PEMBAHASAN
A. Pengkajian
1. Usia dan Jenis Kelamin
Menurut Smeltzer, S.C dan B.G bare (2002) dalam Mulyati (2014), faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah usia, pada usia di atas 65 tahun ke atas resistensi insulin cenderung
meningkat. Menurut PERKENI (2006) dalam Sari (2016) batasan umur yang
berisiko terhadap diabetes melitus tipe 2 di Indonesia adalah 45 tahun keatas.
Angka Kejadian Diabetes Melitus sebagian besar terjadi pada perempuan,
dibandingkan laki-laki, hal ini disebabkan karena pada perempuan memiliki
LDL atau kolesterol jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki, dan juga terdapat perbedaan aktivitas dan gaya hidup sehari-
hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit (Jelantik dan Haryati,
2014).
Berdasarkan pengkajian didapatkan pasien merupakan seorang perempuan
dan berumur 42 tahun. Terdapat perbedaan teori dan kejadian dilapangan
bahwa pada usia 42 tahun seseorang dapat menderita penyakit Diabetes
Mellitus, hal tersebut dikarenakan faktor makanan yang tidak sehat, aktifitas
fisik yang kurang, kegemukan serta gaya hidup yang modern.
2. Keluhan Utama
Pada pasien Diabetes Mellitus biasanya pasien mengeluh, cemas, lemah,
anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau
aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala (Mastika, 2010).
Berdasarkan pengkajian pasien mengeluhkan nyeri. Pasien mengatakan
nyeri di daerah luka di bokong, nyeri di rasakan menyebar ke pinggang dan
paha, nyeri seperti diremas –remas, dari 0-10 nyeri dirasakan 9 sangat nyeri,
nyeri di rasakan terus menerus, berhenti jika diberikan anti nyeri saja.
72
73
Diabetes Mellitus, hal tersebut dikarenakan faktor makanan yang tidak sehat,
aktifitas fisik yang kurang, kegemukan serta gaya hidup yang modern.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien Diabetes Mellitus dapat ditemukan hasil yang
tidak normal pada sistem pernapasan, sistem sirkulasi, sistem neurologi, Sistem
Perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal, sistem integument.
Sistem Pernafasan yaitu frekuensi pernafasan meningkat, nafas dalam,
hiperventilasi (bila terjadi gangguan keseimbangan asam–basa / asidosis metabolik
akibat penumpukan benda keton dalam tubuh). Sistem Sirkulasi yaitu terjadi
perubahan tekanan darah : Hipotensi, nadi lemah dan cepat (bila terjadi syok
hipovolemik akibat diuresis osmotik). Tekanan darah : meningkat (apabila DM
sudah kronis sehingga pembuluh darah mengalami aterosklerosis. Turgor kulit
menurun , CRT lambat (bila terjadi syok hipovolemik akibat diuresis osmotik ).
Adanya luka / ulserasi yang sulit sembuh (akibat gangguan perfusi perifer). Sistem
Neurologi yaitu kesemutan, rasa baal akibat neuropati. Neuropati terjadi karena
regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang
berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian
perifer. Terjadi gangguan penglihatan (penglihatan kabur). Terjadi penurunan
kesadaran (bila terjadi KAD / koma diabetikum), kejang (tahap lanjut dari KAD).
Sistem pencernaan yaitu abdomen tegang atau nyeri. Sistem perkemihan yaitu
urine encer, urine berkabut. Sistem muskuloskeletal penurunan kekuatan otot,
kram otot, penurunan umum rentang gerak. Parastesia / paralisis otot ( bila kadar
kalium menurun dengan cukup tajam akibat diuresis osmotik). Sistem Integument
yaitu adanya luka akibat Diabetes Mellitus atau kelainan kulit gatal-gatal, bisul.
Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah
payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur (Mastika, 2010).
Berdasarkan pengkajian ditemukan masalah pada sistem muskuloskletal dan
sistem integumen. Pada sistem muskuluskletal terjadi penurunan kekuatan otot
75
pada bagian ekstermitas bawah yaitu paha kiri dikarenakan adanya luka dan nyeri
didaerah bokong.
Kekuatan otot :
5555 5555
5555 4444
Keterangan:
0: Otot sama sekali tidak mampu bergerak
1: Hanya ada kontraksi otot, tanpa ada gerakan persendian
2: Ada pergerakan, tidak mampu melawan gaya gravitasi
3: Hanya mampu melawan gaya gravitasi
4: Mampu mengerakan persendian ddengan gaya gravitasi, mampu melawan
dengan tahanan sedang
5: Mampu menggerakan persendian dalam lingkup gerak penuh, mampu
melawan gaya gravitasi, mampu melawan tahanan penuh
Pada sistem integumen didapatkan kerusakn integritas jaringan di area
bokong kiri terdapat luka diabetic, tampak kemerahan disekitar luka, tampak
berlubang, ukuran luka P=3,5 cm, L=2cm, kedalaman= 8cm, terdapat pus, teraba
panas, terdapat granulasi disekitar luka, tidak terdapat jaringan nekrotik. Derajat
luka III: ulkus dalam, meliputi jaringan lemak subcutan sampai dengan otot
C. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Diabetes Mellitus
adalah nyeri akut, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, defisit
volume cairan, kerusakan integritas kulit, intoleransi aktivitas, hiperglikemia,
hipoglikemia, risiko injury.
Berdasarkan pengkajian kelompok menemukan tiga diagnossa prioritas yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ditandai dengan pasien
76
mengunggapkan nyeri pada bokong kiri dan ekspresi wajah meringis menyatakan
adanya nyeri, kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan agen cidera fisik
ditandai dengan adanya luka di bokong sebelah kiri dengan derajat luka iii: ulkus
dalam meliputi jaringan subkutan sampai ke otot, dan resiko ketidakstabilan
glukosa darah dengan factor resiko pasien merupakan penderita Diabetes Mellitus
type II dan ketoasidosis diabetik. Berikut merupakan penjelasan terkait tiga
diagnosa asuhan keperawatan yang dilakukan.
1. Nyeri Akut
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan berbeda pada setiap orang dalam skala atau
tigkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan
mengevaluasi rasa nyeri yang dialami (Hidayat, 2014). Menurut Tamsuri
(2007) dalam Sari (2016) Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak
nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan
yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang
pernah mengalaminya.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial,
atau digambarkan degan istilah seperti kerusakan, awitan tia-tiba atau perlahan
dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir tang dapat diantisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan (Wilkonson, 2016).
Menurut Potter & Perry (2006) dalam Sari (2016) Nyeri merupakan
campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus penghasil nyeri
mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri rmemasuki
medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan
nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks
serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak
menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman
77
yaitu faktor yang memengaruhi gawat atau ringannya nyeri, quality yaitu
kualitas nyeri, seperti apa rasa nyeri tersebut, region yaitu yaitu daerah mana
nyeri terasa, severity yaitu keparahan atau intensitas nyeri, time yaitu waktu
terjadinya nyeri.
Berdasarkan data pengkajian, Ny. N merasakan nyeri kurang dari satu
bulan, nyeri tersebut digolongkan sebagai nyeri akut. Pengkajian nyeri pada
pasien menggunakan pengkajian nyeri PQRST. P merupakan penyebab,
penyebab nyeri yang pasien rasakan karena adanya luka di bagian bokong kiri
pasien dengan panjang 3,5 cm, lebar 2cm, dan kedalam 8 cm. Q merupakan
kualitas, kualitas nyeri yang dirasakan pasien seperti diremas-remas, R
merupakan lokasi, lokasi nyeri yang dirasakan pasien adalah di bokong kiri
pasien menjalar hingga pinggang dan paha, S merupakan skala, pengukuran
skala nyeri menggunakan pengukuran skala nyeri numerik, dari 0-10 skala
nyeri yang dirasakan pasien adalah 9, T merupakan waktu, nyeri dirasakan
terus menerus dan berkurang bila diberikan anti nyeri.
Berdasarkan data di atas kelompok sepakat untuk mengakat diagnosa
nyeri akut berhubungan dengan agens penyebab cidera biologis ditandai
dengan pasien mengungkapkan nyeri pada bokong kiri pasien dan ekspresi
wajah meringis menyatakan adanya nyeri. Dari diagnosa ini intervensi yang
direcanakan adalah intervensi sesuai panduan NANDA NIC-NOC. Berikut ini
merupakan implementasi yang diberikan kelompok terhadap pasien untuk
mengatasi nyeri yaitu:
1.Melakukan penkajian nyeri PQRST
2.Mengobservasi reaksi non verbal nyeri dari ketidaknyamanan
3.Memberikan posisi yang nyaman
4.Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan mendengar lagu kesukaan
5.Menganjurkan untuk meningkatkan istirahat
6.Memonitor tanda-tanda vital
Kolaborasi
7.Memberikan analgetik ketorolac 30mg
80