Anda di halaman 1dari 15

1.

UU No 4 Tahun 2009

Kita seharusnya menggunakan kekayaan alam yang ada di Indonesia ini untuk
kesejahteraan rakyat termasuk salah satunya melalui sektor pertambangan sesuai
dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 berisi “Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.”. Demi meningkatan kontribusi pertambangan
terhadap negara dan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat maka pemerintah
pun mengeluarkan UU no 4 tahun 2009, Pada peraturan ini Pemegang IUP dan
IUPK diwajibkan untuk melakukan peningkatan nilai tambah terhadap sumber daya
mineral atau batubara melalui proses pengolahan, pemurnian dan juga
pemanfaatannya yang sesuai dengan UU no 4 tahun 2009 pasal 102 yang berisi
“Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral
dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian,
serta pemanfaatan mineral dan batubara”. Selanjutnya juga para perusahaan
tambang yang memiliki kontrak karya ataupun pemegang IUP dan IUPK juga
didorong untuk mendirikan smelter dan paling lambat 5 tahun, sehingga pada tahun
2014 para perusahaan tambang yang memiliki kontrak karya ataupun pemegang
IUP dan IUPK sudah dapat melakukan proses pemurnian sesuai dengan UU no 4
tahun 2009 pasal 170 yang berisi “Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian Sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan”

2. PP no 23 tahun 2010

Untuk memperjelas mengenai peraturan nilai tambah pada UU no 4 tahun 2009


maka dikeluarkanlah PP no 23 tahun 2010, Pada peraturan ini disebutkan bahwa
Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral harus
melakukan proses pengolahan dan juga pemurnian sedangkan untuk Pemegang IUP
Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara hanya perlu melakukan
proses pengolahan saja dan juga untuk proses pengolahan dan permurnian ini tidak
harus dilakukan oleh pemegang IUP dan IUPK saja akan tetapi dapat juga bekerja
sama dengan pemegang IUP dan IUPK lain seperti yang tertera pada PP no 23 tahun
2010 bab 8 pasal 93-96:

Pasal 93

1. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib
melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral
yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan
perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya.

2. Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mendapatkan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian.

3. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian sebagaimana


dimaksudkan pada ayat (2) diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 94

1. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib
melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah batubara yang diproduksi
baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang
IUP dan IUPK lainnya.

2. Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mendapatkan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan.

3. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan batubara sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 95

1. Komoditas tambang yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya terdiri atas


pertambangan:

a. mineral logam;

b. mineral bukan logam;

c. batuan; atau

d. batubara.

2. Peningkatan nilai tambah mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilaksanakan melalui kegiatan:

a. pengolahan logam; atau

b. pemurnian logam.

3. Peningkatan nilai tambah mineral bukan logam sebagaimana dimaksud pada ayat
1 huruf b dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan mineral bukan logam.

4. Peningkatan nilai tambah batuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c


dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan batuan.

5. Peningkatan nilai tambah batubara sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf d


dilaksanakan melalui kegiatan pengolahan batubara.

Pasal 96

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peningkatan nilai tambah mineral
dan batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 diatur dengan Peraturan
Menteri.
3. PP no 1 Tahun 2014 dan Permen ESDM no 1 Tahun 2014

Setelah 5 tahun berlalu, dikarenakan pembangunan smelter yang masih


minim walaupun batas waktu yang ditentukan oleh UU no 4 tahun 2009 telah jatuh
tempo maka dikeluarkan PP no 1 tahun 2014, yang berisi bahwa baik pemegang
IUP produksi dan juga kontrak karya masih dapat melakukan penjualan keluar
negeri denga jumlah tertentu dan melakukan proses pemurninan untuk pemegang
kontrak karya dan proses pengolahan untuk pemegan IUP produksi. Sesuai dengan
PP no 1 tahun 2014 revisi pasal 112C

Pasal 112C

1. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Undang-


undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan Batubara wajib
melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

2. Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 angka
4 huruf a Peraturan Pemerintah ini wajib melakukan pengolahan dan pemurnian
hasil penambagan di dalam negeri.

3. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang melakukan


kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pemurnian,
dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu.

4. Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang


melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan
pengolahan, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengolahan dan pemurnian serta


batasan minimum pengolahan dan pemurnian diatur dengan Peraturan Menteri
Kemudian menyusul PP no 1 tahun 2014 dikeluarkan Permen esdm no 1
tahun 2014 yang berisi bahwa pada 2017 penjualan keluar negeri untuk pemegang
kontrak karya maupaun IUP operasi produksi harus memenuhi batas minimum
yang terlampir pada permen esdm tersebut dan juga diperlukan rekomendasi
menteri untuk melakukan penjualan keluar negeri. Salah satu dari syarat dari
rekomendasi menteri adalah: menunjukkan keseriusan membangun fasilitas
pernurnian baik secara langsung ataupun kerja sarna dengan pihak lain dengan
menyerahkan rencana pembangunan fasilitas pemurnian. Untuk lebih lanjut
permasalahan pengadaan smelter ini bisa kita lihat pada Permen esdm no 1 tahun
2014 Bab 6 bagian 1-8

Pasal 11

Pemegang Kontrak Karya Mineral Bukan Logam dan Batuan serta IUP
Operasi Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 112C angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dapat melakukan penjualan
hasil pengolahan ke luar negeri setelah memenuhi batasan minimum pengolahan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II dan Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 12

1. Pemegang Kontrak Karya Mineral Logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal


112C angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dapat melakukan penjualan
ke luar negeri dalam jumlah tertentu hasil pengolahan termasuk hasil pemurnian
setelah memenuhi batasan minimum pengolahan dan pemurnian sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

2. Lumpur anoda dan tembaga telurid sebagai Produk Samping atau sisa hasil
pemurnian komoditas tambang Mineral Logam tembaga dapat dijual ke luar negeri
dalam jumlah tertentu sepanjang belum dapat dilakukan pemurman di dalam negeri
sesuai dengan batasan minimum pemurnian sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini .

3 . Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 112C angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dapat melakukan penjualan
ke luar negeri dalam jumlah tertentu hasil pengolahan termasuk hasil pemurnian
setelah memenuhi batasan mInimum pengolahan dan pemurman sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

4. Penjualan hasil pengolahan Mineral Logam ke luar negeri sebagaimana


dimaksud pada angka 1 dan angka 3 tidak berlaku bagi komoditas tambang Mineral
Logam:

a. nikel;

b. bauksit;

c . timah;

b. emas;

c. perak; dan

d. kromium.

5. Penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu hasil pengolahan sebagaimana


dimaksud pada angka 1 dan angka 3 termasuk lumpur anoda dan tembaga telurid
sebagaimana dimaksud pada angka 2, dapat dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Menteri ini.

6. Penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada


angka 5 hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi Direktur Jenderal
atas nama Menteri.

7. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada angka 6 digunakan oleh pemegang


Kontrak Karya Mineral Logam dan IUP Operasi Produksi Mineral Logam termasuk
pihak lain yang menghasilkan lumpur anoda dan tembaga telurid sebagai dasar
untuk mendapatkan Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri Perdagangan.

8. Untuk mendapatkan rekomendasi, pemegang Kontrak Karya Mineral Logam dan


IUP Operasi Produksi Mineral Logam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. mempunyai cadangan yang cukup untuk melakukan pengolahan dan pemurnian


di dalam negeri sesuai dengan umur fasilitas pengolahan dan pemurnian baik
sendiri ataupun kerja sarna dengan pihak lain;

b. menunjukkan keseriusan membangun fasilitas pernurnian baik secara langsung


ataupun kerja sarna dengan pihak lain dengan menyerahkan rencana pembangunan
fasilitas pemurnian; dan

c. memenuhi kinerja pengelolaan lingkungan yang baik.

4. PP no 1 Tahun 2017 dan Permen ESDM no 5 Tahun 2017

Selanjutnya 3 tahun kemudian, dikeluarkan PP no 1 tahun 2017 yang berisi


bahwa penjualan keluarga negeri hanya dapat dilakukan oleh IUP produksi
sedangkan pemegang kontrak karya tidak bisa lagi melakukan penjualan keluar
negeri dari pengolahan. Selanjutnya pada PP no 1 tahun 2017 mengharuskan
penjualan keluar negeri harus disertai dengan surat rekomendasi menteri yang
tertera dalam revisi pasal 112 C.

Pasal 112C
1. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara wajib
melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

2. Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 angka
4 huruf a Peraturan Pemerintah ini wajib melakukan pengolahan dan pemurnian
hasil penambangan di dalam negeri.

3. Dihapus.

4. Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang


melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan
pengolahan, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu.

Setelah itu diterbitkanlah Permen no 5 tahun 2017, Pemegang IUP produksi


dan IUPK dapat melakukan penjualan ke luar negeri setelah melakukan proses
pengolahan/pemurnian, membayar bea keluar, memenuhi batas minimum
pengolahan/Pemurnian, surat rekomendasi menteri dan pemegan kontrak karya
dapat melakukan penjualan keluar negeri setelah melakukan proses pemurnian.
Sesuai dengan Permen esdm no 5 tahun 2017 pasal 17 yang berisi:

Pasal 17

1. Pemegang Kontrak Karya Mineral Logam hanya dapat melakukan penjualan


hasil pemurnian ke luar negeri setelah memenuhi batasan minimum pemurnian
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

2. Pemegang Kontrak Karya Mineral Logam dapat melakukan penjualan hasil


pengolahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama 5 (lima) tahun sejak
berlakunya Peraturan Menteri ini setelah melakukan perubahan bentuk
pengusahaan pertambangannya menjadi IUPK Operasi Produksi dan membayar bea
keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan serta memenuhi
batasan minimum pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

3. Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dapat melakukan penjualan


hasil pengolahan ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama 5 (lima) tahun
sejak berlakunya Peraturan Menteri ini setelah membayar bea keluar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan dan memenuhi batasan minimum
pengolahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

4. Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian


yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan telah menghasilkan
produk hasil pengolahan dapat melakukan penjualan hasil pengolahannya ke luar
negeri dalam jumlah tertentu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan
Menteri ini setelah membayar bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan dan memenuhi batasan minimum pengolahan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

5. Pihak lain yang menghasilkan lumpur anoda dapat melakukan penjualan lumpur
anoda sebagai Produk Samping atau sisa hasil pemurnian komoditas tambang
Mineral Logam tembaga ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama 5 (lima)
tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.

6. Penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan
rekomendasi persetujuan ekspor dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.

7. Rekomendasi persetujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


digunakan oleh pemegang IUPK Operasi Produksi Mineral Logam, IUP Operasi
Produksi Mineral Logam, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau
pemurnian, dan pihak lain yang menghasilkan lumpur anoda sebagai dasar untuk
mendapatkan Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

8. Persyaratan dan tata cara pemberian rekomendasi persetujuan ekspor


sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Pada Permen no 5 tahun 2017 juga kembali ditekankan untuk pemegang


IUP produksi ataupun IUPK untuk wajid melakukan melakukan proses pemurnian
seperti pada Permen esdm no 5 tahun 2017 pasal 5 bagian 1 yang berisi:

Pasal 5

1. Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan IUPK Operasi Produksi
Mineral Logam wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di
dalam negeri sesuai dengan batasan minimum pengolahan dan pemurnian Mineral
Logam tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).

6. Perda Kaltim no 6 Tahun 2014

Selain pemerintah pusat, pemerintah daerah juga turut andil dalam mendesak
pembangunan smelter terutama di daerah mereka, seperti pada Perda Kaltim no 6
tahun 2014 pasal 37 bagian 3 dan bagian 4, dimana pemegang IUP yang khusus
berada di Kalimantan Timur wajib menyampaikan rencana pembangunan smelter
apabila melakukan pemurnian sendiri.

Pasal 37

1. Setiap kegiatan industri atau kegiatan usaha yang menggunakan batubara, wajib
memiliki IUP Operasi Produksi Khusus pengangkutan dan penjualan dan/atau IUP
Operasi Produksi Khusus pengolahan dan/atau pemurnian dari Gubernur.
2. Setiap industri atau kegiatan usaha yang memanfaatkan bahan baku mineral
berasal dari lintas Kabupaten/Kota, wajib memiliki IUP Operasi Produksi Khusus
pengolahan dan/atau pemurnian dan/atau IUP Operasi Produksi Khusus
pengangkutan dan penjualan.

3. Pemegang IUP wajib melaporkan rencana dan pembangunan instalasi atau pabrik
pengolahan dan pemurnian, serta menyampaikan rencana kegiatan dan anggaran
belanja pembangunan instalasi pengolahan dan/atau pemurniandi dalam negeri
kepada Pemerintah Daerah.

4. Dalam hal Pemegang IUP tidak melakukan pengolahan dan pemurnian sendiri,
wajib menyampaikan perjanjian kontrak kerja sama pengolahan dan/atau
pemurnian dengan pihak lain yang memiliki IUP Operasi Produksi khusus
pengolahan dan pemurnian kepada Pemerintah Daerah.

7. Kesimpulan

Menurut kelompok kami merujuk dari dalam UU No. 4 Tahun 2009 bahwa
setiap pelaku usaha pertambangan harus memiliki izin dalam pertambangan yaitu
memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) yakni yang berbunyi:

1. IUP terdiri atas dua tahap:

A. IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi


kelayakan;

B. IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan


dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

2. Pemegang IUP Eksplorasi dan pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan
sebagian atau seluruh kegiatan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1)

Pasal ini menjelaskan bahwa perusahaan boleh melakukan sebagian atau


seluruh proses kegiatan pertambangannya sesuai dengan jenis IUP yang mereka
terima dari Menteri atau Dirjen ESDM. Akan tetapi jika kita baca lebih lanjut dalam
UU No. 4 Tahun 2009 terdapat kewajiban pembangunan tempat pengolahan dan
pemurnian/smelter yang memang tidak dituliskan secara gamblang, namun jelas
pada Pasal 102 yang berbunyi “Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai
tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan,
pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.” Menyiratkan
bahwa setiap pelaku usaha pertambangan diwajibkan mencari dan membuat lokasi
pembangunan tempat pengolahan dan pemurnian/smelter yang bertujuan untuk
rneningkatkan produk akhir dari usaha pertambangan atau pemanfaatan terhadap
mineral ikutan.

Lalu pada pasal berikutnya No. 103 ayat (1) yang berbunyi “Pemegang IUP
dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil
penambangan di dalam negeri” dari pasal ini ditegaskan bahwa perlunya
pembangunan lokasi pengolahan dan pemurnian di dalam negeri agar untuk
rneningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk, tersedianya bahan
baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara.

Dalam proses pembangunan tempat pengolahan dan pemurnian/smelter pihak


perusahaan apabila mengalami kendala secara finansial maka dapat melakukan
kerjasama dengan Badan Usaha, Koperasi, atau Perorangan seperti yang ditulis
pada UU No.4 Tahum 2009 Pasal 104 ayat (1) yang berbunyi “Pasal 104 (1) Untuk
pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan kerja sama
dengan badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan IUP atau
IUPK.”

Pembangunan smelter bagi perusahaan tambang yang memiliki kontrak lagi-


lagi ditekankan seperti pada UU no 4 tahun 2009 pasal 170 yang mengharuskan
pemegang kontrak kerja untuk wajib melakukan pemurnian, selain itu peraturan
terbaru juga seperti PP no 1 tahun 2017 mengharuskan pemurnian terlebih dahulu
sebelum dapat dilakukan penjualan keluar negeri dan juga permen esdm no 5 tahun
2017 yang memberlakukan batas minimum untuk dapat melakukan proses
pemurnian dimana untuk beberapa mineral seperti emas memiliki batas minimum
99%, dimana untuk mendapat batas minimum tersebut hanya proses pemurnian saja
yang bisa mendapat hasil demikian sehingga peraturan ini secara tidak langsung
mendorong perusahaan tambang untuk membangun smelter di dalam negeri. Selain
pemerintah pusat, pemerintah daerah juga turut andil dalam mendorong
pembangunan smelter ini seperti Perda Kaltim no 6 tahun 2014 yang mengharuskan
pemegang IUP di wilayah tersebut untuk menyampaikan rencana pembangunan
smelter.

Daftar Pustaka

Anonim. 2017. PP no 1 tahun 2017. “http://peraturan.go.id/ search/download/


11e6e7577b780d32a59a303834393230.html”. Diakses pada tanggal 26 Mei
2017.

Menteri ESDM. 2009. UU no 4 tahun 2009. “ttp://prokum.esdm. go.id/uu/2009


/UU%204%202009.pdf” . Diakses pada tanggal 26 Mei 2017.

Menteri ESDM. 2010. PP no 23 tahun 2010. “http://prokum.esdm.go.id/pp/2010


/PP%2023%20Tahun%202010.pdf”. Diakses pada tanggal 26 Mei 2017.

Menteri ESDM. 2014. PP no 1 tahun 2014.


“http://jdih.esdm.go.id/peraturan/Permen%20ESDM%20%2001%202014.p
df”. Diakses pada tanggal 26 Mei 2017.

Menteri ESDM. 2017. Permen ESDM no.5 tahun 2017. “http://jdih.esdm.go.id


/peraturan/Peraturan%20Menteri%20ESDM%20Nomor%2005%20Tahun%
202017.pdf”. Diakses pada tanggal 26 Mei 2017.

PT BA. 2014. PP no.1 tahun 2014. “http://www.ptba.co.id/public/uploads/PP_-


_01-2014_-_Perubahan_Kedua_PP _23-2010.pdf”. Diakses pada tanggal 26
Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai