Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
1. Definisi
Penyembuhan luka adalah suatu proses seluler dan biokimia yang
mengarah pada pengembalian fungsi dan integritas suatu jaringan yang
mengalami kerusakan atau jejas. Walaupun masing-masing jaringan dari tiap
individu memiliki karakter cara penyembuhan yang unik, namun setiap
penyembuhan jaringan melewati proses yang sama yaitu fase hemostasis dan
inflamasi, fase proliferasi, serta fase maturasi dan remodeling jaringan yang
bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya
(Schwartz, 2010)
Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun
beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
penyembuhan (Monaco and Lawrence, 2003).
3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan
penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai
meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai
berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari
jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah
perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan
dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan
terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda
(gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah
menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang
lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.
Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau
hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan
kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan
sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit
mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal.
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun
outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik
masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka (David, 2004; Mallefet
and Dweck, 2008; Schwartz and Neumeister, 2006).
Semua jenis luka mengalami proses kontraksi. Untuk luka yang tidak
memiliki batas yang jelas, maka area luka tersebut akan berkurang seiring dengan
adanya proses ini (dengan proses secondary intention), pemendekkan dari bekas
luka itu sendiri menghasilkan suatu kontraktur. Myofibroblast diyakini sebagai sel
yang paling bertanggung jawab dalam proses ini. Myofibroblast mengandung
aktin yang tebal dari otot polos , disebut juga serabut stress, yang memberikan
kemampuan kontraktik dari myofibril. Aktin ini tidak terdeteksi sampai hari ke 6,
lalu aktin akan meningkat sampai 15 hari setelahnya. Setelah 4 minggu, ekspresi
dari aktin ini akan hilang dan aktin mengalami apoptosis.
7. Perawatan Luka
Hasil penelitian tentang perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan
luka yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Laju epitelisasi luka
yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial
lebih cepat pada suasana lembab daripada kering. Perawatan luka lembab tidak
meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis
balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering.
Lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan
melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka
dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan
rangsangan bagi perkembangan balutan lembab.
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan, tidak berdasarkan
kebiasaan melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.
Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja, karena efek toksinnya
terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya diperlukan normal saline.
Citotoxic agent seperti povidine iodine, dan asam asetat, seharusnya tidak secara
sering digunakan untuk membersihkan luka, karena dapat menghambat
penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris
dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium
klorida dengan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. Tepi luka seharusnya
bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan
kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi
tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu.
Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain (Dudley, 2000; Julia, 2000):
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
ANATOMI KULIT
The skin is the largest organ of the body, accounting for about 15% of the
total adult body weight. It performs many vital functions, including protection
against external physical, chemical, and biologic assailants, as well as prevention
of excess water loss from the body and a role in thermoregulation. The skin is
continuous, with the mucous membranes lining the body’s surface.