Anda di halaman 1dari 5

PENYAKIT INFEKSI TROPIKAL PADA ANAK, Ed.

Rampengan, T.H. (2013). Penyakit Infeksi Tropikal Pada Anak. Jakarta: EGC

Pemeriksaan serologis
Sampai saat ini tes Widal merupakan reaksi serologis yang digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis demam tifoid. Dasar tes Widal adalah rekasi aglutinasi antara antigen
Salmonella typhosa dan antibodi yang terdapat dalam serum penderita.
Ada 2 metode yang sampai saat ini dikenal, yaitu:
1. Widal cara tabung (konvensional).
2. Salmonella slide test (cara slide).

Sampai saat ini, tidak ada kepustakaan yang menyebutkan nilai titer Widal yang absolut
untuk memastikan diagnosis demam tifoid. Nilai sensitifitas, spesifisitas serta ramal reaksi
Widal sangat bervariasi dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya.
Disebut tidak sensitif karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan positif
tetapi tidak pernah dideteksi adanya antibodi dengan tes ini. Bila adanya titer antibodi dapat
dideteksi, sering kali titer naik sebelum timbul gejala klinis sehingga sulit untuk
memperlihatkan terjadinya kenaikan titer yang berarti.
Disebut tidak spesifik karena semua group D Salmonella mempunyai antigen O,
demikian juga group A dan B Salmonella. Semua group D Salmonella mempunyai fase H
antigen yang sama dengan Salmonella typhosa. Titer H tetap meningkat dalam waktu sesudah
infeksi.
Untuk dapat memberikan hasil yang akurat, tes Widal sebaiknya tidak hanya
dilakukan satu kali saja melainkan perlu satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut
sesuai atau melewati nilai standar setempat.

Beberpa faktor yang mempengaruhi reaksi Widal antara lain:


A. Faktur penderita.
B. Faktor teknis.

Faktor penderita
Faktor penderita meliputi:
 Saat pemeriksaan perjalanan penyakit.
 Pengobatan dini dengan anti biotika.
 Keadaan umum gizi penderita.
 Penyakit tertentu yang menghambat pembentukan antibodi: agamaglobulinemia,
leukemia, tumor.
 Pemekaian obat imunosupresif dan kortikosteroid.
 Vaksinasi.
 Infeksi subklinis.
 Reaksi anamnestik.
Faktor teknis
Faktor teknis meliputi:
 Reaksi silang.
 Konsentrasi supresi antigen.
 Strain salmonella yang dipakai untuk supresi antigen.

Dari beberapa laporan, tiap rumah sakit mempunyai nilai standar Widal tersendiri sehingga
tes Widal tersebut diharapkan mempunyai nilai diagnostik untuk membantu menegakkan
diagnosis.
 Surabaya, titer Widal ≥1/200
 Yogyakarta ≥1/160
 Manado ≥1/80
 Jakarta (Rockhil dkk, 19810 ≥1/40

Tes Widal tidak dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid bila
hanya dilakukan satu kali saja. Kenaikan titer Widal pada satu seri pemeriksaan Widal atau
kenaikan titer 4 kali pada pemeriksaan berikutnya dapat membantu memastikan diagnosis
demam tifoid.
Walaupun tes Widal merupakan tes yang sudah umum digunakan, tes ini ternyata
mempunyai kelemahan seperti yang diuraikan di atas. Dengan demikian, tes ini harus
digunakan secara hati-hati untuk membantu diagnosis demam tifoid.

Akhir-akhir ini, ada beberapa teknik baru untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
Salmonella typhosa pada serum penderita dan adanya antigen Salmonella typhosa di dalam
darah dan urine, antara lain dengan:
 Hemaglutination Inhibition test.
 Enzyme Linke Immunosorbent Assay.
 Complemen Fixation test.
 Staphylococcal Protein A coaglutination assay.

Diagnosis Banding
Sesuai dengan perjalanan penyakit tifoid, permulaan sakit haris dibedakan antara lain:
 Bronkitis
 Influenza
 Bronkopneumonia

Pada stadium selanjutnya harus dibedakan:


 Demam paratifoid
 Malaria
 TBC milier
 Pielitis
 Meningitis
 Endokarditis bakterial
 Rickettsia

Pada stadium toksik harus dibedakan:


 Leukemia
 Limfoma
 Penyakit hodgkin

Dalam mengidentifikasi penyakit yang menyerupai demam tifoid harus berpegang pada
anamnesa, gejala dan tanda klinis, serta pemeriksaan laboratorium meliputi
bakteriologis/serologis dan pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan.

KOMLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian:
 Komplikasi pada usus halus
 Komplikasi di luar usus halus

Komplikasi pada usus halus


 Perdarahan
 Perforasi
 Peritonitis
Komplikasi di luar usus halus
 Bronkitis
 Bronkopneumonia
 Ensefalopati
 Kolesistitis
 Meningitis
 Moikarditis
 Karier kronik

PENATALAKSNAAN
Penderita yang dirawat dengaa diagnosis praduga dmam tifoid harus dianggap dan dirawat
sebagai penderita demam tifoid yang secara garis besar ada 3 bagian, yaitu:
 Perawatan
 Diet
 Obat-obatan

Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring
sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lalu. Mobilisasi dilakukan
sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita. Pada penderita dengan kesadaran
yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi. Tanda komplikasi demam tifoid
yang lain termasuk buang air kecil dan buang air besar juga perlu mendapat perhatian.
Mengenai lamanya perawatan di rumah sakit, sampai saat ini sangat bervariasi dan
tidak ada keseragaman. Hal ini sangat bergantung pada kondisi penderita serta adanya
komplikasi selama penyakit berjalan.

Diet
Dimasa lalu, penderita diberi diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kekambuhan penderita..banyak penderita tidak senang
diet demikian, karena tidak sesuai dengan selera dan ini mengakibatkan keadaan umum dan
gizi penderita semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi semakin lama.
Beberapa penelitian menanjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan
keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan
dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalorai, protein, elektrolit,
vitamin, maupun mineral, serta diusahakan makanan yang rendah/bebas selulosa, dan
menghindari makanan yang sifatnya iritatif. Pada penderita dengan gangguan kesadaran
pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
Pemberian makanan padat dini banyak memberikan keuntungan, seperti dapat
menekan turunnya berat badan selama perawatan, masa di rumah sakit lebih diperpendek.,
dapat menekan penurunan kadar albumin dalam serum dan dapat mengurangi kemungkinan
kejadian infeksi lain selama perawatan.

Obat-obatan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi sebelum
adnya obat-obatan antimikroba (10-15%). Sejak adanya obat antimikroba terutama
kloramfenikol angka kematian menurun secara drastis (1-4%).
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain:
 Kloramfenikol
 Tiamfenikol
 Kotrimoksasol
 Ampisilin
 Amoksilin
 Seftriakson
 Sefotaksin
 Siprofloksasin (usia >10 tahun)

PENCEGAHAN
Usaha pencegahan dapat dibagi atas:
1. Usaha terhadap lingkungan hidup:
 Penyediaan air minum yang memenuhi syarat
 Pembuangan kotoran manusia yang higienis
 Pemberantasan lalat
 Pengawasan terhadap penjualan makanan
2. Usha terhadap manusia:
 Imunisasi
 Menemukan dan mengobati karier
 Pendidikan kesehatan masyarakat

Imunisasi
Vaksin yang digunakan ialah:
 Vaksin yang dibuat dari Salmonella thyphosa yang dimatikan.
 Vaksin yang dibuat dari strain Salmonella yang dilemahkan (Ty 21a).
 Vaksin polisakarida kapsular Vi (Typhi Vi).

Vaksin yang terbuat dari salmonella yang dimatikan pada pemberian oral ternyata tidak
memberikan perlindungan yang baik. Sedangkan vaksin yang terbuat dari Salmonella
yang dilemahkan dari strain Ty 21a pada pemberian oral membrikan perlindungan 87-
95% selama 36 bulan, denggan efek samping 0-5% berupa demam atau nyeri kepala.
Vaksin yang terbuat dari kapsul Vi (Typhi Vi) disuntik sc atau im 0,5 mL dengn booster
2-3 tahun, dengan efek samping demam 0-1%, sakit kepala 1,5-3% dan 7% berupa
pembengkakan dan kemerahan pada tempat suntikan

Anda mungkin juga menyukai