a. Sejarah Singkat Perusahaan Sejarah singkat berdirinya PT. Bukit Asam tidak terlepas dari adanya peristiwa pengambilalihan atau nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda oleh Pemerintah RI. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 3 Tahun 1960, jo Pengumuman Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan RI NO.12631/BUM II tanggal 9 Febuari 1960. PT Bukit Asam pertambangannya terletak di Tanjung Enim Sumatra Selatan, perusahaan ini dulu dizaman pemerintah Hindia Belanda tahun 1919 kegiatannya menggunakan metode penambangan terbuka (open pit mining) diwilayah operasi pertama di Tambang AirLaya. Pada tahun 1923 operasinya berubah dengan metode penambangan bawah tanah (underground mining) hingga tahun 1940 dan produksi untuk kepentingan komersial dimulai pada tahun 1938. Setelah kemerdekaan statusnya berubah menjadi Pertambangan Nasional dan pada tahun 1950 Pemerintah RI mengesahkan pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PNTABA), pada tahun 1981 PNTABA berubah statusnya menjadi Perusahaan Terbatas dengan nama PT Tambang Batubara Bukit Asam.(Persero) terbuka pada tahun 1990 dan bertepatan dengan adanya Program Nasional pemerintah mengembangkan ketahjanan energi nasional dengan mengembangkan briket batubara pada tahun 1993. 23 Desember 2002 persero mencatatkan dirinya sebagai perusahaan public di Bursa Efek Indonesia dengan kode “PTBA” (PT. Bukit Asam).
2. Proses Produksi dan Pengolahan
a. Proses produksi Batu Bara di PT. Bukit Asam BUMN tambang PT Bukit Asam Tbk menargetkan produksi batubara sebesar 24 juta ton. Angka tersebut meningkat dibanding produksi batubara tahun sebelumnya yakni sekitar 18 ton.“Produksi kita tahun ini ditargetkan meningkat sekitar 30 persen,” kata Direktur Utama PT Bukit Asam Arviyan Arifin selepas menandatangani perjanjian kerjasama pengangkutan 130,1 juta ton batubara untuk periode tahun 2017 sampai 2021 bersama Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro di Jakarta, Jumat, 9 Juni 2017.Arviyan mengalokasikan 60 persen hasil produksi untuk konsumsi dalam negeri, sementara sisanya akan diekspor ke beberapa negara. Dia menambahkan telah memulai penjualan ke beberapa pasar baru, misalnya Bangladesh, Filipina, dan Srilanka.“Itu adalah negara- negara yang mulai membangun PLTU. Kita masuk, daripada diambil negara lain kan,” ujarnya. Mengenai nilai jual batubara yang dia targetkan, dia berujar harga batubara tidak bisa diprediksi sebab sangat fluktuatif sepanjang tahun.PT Bukit Asam, dia menambahkan, bakal terus menggenjot produksi batubara lantaran secara deposit, masih tersimpan sekitar 3 milyar ton batubara di area penambangan batubara. “Jadi kalau keluar 50 atau 60 jutaan ton per tahun pun, baru habis 50 tahun ke depan,” dia memaparkan.Ke depannya, kata Arviyan, tidak hanya menjalin kerjasama dengan PT KAI, dia ingin melibatkan PLN sebagai perusahaan yang berkepentingan akan suplai batu bara itu. Sehingga, dia melanjutkan, masing-masing perusahaan dapat mengamankan kepen-tingannya masing-masing yakni PLN tidak perlu bingung mencari suplai batubara, PT Bukit Asam pun mendapat target pasar yang pasti, demikian dengan PT KAI yang bakal menjadi sarana transportasi.“Nanti tinggal hitungan bisnis kita hitung. Kalau sudah seperti ini sinergi akan lebih terlihat,” dia melanjutkan.Apalagi, kata dia, kebutuhan PLN akan batubara sekarang mencapai 180 juta ton. Maka, kalau pun perusahaannya dapat memproduksi 60 juta ton pun kebutuhannya baru terpenuhi sepertiganya. “Mereka pasti butuh,” ucapnya.Sejalan dengan target itu, PT KAI sebagai rekanan dalam transportasi batubara dari lokasi pertambangan PTBA di Tanjung Enim, Sumatera Selatan ke Pelabuhan Tarahan di Bandar Lampung dan Dermaga Kertapati di Palembang, juga berencana meningkatkan kapasitasnya untuk mendukung perusahaan pertambangan itu.“Rencana kita angkut batubara ini memang sedikit agresif. Dari Tanjung Enim ke Tarahan sebesar kira-kira 50 juta ton, sedangkan ke Kertapati sebesar 30 juta sampai 35 juta ton. Ini agresif sekali tapi dengan kerjasama pasti bisa dicapai,” dia memaparkan.Dia menyebutkan rencana itu digagas seiring dengan tingginya kebutuhan pembangkit-pembangkit listrik akan batubara. ”Karena ini merupakan demand yang tidak bisa ditunda. Pembangkit listrik sudah nyala, kalau kita gak support energi primer maka tidak ada gunanya,” tuturnya. CAESAR AKBAR | ALI HIDAYAT
b. Pengolahan batu bara di PT Bukit Asam
Perusahaan tambang batu bara milik negara PT Bukit Asam (Persero) Tbk berencana mengolah batu bara menjadi gas. Direktur Utama Bukit Asam, Milawarrma, mengatakan gas turunan ini akan dimanfaatkan untuk memasok kebutuhan gas PT Pupuk Sriwidjaja Palembang."Pabrik pupuk butuh gas. Nanti gasnya di-generate dari batu bara, jadi gasifikasi batu bara," kata Milawarma ketika ditemui di Pembukaan Porseni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Kantor Kementerian Energi, Jakarta, Jumat, 31 Agustus 2012.Milawarma mengatakan pengolahan batu bara berkalori rendah (low rank coal) menjadi gas akan mengoptimalkan sumber daya yang ada. Selama ini yang dimanfaatkan kebanyakan batu bara berkalori tinggi dan menengah. "Kami punya cadangan low rank coal hampir 60 atau 70 persen. Dengan cara ini, batu bara berkalori rendah juga bisa menjadi sumber energi primer," kata Milawarma.Ia mengatakan, batu bara diolah dulu menjadi gas baru kemudian diolah menjadi bahan kimia lainnya. Gas ini nantinya bisa diolah menjadi berbagai produk turunan, seperti metanol dan dimethyl ether. Dimethyl ether dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar gas untuk gas transportasi dan rumah tangga.
3. Limbah yang di hasilkan
PTBA memiliki komitmen untuk melakukan kegiatan pengurangan dan pemanfaatan limbah B3 sebagai upaya minimalisasi limbah B3 yang dihasilkan.Wujud komitmen manajemen tersebut tertuang dalam Kebijakan Sumber Daya mengenai pengurangan dan pemanfaatan limbah B3 dan limbah padat non B3. Pelaksanaan program pengelolaan dan pemanfaatan limbah B3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten dan bersertifikat dengan ketersediaan dana yang memadai. 1).Refinery oli pelumas Program ini dilakukan sebagai upaya untuk memperpanjang umur oli sehingga meminimalkan jumlah oli bekas yang dihasilkan,pengurangan oli di sumber untuk mesin berkapasitas dan kepresisian rendah mengalami penurunan sehingga oli bekas yang dikirim ke TPS berkurang setiap tahunnya, dari tahun 2009 –ytd 2013 mengalami penurunan sebesar 9 % per tahunnya. 2).Penurunan Jumlah Penggunaan Refrigerant Freon R22 Penggunaan refrigerant freon R22 sampai dengan tahun 2013 mengalami pengurangan sebesar 25 %. PTBA melakukan pemanfaatan limbah padat Non B3 (Belt Conveyor bekas) melalui Program RecycleLimbah Belt(Rubber)tersebut dengan menggunakan Mekanisme Rekondisi yang dimulai dengan pengumpulan limbah, proses pengkasaran permukaan belt, pemasangan compound layer, pressing, heating dan finalisasi dengan pemeriksaan mutu. Setelah melalui tahap pemeriksaan mutu, maka belt conveyor hasil recycle tersebut dapat digunakan kembali untuk operasional kegiatan penambangan. Sebagai catatan, PTBA adalah satu-satunya Perusahaan Pertambangan di Indonesia yang melakukan aktifitas recycle limbah belt conveyor. Selama periode tahun 2010 sampai dengan 2013 (Triwulan III) PTBA berhasil melakukan pemanfaatan limbah belt conveyor sebesar 71,10 Ton (21,31% dari jumlah limbah belt conveyor yang dihasilkan). Disamping program recycle tersebut, PTBA juga melakukan aktifitas reuse untuk limbah belt conveyor yaitu dengan melakukan pemotongan untuk dipakai kembali sebagai komponen Alat Tambang Utama-Bucket Wheel Excavator.