Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan laju filtrasi glomerulus
(glomerolus filtration rate/GFR) yang dapat digolongkan ringan dan berat (Mansjoer,
1999 : 531).
Gagal ginjal kronik adalah satu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut (Slamet, 2001 :
427)
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan
sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002 : 1448).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak
mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan
menyebabkan penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Etiologi
Menurut Mansjoer (1999 : 532), etiologi gagal ginjal kronik adalah :
a. Glomerulonefritis
b. Nefropati analgesik
c. Nefropati refluk
d. Ginjal polikistik
e. Nefropati diabetik
f. Hipertensi
g. Obstruksi
h. Gout
3. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (1999 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal
kronik :
a. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik,
penyakit vaskuler.
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik uremik, diare
yang disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia,
galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap, mioklonus,
kejang, koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
m. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan
n. Endokrin : multiple
o. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal
4. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi
dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama
adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan
kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus
tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi
disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Satdium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari
normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai
akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah
hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus
Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat.
Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi
dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi
isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang
dari 500 cc/hari.
d. Stadium IV
Pada stadium ini, pengidap kemungkinan telah merasakan gejala-gejala GGK
dan perlu mengikuti pemeriksaan tiap enam bulan. eGFR bernilai 15-29
e. Stadium V
Disebut sebagai kondisi gagal ginjal, yaitu ginjal telah kehilangan hampir
seluruh fungsinya. Tiap tiga bulan, pasien gagal ginjal ini perlu menjalani
pemeriksaan. eGFR bernilai di bawah 15.
WOC

(Mansjoer, A dkk. 2007)


5. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit

ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun dan angka ini

meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,

diperkirakan terdapat 1800 kasus baru Gagal Ginjal per tahunnya. Di negara-negara

berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk

pertahun.

6. Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Sistem Tubuh


Menurut Slamet (2001 : 428-429), dampak gagal ginjal kronik terhadap sistem
imun tubuh meliputi :
a. Sistem Gastrointestinal
1) Anoreksia, nausia dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus.
2) Fuetor uremik yang disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
3) Cegukan (hiccup) sebabnya pasti yang belum diketahui.
4) Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologis
3) Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (jarang dijumpai)
4) Bekas-bekas garukan karena gatal
c. Sistem Hematologi
1) Anemia dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain :
a) Berkurangnya produksi eritropoetin
b) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik
c) Defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang
d) Perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit
e) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan pendarahan terhadap agregasi dan adhesi trombosit yang
berkurang.
3) Gangguan fungsi leukosit
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga
imunitas juga menurun.
d. Sistem Saraf dan Otak
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan, rasa yang
kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki, lemah, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang, kelemahan dan
hipertropi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal.
e. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastatik.
4) Edema akibat penimbunan cairan.
f. Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ekskresi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun.
2) Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
3) Gangguan metabolisme lemak
4) Gangguan metabolisme vitamin D
5)
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalaisa, osteitis fibrosa, osteos derosis
dan klasifikasi metastatik.
2) Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme
3) Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
1) Foto polos abdomen.
2) USG.
3) Nefrotogram.
4) Pielografi retrograde.
5) Pielografi antegrade.
6) Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
1) RetRogram
2) USG.
7. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis
c. Hipertensi
d. Anemia
e. Penyakit tulang
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (1999 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik
adalah :
i. Tentukan dan tatalaksana penyebab
ii. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa
pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid,
asam etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan
dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan
melebihi keluaran sekitar 500 ml.
iii. Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.
Hindari masukan dan berlebihan dari kalium dan garam. Nutrisi 25% dari
kebutuhan karbohidrat.
iv. Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan di atur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik
koop, selain obat anti hipertensi.
v. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari
kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), balance cairan, diuretik hemat
kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya
menghambat ACE dan obat anti inflasi nonsteroid). Asidosis berat atau kekurangan
garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaniresis.
Deteksi melalui kalium plasma EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila
bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter.
vi. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti
alumunium hidroks (330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada
setiap makan.
vii. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di terapi
lebih ketat.
viii. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin
aminogikosid, analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
ix. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari
perifer, hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang mengancam
jiwa, kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
x. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan
dialisa biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah
dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis GGK
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi
pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan (Zaidi, 1999 : 73).
Yang perlu dikaji dalam sistem perkemihan meliputi riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik dan prosedur diagnostic yang merupakan data yang menunjang
keadaan klinis dari pasien.
a. Riwayat Kesehatan
1) Data Demografi :
a) Umur : biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, walaupun pada
kenyataanya banyak penderita dengan umur sebelum usia 60 tahun.
b) Jenis kelamin: wanita mempunyai insiden infeksi traktus urinarius dan
pielonefritis lebih tinggi daripada pria yang dapat berlanjut menjadi gagal
ginjal kronik.
2) Riwayat Kesehatan Klien :
a) Riwayat masalah ginjal (sistem perkemihan)
b) Klien serta telah berobat kemana dan jenis obat yang dikonsumsi : seperti
penyakit ginjal, batu ginjal dan uretra, batu kandung kemih, pembedahan
sistem kemih.
c) Riwayat penyakit kronis : hipertensi, kardiovaskuler, DM, infeksi
streptokokus, obat-obatan nefrotoksik (garamicyn)
d) Riwayat adanya trauma/injuri
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adakah keluarga yang menderita penyakit ginjal seperti polycistis
b) Penyakit kronik yang lain seperti DM, Batu ginjal, Kardiovaskuler,
hipertensi, kelainan bawaan.
4) Riwayat Diit
a) Kebiasaan minum : jumlah, jenis air minum
b) Kebiasaan makan : makanan segar/diawetkan, susu, protein, kalsium
5) Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat pendidikan,
sedangkan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan klien
dan hal ini akan berpengaruh pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan
mencerminkan tingkat kesehatan klien.
6) Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, obat-obatan yang digunakan seperti
garamicin, analgetik yang lama, obat arthritis, obat hipertensi, obat
kardiovaskuler, obat diabetes melitus.
7) Riwayat kesehatan sekarang adanya dalam perubahan :
a) Karakteristik urine
b) Pola BAK
c) Kemampuan untuk mengontrol BAK
d) Perubahan frekuensi
e) Merasa nyeri
1) Serangan dan lamanya : kejadian setelah BAK atau selama BAK
2) Lokasi penyebaran : pada punggung
3) Nyeri menjalar dari abdomen bagian bawah sampai perineum,
skortum/labia.
4) Nyeri kesulitan Bak (dysuria)
5) Karakter dan beratnya : rasa terbakar dan sakit
6) Faktor yang meringankan : perubahan posisi
7) Faktor yang memberatkan : obat-obatan
f) Distensi bladder, spasme
g) Tanda dan gejala yang menyertai : demam, menggigil, berkeringat,
perubahan kulit, pruritus, bekuan uremik dan uremik sebagai gejala
akumulasi sampah metabolisme dalam darah yang diakibatkan karena gagal
ginjal yang ditandai dengan : anoreksia, mual, muntah, kram otot, pruritus,
lemah dan mudah lelah.
8) Penampilan Umum
a) Kulit : pucat, kemerahan, kuning kelabu
b) Edema
c) Tanda-tanda vital: nadi lemah dan halus, terjadi hipotensi orthostatic akibat
hipovolemia, nafas pendek, dapat terjadi peningkatan suhu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan kesadaran bias terjadi stupor sampai dengan
koma.
e) Konsentrasi: ketidakmampuan konsentrasi, keilangan memori, kacau.
f) Kemampuan bicara: stress, perasaan tidak berdaya.
g) Gaya jalan: adanya kesemutan dan kram pada otot ekstremitas bawah
mempengaruhi gaya berjalan klien dengan gagal ginjal kronik.
h) Koordinasi anggota gerak: kram pada otot ekstremitas, “sindroma kaki
gelisah”, kebas rasa terbakar pada kaki.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi, akultasi, palpasi dan
perkusi.
1) Mata
Sering ditemukan warna konjungtiva yang pucat/putih, edema preorbial.
2) Muka
Apakah ada muka tampak sembab atau tidak. Muka sembab disebabkan
karena udem .
3) Leher
Sering terjadi peningkatan vena jugularis sebagai akibat dari
peningkatan tekanan pengisian pada atrium kanan pada kondisi gagal jantung
kanan.
4) Pemeriksaan Ginjal
Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri dan kanan atau
daerah costovertebral angle (CVA), normal keadaan abdomen simetris, tidak
tampak masa dan tidak ada pulsasi, bila tampak ada masa pulsasi kemungkinan
ada polikistik, hidronefrosis ataupun nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler
aorta maupun arteri renalis, bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS
(Renal Arteri Stenosis), nefro scelerotic. Bila terdengar desiran, jangan
melakukan palpasi, cedera pada suatu aneurisme di bawah kulit terjadi sebagai
akibatnya tes CVA bila adanya nyeri tekan di duga adanya implamasi akut.
Keadaan normal, ginjal tidak teraba. Apabila teraba membesar dan
kenyal, kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan
penekanan pasien mengeluh sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya
peradangan.
5) Pemeriksaan Kandung Kemih
Di daerah supra pubis dipalpasi apakah ada distensi. Normalnya
kandung kemih terletak di bawah sympisis pubis, tetapi setelah membesar
organ ini dapat terlihat distensi pada supra pubis, pada kondisi normal yang
berarti urine dapat dikeluarkan secara lengkap dari bendung kemih, kandung
kemih tidak teraba. Bila ada obstuksi di bawah dan prodiksi urine normal maka
urine tidak dapat dikeluarkan, hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih.
6) Pemeriksaan Meatus Uretra
Inspeksi pada meatus uretra apakah ada kelainan sekitar labia, untuk
warna dan apakah ada kelainan pada orifisium uretra pada laki-laki dan juga
lihat cairan yang keluar.
7) Pemeriksaan Prostat Melalui Anus
Mengidentifikasi pembesaran kelenjar prostat bagi laki-laki yang
mempunyai keluhan mengarah kepada hypertropu prostat. Akibat pembesaran
prostat, berdampak penyumbatan partial atau sepenuhnya kepada saluran kemih
bagian bawah normalnya prostat dapat teraba dengan diameter sekitar 4 cm dan
tidak ada nyeri tekan.
c. Laboratorium dan Prosedur Diagnostik
1) Urine
a) Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau anuria
b) Warna, Gelap endapan coklat menunjukkan adanya darah, hemoglobin,
myoglobin, perphyris.
c) Masa jenis, kurang dari 1,015 (pada nilai 1,010 merefleksikan kerusakan
ginjal berat)
d) Osmolaritas, kurang dari 350 mg/liter adalah petunjuk kerusakan tubuler
dan urine/serum rasiosering 1 : 1
e) Kreatinin cleraence, mungkin menurun secara jelas (significan)
f) Sodium, lebih besar dari 40 mEq/liter karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi sodium.
g) Protein, proteinuria berat (3-4 +) secara pasti merupakan indikasi kerusakan
glomerulus jika sel-sel darah merah dan endapan ditemukan juga.
2) Darah
a) BUN/Kreatinin, biasanya proporsinya naik. Tingkat keratinin 10 mg/dl
mendukung tahap lanjut (mungkin serendah 5)
b) CBC (Complet Blood Count = Hitung darah lengkap) Hematokrit, menurun
bila ada anemia Hb : biasanya kurang dari 7-8 g/dl. Sel-sel darah merah :
masa hidupnya menurun karena defisiensi eritroprotein akibatr azotemia
(adanya kreatinin dalam darah).
c) Analisa gas darah, PH : menurun, asidosis metabolik terjadi (PH kurang
dari 7,2) karena ginjal kehilangan kemampuan mengekresikan hidrogen dan
amoniak atau produk akhir katabolisme (pemecahan) protein HCO3
menurun PCO2 menurun.
d) Serum Sodium, mungkin rendah (jika ginjal “waste sodium”) atau normal
(merefleksikan pengenceran hipernatremia).
e) Potassium, meningkat sehubungan dengan retensi karena seluler shift
(asidosis) atau pelepasan jaringan (sel-sel merah hemolisis)
f) Gagal ginjal tahap lanjut, EKG berubah mungkin tidak terjadi sampai
potasium 6,5 mEg atau lebih besar
g) Magnesium, meningkat
h) Fosfor, meningkat
i) Protein, menurunnya tingkat serum protein mungkin merefleksikan protein
lepas dalam urine, perpindahan cairan, menurunnya intake atau
menurunnya sintesa protein selayaknya pada kekurangan asam amino
esensial.
j) KUB (abdomen), menggambarkan ukuran ginjal, ureter kandung kemih dan
adanya obstruksi (batu)
k) Retrograde pyelogram, menunjukkan keabnormalan pelvis ginjal dan ureter
l) Renal arteriogram, memeriksa sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuleritas, massa.
m) Voiding cystrouetgram, menunjukkan ukuran kandung kemih, refluk
kedalam ureter, retensi.
n) Renal ultrasound, menentukan ukuran ginjal : dan adanya massa kista,
obstruksi pada traktus urinarius bagian atas.
o) EKG, mungkin merefleksikan keseimbangan elektrolit, asam basa yang
abnormal.
p) X-Ray kaki, tulang tengkorak, columna spinalis dan tangan, untuk
mengetahui demineralisasi, kalsifikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium

sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal.

b. Perubahan pola nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,

pembatasan diet, peningkatan metabolisme anoreksi, mual, dan muntah.

c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi

produk sampah.

d. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, kulit pruritus kering.

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d

keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi.


3. Perencanaan
No
NOC NIC
DP
1 Tujuan: Mandiri:
 Pasien menunjukkan pengeluaran a. Monitor BP, HR, RR, Temp
urin tepat seimbang dengan b. Catat intake & output cairan
pemasukan, setelah dilakukan c. Awasi BJ urin
tindakan keperawatan 3 x 24 jam d. Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil : e. Monitor rehidrasi cairan dan berikan
 Hasil laboratorium BUN, creatinin minuman bervariasi
BJ urin, normal f. Timbang BB tiap hari dengan alat
 BB stabil g. Auskultasi paru dan bunyi jantung
 Tanda vital dalam batas normal h. Kaji tingkat kesadaran : selidiki
 Tidak ada edema, asites perubahan mental, adanya gelisah
berkurang/hilang Kolaborasi :
a. Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki
perfusi ginjal, me ↑ COP
b. Pantau hasil pemeriksaan Na dan
Kreatinin, Urine Na serum, Kalium serum
Hb/ Ht
c. Usulkan Rongent Dada
d. Berikan terapi furosemide 40 mg dan
captopril 12,5 mg
e. Usulkan pemasangan kateter kalau
perlu.
2 Tujuan : Mandiri:
 Mempertahankan status nutrisi a. Kaji status nutrisi
adekuat, setelah dilakukan tindakan b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet
keperawatan 3 x 24 jam c. Kaji factor yang berperan merubah
Kriteria hasil : masukan nutrisi : mual, anoreksia
 Berat badan stabil d. Berikan makanan sedikit tapi sering,
 Tidak ditemukan edema sajikan makanan kesukaan kecuali kontra
 Albumin dalam batas normal. indikasi
e. Lakukan perawatan mulut, berikan
penyegar mulut
f. Timbang BB tiap hari
Kolaborasi ;
a. Awasi hasil laboratorium : BUN,
Albumin serum, Na, K
b. Konsul ahli gizi untuk mengatur diet
c. Berikan diet 1700 kalori, ↓ protein,
hindari sumber gula pekat
d. Batasi K, Na, dan Phospat
e. Berikan obat sesuai indikasi : sediaan
besi; Kalsium; Vitamin D dan B kompleks;
Antiemetik
3 Tujuan: a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,
 Kerusakan kulit tidak terjadi, turgor, vaskuler, ekimosis, kerusakan, suhu
setelah dilakukan tindakan b. Pantau intake & output cairan, hidrasi
keperawatan 3 x 24 jam kulit dan membrane mukosa
Kriteria hasil c. Jaga kulit tetap kering dan bersih
 Kulit hangat, utuh, turgor baik, d. Ubah posisi tidur dengan sering, beri
tidak ada lesi bantalan pada penonjolan tulang
e. Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi
lotion, salep, krim; tangani area edema
dengan hati-hati
f. Pertahankan linen kering dan kencang
g. Anjurkan menggunakan kompres lembab
dan dingin pada area pruritus
h. Anjurkan menggunakan bahan katun,
Berikan kasur dekubitus
4 Tujuan : a. Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahat
 Klien mampu berpartisipasi dalam b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas
aktifitas yang dapat ditoleransi, c. Identifikasi faktor yang menimbulkan
setelah dilakukan tindakan keletihan
keperawatan 1 x 24 jam d. Rencanakan periode istirahat adekuat
Kriteria Hasil: e. Berikan bantuan ADL dan ambulasi
 Klien mampu melakukan ADL f. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi,
sesuai dengan kemampuannya, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat
setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam.
5 Tujuan : a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang
 Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosa
kondisi/proses penyakit dan b. Kaji ulang pembatasan diet ; fosfat dan
pengobatan Mg
Kriteria hasil: c. Diskusi masalah nutrisi/diet tinggi
 Klien melakukan dengan benar karbohidrat, rendah protein, rendah natrium
prosedur yang perlu, perubahan sesuai indikasi
perilaku hidup d. Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis,
jadwal, manfat dan efek samping
e. Diskusikan tentang pembatasan cairan
f. Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan
: sikat gigi halus
g. Identifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik segera :
Demam, menggigil, perubahan urin/ sputum,
edema,ulkus,kebas,spasme pembengkakan
sendi, pe↓ ROM, sakit kepala, penglihatan
kabur, edema periorbital/sacral, mata merah
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:

EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan

dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New

Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan

Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima

Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai