Anda di halaman 1dari 11

II.

PEMBAHASAN

A. Penegakan Diagnosis
1. Asma akut ringan pada asma peresisten ringan
a. Anamnesis
Beberapa gejala dan faktor risiko yang bias menunjang penegakkan
diagnosis asma adalah:
1) sesak nafas semakin memberat, sudah minum obat seritid tetapi
tidak membaik. Keluhan semakin berat ketika pasien terkena
debu, kelelahan, malam hari, dan kedinginan.
2) Sesak nafas kadang disertai bunyi mengi
3) Pasien mempunyai riwayat asma, serangan timbul < 1 kali dalam
1 bulan.
4) Pasien mengkonsumsi obat asma yaitu seritid
5) Tidak pernah merokok
b. Pemeriksaan Fisik
1) Vital sign
a) Tekanan Darah : 120/90 mmHg
b) Nadi : 88 x/menit
c) RR : 24 x/menit
d) Suhu : 36,1 oC
2) Pemeriksaan Pulmo
a) Hasil inspeksi tidak ada ketinggalan gerak yang menandakan
tidak ada gangguan pengembangan paru pada salah satu
bagian paru
b) Hasil palpasi tidak ada penurunan vokal fremitus yang
menandakan tidak ada gangguan resonansi paru
c) Hasil perkusi didapatkan suara sonor pada kedua lapang paru
yang menandakan jumlah udara normal pada pulmo
d) Auskultasi didapatkan adanya suara dasar vesikuler dan suara
tambahan wheezing yang menandakan adanya penyempitan
saluran napas.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada hitung jenis leukosit tidak menunjukkan adanya peningkatan
eosinofil yang merupakan tanda alergi. Namun, untuk melihat adanya
alergi dapat diperkuat dengan menambahkan pemeriksaan hitung
jumlah eosinofil.

d. Kesimpulan
1) Pada kasus termasuk serangan asma ringan karena
a) Sesak napas terus menerus dan timbul satu hari sebelum
masuk RSMS
b) Sesak napas saat aktivitas
c) Berbicara masih dapat membentuk kalimat dan masih dapat
tidur /berbaring.
d) Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas 24/menit,
nadi < 100/menit (88 x/menit), tidak memakai otot bantu
napas, dan mengi pada akhir ekspirasi
2) Pada kasus termasuk asma intermiten karena
a) Gejala <2 kali dalam sebulan Gejala tidak timbul setiap hari/
tidak timbul terus menerus
b) Serangan terjadi secara singkat, tidak mengganggu aktivitas
maupun tidur.
c) Masih dapat melakukan aktivitas fisik

2. Community Acquired Pneumonia (CAP)


a. Anamnesis
Beberapa gejala dan faktor risiko yang bisa menunjang penegakkan
diagnosis CAP:
1) Batuk tidak berdahak.
2) Demam sebelum masuk rumah sakit
3) Mual
b. Pemeriksaan fisik
1) Vital sign pada tanggal 29 Januari 2015
a) Tekanan Darah : 160/90 mmHg
b) Nadi : 92x/menit
c) RR : 29x/menit
d) Suhu : 38,1 oC
Kesimpulan : tanda vital tidak normal yaitu terdapat
hipertensi derajat 2, takipneu, dan febris. Namun pada tanggal 1
Februari pasien sudah tidak hipertensi dan tidak febris, namun
masih terdapat takipneu.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukositosis (12420
/uL) dan penignkatan segmen. Hal ini dapat menandakan bahwa
terjadi proses infeksi bakteri dan respon inflamasi di dalam tubuh.
Hasil pemeriksaan foto thoraks didapatkan corakan vaskuler pulmo
meningkat kasar dan tampak infiltrate parakardial et perihiler
Diagnosis pasti pneumonia komuniti (CAP) ditegakkan jika pada foto
toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2
atau lebih gejala di bawah ini (PDPI, 2003):
b. Batuk-batuk bertambah
c. Perubahan karakteristik dahak / purulent
d. Suhu tubuh >38 celsius (aksila) / riwayat demam
e. Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronki
f. Leukosit >10.000 atau < 4500

B. Penatalaksanaan Asma
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan
dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).
Tujuan :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
2. Mencegah eksaserbasi akut;
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
5. Menghindari efek samping obat;
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel;
7. Mencegah kematian karena asma.
8. Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya.

Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara


dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta
apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan
keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan
pengobatan.
Terdapat 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan
asma, yaitu:
1. KIE dan hubungan dokter-pasien
2. Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;
3. Penilaian, pengobatan dan monitor asma;
4. Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
5. Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll.
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1)
Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma
jangka panjang.
1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh
pasien di rumah (lihat bagan 1), dan apabila tidak ada perbaikan segera ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan
dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan
faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
a. bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
b. kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja
cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak
memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat
diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu
(seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral
(metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid
oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi,
aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium
bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan
oksigen dan pemberian cairan IV
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan
IV, β2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV,
dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak
tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma
yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk
inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT
(MDI) dengan alat bantu (spacer). Untuk lebih jelasnya lihat pada
algoritma (bagan 1, bagan 2).
2. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol
asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang
disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka
panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan
Menjaga kebugaran.
a. Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
1) Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
2) Mengenali gejala serangan asma secara dini
3) Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
4) Mengenali dan menghindari faktor pencetus
5) Kontrol teratur

c. Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega
diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol
ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka
panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti
inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan
mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis
diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat
asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain:
1) Inhalasi kortikosteroid
2) β2 agonis kerja panjang
3) antileukotrien
4) teofilin lepas lambat
Tabel 1. Jenis Obat Asma

 IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan


bersama dengan spacer
 Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
 Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
 Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
RENCANA PENGOBATAN SERANGAN ASMA BERDASARKAN BERAT
SERANGAN DAN TEMPAT PENGOBATAN
III. KESIMPULAN

1. Pasien kasus kali ini didiagnosis dengan Asma akut ringan pada asma
intermiten
2. Penegakan diagnosis penyakit TB berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
3. Pengobatan serangan akut pada pasien ini menggunakan ventolin dan
flexotide
4. Penatalaksanaan asma bronkial mencakup penatalaksanaan non
medikamentosa dan medikamentos berupa,edukasi, identifikasi dan
mengendalikan faktor pencetus asma, menilai dan memonitor berat asma
secara berkala, merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang,
menetapkan pengobatan pada serangan akut, kontrol teratur dan pola hidup
sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin A. 2010. Management of Community Acquired Pneumonia. Dalam


:Naskah lengkap 11Annual Scientific meeting Internal Medicine
2010.Semarang. Badan penerbit USU press; 132-42

Dahlan Z. 2009.. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi


I,Simadibrata M, Setiati S (editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam:Interna Publishing; 2196-206

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komunitas, pedoman


diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma Pedoman dan penatalaksanaan


di Indonesia Jakarta: PDPI.

Anda mungkin juga menyukai