PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu
status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi
periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan
dan kematian bayi (Safrina, 2011).
Setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada bulan pertama kehidupannya
dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama. Penyebab utama kematian pada minggu
pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan
komplikasi berat bayi lahir rendah (BBLR). Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di negara
berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pencegahan dini dan
pengobatan yang tepat (Maryanti,2011).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), setiap tahunnya kira-kira 3%
(3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir di dunia mengalami asfiksia, hampir satu juta bayi ini
meninggal. Survei WHO tahun 2002 dan 2004 menyebutkan bahwa sekitar 23% seluruh
kematian neonatal disebabkan oleh asfiksia dengan proporsi lahir mati yang lebih besar.
(Salim,2012)
Angka Kematian Bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya. Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka
Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status kesehatan masyarakat.
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKB 34 per 1.000
kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup
(Fadila,2012).
Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima
menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di
Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian
bayi baru lahir setelah bayi berat lahir rendah (BBLR) (Salim,2012).
1
Faktor yang menyebabkan kejadian Asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia ibu kurang
dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (DepKes RI, 2009). Kehamilan pada usia yang terlalu
muda dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan risiko tinggi dimana keduanya berperan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin (Widiprianita, 2010). Selain
itu bayi baru lahir yang asfiksi sangat rentan terpengaruh bila tidak ditangani dengan cepat
dan tepat. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang
daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada
waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi
beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan
pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi
dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.Dan salah satu dari bayi resiko
tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas (SGN/RDS). Respiratory Distress Syndrome
( RDS ) didapatkan sekitar 5 -10% pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-
1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat
badan. (www.google.com)
Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang
lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu
dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Insiden pada bayi prematur kulit
putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada
perempuan (nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuensi juga sering terjadi pada bayi yang
lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu
menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
(surasmi,dkk.2003)
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bayi resiko
tinggi ( SGN ) dapat hidup dengan baik tanpa mengalami cacat. Hal ini terjadi jika ia dirawat
di ruang perawatan intensif neonatus, dengan tenaga perawat atau bidan yang memiliki
spesialisasi kealihan di bidang tersebut.
Dalam mengantisipasi tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin bermutu terhadap
pelayanan kebidanan, perubahan-perubahan yang cepat dalam pemerintahan maupun dalam
masyarakat dan perkembangan IPTEK serta persaingan yang ketat di era global ini
diperlukan tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan yang berkualitas baik tingkat
pengetahuan, keterampilan dan sikap profesionalisme (IBI,2007).
2
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Permenkes 572/1996 tidaklah mudah,
karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan
akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri. Pencapaian kemampuan
tersebut dapat diawali dari institusi pendidikan yang berpedoman kepada kompetensi inti
bidan dan melalui institusi pelayanan dengan meningkatkan kemampuan bidan sesuai dengan
kebutuhan (IBI,2007).
Dalam upaya pengadaan tenaga bidan yang profesional sesuai dengan kewenangan
yang tertuang dalam Kepmenkes No 900 tahun 2002, diperlukan fokus dan kompetensi
pendidikan yang diaplikasikan pada masa studi. Kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh
mahasiswa adalah mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus fisiologis secara
komprehensif dan mampu melaksanakan asuhan kebidanan patologi dan kegawatdaruratan
(Sujianti,2010), salah satunya adalah asuhan kebidanan neonatus pada pada bayi asfiksia
dana tau dengan syndrome gangguan napas.
I.2. TUJUAN
Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud
3
I.3. RUMUSAN MASALAH
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya
dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan
Persalinan Normal, 2007).
c. Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat
asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara
sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut
yang mungkin timbul. (Wiknjosastro,1999) .
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru
janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah.
Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi
5
pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan
lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru,
dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan
oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada
sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara
dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami
relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus
arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena
pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung
kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan
keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh
darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami
relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui
duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen
untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan
paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang
dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru
merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk
adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru
menjadi kemerahan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya
asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea)
6
disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan
usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada
penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada
dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi
dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan
pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan
pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut
dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis
glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkuang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan
tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya
sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya
asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot
jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang
kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah
paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami
gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat
buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbuikan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
7
- Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
- Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
- Anemia
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
- Prematuritas
- Ketuban pecah dini yang membawa infeksi
8
4) Obstruksi saluran nafas akibat aspirasi darah, lendir.
5) Partus lama
6) Kelahiran yang sukar (dengan atau tanpa forcep) sehingga
menyebabkan perdarahan cerebral atau kerusakan pada sistem saraf
pusat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siti Mulidah tahun 2006 terdapat
hubungan yang sangat bermakna antara jenis persalinan dengan kejadian
asfiksia.Seksio sesarea dengan presentase terbesar dikarenakan kebanyakan dilakukan
apabila ibu maupun janin dalam keadaan darurat misalnya gawat janin, eklamsia,
preeklamsia, kelainan letak janin, panggul sempit, oligohidramnion, ketuban pecah
dini, dan partus lama
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:
3) Apnea
4) Pucat '
5) sianosis
9
II.6 Diagnosis
II.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan gangguan/ kesulitan bernapas waktu lahir
dan lahir tidak bernafas/menangis. Pada anamnesis juga diarahkan untuk
mencari faktor resiko.
II.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, skor apgar dipakai untuk menentukan derajat
berat ringannya asfiksia
10
ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang post partum.
Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada
penderita asfiksia berat.
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor menjadi 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis.
II.7 Penatalaksanaan
11
b. Jika bayi mengalami apneu
- Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
- Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang
d. Segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat
Hindari penggunan oksigen yang tidak diperlukan. Diberikan dengan head box,
sebaiknya dengan pemantauan meter FiO2 dan oksimeter pulse untuk menentukan
jumlah oksigen diperlukan. Soft cannulae hidung juga dapat digunakan untuk berikan
oksigen. Oksigen harus diberikan dalam dosis yang tepat, dan hindari pemakaian
yang tidak diperlukan karena merupakan racun bagi prematur neonatus.
Pemeliharaan suhu yang tepat sangat penting. HMD dan PPHN yang diperburuk oleh
hipotermia.
manajemen Cairan dan elektrolit: Elektrolit keseimbangan, cairan, kalsium dan
glukosa homeostasis yang semua sama pentingnya. Cairan biasanya dimulai pada
60ml/kg/day Dextrose 10% atau tiga empat pemeliharaan harian mana yang lebih
baik.
Pemeliharaan hemoglobin yang memadai: Setiap neonatus dengan gangguan
pernapasan harus memiliki sel dikemas volume (Packed Cell Volume) di atas 40%
(tetapi kurang dari 75%).
HARUS gunakan antibiotik hingga sepsis dieklusi.terutama pada bayi prematur.
Dimulai dari spektrum luas.
Bantuan pernafasan
Bila O2 dg head box tidak berhasil, harus segera berikan bantuan Napas diberikan dalam
bentuk CPAP (continuous positive airway pressure) atau intermittent mandatory
ventilation (IMV). CPAP : bantuan pernapasan dengan cara meningkatkan tekanan
pulmoner secara artifisial pada saat fase ekspirasi pada bayi
yang bernapas secara spontan . Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) atau
12
Intermittent Mandatory Pressure Ventilation (IMV) : pernapasan bayi diambil alih
sepenuh nya oleh mesin ventilator mekanik dan meningkatkan tekanan pulmoner baik
pada fase inspirasi maupun ekspirasi.
CPAP sebaiknya dimulai lebih awal pada bayi dengan HMD. Indikasi memulai CPAP
apabila score downes >6 saat lahir atau kebutuhan FiO2 >0,6 untuk menjaga saturasi
pada pulse oximeter. Gangguan nafas sedang atau berat dan apnu berulang. Skor 3 atau
lebih pada (arterial blood gas)ABG menunjukkan kebutuhan untuk CPAP(continuous
positive airway pressure ) atau ventilasi mekanis.
Bila bayi sering apnu : berarti CPAP gagal harus segera dilakukan intubasi dan
pemberian ventilasi.
13
CPAP gagal maka harus segera diberikan bantuan napas dengan Ventilator
mekanik
_ 1. Retraksi sedang sampai berat
_ 2. Laju pernapasan > 70 /menit
_ 3. Sianosis dengan FiO2 > 0.4
_ 4. Serangan apnu berulang
_ 5. Syok atau ancaman syok
_ 6. PaO2 < 50 mm Hg dengan FiO2 > 1.0
_ 7. PaCO2 > 60
_ 8. PH < 7.25 14
14
BAB III
PENUTUP
III. 1. KESIMPULAN
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin
meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
1. Vigorous Baby
3. Asphyksia berat
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul.
III. 2. SARAN
Setelah pembaca mengetahui apa pengertian dan etiologi dari asfiksia neonatorum,
diharapkan pembaca bisa mengantisipasi terhadap terjadinya asfiksia neonatorum dan dapat
melakukan pencegahan serta memahami tindakan pengobatan yang dapat dilakukan pada
15
DAFTAR PUSTAKA
No. 5;
Dengan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Cilacap. Jurnal Ilmiah
16