalahan bisa diklasifikasi menjadi kesalahan tidak disengaja atau disengaja.
Contoh dari kesalahan yang tidak disengaja adalah kelalaian atau malpraktik.
Malpraktik merupakan kelalaian yang dilakukan oleh seorang profesional seperti
perawat atau dokter. Kesalahan disengaja merupakan tindakan disengaja yang
melanggar hak seseorang. Misalnya, pelecehan, pemukulan, pemfitnahan, atau
invasi pribadi.

Perbedaaan bergantung pada tindakan atau pengabaian yang terlibat pada masalah
tentang “ ilmu atau seni kedokteran yang memerlukan keterampilan khusus yang
tidak dimilki orang biasa,“ atau bahkan dapat dipahami berdasarkan pengalaman
individu setiap hari pada juri. Jika diperlukan opini profesional dari seorang ahli
dengan keterampilan dan pengetahuan khusus, teori tentang malpraktik lebih
berlaku daripada kelalaian biasa.

Kelalaian adalah prilaku yang tidak sesuai standar perawatan. Malpraktik terjadi
ketika asuhan keperawatan tidak sesuai yang menuntut praktik keperawatan yang
aman. Tidak perlu ada kesengajaan, suatu kelalaian dapat terjadi. Kelalaian
ditetapkan oleh hukum untuk perlindungan orang lain terhadap resiko bahaya
yang tidak seharusnya. Ini dikarakteristikkan oleh ketidakperhatian, keprihatian
atau kurang perhatian. Kelalaian atau malpraktik bisa mencakup kecerobohan,
seperti tidak memeriksa balutan lengan yang memungkinkan pemberian medikasi
yang salah. Bagaimanapun, kecerobohan tidak selalu sebagai penyebab. Jika
perawat melakukan prosedur dimana mereka telah terlatih dan melakukan dengan
hati –hati, tetapi masih membahayakan klien, dapat dibuat tuntunan kelalaian atau
malpraktik. Jika perawat memberikan perawatan yang tidak sesuai dengan
standar, mereka dapat dianggap lalai. Karena tindakan ini dilakukan oleh perawat
professional, kelalaian perawat disebut malpraktik.

Perawat telah terlibat dalam banyak tindakan lalai atau malpraktik profesional,
contohnya :

1. kesalahan terapi intravena yang menyebabkan infiltrasi atau flebitis.


2. luka bakar pada klien karena terapi panas yang tidak tepat pemantauannya.
3. jatuh yang menyebabkan cidera pada klien.
4. kesalahan menggunakan tehnik aseptik ketika diperlukan.
5. kesalahan menghitung spon, instrumen, atau jarum dalam kasus operasi.

Perawat harus melakukan semua prosedur secara besar. Mereka juga harus
menggunakan penilaian profesional saat mereka menjalankan program dokter dan
juga terapi keperawatan mandiri dimana mereka berwewenang. Setiap perawat
yang tidak memenuhi standar praktik atau perawatan yang dapat diterima atau
melakukan tugasnya dengan ceroboh berisiko dianggap lalai.

Karena malpraktik adalah kelalaian yang berhubungan dengan praktik profesional,


kriteria berikut harus ditegakkan dalam gugatan hukum malpraktik terhadap
seorang perawat :
1. perawat (terdakwa) berhutang tugas pada klien (penggugat).
2. perawat tidak melakukan tugas tersebut atau melanggar tugas perawatan.
3. klien cidera.
4. baik penyebab aktual dan kemungkinan mencederai klien adalah akibat
dari kegagalan perawat untuk melakukan tugas.

2.3 Dasar Hukum Malpraktik

Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dan perawat dengan dakwaan
melakukan malpraktik makin meningkat dimana-mana, termasuk di negara kita.
Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dimana
masyarakat lebih menyadari kewajiban dan tugas profesinya dengan lebih hati-
hati dan penuh tanggung jawab. Di negara- negara maju tiga besar dokter spesialis
menjadi sasaran utama tuntutan ketidaklayakan dalam praktik, yaitu spesialis
bedah, anastesi dan kebidanan dan penyakit kandungan.

Walaupun UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan sudah dicabut oleh UU
No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, namun perumusan malpraktik/kelalaian
medik tercanutm pada pasal 11b masih dapat dipergunakan yaitu :

dengan tidak mengurangi ketentuan–ketentuan di dalam KUHP dan peraturan


perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan
tindakan-tindakan administratif dalam hal sebagai berikut :

1.
1. melalaikan kewajiban.
2. Melakukan suatu hal yang tidak seharusnya tidak boleh dilakukan
oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya,
maupun sumpah sebagai tenaga kesehatannya.

2.4 Penanganan Malpraktik

Walaupun dalam KODEKI telah tercantum tindakan-tindakan yang seharusnya


tidak dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Akan tetapi
sanksi bila terjadi pelanggaran etik tidak dapat diterapkan dengan seksama.

Dalam etik sebenarnya tidak ada batas –batas yang jelas antara boleh atau tidak,
oleh karena itu kadang kala sulit memberikan sanksi-sanksinya.
Di negara-negara maju terdapat suatu Dewan Medis yang bertugas melakukan
pembinaan etik profesi dan menanggulangi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan dalam etik kedokteran.

Di negara kita IDI telah mempunyai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (


MKEK), baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Walaupun demikian,
MKEK ini belum lagi dimanfaatkan dengan baik oleh para dokter ataupun
masyarakat.

Masih banyak kasus yang keburu diajukan ke pengadilan sebelum ditangani oleh
MKEK. Oleh karena fungsi MKEK ini belum memuaskan, maka pada tahun 1982
Departemen Kesehatan membentuk Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik
Kedokteran (P3EK) yang terdapat pula di pusat dan tingkat provinsi.

Tugas P3EK adalah untuk menangani kasus-kasus malpraktik yang tidak dapat
ditanggulangi oleh MKEK, dan memberi pertimbangan usul-usul kepada pejabat
yang berwenang.

Jadi instansi pertama yang menangani kasus malpraktik etik adalah MKEK
cabang atau wilayah. Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK maka
akan dirujuk ke P3EK provinsi dan jika P3EK provinsi tidak mampu
menanganinya maka kasus tersebut diteruskan ke P3EK pusat.

2.5 Pengendalian Hukum Oleh Perawat dan Klien

Pelayanan keperawatan di masa mendatang harus dapat memberikan consumer


minded terhadap pelayana keperawatan yang di terima. Hal ini didasarkan pada
”trends” perubahan saat ini dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu,
perawat perawat diharapkan dapat mendefinisikan, mengimplementasikan dan
mengukur perbedaan bahwa praktik keperawatan harus dapat sebagai indikator
terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang profesional di
masa depan. Sementara itu pelayanan keperawatan di masa mendatang belum
jelas, maka perawat profesional di masa mendatang harus dapat memberikan
dampak yang positif terhadap kualitas sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Ada 4 hal yang harus dijadikan perhatian utama keperawatan di Indonesia :

¶ Memahami dan menerapkan peran perawat

¶ Komitmen terhadap identitas keperawatan

¶ Perhatian terhadap perubahan dan trend pelayanan kesehatan kepada


masyarakat
¶ Komitmen dalam memenuhi tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan
melalui upaya yang kreatif dan inovatif.

Perawat Indonesia di masa depan harus dapat memberikan asuhan keperawatan


dengan pendekatan proses keperawatan yang berkembang seiring dengan
perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sehingga perawat
dituntut mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan.

Perawat dapat mengurangi kesempatan mereka terkena perkara hukum dengan


mengikuti standar perawatan, memberikan perawatan kesehatan yang kompeten,
dan mengembangkan hubungan empatik dengan klien. Selain itu, dokumentasi
yang hati-hati, lengkap, dan objektif berperan sebagai bukti standar asuhan
keperawatan yang diberikan. Dokumentasi yang tepat waktu dan jujur penting
untuk memberikan komunikasi yang perlu antar anggota tim pelayanan kesehatan.
Dokumentasi digunakan dalam banyak cara yang menguntungkan klien dan
menunjukkan bahwa perawat adalah pemberi perawatan yang efektif.
Dokumentasi yang baik juga mempertahankan pemberi perawatan kesehatan lain
yang mempunyai pengetahuan baru tentang tindakan terbaru yang diterima klien
sehingga perawatan terus menerus diberikan dengan aman.

Hubungan perawat-klien sangat penting, tidak hanya dalam menjamin kualitas


perawatan tetapi juga dalam meminimalkan risiko hukum. Saling percaya
terbentuk antara perawat dan klien. Klien yang percaya bahwa perawat melakukan
tugas mereka secara benar dan memperhatikan kesejahteraan mereka mungkin
urung untuk memulai perkara hukum melawan perawat. Perawatan yang tulus
untuk klien adalah peranan penting perawat dan merupakan alat manajemen-risiko
efektif. Bagaimana pun, perawatan tidak akan secara total melindungi perawat
jika terjadi kelalaian praktik. Ketika klien cedera, pemeriksaan tentang kejadian
bisa berimplikasi pada perawat bahkan jika klien merasa baik terhadap mereka.
SUHARTINA

 Home
 Profil
 Login

Berpacu menjadi yang terbaik

kode etik keperawatan

14 January 2013 - dalam Umum Oleh suhartina-fkp11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Kode Etik

Kode etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan dalam


mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Kode etik menunjukan
bahwa tanggung jawab terhadap kepercayaan masyarakat telah diterima oleh
profesi(Kelly, 1987). Jika anggota profesi melakukan suatu pelanggaran terhadap
kode etik tersebut, maka pihak organisasi berhak memberikan sanksi bahkan bisa
mengeluarkan pihak tersebut dari organisasi tersebut. Dalam keperawatan kode
etik tersebut bertujuan sebagai penghubung antara perawat dengan tenaga medis,
klien, dan tenaga kesehatan lainnya, sehingga tercipta kolaborasi yang maksimal.

1.2 Latar Belakang Lahirnya Pelanggaran Kode Etik Keperawatan

Perawat professional tentu saja memahami kode etik atau aturan yang harus
dilakukan, sehingga dalam melakukan suatu tindakan keperawatan mampu
berpikir kritis untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai prosedur
yang benar tanpa ada kelalaian. Namun mengapa masih banyak terjadi berbagai
bentuk kelalaian tanpa tanggung jawab dan tanggung gugat? Hal ini dikarenakan
oleh kurangnya pengetahuan perawat dalam memahami kode etik itu sendiri.
Sehingga tindakan yang dilakukan adakalanya akan berdampak pada keselamatan
pasien. Oleh sebab itu, banyak perawat dimata masyarakat di anggap kurang
berpotensi dalam melakukan asuhan keperawatan yang pada akhirnya berdampak
pada persepsi masyarakat pada seluruh tenaga keperawatan. Oleh karena itu,
sebagai calon perawat maupun para perawat harus mampu memahami dengan
baik dan benar tentang kode etik dan salah satu kuncinya yaitu banyak membaca
dan memahami pentingnya keselamatan pasien sehingga keinginan untuk
mempelajari kode etik sebagai landasan tindakan bisa lebih bermanfaat.

BAB II

PEMBAHASAN KODE ETIK DALAM KEPERAWATAN


2.1 Kode Etik dalam Keperawatan

Dalam ilmu keperawatan terdapat suatu standar yang akan menjadi


pedoman bagi perawat dalam melakukan tindakan atau praktik
keperawatan profesional. Standar tersebut adalah kode etik keperawatan.
Dengan kode etik tersebut, perawat dapat bertindak sesuai hukum atau
aspek legal perawat. Selain itu, kode etik juga dapat membantu perawat
ketika mengalami masalah yang tidak adil. Karena kode etik adalah
pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku yang
menjadi kerangka kerja dalam membuat keputusan. Kode Etik juga memberikan
pemahaman kepada perawat untuk melakukan tindakan sesuai etika dan moral
serta akan menghindarkan dari tindakan kelalaian yang akan menyebabkan klien
tidak nyaman atau bahkan menyebabkan nyawa klien terancam.

2.1.1 Fungsi Kode Etik Perawat

Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan atau
pedoman bagi status perawat profesional yaitu dengan cara:

1. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat diharuskan memahami dan


menerima kepercayaan dan tanggungjawab yang diberikan kepada perawat oleh
masyarakat
2. Menjadi pedoman bagi perawat dalam berperilaku dan menjalin hubungan
keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktek etikal
3. Menetapkan hubungan-hubungan profesional yang harus dipatuhi yaitu
hubungan perawat dengan pasien/klien sebagai advokator, perawat dengan
tenaga profesional kesehatan lain sebagai teman sejawat, dengan profesi
keperawatan sebagai seorang kontributor dan dengan masyarakat sebagai
perwakilan dari asuhan kesehatan
4. Memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi.

Gambar 1.1. PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA (PPNI)


KAB.BANJAR

INDONESIAN NATIONAL NURSING ASSOCIATION (INNA)


BANJAR DISTRIC

2.1.2 Kode Etik Keperawatan Indonesia

Dalam profesi perawat, seorang perawat harus mampu memahami dan


menerapkan berbagai kode etik yang menjadi dasar mereka bertindak khususnya
dalam tindakan asuhan keperawtan. Beberapa kode etik yang ada di Indonesia
yang harus di miliki oleh seorang perawat professional yaitu:

1. Tanggungjawab Perawat terhadap Individu, Keluarga, dan Masyarakat


1. Perawat berpedoman kepada tanggungjawab dari kebutuhan akan
keperawatan individu, keluarga dan masyarakat.
2. Perawat memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya, adat-istiadat, dan kelangsungan hidup beragama dari individu,
keluarga, dan masyarakat.
3. Perawat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur keperawatan.
4. Menjalin hubungan kerja sama dengan individu, keluarga, dan
masyarakat dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya
kesehatan.
5. Tanggungjawab terhadap Tugas
1. Memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai
kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta
ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu,
keluarga dan masyarakat.
2. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali
jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
3. Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan keperawatan untuk tujuan yang bertentangan
dengan norma-norma kemanusiaan.
4. Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan
sosial.
5. Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan
keselamatan klien dalam melaksanakan tugas keperawatan
serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika
menerima atau mengalihtugaskan tanggungjawab yang ada
hubungannya dengan keperawatan.
1. Tanggungjawab terhadap Sesama Perawat dan Profesi
Kesehatan Lainnya
6. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat
dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara
kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
7. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan
dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan
kemampuannya.
8. Tanggungjawab terhadap Profesi Keperawatan
9. Perawat senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan profesional
secara mandiri dan bersama-sama dengan jalan menambah ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan keperawatan.
10. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan menunjukkan perilaku dan sifat pribadi yang luhur.
11. Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkan dalam
kegiatan dan pendidikan keperawatan.
12. Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
1. Tanggungjawab terhadap Pemerintah, Bangsa, dan Negara

a. Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijaksanaan


yang diharuskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan keperawatan.

b. Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran


kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan
kepada masyarakat.

Secara umum, tujuan kode etik keperawatan adalah sebagai berikut(kozier, Erb.
1990):

a) Sebagai aturan dasar terhadap hubungan perawat dengan perawat,


pasien, dan anggota tenaga kesehatan lainnya.

b) Sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat jika terdapat perawat


yang melakukan pelanggaran berkaitan kode etik dan untuk membantu perawat
yang tertuduh suatu permasalahan secara tidak adil.

c) Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan dan


untuk mengorientasikan lulusan keperawatan dalam memasuki jajaran praktik
keperawatan profesional.

d) Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan


profesional.

2.2 Standar Etik dan Legal dalam Keperawatan


Setiap saat bekerja dan berhubungan dengan klien, rekan kerja, dan seluruh
komunitas tentu saja perawat selalu dihadapkan dengan pengambilan keputusan
dalam setiap tindakan yang dilakukan berkaitan dengan etika dan moral. Terdapat
dua aturan yang harus ditaati oleh perawat professional dalam mengambil
tindakan yaitu:

1. Standar etik

Panduan perilaku moral yaitu seseorang yang memberikan layanan kesehatan


harus bersedia secara sukarela dalam mengikuti standar etik.

1. Hukum legal

Panduan berperilaku sesuai hukum yang sah. Jika aturan tersebut tidak dipatuhi
maka perawat wajib menerima tanggung gugatnya.

BAB III

PERILAKU ETIK DALAM TINDAKAN KEPERAWATAN PROFESSIONAL

3.1. Perilaku Etik

Dua perilaku etik yang harus dimiliki oleh perawat profesional yaitu:

1. Etik yang Berorientasi pada Kewajiban

Dalam hal ini, pedoman perawat adalah apa saja yang harus wajib dilakukan dan
kewajibannya dalam bertindak.

1. Etik yang Berorientasi pada Larangan

Pedoman yang digunakan adalah apa saja yang dilarang yang tidak boleh
dilakukan oleh perawat sesuai kewajiban dan kebajikan.
3.1.1 Asas Etik dalam Keperawatan

Terdapat enam asas etik dalam keperawatan yaitu:

1. Asas menghormati otonomy klien( autonomy)


2. Asas manfaat( beneficence)
3. Asas tidak merugikan (non –maleficence)
4. Asas kejujuran( veracity)
5. Asas kerahasiaan ( confidentiality)
6. Asas keadilan( justice)
7. Autonomy yaitu klien memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam
pengambilan tindakan terhadapnya. Seorang perawat tidak boleh memaksakan
suatu tindakan pengobatan kepada klien.
8. Beneficence yaitu semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat bagi klien.
Oleh karena itu, perlu kesadaran perawat dalam bertindak agar tindakannya
dapat bermanfaat dalam menolong klien.
9. Non- maleficence yaitu setiap tindakan harus berpedoman pada prinsip primum
non nocere ( yang paling utama jangan merugikan). Resiko fisik, psikologis, dan
sosial hendaknya diminimalisir semaksimal mungkin.
10. Veracity yaitu dokter maupun perawat hendaknya mengatakan sejujur-jujurnya
tentang apa yang dialami klien serta akibat yang akan dirasakan oleh klien.
Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan klien agar
klien mudah memahaminya.
11. Confidentiality yaitu perawat maupun dokter harus mampu menjaga privasi
klien meskipun klien telah meninggal dunia.
12. Justice yaitu seorang perawat profesional maupun dokter harus mampu berlaku
adil terhadap klien meskipun dari segi status sosial, fisik, budaya, dan lain
sebagainya.

3.2 Tindakan Perawat Profesional

Tindakan praktik keperawatan profesional adalah suatu proses ketika perawat


berkaitan langsung dengan klien dan dalam tindakan ini masalah klien dapat di
identifikasi dan di atasi.

3.2.1 Karakteristik Perawat Profesional

1. Otoriter yaitu memiliki kewenangan sesuai keahliannya yang akan


mempengaruhi proses asuhan melalui peran profesional.
2. Accountability yaitu tanggung gugat terhadap apa yang dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku dan bertanggung jawab terhadap klien, diri
sendiri, dan profesi serta mengambil keputusan sesuai dengan asuhan. Jika
perawat profesional dalam melakukan tindakan atau praktik keperawatan tidak
sesuai etik, maka kita dapat menyelesaikannya dengan:

a) D= Define the problem

b) E= Ethical review

c) C= Consider the option

d) I= Investigate outcome

e) D= Decide on action

f) E= Evaluate result

Contoh Kasus “Kasus Jari Bayi Tergunting”

Seorang perawat tidak sengaja menggunting jari bayi. Dan konyolnya, perawat itu
tidak meminta pertolongan dokter tetapi membuang jari tersebut ke bak sampah.
Kejadian tersebut mungkin tidak akan segera diketahui jika tidak ada seorang staf
RS anak di Inggris salford yang melihat tangan bayi tersebut berdarah. Bayi
tersebut baru berusia tiga minggu. Pencarian masih tetap dilakukan dan beruntung
jari bayi tersebut masih ditemukan di bak sampah. (Keterangan juru bicara rumah
sakit Inggris Salford )

Cara penyelesaian:

a) Define the problem/ memperjelas masalah yaitu mengkaji prosedur


keperawatan yang seharusnya dilakukan, dokumentasi keperawatan, serta rekam
medis.

b) Ethical review/ identifikasi komponen etik perawat harus mampu


menggambarkan komponen-komponen etik yang terlibat. Komponen etik dan
hukum dalam masalah ini berkaitan dengan kelalaian dan malpraktik

c) Identifikasi orang yang terlibat karena yang menjadi korban adalah bayi
maka yang berhak memberikan sanksi adalah orang tua bayi. Sedangkan yang
terlibat adalah perawat, staf rumah sakit dan dokter yang melihat tangan bayi
tersebut berdarah.

d) Identifikasi alternatif yang terlibat yaitu:


1. i. Menjelaskan dengan jalan damai dan
kekeluargaan
2. ii. Jika perawat tidak mau bertanggung
jawab maka jalan terakhir adalah pengadilan hukum.

e) Terapkan prinsip-prinsip etik yaitu nonmaleficence, beneficence, dan justice.

f) Memutuskan tindakan yaitu pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan


prinsip-prinsip etik.

BAB IV

MASALAH LEGAL DALAM ETIK KEPERAWATAN

Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh setiap
warganya. Jika tidak mematuhi hukum maka setiap orang akan terikat denda atau
bahkan hukuman penjara. Namun secara hukum, kita tidak perlu takut akan terikat
denda atau hukuman penjara jika :

1. Hanya melakukan hal-hal yang diajarkan dan hanya ada pada cakupan pelatihan
anda.
2. Selalu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang terbaru.
3. Menempatkan keselamatan dan kesejahteraan pasien sebagai hal yang
terpenting.

4.1 Bentuk Kelalaian Perawat dalam Melakukan Tindakan Asuhan


Keperawatan
Pada dasarnya, bentuk kelalaian yang dilakukan perawat tersebut dapat diketahui
dari hasil kerjanya. Untuk lebih jelasnya, 2 bentuk kelalaian tersebut adalah:

1. Tidak melakukan pekerjaan maupun tindakan sesuai yang diharapkan, misalnya:


pasien terbakar karena cairan enema yang disiapkan terlalu panas.
2. Tidak melakukan tugas dengan hati-hati, misalnya: pasien terjatuh dan cedera
karena perawat tidak memperhatikan penghalang tempat tidur klien.

4.2 Contoh Pelanggaran Kode Ktik Perawat

Berbagai macam pelanggaran kode etik perawat yaitu:

1. Tindakan Aborsi adalah menggugurkan kandungan


2. Euthanasia adalah keinginan pasien untuk mati dengan bantuan tenaga medis,
karena nyawa pasien tersebut akan mati beberapa waktu kemudian.
3. Diskriminasi pasien HIV yaitu membedakan pasien terkena HIV
1. Diskriminasi SARA yaitu membedakan pasien dari segi status, budaya,ras
dan agama.

BAB V
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN MEDIK
PERAWAT

5.1 Karakteristik Perawat

1. Tingkat Pengetahuan

Menurut hasil penelitian Sudiro (2005), banyaknya kasus tindakan medik yang
dilakukan oleh perawat khususnya perawat yang berada di daerah pedesaan,
disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan perawat terhadap fungsi dan
peranannya.

1. Tingkat Pendapatan

Banyak perawat bergaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sebagai


gambaran, gaji perawat pemerintah di Indonesia antara Rp 300.000,- -
Rp1.000.000,- per bulan tergantung golongan, sementara perawat di Filipina tak
kurang dari Rp 3.500.000,-. Wajar jika para perawat melakukan tindakan medik
mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kompas, 2007).

1.
2. Lama kerja

Lama kerja juga dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap


kemungkinan berbagai tindakan keperawatan lainnya. Semakin lama seorang
perawat menjalankan tugasnya, maka semakin banyak juga tindakan medik yang
mampu untuk dilakukan.

5.2 karakteristik pasien

Menurut Dever (1984) yang dikutip Ulina (2004) dalam “Determinants of Health
Service Utilization”, faktor karakteristik pasien atau masyarakat merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan disamping
faktor-faktor lain. Lebih jelas Dever menjelaskan faktor-faktor tersebut adalah:

1. Faktor Sosio Kultural

Ada 2 macam yaitu:

a) Norma dan Nilai


Seorang wanita hamil cenderung akan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
ditangani oleh seorang wanita. Hal ini menyebabkan banyak wanita tidak nyaman
untuk bersalin pada fasilitas kesehatan yang ditangani oleh dokter atau perawat
laki-laki.

b) Teknologi

Kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan,


sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai macam vaksin pencegahan
penyakit menular yang dapat mengurangi angka penyakit.

1. Faktor Organisasional

a) Ketersediaan sumber daya yaitu suatu pelayanan hanya bisa digunakan


apabila jasa tersebut tersedia.

b) Keterjangkauan lokasi yaitu peningkatan akses yang dipengaruhi oleh


berkurangnya jarak, waktu tempuh, maupun biaya tempuh yang mengakibatkan
peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

c) Keterjangkauan sosial, konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik


provider terhadap konsumen seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan
keagamaan.

d) Karakteristik struktur organisasi pelayanan dan proses, berbagai macam


bentuk praktik pelayanan kesehatan dan cara memberikan pelayanan kesehatan
mengakibatkan pola pemanfaatan yang berbeda-beda.

1. Faktor Interaksi Konsumen dan Provider (penyedia pelayanan)

a) Faktor yang berhubungan dengan konsumen, dipengaruhi oleh:

1. faktor sosio demografi, meliputi: umur, seks, ras, bangsa, status perkawinan,
jumlah anggota keluarga, status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan
penghasilan).

ii.faktor sosio psikologi, meliputi: persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan
terhadap perawatan medis/dokter, dan

1. faktor epidemiologis, meliputi mortalitas, morbilitas, disability, dan faktor


resiko.
b) Faktor yang berhubungan dengan provider, dipengaruhi oleh:

1. Faktor ekonomi, yaitu adanya keterbatasan konsumen untuk mengakses


pelayanan kesehatan.
2. Faktor karakteristik provider, meliputi tiga tipe pelayanan kesehatan, sikap
petugas, keahlian petugas, dan fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan
tersebut.

5.3 Landasan Teori

1. Tindakan medik adalah tindakan pemberian suatu substansi yang digunakan


untuk mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau
mencegah penyakit (Priharjo, 2005).
2. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/Menkes/Sk/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Keperawatan, pasal 15 (d) dinyatakan bahwa perawat
tidak dapat melakukan tindakan medik. Tindakan medik hanya dapat dilakukan
berdasarkan permintaan tertulis dari dokter. Dalam hal ini perawat bekerja
secara kolaboratif dengan dokter. Namun dalam kenyataanya, banyak
ditemukan kasus tindakan medik yang dilakukan oleh perawat tanpa kolaboratif
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2008).

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari makalah ilmiah yang telah dijelaskan tersebut, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa:

1. Tindakan kelalaian dapat di minimalisir dengan pengetahuan serta pemahaman


penuh tentang kode etik perawat yang akan menjadikan pedoman perawat
profesional dalam melakukan tindakan praktik keperawatan secara professional
sehingga keselamatan dan kenyamanan pasien selalu menjadi prioritas utama.
2. Bentuk-bentuk kelalaian dapat berupa aborsi, euthanasia, diskriminasi terhadap
klien, dan lain sebagainya.
3. Pelanggaran berkaitan kode etik tersebut banyak di pengaruhi oleh karakteristik
perawat, pasien, dan kurangnya pemahaman tentang landasan teori berkaitan
kode etik perawat.

6.2 Saran

Penulis menyarankan agar semua perawat dan tenaga medis lainnya


bekerja sesuai etik serta bekerja secara kolaborasi dengan menjadikan keamanan
dan keselamatan pasien sebagai prioritas utama sehingga berbagai bentuk
kelalaian dapat di hindari atau di minimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Hegner, Barbara R.2003. Nursing Assistant: a Nursing Proses Approach. Jakarta:


EGC.

Efendy, Ferry dan Makhfudli.2009.Teori dan Praktik dalam Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Manurung, Jasmen. 2008, 2009. Hubungan Karakteristik Perawat dan Pasien


Dengan Tindakan Medik Perawat di Kota Medan. Tesis fakultas Sumatra Utara

http://ppnikabupatenbanjar.wordpress.com/2011/03/30/kode-etik-dalam-
keperawatan-indonesia_/20/12/2011_09.01
”KASUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PEMECAHAN DILEMA ETIK”
Pemecahan Dilema Etik dalam Kasus Penderitaan Klien dan

Euthanasia Pasif

KASUS :

Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal


dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi.
Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat
lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan
dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita
itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering
meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan
penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat dilakukan diskusi perawat
disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian
klien.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh masalah dilema etik (ethical dilemma).
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak
memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk
membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang
rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak
diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan /
pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).

Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut
:

1. Mengembangkan data dasar


2. Mengidentifikasi konflik
3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
6. Membuat keputusan
PEMECAHAN KASUS DILEMA ETIK
1. Mengembangkan data dasar :

a. Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat


b.Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan
penambahan dosis morphin.
c.Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien
d.Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis
morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien
kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.

2. Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut :


Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase
mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah
ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk
mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas
dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien.
b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.

3.Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan


konsekuensi tindakan tersebut

a. Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang


nyeri.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian klien
2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen
nyeri.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian pasien
2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan
ambang nyeri)
3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering
dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat
tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup.
Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat
cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.

4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat :


Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah
yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal
ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang
dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan
keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu
mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat
mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping
klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-
lain.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat


a.Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri
b.Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri
c.Mengoptimalkan sistem dukungan
d.Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap
masalah yang sedang dihadapi
e.Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan keyakinannya

6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi
masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan
pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya
alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri
(relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi
efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif
tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas
kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.

DISKUSI :

Suatu intervensi medis yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan klien namun
dapat mengakibatkan kematian klien atau membantu pasien bunuh diri disebut
sebagai euthanasia aktif. Di Indonesia hal ini tidak dibenarkan menurut undang-
undang, karena tujuan dari euthanasia aktif adalah mempermudah kematian klien.
Sedangkan euthanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan
penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien
yang lebih berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian
klien. Walaupun sebagian besar nyeri pada kanker dapat ditatalaksanakan oleh
petugas kesehatan profesional yang telah dilatih dengan manajemen nyeri, namun
hal tersebut tidak dapat membantu sepenuhnya pada penderitaan klien tertentu.
Upaya untuk mengurangi penderitaan nyeri klien mungkin akan mempercepat
kematiannya, namun tujuan utama dari tindakan adalah untuk mengurangi nyeri
dan penderitaan klien.

PRINSIP LEGAL DAN ETIK :

1. Euthanasia (Yunani : kematian yang baik) dapat diklasifikasikan menjadi


aktif atau pasif. Euthanasia aktif merupakan tindakan yang disengaja untuk
menyebabkan kematian seseorang. Euthanasia pasif merupakan tindakan
mengurangi ketetapan dosis pengobatan, penghilangan pengobatan sama
sekali atau tindakan pendukung kehidupan lainnya yang dapat
mempercepat kematian seseorang. Batas kedua tindakan tersebut kabur
bahkan seringkali merupakan yang tidak relevan.
2. Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang
berbeda, diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk
mengurangi penderitaan nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek
sekunder untuk mempercepat kematiannya.
3. Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non
maleficence) dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa
nyeri klien merupakan tindakan yang bermanfaat, namun peningkatan
dosis yang mempercepat kematian klien dapat dipandang sebagai tindakan
yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk mengurangi
rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat
kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good).

DAFTAR PUSTAKA:

 Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J, (2004), Fundamentals of
Nursing Concepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson
Education Line
 Taylor C., Lilies C., & Lemone P. (1997), Fundamentals of Nursing,
Philadelphia : Lippincott
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirrobbil’aalamiin, puji dan syukur saya panjatkan


Kehadirat Allah SWT berkat rahmat serta hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan
salah satu tugas pada mata kuliah Etika dan Hukum Keperawatan ini.
Makalah ini berisikan tentang konsep etik dan dilema etik. Selain itu
didalamnya juga terdapat contoh kasus dilema etik keperawatan beserta dengan
cara penyelesainnya.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. DR. dr. Tri Wahyu Murni, Sp.B, Sp.BTKV (K), M.Hkes, selaku dosen mata
kuliah Etika dan Hukum Keperawatan
2. Seluruh rekan Angkatan IV Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan UNPAD
Bandung yang telah banyak memberikan masukan dan diskusi-diskusi yang
sangat membantu
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan
masukan yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan baik dari segi isi
materi maupun sistematika penulisannya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Bandung, Desember
2011

Dody Setyawan
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang berkecimpung untuk
kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu
yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-
harinya. Salah satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah
etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian. Sehingga
perawat perlu mengetahui dan memahami tentang etik itu sendiri termasuk
didalamnya prinsip etik dan kode etik.
Hubungan antara perawat dengan pasien atau tim medis yang lain
tidaklah selalu bebas dari masalah. Perawat profesional harus menghadapi
tanggung jawab etik dan konflik yang mungkin meraka alami sebagai akibat
dari hubungan mereka dalam praktik profesional. Kemajuan dalam bidang
kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum telah berperan dalam
peningkatan perhatian terhadap etik. Standart perilaku perawat ditetapkan
dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan internasional,
nasional, dan negara bagian atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan
prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan
dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat memiliki
tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak sebagai
advokat klien. Para perawat juga harus tahu berbagai konsep hukum yang
berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai
akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka
lakukan (Ismaini, 2001)
Dalam berjalannya proses semua profesi termasuk profesi keperawatan
didalamnya tidak lepas dari suatu permasalahan yang membutuhkan berbagai
alternative jawaban yang belum tentu jawaban-jawaban tersebut bersifat
memuaskan semua pihak. Hal itulah yang sering dikatakan sebagai sebuah
dilema etik. Dalam dunia keperawatan sering kali dijumpai banyak adanya
kasus dilema etik sehingga seorang perawat harus benar-benar tahu tentang
etik dan dilema etik serta cara penyelesaian dilema etik supaya didapatkan
keputusan yang terbaik. Oleh karena itu penulis menyusun suatu makalah
tentang etik dan dilema etik supaya bisa dipahami oleh para mahasiswa yang
nantinya akan berguna ketika bekerja di klinik atau institusi yang lain.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep tentang etik dan dilema etik
khususnya dibidang keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi etik
b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tipe-tipe etika
c. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami teori etik
d. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami prinsip-prinsip etik
e. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dan kode etik
keperawatan
f. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami dilema etik dan cara
penyelesainnya
g. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami contoh kasus dilema
etik dan penyelesainnya

BAB II
ISI

A DEFINISI ETIK
Etik adalah norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku
manusia, baik secara sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke
arah tujuannya ( Pastur scalia, 1971 ). Etika juga berasal dari bahasa yunani,
yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan David (1978) berarti ” kebiasaaan ”.
”model prilaku” atau standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk
suatu tindakan. Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan
sebagai motif atau dorongan yang mempengaruhi prilaku. (Mimin. 2002).
Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang
menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang
menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku
yang benar, yaitu : baik dan buruk serta kewajiban dan tanggung jawab
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara
hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang
mempengaruhi perilaku profesional. Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk
merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang
seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain. Sehingga juga dapat
disimpulkan bahwa etika mengandung 3 pengertian pokok yaitu : nilai-nilai
atau norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah laku, kumpulan azas atau nilai moral, misalnya kode
etik dan ilmu tentang yang baik atau yang buruk (Ismaini, 2001)

B TIPE-TIPE ETIKA
1. Bioetik
Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi
dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut,
bioetika difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan
antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan
theology. Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi
etika pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu
pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas,
bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin
membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap
perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan
dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain : peningkatan
mutu genetik, etika lingkungan, pemberian pelayanan kesehatan.
2. Clinical ethics/Etik klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan
pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh clinical
ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan bagaimana seseorang
sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang bermanfaat (sia-sia).
3. Nursing ethics/Etik Perawatan
Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan
dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk
mendapatkan keputusan etik. Etika keperawatan dapat diartikan sebagai
filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari
pelaksanaan praktek keperawatan. Inti falsafah keperawatan adalah hak
dan martabat manusia, sedangkan fokus etika keperawatan adalah sifat
manusia yang unik (k2-nurse, 2009)

C TEORI ETIK
Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk
menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut
pandang atau perspektif yang berlainan. Beberapa teori etik adalah sebagai
berikut :
1. Utilitarisme
Sesuai dengan namanya Utilitarisme berasal dari kata utility dengan
bahasa latinnya utilis yang artinya “bermanfaat”. Teori ini menekankan
pada perbuatan yang menghasilkan manfaat, tentu bukan sembarang
manfaat tetapi manfaat yang banyak memberikan kebahagiaan kepada
banyak orang. Teori ini sebelum melakukan perbuatan harus sudah
memikirkan konsekuensinya terlebih dahulu.
2. Deontologi
Deontology berasal dari kata deon dari bahasa yunani yang artinya
kewajiban. Teori ini menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu
perbuatan akan baik jika didasari atas pelaksanaan kewajiban, jadi selama
melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan. Teori ini tidak terpatok
pada konsekuensi perbuatan dengan kata lain teori ini melaksanakan
terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. (Aprilins, 2010)

D PRINSIP-PRINSIP ETIK
1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan
memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang
lain. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat
perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang
lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara
prinsip ini dengan otonomi
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja
untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang
benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis
pada klien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada
klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
selama menjalani perawatan.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah
kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya kepada pasien.
7. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan
kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak
ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan
oleh klien dengan bukti persetujuan. (Geoffry hunt. 1994)

E DEFINISI DAN KODE ETIK KEPERAWATAN


Etik keperawatan adalah norma-norma yang di anut oleh perawat dalam
bertingkah laku dengan pasien, keluarga, kolega, atau tenaga kesehatan
lainnya di suatu pelayanan keperawatan yang bersifat professional. Perilaku
etik akan dibentuk oleh nilai-nilai dari pasien, perawat dan interaksi sosial
dalam lingkungan. Tujuan dari etika keperawatan adalah :
1. Mengidentifikasi, mengorganisasikan, memeriksa dan membenarkan
tindakan-tindakan kemanusiaan dengan menerapkan prinsip-prinsip
tertentu
2. Menegaskan tentang kewajiban-kewajiban yang diemban oleh perawat dan
mencari informasi mengenai dampak-dampak dari keputusan perawat.

Sedangkan Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan


komprehensif dari profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam
melaksanakan praktek keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien,
keluarga masyarakat, teman sejawat, diri sendiri dan tim kesehatan lain. Pada
dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar perawat, dalam
menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai dan menghormati
martabat manusia. Tujuan kode etik keperawatan tersebut adalah sebagai
berikut :

1. Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau


pasien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam
profesi keperawatan maupun dengan profesi lain di luar profesi
keperawatan.
2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh
praktisi keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam
pelaksanaan tugasnya.
3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan
tugasnya diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun
masyarakat.
4. Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan
kepoerawatan agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada
sikap profesional keperawatan.
5. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai / pengguna
tenaga keperawatan akan pentingnya sikap profesional dalam
melaksanakan tugas praktek keperawatan. ( PPNI, 2000 )
F DILEMA ETIK
Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan
mengenai perilaku yang layak harus di buat. (Arens dan Loebbecke, 1991:
77). Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema
etika tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang
menghadapi dilema tersebut, yaitu:
1. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
2. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
3. Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi
dilemma
4. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
5. Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative
6. Menetapkan tindakan yang tepat.
Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat meminimalisasi
atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi: (1) semua orang
melakukannya, (2) jika legal maka disana terdapat keetisan dan (3)
kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya.
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan
dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa
timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi
kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut
Thompson & Thompson (1981 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang
sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana
alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Kerangka
pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya
menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara
ilmiah, antara lain:
1. Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi
sebanyak mungkin meliputi :
1) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
2) Apa tindakan yang diusulkan
3) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
4) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan
yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya.
4. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
5. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan
yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
BAB III
KASUS DILEMA ETIK

Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu
Rumah Sakit di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih
selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3
bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-angsur.
Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah
turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan seorang sopir truk
yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang pulang,
kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali.
Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang
penyakit dalam karena kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya
dokter yang menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan
advice kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan
mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang penyakitnya
meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya setelah
didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan
telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya
mengatakan bahwa Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian
perawat tersebut memanggil keluarga Tn. A untuk menghadap dokter yang
menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan
tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat kaget dan bingung.
Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak memberitahukan
penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak mau
menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus
memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus
memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak
pasien untuk mendapatkan informasi.

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik
itu didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih )
landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini
merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan
moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau
salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks
kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi
banyak rintangan untuk melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981)
dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan
sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa
berpikir rasional dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh
pasien dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai
perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan
informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan penyakitnya.
Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan menurut
American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi
kepada pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga
kesehatan. Sifat hubungan ini penting karena merupakan faktor utama dalam
menentukan hasil pelayanan kesehatan. Keputusan keluarga pasien yang
berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat harus memikirkan
alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar
mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep
kebutuhan dasar manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan
dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau
psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika
perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam
pandangan etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab (responsibility)
terhadap tugas-tugasnya.
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk
mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan
pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien.
Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi
dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa
dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan.
Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema
etik ini antara lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan
Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel,
dan model Thompson dan thompson.
Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat
yang merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1. Mengkaji situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi
masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan
permasalahan atau situasi sebagai berikut :

 Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui


penyakit yang dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat
tersebut memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya.
 Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat
keluarganya berniat menyembunyikan informasi tentang hasil
pemeriksaan tersebut dan meminta perawat untuk tidak
menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga
takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya sekarang
 c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan
dimana dia harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia
juga harus memenuhi haknya pasien untuk memperoleh informasi
tentang hasil pemeriksaan atau kondisinya.

2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral


Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan
permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi
kepada Tn. A terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien
untuk mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.
3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan
Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat
bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti
ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :
a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan informasi
hasil pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga, tetapi
memilih waktu yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya
mendukung.

Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika
mendapatkan informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan
pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana
ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang kuat dari
keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun
perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku
menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan secara perlahan, Tn.
A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat dan tim
medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn.
A tentang kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang,
maka perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya
masih dalam proses tim medis.
Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera
memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu
walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang
sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu
bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.
b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam
memenuhi hak-hak pasien terutama hak Tn. A untuk mengetahui
penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah
didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung
menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.

Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan


dihormati haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika
keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan proses
penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun mengetahui
penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan
informasi, maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim medis terutama
perawat dan keluarganya sendiri berbohong kepadanya. Dia bisa
beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa perawat dan
keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit.
Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis Tn. A nantinya yang
akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A. Sehingga pemberian informasi
secara langsung dan jujur kepada Tn. A perlu dilakukan untuk
menghindari hal tersebut.
Kendala-kendala yang mungkin timbul :
1) Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut
kepada Tn. A
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar
karena tidak ingin Tn. A frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti
yang diceritakan diatas bahwa ketika Tn. A tahu dengan sendirinya
justru akan mengguncang psikisnya dengan anggapan-anggapan
yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa
memperburuk kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati
keluarga Tn. A dan menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika
tidak menginformasikan hal tersebut. Jika keluarga tersebut tetap
tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain bisa
menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas
dampak yang terjadi nantinya. Selain itu sesuai dengan Kepmenkes
1239/2001 yang mengatakan bahwa perawat berhak menolak pihak
lain yang memberikan permintaan yang bertentangan dengan kode
etik dan profesi keperawatan.
2) Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi
yang diberikan perawat.
Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika
seseorang sedang mendapatkan permasalahan yang membuat dia
tidak nyaman. Perawat harus tetap melakukan pendekatan-
pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga
meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya dan
tidak menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut. Hal ini
perlu proses adaptasi sehingga lama kelamaan Tn. A diharapkan
dapat menerima kondisinya dan mempunyai semangat untuk
sembuh.

4. Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan
dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan.
Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam
mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada
prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah
suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John
Stone, 1989 ), yang meliputi :
a. Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi
keputusan pasien dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan
keluarganya tidak setuju maka perawat harus mengutamakan hak Tn. A
tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.
b. Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau
tindakan yang baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa
memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk
Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A
c. Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani
pasien. Adil berarti Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang
lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh informasi tentang
penyakitnya secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.
d. Nonmaleficience / Tidak merugikan
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak
menimbulkan kerugian pada Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang
kronis nantinya.
e. Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau
membohongi Tn. A tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan
kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan merasa
dihargai dan dipenuhi haknya.
f. Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A
sebelum dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia
akan menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil
pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi
walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini
mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut
nantinya.
g. Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik
keperawatan yaitu menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan
menjamin kerahasiaan segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien
kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan


yang bisa diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif
ke-2 yaitu secara langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien
setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan semua yang
terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan
dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki
kelemahan masing-masing. Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan
sesuai rencana dengan pendekatan-pendekatan dan caring serta komunikasi
terapeutik.

5. Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh
mana Tn. A beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A
masih denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support
sistem tetap terus diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa
ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat
diterima dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka perawat
harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan
moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya.
Dengan demikian perawat yang menerima tanggung jawab, dapat
melaksanakan asuhan keperawatan secara etis profesional. Sikap etis
profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi,
keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien,
penghormatan terhadap hak-hak pasien, dan akan berdampak terhadap
peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu dalam menyelesaikan
permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah satu
pihak.

B. SARAN
Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama
bidang keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin
supaya nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan
sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik
keperawatan).

DAFTAR PUSTAKA

Aprilins. 2010. Teori Etika. Diakses 26 Desember 2011 pukul 21.00 WIB.
Diposkan 23 Februari 2010 pukul 10.02 PM. URL :
http://aprillins.com/2010/1554/2-teori-etika-utilitarisme-deontologi/

Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third


Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.

Geoffry hunt. 1994. Ethical issues in nursing. New york: press (padstow) Ltd.

Ismaini, N. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika

k_2 nurse. 2009. Etika Keperawatan. Unpad Webblog. Diakses tanggal 13


November 2011. Diposkan tanggal 16 Januari 2009.
http://blogs.unpad.ac.id/k2_nurse/?tag=etika-keperawatan

Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J. 2004. Fundamentals of Nursing
Concepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education
Line

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.


Jakarta : EGC

PPNI. 2000. Kode Etik Keperawatan Indonesia. Keputusan Munas VI.

Rubenfeld, M. Gaie. K. Scheffer, B. 2006. Berpikir Kritis dalam Keperawatan.


Edisi 2. Jakarta : EG
Suhaemi,M. 2002. Etika Keperawatan aplikasi pada praktek. Jakarta : EGC

ThompsonJ.B & Thopson H.O. 1981. Ethics in Nursing. Macmillan Publ. Co

ARIFIN_ akademi keperawatan lamongan

Rabu, 18 April 2012


masalah etika keperawatan di tinjau dari kode etik keperawatan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktek keperawatan sebagai suatu pelayanan profesional diberikan

berdasarkan ilmu pengetahuan, menggunakan metodologi keperawatan dan dilandasi

kode etik keperawatan. Kode etik keperawatan mengatur hubungan antara perawat

dan pasien, perawat terhadap petugas, perawat terhadap sesama anggota tim

kesehatan, perawat terhadap profesi dan perawat terhadap pemerintah, bangsa dan

tanah air.
Pada hakikatnya keperawatan sebagai profesi senantiasa mangabdi kepada

kemanusiaan, mendahulukan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi,

bentuk pelayanannya bersifat humanistik, menggunakan pendekatan secara holistik,

dilaksanakan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta menggunakan kode

etik sebagai tuntutan utama dalam melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan.

Dengan memahami konsep etik, setiap perawat akan memperoleh arahan dalam

melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan tanggung jawab moralnya dan

tidak akan membuat keputusan secara sembarangan.

Norma-norma dalam etika kesehatan dibentuk oleh kelompok profesi tenaga

kesehatan itu sendiri, yang bila dihimpun (dikodifikasikan) sering disebut sebagai kode

etik. Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari

profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek

keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien, masyarakat, teman sejawat dan

diri sendiri. Dengan kata lain pengertian kode etik perawat yaitu suatu pernyataan /

keyakinan publik yang mengungkapkan kepedulian moral, nilai dan tujuan keperawatan,

yang bertujuan untuk memberikan alasan terhadap keputusan-keputusan etika. Kode

etik diorganisasikan dalam nilai moral yang merupakan pusat bagi praktik

keperawatan yang etika, semuanya bermuara dalam hubungan profesional perawat

dengan klien dan menunjukan apa yang diperdulikan perawat dalam hubungan

tersebut.
Nilai-nilai moral tersebut adalah: Prinsip Penghargaan (respek) terhadap orang,

dari prinsip penghargaan timbul prinsip otonomi yang berkenaan dengan hak

orang.untuk memilih bagi diri mereka sendiri, apa yang menurut pemikiran mereka

adalah yang terbaik bagi dirinya, selanjutnya kemurahan hati (Benefiecence)

merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan/bahaya orang

lain. Prinsip Veracity merupakan suatu kewajiban untuk mengatakan yang

sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain. Prinsip confidentiality

(kerahasiaan), berarti perawat menghargai semua informasi tentang klien

merupakan hak istimewa pasien dan tidak untuk disebarkan secara tidak tepat.

Fidelity / kesetiaan, berarti perawat berkewajiban untuk setia dengan kesepakatan

dan tanggung jawab yang telah dibuat, meliputi menepati janji, menyimpan rahasia

serta "Carring". Prinsip Justice (keadilan), merupakan suatu prinsip moral untuk

berlaku adil untuk semua individu.

Semua nilai-nilai moral tersebut selalu dan harus dijalankan pada setiap

pelaksanaan praktek keperawatan dan selama berinteraksi dengan pasien dan

tenaga kesehatan lain. Kondisi inilah yang sering kali menimbulkan konflik dilema

etik. Maka penyelesaian dari dilema etik tersebut harus dengan cara yang bijak dan

saling memuaskan baik pemberi asuhan keperawatan (perawat), Pasien dan profesi

lain (teman sejawat).


Pada penulisan makalah ini dibahas suatu kasus yang berkaitan dengan

dilema etik dalam praktek keperawatan dan bagaimana penyelesaian dari masalah

etik tersebut.

B. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata ajar etika dan

hukum keperawatan dan untuk lebih jauh memahami tentang etika dalam

keperawatan dan penyelesaian dilema etik.

C. Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini dengan membuat kasus dilema etik yang sering

terjadi diruang perawaatan dan selanjutnya dengan menggunakan studi literature

kasus tersebut dianalisa dan dicari bagaimana cara penyelesaian dilema etik

tersebut.

D. Sistematika Penulisan

Sistematikan penulisan makalah ini terdiri dari empat bab, yaitu: Bab I,

pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode penulisan dan

sistematika penulisan. Bab II tinjauan teoritis, terdiri dari; pengertian etika, kode

etik keperawatan, hak dan kewajiban perawat dan hak pasien, penyelesaian dilema

etik, masalah-masalah dilema etik yang sering terjadi, Bab IV pembahasan,


merupakan kasus dilema etik dan penyelesaian dari kasus dilema etik tersebut. Bab

V penutup yang berisi kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Etika merupakan kata yang berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar

dan David (1978) berarti kebiasaan atau model prilaku, atau standar yang

diharapkan dan kriteria tertentu untuk sesuatu tindakan, dapat diartikan segala

sesuatu yang berhubungan dengan pertimbangan pembuatan keputusan, benar

atau tidaknya suatu perbuatan. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of

Curret English, AS Hornby mengartikan etika sebagai sistem dari prinsip-prinsip

moral atau aturan-aturan prilaku. Menurut definisi AARN (1996), etika berfokus

pada yang seharusnya baik salah atau benar, atau hal baik atau buruk. Sedangkan

menurut Rowson, (1992).etik adalah Segala sesuatu yang berhubungan/alasan

tentang isu moral.

Moral adalah suatu kegiatan/prilaku yang mengarahkan manusia untuk

memilih tindakan baik dan buruk, dapat dikatakan etik merupakan kesadaran yang

sistematis terhadap prilaku yang dapat dipertanggung jawabkan (Degraf, 1988).

Etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan dengan keputusan moral

menyangkut manusia (Spike lee, 1994). Menurut Webster’s “The discipline dealing

with what is good and bad and with moral duty and obligation, ethics offers

conceptual tools to evaluate and guide moral decision making”


Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan

pengetahuan moral dan susila, falsafah hidup, kekuatan moral, sistem nilai,

kesepakatan, serta himpunan hal-hal yang diwajibkan, larangan untuk suatu

kelompok/masyarakat dan bukan merupakan hukum atau undang-undang. Dan hal

ini menegaskan bahwa moral merupakan bagian dari etik, dan etika merupakan

ilmu tentang moral sedangkan moral satu kesatuan nilai yang dipakai manusia

sebagai dasar prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing ethics) merupakan

bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika

keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.

B. Kode Etik Keperawatan

Kode etik profesi merupakan pernyataan yang komprehensif dari bentuk tugas dan

pelayanan dari profesi yang memberi tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan

praktek dibidang profesinya, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga,

masyarakat dan teman sejawat, profesi dan diri sendiri. Sedangkan Kode etik

keperawatan merupakan daftar prilaku atau bentuk pedoman/panduan etik prilaku

profesi keperawatan secara professional (Aiken, 2003). dengan tujuan utama

adanya kode etik keperawatan adalah memberikan perlindungan bagi pelaku dan

penerima praktek keperawatan.

Kode etik profesi disusun dan disyahkan oleh organisasi profesinya sendiri

yang akan membina anggota profesinya baik secara nasional maupun


internasional. (Rejeki, 2005). Konsep etik yang merupakan panduan profesi

merupakan tanggung jawab dari anggota untuk melaksanakannya. Profesi

keperawatan sebagai salah satu profesi yang professional dan mempunyai nilai-

nilai/prinsip moral dalam melakukan prakteknya maka kode etik sangatlah

diperlukan. Perawat sebagai anggota profesi keperawatan hendaknya dapat

menjalankan kode etik keperawatan yang telah dibuat dengan sebaik-baiknya

dengan tetap memegang teguh dan selalu dilandasi oleh nilai-nilai moral

profesionalnya.(Misparsih, 2005).

Etika keperawatan memberikan keputusan tentang tindakan yang diharapkan

benar-benar tepat atau bermoral. Etika keperawatan sebagai pedoman

menumbuhkan tanggung jawab atau kewajiban bagi anggotanya tentang hak-hak

yang diharapkan oleh orang lain. Anggota profesi mempunyai pengetahuan atau

ketrampilan khusus yang dipergunakan untuk membuat keputusan yang

mempengaruhi orang lain.(Samporno, 2005).

Etika profesi keperawatan merupakan practice discipline dan sebagai

implimentasinya diwujudkan dalam asuhan praktek keperawatan. Perawat harus

membiasakan diri untuk sepenuhnya menerapkan kode etik yang ada sebagai

gambaran tanggung jawabnya dalam praktik keperawatan.(Priharjo, 1995).

1. Tujuan dan Fungsi Kode etik keperawatan


Secara umum menurut Kozier (1992). dikatakan bahwa tujuan kode etik profesi

keperawatan adalah meningkatkan praktek keperawatan dengan moral dan kualitas

dan menggambarkan tanggung jawab, akontabilitas serta mempersiapkan petunjuk

bagi anggotannya. Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur

prilaku moral dalam keperawatan. Dalam menyusun alat pengukur ini keputusan

diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi

perilaku moral perawat (Suhaemi, 2002). Adanya penggunaan kode etik

keperawatan, organisasi profesi keperawatan dapat meletakkan kerangka berfikir

perawat untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab kepada masyarakat

anggota tim kesehatan lain dan kepada profesi.

Tujuan pokok rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik keperawatan,

merupakan standar etika perawat, yaitu:

a. Menjelaskan dan menerapkan tanggung jawab kepada pasien, lembaga dan

masyarakat

b. Membantu tenaga/perawat dalam menentukan apa yang harus diperbuat dalam

menghadapi dilema etik dalam praktek keperawatan.

c. Memberikan kesempatan profesi keperawatan menjaga reputasi atau nama dan

fungsi profesi keperawatan.

d. Mencerminkan/membayangkan pengharapan moral dari komunitas.

e. Merupakan dasar untuk menjaga prilaku dan integrasi.


Sesuai tujuan tersebut diatas, perawat diberi kesempatan untuk dapat

mengembangkan etika profesi secara terus menerus agar dapat menampung

keinginan dan masalah baru dan mampu menurunkan etika profesi keperawatan

kepada perawat-perawat muda. Disamping maksud tersebut, penting dalam

meletakkan landasan filsafat keperawatan agar setiap perawat dapat memahami

dan menyenangi profesinya.

Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika

profesi keperawatan adalah, mampu:

a. Mengenal dan mengidentifikasi unsure moral dalam praktik keperawatan

b. Membentuk strategi/cara dan menganalisa masalah moral yang terjadi dalam

praktik keperawatan

c. Menghubungkan prinsip moral/pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung

jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan Yang Maha

Esa.

Beberapa tujuan dan fungsi kode etik keperawatan diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa fungsi kode etik keperawatan, adalah:

1) Memberikan panduan pembuatan keputusan tentang masalah etik keperawatan.

2) Dapat menghubungkan dengan nilai yang dapat diterapkan dan dipertimbangkan

3) Merupakan cara mengevaluasi diri profesi perawat

4) Menjadi landasan untuk menginisiasi umpan balik sejawat


5) Menginformasikan kepada calon perawat tentang nilai dan standar profesi

keperawatan

6) Menginformasikan kepada profesi lain dan masyarakat tentang nilai moral.

Sedangkan kode etik keperawatan di Indonesia yng dikeluarkan oleh

organisasi profesi (PPNI) telah diatur lima pokok etik, yaitu: hubungan perawat dan

pasien, perawat dan praktek, perawat dan masyarakat, perawat dan teman

sejawat, perawat dan profesi. Kelima pokok etik keperawatan yang ada merupakan

bentuk kode etik yang telah mejadi panduan dari semua perawat Indonesia untuk

menjalankan profesinya

2. Konsep Moral dalam praktek keperawatan

Praktek keperawatan menurut Henderson dalam bukunya tentang teori

keperawatan, yaitu segala sesuatu yang dilakukan perawat dalam mengatasi

masalah keperawatan dengan menggunakan metode ilmiah, bila membicarakan

praktek keperawatan tidak lepas dari fenomena keperawatan dan hubungan pasien

dan perawat.

Fenomena keperawatan merupakan penyimpangan/tidak terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia (bio, psiko, social dan spiritual), mulai dari tingkat

individu untuk sampai pada tingkat masyarakat yang juga tercermin pada tingkat

system organ fungsional sampai subseluler (Henderson, 1978, lih, Ann Mariner,

2003). Asuhan keperawatan merupakan bentuk dari praktek keperawatan, dimana


asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktek

keperawatan yang diberikan pada pasein dengan menggunakan proses

keperawatan berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika dan etiket

keperawatan (Kozier, 1991). Asuhan keperawatan ditujukan untuk memandirikan

pasien, (Orem, 1956,lih, Ann Mariner, 2003).

Keperawatan merupakan Bentuk asuhan keperawatan kepada individu,

keluarga dan masyarakat berdasarkan ilmu dan seni dan menpunyai hubungan

perawat dan pasien sebagai hubungan professional (Kozier, 1991). Hubungan

professional yang dimaksud adalah hubungan terapeutik antara perawat pasien

yang dilandasi oleh rasa percaya, empati, cinta, otonomi, dan didahulu adanya

kontrak yang jelas dengan tujuan membantu pasien dalam proses penyembuhan

dari sakit (Kozier,1991).

a. Prinsip-prinsip moral dalam praktek keperawatan

1) Menghargai otonomi (facilitate autonomy)

Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan hidup

individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap

pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa seseorang mempunyai

kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya

sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan dalam ide terhadap respect terhadap

seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa

memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Curtin, 2002).


Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi kemampuan

otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia,

penyakit, lingkungan Rumah SAkit, ekonomi, tersedianya informsi dan lain-lain

(Priharjo, 1995). Contoh: Kebebasan pasien untuk memilih pengobatan dan siapa

yang berhak mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan .


2) Kebebasan (freedom)

Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan atau paksaan

pihak lain (Facione et all, 1991). Bahwa siapapun bebas menentukan pilihan yang

menurut pandangannya sesuatu yang terbaik.

Contoh : Klien mempunyai hak untuk menerima atau menolak asuhan

keperawatan yang diberikan.

3) Kebenaran (Veracity)  truth

Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika yang tidak

bertentangan (tepat, lengkap). Prinsip kejujuran menurut Veatch dan Fry (1987)

didefinisikan sebagai menyatakan hal yang sebenarnya dan tidak bohong. Suatu

kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi

orang lain. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun

hubungan saling percaya dengan pasien. Perawat sering tidak memberitahukan

kejadian sebenarnya pada pasien yang memang sakit parah. Namun dari hasil

penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin

diberitahu tentang kondisinya secara jujur (Veatch, 1978).

Contoh : Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan SOP

yang berlaku dimana klien dirawat.


4) Keadilan (Justice)

Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991). Merupakan suatu

prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu mendapat

tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan

kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp dan childress

adalah mereka uang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak

sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka.

Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka

menurut prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber yang besar pula, sebagai

contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik dibangsal

maupun di ruang VIP harus sama dan sesuai SAK

5) Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)

Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau membahayakan orang

lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien dirawat dengan penurunan kesadaran,

maka harus dipasang side driil.

6) Kemurahan Hati (Benefiecence)

Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan merugikan/membahayakan

dari tindakan yang dilakukan. Melakukan hal-hal yang baik untuk orang lain.

Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang

lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan dalam praktek keperawatan.

Berbagai tindakan yang dilakukan sering memberikan dampak yang merugikan

pasien, serta tidak adanya kepastian yang jelas apakah perawat bertanggung jawab
atas semua cara yang menguntungkan pasien.Contoh: Setiap perawat harus dapat

merawat dan memperlakukan klien dengan baik dan benar.

7) Kesetiaan (fidelity)

Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab,

memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai tanggung jawab untuk

tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan

perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan

konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian. Peduli kepada pasien

merupakan salah satu dari prinsip ketataatan. Peduli pada pasien merupakan

komponen paling penting dari praktek keperawatan, terutama pada pasien dalam

kondisi terminal (Fry, 1991). Rasa kepedulian perawat diwujudkan dalam memberi

asuhan keperawatan dengan pendekatan individual, bersikap baik, memberikan

kenyamanan dan menunjukan kemampuan profesional

Contoh: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan, maka

tidak boleh mengingkari janji tersebut.


8) Kerahasiaan (Confidentiality)

Melindungi informasi yang bersifat pribadi, prinsip bahwwa perawat menghargai

semua informsi tentang pasien dan perawat menyadari bahwa pasien mempunyai

hak istimewa dan semua yang berhubungan dengan informasi pasien tidak untuk

disebarluaskan secara tidak tepat (Aiken, 2003). Contoh : Perawat tidak boleh

menceritakan rahasia klien pada orang lain, kecuali seijin klien atau seijin keluarga

demi kepentingan hukum.

9) Hak (Right)

Berprilaku sesuai dengan perjanjian hukum, peraturan-peraturan dan moralitas,

berhubungan dengan hukum legal.(Webster’s, 1998). Contoh : Klien berhak untuk

mengetahui informasi tentang penyakit dan segala sesuatu yang perlu

diketahuinya.

b. Nilai-nilai professional yang harus diterapkan oleh perawat

1) JUSTICE (Keadilan) : Menjaga prinsip-prinsip etik dan legal, sikap yang dapat dilihat

dari Justice, adalah: Courage (keberanian/Semangat, Integrity, Morality,

Objectivity), dan beberapa kegiatan yang berhubungan dengan justice perawat:

Bertindak sebagai pembela klien, Mengalokasikan sumber-sumber secara adil,

Melaporkan tindakan yang tidak kompeten, tidak etis, dan tidak legal secara

obyektif dan berdasarkan fakta.


2) TRUTH (kebenaran): Kesesuaian dengan fakta dan realitas, sikap yang berhubungan

denganperawt yang dapat dilihat, yaitu: Akontabilitas, Honesty, Rationality,

Inquisitiveness (ingin tahu), kegiatan yang beruhubungan dengan sikap ini adalah:

Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan jujur, Mendapatkan

data secara lengkap sebelum membuat suatu keputusan, Berpartisipasi dalam

upaya-upaya profesi untuk melindungi masyarakat dari informasi yang salah

tentang asuhan keperawatan.

3) AESTHETICS : Kualitas obyek, kejadian, manusia yang mengarah pada pemberian

kepuasan dengan prilaku/ sikap yang tunjukan dengan Appreciation, Creativity,

Imagination, Sensitivity, kegiatan perawat yang berhubungan dengan aesthetics:

Berikan lingkungan yang menyenangkan bagi klien, Ciptakan lingkungan kerja yang

menyenangkan bagi diri sendiri dan orang lain, Penampilan diri yang dapat

meningkatkan “image” perawat yang positif

4) ALTRUISM : Peduli bagi kesejahteraan orang lain (keiklasan) dengan sikap yang

ditunjukan yaitu: Caring, Commitment, Compassion (kasih), Generosity (murah

hati), Perseverance (tekun, tabah (sabar), kegiatan perawat yang berhubungan

dengan Altruism:Memberikan perhatian penuh saat merawat klien, Membantu

orang lain/perawat lain dalam memberikan asuhan keperawatan bila mereka tidak

dapat melakukannya, Tunjukan kepedulian terhadap isu dan kecenderungan social

yang berdampak terhadap asuhan kesehatan.


5) EQUALITY (Persamaan): Mempunyai hak, dan status yang sama, sikap yang dapt

ditunjukan oleh perawat yaitu: Acceptance (menerima), Fairness (adil/tidak

diskriminatif), Tolerance, Assertiveness, kegiatan perawat yang berhubungan

dengan equality: Memberikan nursing care berdasarkan kebutuhan klien, tanpa

membeda-bedakan klien, Berinteraksi dengan tenaga kesehatan/teman sejawat

dengan cara yang tidak diskriminatif

6) FREEDOM (Kebebasan): Kapasitas untuk menentukan pilihan, sikap yang dapat

ditunjukan oleh perawat yaitu: Confidence, Hope, Independence, Openness, Self

direction, Self Disciplin, kegiatan yang berhubungan dengan Freedom: Hargai hak

klien untuk menolak terapi, Mendukung hak teman sejawat untuk memberikan

saran perbaikan rencana asuhan keperawatan, Mendukung diskusi terbuka bila

terdapat isu controversial terkait profesi keperawatan

7) HUMAN DIGNITY (Menghargai martabat manusia): menghargai martabat manusia

dan keunikan martabat manusia dan keunikan individu, sikap yang dapat ditunjukan

oleh perawat, yaitu: Empathy, Kindness, Respect full, Trust, Consideration, kegiatan

yang berhubungan dengan sikap Human dignity: Melindungi hak individu untuk

privacy, Menyapa/memperlakukan orang lain sesuai dengan keinginan mereka

untuk diperlakukan, Menjaga kerahasiaan klien dan teman sejawat


C. Hak, Kewajiban Perawat dan Hak Pasien

Hak mungkin merupakan tuntutan sebagaimana mestinya dengan dasar keadilan,

moralitas atau legalitas (Suhaemi, 2002). Hak adalah tuntutan terhadap sesuatu

yang seseorang berhak, seperti kekuasaan atau hak istimewa.

Hak merupakan peranan fakultatif karena sifatnya boleh tidak dilaksanakan

atau dilaksanakan, menurut suryono (1990). Hak merupakan sutau yang dimilikin

orang atau subyek hukum baik manusia sebagai pribadi atau manusia sebagai

badan hukum, dimana subyek yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk

memanfaatkan atau tidak memanfaatkan. Sedangkan kewajiban merupakan peran

imperative karena tidak boleh tidak dilaksanakan.

Pada prinsipnya hak dasar manusia, terdapat dua hal yaitu: Human Right dan

Fundamental Right. Beberapa hak manusiawi (human right) adalah hak untuk

mengekspresikan dirinya secara bebas untuk tumbuh dan untuk menerima

upah/pembayaran atas pekerjaannya, sedangkan Hak dasar (Fundamental right)

termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia, seperti hak

untuk hidup layak, hak untuk bernafas, hak untuk mendapatkan makanan yang

layak dan sebagainnya (Aiken, 2003).

Perawat sebagai pelaku praktek keperawatan yang langsung memberikan

pelayanan kepada pasien, keluarga, masyarakat disamping mempunyai tanggung


jawab dalam praktek, perawat juga mempunyai hak sebagai manusia secara utuh

baik secara manusia dan hukum.

1. Hak-hak perawat, menurut Claire dan Fagin (1975), bahwa perawat berhak:

a. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan

profesinya

b. Mengembangkan diri melalui kemampuan kompetensinya sesuai dengan latar

pendidikannya

c. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan serta standard an kode etik profesi

d. Mendapatkan informasi lengkap dari pasien atau keluaregannya tentang keluhan

kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan

e. Mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi dalam bidang keperawatan/kesehatan secara terus menerus.

f. Diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan maupun oleh pasien

g. Mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang dapat

menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun emosional

h. Diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan pelayanan

kesehatan.

i. Privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dan

atau keluargannya serta tenaga kesehatan lainnya.

j. Menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui anjuran maupun

pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk melakukan tindakan yang


bertentangan dengan standar profesi atau kode etik keperawatan atau aturan

perundang-undangan lainnya.

k. Mendapatkan penghargaan dan imbalan yang layak atas jasa profesi yang

diberikannya berdasarkan perjanjian atau ketentuan yang berlaku di institusi

pelayanan yang bersangkutan

l. Memperoleh kesempatan mengembangkan karier sesuai dengan bidang profesinya.

2. Tanggung jawab/kewajiban perawat

Disamping beberapa hak perawat yang telah diuraikan diatas, dalam mencapai

keseimbangan hak perawat maka perawat juga harus mempunyai kewajibannya

sebagai bentuk tanggung jawab kepada penerima praktek keperawatan. (Claire dan

Fagin, 1975l,dalam Fundamental of nursing,Kozier 1991)

Kewajiban perawat, sebagai berikut:

a. Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan

b. Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi

dan batas kemanfaatannya

c. Menghormati hak pasien

d. Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai

keahlihan atau kemampuan yang lebih kompeten, bila yang bersangkutan tidak

dapat mengatasinya.

e. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan dengan keluarganya,

selama tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi yang ada.
f. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadahnya sesuai

dengan agama dan kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu pasien

yang lainnya.

g. Berkolaborasi dengan tenaga medis (dokter) atau tenaga kesehatan lainnya dalam

memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada pasien

h. Memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan yang diberikan

kepada pasien dan atau keluargannya sesuai dengan batas kemampuaannya

i. Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara akurat dan berkesinambungan

j. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dn tehnologi keperawatan atau

kesehatan secara terus menerus

k. Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan batas

kewenangannya

l. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, kesuali jika

dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang.

m. Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat

sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.


3. Hak-hak pasien

Disamping beberapa hak dan kewajiban perawat, perawat juga harus mengenal

hak-hak pasien sebagai obyek dalam praktek keperawatan. Sebagai hak dasar

sebagai manusia maka penerima asuhan keperawatan juga harus dilindungi hak-

haknya, sesuai perkembangan dan tuntutan dalam praktek keperawatan saat ini

pasien juga lebih meminta untuk menentukan sendiri dan mengontrol tubuh

mereka sendiri bila sakit; persetujuan, kerahasiaan, dan hak pasien untuk menolak

pengobatan merupakan aspek dari penentuan diri sendiri. Hal-hal inilah yang perlu

dihargai dan diperhatikan oleh profesi keperawat dalam menjalankan

kewajibannya.

Tetapi dilain pihak, seorang individu yang mengalami sakit sering tidak

mampu untuk menyatakan hak-haknya, karena menyatakan hak memerlukan

energi dan kesadaran diri yang baik sedangkan dalam kondisi sakit seseorang

mengalami kelemahan atau terikat dengan penyakitnya dan dalam kondisi inilah

sering individu tidak menyadari akan haknya, disinilah peran seoran professional

perawat.

Oleh karena itu sebagai perawat professional harus menganal hak-hak

pasien, menurut Annas dan Healy, 1974, hak-hak pasien adalah sebagai berikut:

1) Hak untuk kebenaran secara menyeluruh

2) Hak untuk mendapatkan privasi dan martabat yang mandiri


3) Hak untuk memelihara penentuan diri dalam berpartisipasi dalam keputusan

sehubungan dengan kesehatan seseorang.

4) Hak untuk memperoleh catatan medis, baik selama maupun sesudah dirawat di

Rumah Sakit.

Sedangkan pernyataan hak pasien (Patient’s Bill of Right) yang diterbitkan

oleh “The American Hospital Association” 1973, meliputi beberapa hal, yang

dimaksudkan memberikan upaya peningkatan hak pasien yang dirawat dan dapat

menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dirawat.

Adapun hak-hak pasien, adalah sebagai beriku, pasien mempunyai hak:

1) Mempertahankan dan mempertimbangkan serta mendapatkan asuhan

keperawatan dengan penuh perhatian

2) Memperoleh informasi terbaru, lengkap mengenai diagnosa, pengobatan dan

program rehabilitasi dari tim medis, dan informasi seharusnya dibuat untuk orang

yang tepat mewakili pasien, karena pasien mempunyai hak untuk mengetahui dari

yang bertanggung jawab dan mengkoordinir asuhan keperawatannya.

3) Menerima informasi penting untuk memberikan persetujuan sebelum memulai

sesuatu prosedur atau pengobatan kecuali dalam keadaan darurat, mencakup

beberapa hal penting, yaitu; lamanya ketidakmampuan, alternatif-alternatif

tindakan lain dan siapa yang akan melakukan tindakan

4) Menolak pengobatan sejauh yang diijinkan hukum dan diinformasikan tentang

kosekwensi dari tindakan tersebut.


5) Setiap melakukan tindakan selalu mempertimbangkan privasinya termasuk asuhan

keperawatan, pengobatan, diskusi kasus, pemeriksaan dan tindakan, dan selalu

dijaga kerahasiaannya dan dilakukan dengan hati-hati, siapapun yang tidak terlibat

langsung asuhan keperawatan dan pengobatan pasien harus mendapatkan ijin dari

pasien.

6) Mengharapkan bahwa semua komunikasi dan catatan mengenai asuhan

keperawatan dan pengobatannya harus diperlakukan secara rahasia.

7) Pasien mempunyai hak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ke tempat lain yang

lebih lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan

tersebut, dan Rumah Sakit yang ditunjuk dapat menerimannya.

8) Memperoleh informasi tentang hubungan Rumah Sakit dengan instansi lainnya,

seperti pendidikan dan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan asuhan

yang diterimannya, Contoh: hubungan individu yang merawatnya, nama perawat

dan sebaginnya.

9) Diberikan penasehat/pendamping apabila Rumah Sakit mengajukan untuk terlibat

atau berperan dalam eksperimen manusiawi yang mempengaruhi asuhan atau

pengobatannya. Pasien mempunyai hak untuk menolak berpartisipasi dalam proyek

riset/penelitian tersebut.

10) Mengharapkan asuhan berkelanjutan yang dapat diterima. Pasien mempunyai hak

untuk mengetahui lebih jauh waktu perjanjian dengan dokter yang ada. Pasien

mempunyai hak untuk mengharapkan Rumah Sakit menyediakan mekanisme


sehingga ia mendapat informasi dari dokter atau staff yang didelegasikan oleh

dokter tentang kesehatan pasien selanjutnya.

11) Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya sebagai

pasien

12) Mengetahui peraturan dan ketentuan Rumah Sakit yang harus diikutinya.

D. Masalah Etik dalam Praktek Keperawatan

Setelah beberapa definisi, dan teori yang berkaitan dengan etika, hak perawat, hak

pasien dan kewajiban dari pelaku asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan,

masalah etik menimbulkan konflik antara kebutuhan pasien dengan harapan

perawat. Masalah eika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika

kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau bioetis (Suhaemi,

2002).

Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti

berkata tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian

pemberian makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa

permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti:

evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang,

memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan

yang buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).Disini akan
dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan

lansung pada praktik keperawatan.

1. Konflik etik antara teman sejawat

Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan

pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat

harus mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan

tidak bijak, serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang

sering sering kali menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan

keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat harus

menjaga nama baik antara teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang

melakukan pelanggaran atau dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan

bijaksana.

2. Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau pengobatan

Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk

pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang

memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan

pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa

factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social

dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan

merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak

memilih, menolak segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan

dirinnya, yang perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini
sehingga tidak terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang

lebih tidak etis.

3. Masalah antara peran merawat dan mengobati

Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah

memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali

peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai

perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan

yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat

yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan

kepada masyarakat. Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa

pertentangan antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering

timbul dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi

di Negara-negara lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini

mempunyai implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan

dengan asuhan keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas

sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal

inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.

4. Berkata Jujur atau Tidak jujur

Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak

merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan

perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan.


Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat

ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak

apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”. Dengan

bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena

kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam

kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur

akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur,

perawat melanggar hak pasien.

5. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang

Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti

mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah

meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan

sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-

obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga

pasien. Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada

artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga

kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan

informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu

merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus

tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil.


Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain

bahwa menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak

dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap

peralatan dan barang din tempat kerja.

E. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik

Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah

yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau

suatu situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding.

Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan

etis, seseorang harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan

emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli

yang pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan dengan

pemecahan masalah secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).

Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya

dalam membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral

tertentu yang menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan.

Beberapa orang membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan

buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan

pengalamannya (Ellis, Hartley, 1980).


1. Teori dasar pembuatan keputusan Etis

a. Teleologi

Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleologi dan utilitarianisme

sering digunakan saling bergantian. Teleologi merupakan suatu doktrin yang menjelaskan

fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi.

Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The end justifies the means atau makna dari

suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian

hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly,

1987). Teori teleologi atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule utilitarianisme dan

act utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu

tindakan tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau

kebahagiaan pada manusia. Act utilitarianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan

aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan

pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-

banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh penerapan teori ini

misalny a bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi

beban di masyarakat.

b. Deontologi (Formalisme)

Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau

tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau

konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di sini
perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat

memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah. Kant

berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat

universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia

secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat

universal, tidak kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant

meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan

dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus

tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu

sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. Contoh penerapan deontologi adalah seorang

perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang sebenarnya

terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh lain misalnya

seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan

agamanya yang melarang tindakan membunuh.

Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan

pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-matkan

nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi)

merupakan tindakan yang secara moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi

dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan hati, keadilan, otonomi,

kejujuran, dan ketaatan.

2. Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.


Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan

bagi perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam

membuat keputusan etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan

pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis.

Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli

etika, di mana semua kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang

etika, yang menurut Fry meliputi:

• Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar?

• Jenis tindakan apakah yang benar?

• Bagaimana aturan-aturan dapat diterapkan pada situasi tertentu?

• Apakah yang harus dilakukan pada situasi tertentu?

Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan dengan

mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis. Beberapa kerangka disusun

berdasarkan posisi falsafah praktik keperawatan, sementara model-model lain

dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti yang diajarkan di pendidikan

keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan oleh Thompson dan

Thompson dan model oleh Jameton: Metode Jameton dapat digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan

keperawatan pasien. Kerangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991), terdiri dari enam

tahap:

a. Identifikasi masalah. Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-nilai, konflik dan

hati nurani. Perawat juga harus mengkaji ke-terlibatannya terhadap masalah etika yang
timbul dan mengkaji parameter waktu untuk protes pembuatan keputusan. Tahap ini akan

memberikan jawaban pada perawat terhadap pernyataan: Hal apakah yang membuat

tindakan benar adalah benar? Nilai-nilai diklasifikasi dan peran perawat dalam situasi

yang terjadi diidentifikasi.

b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpul-kan dalam tahap ini

meliputi: orang-orang yang dekat dengan pasien yang terlibat dalam membuat keputusan

bagi pasien, harapan/keinginan dari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan

keputusan. Perawat kemudian membuat laporan tertulis kisah dari konflik yang terjadi.

Perawat harus mengindentifikasi semua pilihan atau alternatif secara terbuka kepada

pembuat keputusan. Semua tindakan yang memung-kinkan harus terjadi termasuk hasil

yang mungkin diperoleh beserta dampaknya. Tahap ini memberikan jawaban: Jenis

tindakan apa yang benar?

c. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Ini berarti perawat

mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-ting bagi individu, nilai-nilai dasar

manusia yang menjadi pusat dari masalah, dan prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan

dengan masalah. Tahap ini menjawab pertanyaan: Bagaimana aturan-aturan tertentu

diterapkan pada situasi tertentu?

d. Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pem-buat keputusan

memilih tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab

pertanyaan etika: Apa yang harus dilaku-kan pada situasi tertentu?

e. Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.

T Model Keputusan Bioetis


ahap

Sumber: J.B Thompson and HO Thompson, Ethic ini Nursing, New York: MacMilan Publishing Co. Inc., 1981,
diadaptasikan oleh Kelly, 1987. dalam Priharjo, 1995.
T Review situasi yang dihadapi untuk mendeterminasi

ahap masalah kesehatan, keputusan yang dibutuhkan, komponen etis

1 individu keunikan.

Kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi.

T Identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi.

ahap Ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional.

2 Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang

T berlainan.

ahap Identifikasi konflik-konflik nilai bila ada.

3 Gali siapa yang harus membuat keputusan.

T Identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan.

ahap Tentukan tindakan dan laksanakan.

4 Evaluasi/review hasil dari keputusan/tindakan.

ahap

5
T

ahap

ahap

ahap

ahap

ahap

10

Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut,

Kozier, erb (1989), adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan

pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang

yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari

tindakan yang diusulkan.

2) Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut

3) Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut


4) Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil

keputusan yang tepat

5) Mendefinisikan kewajiban perawat

6) Membuat keputusan.

Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik

yang terdapat diatas, penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi

pembuatan keputusan etik. Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat,

social, ilmu pengetahuan/tehnologi, legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan,

pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak

pasien (Priharjo, 1995).

Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik

diatas dapat diambil suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan

keputusan, yaitu:

a. Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang

seharusnya

b. Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari

berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan

apakah ada pelanggaran hukum/legal

c. Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative

tersebut dan diskusikan dalam suatu tim (komite etik).


d. Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan

buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih

e. Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan

tentukan siapa yang harus melaksanakan putusan.

f. Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak

yang timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative

keputusan dan bila mungkin dapat dijalankan.


BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus

Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai seorang anak umur 4

tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja sebagai PNS di suatu

kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan sejak 3 hari yang lalu.

Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim grade III, dan

dokter merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker rahim. Semua

pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M.

Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan

binggung dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya

menjelaskan bahwa Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat

dilakukan. Dan dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya

bertanya, sampaikan operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang

apapun, tunggu saya yang akan menjelaskannya.

Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha bertanya kepada perawat

ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat beberapa hal, yaitu:

“apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi nanti”.karena kami

masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang lain selain operasi”

dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”


Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya menjawab secara

singkat,

“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi”

“penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan lain”

“yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…”

“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan lansung dengan

dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M. perawat

memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M

mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan

“secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain, perawat

meninggalkan Ny.M.

Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan memutuskan

menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak lagi.

Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada Ny.M dan

suami” Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit ibu tidak parah,

kita hanya berusaha” dan perawat meninggalkan pasien dan suami tanpa

penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang ke

Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih

ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan,

Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A

menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut,

disuruh menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat
pernyataan saja” dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini

dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga.

Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat

keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M

dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut

dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan

mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan

kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit.

Sekilas berkaitan dengan ruangan, kepala ruangan adalah Ners S1 yang

bekerja telah lima tahun dan perawat A, adalah perawat lulusan DIII baru bekerja

diruang tersebut dua tahun.

B. Analisa Kasus

Sebelum menganalisa kasus diatas apakah merupakan pelanggaran etik atau dilema

etik, hal pertama yang harus dilakukan oleh tim pencari fakta adalah

mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa informasi yang

diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan termasuk staf yang

bterlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan

pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam

pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan

keperawatan yang diberikan (SOP).


Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat dianalisa dengan beberapa hal

menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam professional keperawatan, Kode

etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan kewajiban perawat dan juga

bentuk standar praktek keperawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang

akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi masalah-masalah yang mungkin

merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan merupakan data dari informasi yang

dibutuhkan, adalah sebagai berikut:


1. Berkaitan dengan prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:

a. Otonomi pasien

Prinsip autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk

menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa

yang diperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip

ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti

itu adalah kepentingannya.

Seperti telah banyak dijelaskan dalam teori bahwa otonomi merupakan

bentuk hak individu dalam mengatur keinginan melakukan kegiatan atau prilaku.

Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung jawab terhadap dirinya

sendiri.

Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang banyak

tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya, informasi-

informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih ingin

punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien merasa tidak akan

mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat informasi yang lebih

banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema bagi pasien sementara itu

kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong lagi.

Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak pasien

tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu dengan

jalan dilakukan operasi.

b. Advokasi perawat terhadap pasien

Advokasi merupakan salah satu peran perawat dalam menjalankan praktek

keperawaatan dan asuhan keperawatannya. Perawat seharusnya memberikan

penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat berkonsultasi kepada tim

dokter yang akan melakukan operasinya.

Advoaksi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Ny.M, dapat

berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Ny.M,

melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan denganmaslah tersebut, juga

harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak lagi. Bentuk-bentuk

advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis akan bersama

menjelaskan dengan lengkap dan baik.

Bentuk advokasi lainnya adalah Perawat ruangan dapat membuat tim

keperawatan dan medis dan dapat menberikan informasi dan komunikasi yang baik

pada pasien.

2. Berkaitan hak-hak pasien

Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai hak-hak yang harus

diperhatikan oleh perawata dalam praktek keperawatan, diantarannya yang


berhubungan dengan kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan informasi yang

lengkap jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan

perawat yang mengelolannya, pasien juga berhak untuk memilih dan menolak

pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinnya tidak berkenan.

Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang

diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan

dengan kondisinnya sehingga pasien dapat memnentukan pilihannya dengan tepat.

Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang

jela merupakan hak automi pasien.

3. Berkaitan Kode Etik Keperawatan (PPNI)

a. Kewajiban perawat dalam melaksanakan tugas.

Sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada individu,

keluarga dan masyarakat, perawat berkewajiban untuk melaksanakan kode etik

profesinya dan menjalankan semua kewajiban yang didasari oleh nilai-nilai moral

yang telah diatur dalam profesinya.

Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan dengan baik

dalam kasus Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi, komunikasi

kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat wajib

memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan pilihan dan

memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam arti

bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode etik

keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan


keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam

melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka

dapat memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional

dan logic atas kondisi yang menimpannya.

b. Hubungan Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter)

Sesuai kode etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa menjaga hubungan

baik antar sesame perawat, pasien dan tenaga kesehatan lain dengan tujuan

keserasian suasana dan ligkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan

kesehatan secara menyeluruh.

Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat tidak mampu

mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah disampaikan oleh

dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang disampaikan oleh tim

medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang

terggambar pada kasus Ny.M. tim inilah yang merupakan kelompok yang baik

sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun akan memberikan

alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak dari tindakan dan

bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari beberapa profesi yaitu: medis,

keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan dengan masalah Ny.M. Hubungan

yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap interaksi dengan pasien terjadi

komunikasi yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga informasi yang diberikan

kepada pasien dapat sama dan saling menunjang.


4. Berkaitan nilai-nilai praktek keperawatan professional.

Secara teori dikatakan bahwa nilai-nilai professional perawat harus selalu

dijalankan pada setiap berhubungan dan melaksanakan praktek keperawatan, nilai-

nilai professional yang dimaksud yaitu Aesthetics, altruism, equality, freedom,

human dignity, justice dan truth. Dari kasus Ny.M. dapat dikatakan bahwa perawat

ruangan menlanggar nilai-nilai praktek profesionalnya.

Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak terlihat sama sekali

apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat mengabaikan pasien,

selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien terhadap isu/kondisi

saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat melegakan bagi pasien.

Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap terhadap

tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat

menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak

pasien.

Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan sikap empathy,

respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi kasus Ny.M. penting

dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai keinginannya.

Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai kebenaran,

walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang tidak


selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu dilihat

kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita sampaikan

kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun

keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan.

5. Tinjauan dari standar praktek dan SOP

Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan dilakukan operasi

harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan informasi-

informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Saat

penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban

memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi,

tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan

memberikan penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi

dengan baik. Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan

yang harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat

lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui.

C. Penyelesaian Kasus

Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. M, dapat

diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang

dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi

sebanyaknya, berkaitan dengan:


a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, suami pasien, dokter bedah/kandungan, kepala

ruangan dan perawat primer.

b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: Akan dilakukan operasi pengangkatan

kandungan/rahim pada Ny.M. dan perawat primer tidak boleh menyampaikan hal-

hal yang berkaitan dengan operasi, menunggu dokter bedahnya.

c. Maksud dari tindakan, yaitu: Agar kanker rahim yang dialami Ny.M dapat diangkat

(tidak menjalar ke organ lain) dan pengobatan tuntas.

d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: bila operasi tetap dilaksanakan

keinginan Ny.M dan keluarga untuk mempunyai anak kemungkinan tidak bisa lagi

dan bila operasi tidak dilakukan penyakit/kanker rahim Ny.M kemungkinan akan

menjadi luas. Dan mengenai pesan dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang

berkaitan dengan rencana operasi Ny.M, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat

melannggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar janji

terhadap teman sejawat.

2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.

a. Konflik yang terjadi pada perawat A, yaitu:

- Bila menyampaikan penjelasan dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi

Ny.M akan semakin parah dan stress, putus asa akan keinginannya untuk

mempunyai anak.

- Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-

prinsip professional perawat

- Atas penolakan pasien perawat merasa hal itu kesalahan dari dirinya
- Berkaitan dengan pesan dokter, keduanya mempunyai dampak terhadap prinsip-

prinsip moral/etik.

- Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat A melangkahi wewenang yang

diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan perawat A tidak bekerja sesuai

standar profesi.

b. Konflik yang terjadi pada Kepala Ruangan, yaitu:

- Berkaitan dengan pesan dokter kondisinya sama dengan perawat primer

- Atas penolakan pasien merupakan gambaran manajemen ruangan yang kurang

terkoordinasi dengan baik.

- Meninjau kembali SOP pada pasien yang akan dilakukan operasi apakah masih

relevan atau tidak.

3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan

mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.

a. Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak setelah

dioperasi.

b. Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan penyakit bila

tidak dilakukan tindakan operasi

c. Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan keinginan dari

mempunyai anak lagi, kemungkinan dengan anak angkat dan sebagainnya.

d. Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas penolakan

tindakan operasi dan memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat

dilakukan oleh keluarga.


e. Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan

mendapat penjelasan langsung pada dokter bedah, dan memfasilitasi pasien dan

kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan

operasi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan.

4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil

keputusan yang tepat.

Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat membantu dalam

membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal ini perlu

dipikirkan, beberapa hal:

a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka

ditunjuk.

b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat

c. Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi,

psikologi dan peraturan/hukum).

d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan

e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang

diusulkan.

Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau

tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-

faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang

rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang kemungkinan dapat dilakukan


oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai

advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang

tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal

terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan.

Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang penolakan

rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah

mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang

kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien

telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien

dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien, keluarga,

perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.

5. Mendefinisikan kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat

daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:

a. memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini

b. meningkatkan kesejahteran pasien

c. membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan tanggung

jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.

d. membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung

e. melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat


f. melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan

kompetensi keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan tersebut.


6. Membuat keputusan.

Dalam suatu dilema etik, tidak ada jawaban yang benar atau salah, mengatasi

dilema etik, tim kesehatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling

menguntungkan atau paling tepat untuk pasien. Kalau keputusan sudah ditetapkan,

secara konsisten keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan

untuk kasus tersebut, itulah tindakan etik dalam membuat keputusan pada keadaan

tersebut. Hal penting lagi sebelum membuat keputusan dilema etik, perlu mengali

dahulu apakah niat/untuk kepentinganya siapa semua yang dilakukan, apakah

dilakukan untuk kepentingan pasien atau kepentingan pemberi asuhan, niat inilah

yang berkaitan dengan moralitas etis yang dilakukan.

Pada kondisi kasus Ny.M. dapat diputuskan menerima penolakan pasien dan

keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara

lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan operasi atau

tidak dilakukan operasi. Penjelasan dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang

terlibat dalam pengelolaan perawatan dan pengobatan Ny.M. Tetapi harus juga

diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif pengobatan

yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Ny.M sebagai bentuk tanggung

jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya. Pasien menerima

atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang terlibat, bahwa

hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga.


Pada kasus diatas dapat diputuskan dan disimpulkan, bahwa terjadi

pelanggaran etik, dengan alasan-alasan dan informasi yang telah ditelaah, yaitu:

a. Belum ada penjelasan yang lengkap dari perawat dan dokter (Tim) berkaitan

dengan tindakan operasi yang akan dilakukan (tidak sesuai dengan SOP atau

standar praktek keperawatan)

b. Pasien dan keluarga tidak diberi kesempatan dan mendiskusikan mengenai

penyakit, akibat dan tindakan-tindakan yang akan dilakukan terhadapnya

c. Berdasarkan kajian dan hasil analisa kasus bahwa hubungan dokter, perawat dan

psien tidak sesuai dengan harapan kode etik keperawatan (PPNI)

d. Terdapat pelanggaran nilai-nilai moral dan professional perawat, meliputi, otonomi,

altruism, justice, truh dan lainya

e. Terdapat pelangaran hak-hak pasien, yaitu hak mendapatkan informasi yang valid

dan terkini

Dengan alasan-alasan tersebut dan telah melalui langkah-langkah

penyelesaian etik maka Komite etik di Rumah Sakit tersebut harus menentukan

tindakan dengan hati-hati dan terencana sesuai tingkat pelanggaran etik yang

dilakukan baik terhadap dokter, perawat primer (perawat A) dan kepala ruangan,

masing-masing perlu mendapatkan beberapa peringatan atau bentuk pembinaan

sesuai tingkat pelanggaran etik masing-masing.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keperawatan sebagai suatu profesi bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas

pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan. Oleh sebab itu pemberian

pelayanan/asuhan keperawatan harus berdasarkan pada landasan hukum dan etika

keperawatan. Standar asuhan perawatan di Indonesia sangat diperlukan untuk

melaksanakan praktek keperawatan, sedangkan etika keperawatan telah diatur

oleh organisasi profesi, hanya saja kode etik yang dibuat masih sulit dilaksanakan

dilapangan karena bentuk kode etik yang ada masih belum dijabarkan secara terinci

dan lengkap dalam bentuk petunjuk tehnisnya.

Etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat

dipertanggung jawabkan, etik bicara tentang hal yang benar dan hal yang salah dan

didalam etik terdapat nilai-nilai moral yang merupakan dasar dari prilaku manusia

(niat). Prinsip-prinsip moral telah banyak diuraikan dalam teori termasuk

didalamnya bagaimana nilai-nilai moral di dalam profesi keperawatan. Penerapan

nilai moral professional sangat penting dan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi

dan harus dilaksanakan dalam praktek keperawatan.


Setiap manusia mempunyai hak dasar dan hak untuk berkembang, demikian

juga bagi pasien sebagai penerima asuhan keperawatan mempunyai hak yang sama

walaupun sedang dalam kondisi sakit. Demikian juga perawat sebagai pemberi

asuhan keperawatan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kedua-

duannya mempunyai hak dan kewajiban sesuai posisinya. Disinilah sering terjadi

dilema etik, dilema etik merupakan bentuk konflik yang terjadi disebabkan oleh

beberapa factor, baik faktor internal dan faktor eksternal, disamping itu karena

adanya interaksi atau hubungan yang saling membutuhkan. Oleh sebab itu dilema

etik harus diselesaikan baik pada tingkat individu dan institusi serta organisasi

profesi dengan penuh tanggung jawab dan tuntas.

Penyelesaian dilema etik harus mempunyai kerangka berfikir yang jelas

sehingga keputusan yang diambil dapat memberi kepuasan terhadap semua pihak

baik pemberi dan penerima asuhan keperawatan. Banyak teori yang membahas dan

membuat kerangka penyelesaian masalah etik, tetapi penyelesaian secara umum

bila terjadi kasus etik adalah sebagai berikut; melakukan peninjauan kembali

terhadap kejadian, memanggil saksi-saksi, mengkaji dan mengidentifikasi

pelanggaran etik yang dilakukan, dan menetapkan sangsi terhadap pelanggaran

atau memberikan rehabilitasi bila tidak terbukti melanggar etik. Semua hal tersebut

yang penting adalah bagaimana masalah dilema etik dapat diputuskan dengan baik

dan memuaskan semua pihak.


Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik

diatas dapat diambil suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan

keputusan, yaitu: Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai

etik yang seharusnya, Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data

tambahan dari berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan

pertanyaan etik dan apakah ada pelanggaran hukum/legal, Buatlah beberapa

alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan diskusikan

dalam suatu tim (komite etik), Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima

oleh masing-masing pihak dan buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih,

dan Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan

tentukan siapa yang harus melaksanakan putusan.

B. Saran

1. Pentingnya membuat standar praktek keperawatan yang jelas dan dapat

dipertanggung jawabkan.

2. Perlunya peraturan atau perundang-undangan yang mengatur dan sebagai bentuk

pelindungan hukum baik pemberi dan penerima praktek keperawatan

3. Kode etik di Indonesia yang sudah ada perlu didukung dengan adanya perangkat-

perangkat aturan yang jelas agar dapat dilaksanakan secara baik dilapangan.

4. Keputusan dilema etik perlu diambil dengan hati-hati dan saling memuaskan dan

tidak merugikan bagi pasien, maka perlu dibentuk komite etik disetiap Rumah Sakit
dan bila perlu disetiap ruang ada yang mengawasi dan mengontrol pelaksanaan etik

dalam praktek keperawatan.

5. Perlunya sosialisai yang luas tentang kode etik profesi keperawatan dan bila perlu

diadakan pelatihan yang bersifat review tentang etika keperawatan secara periodic

dan tidak terbatas.

6. Penyelesaian yang terbaik bila terdapat kasus etik, seperti pada kasus Ny.M,

penting adanya bentuk koordinasi dan kolaborasi yang jelas antara tim pengelola

pasien dan kasus tersebut dapat diselesaikan didalam tim/komite etik yang ada di

Rumah Sakit bersangkutan.


Daftar Referensi

Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott.

Canadian Nurses Association (1999). Code of Ethics. For Registered Nurses:

Otawa, Canada: CNA.

Huston, C.J, (2000). Leadership Roles and Management Functions in

Nursing; Theory and Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott.

Husted Gladys L. (1995). Ethical Decision Making in Nursing, 2nd ed, St.Louis:

Mosby.

Kozier. (2000). Fundamentals of Nursing : concept theory and practices.

Philadelphia. Addison Wesley.

Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992). Nursing Ethics; Theories and

Pragmatics: Maryland: Robert J.Brady CO.

Priharjo, R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (1999, 2000). Kode Etik

Keperawatan, lambing dan Panji PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia, Jakarta: PPNI
Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi

seminar tidak diterbitkan.

Staunton, P and Whyburn, B. (1997). Nursing and the law. 4th ed.Sydney:

Harcourt.

Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi

Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2nd Ed.

Philadelphia. FA Davis.

Anda mungkin juga menyukai