Anda di halaman 1dari 23

CASE REPORT

HIPERBILIRUBINEMIA
NEONATORUM

PEMBIMBING
dr.Yulia Hernawati, Sp.A

OLEH
Rezka Fadillah Yefri
2013730170

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


RSIJ CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus adalah masalah neonatus yang umum ditemukan. Peningkatan


bilirubin yang disertai ikterus ini dapat merupakan proses fisiologis pada bayi
baru lahir, namun dapat pula menunjukkan suatu proses patologis.

Ikterus dapat merupakan suatu pertanda adanya penyakit (patologik)


atau adanya gangguan fungsional (fisiologik). Dikatakan ikterus patologik
apabila didapati ikterus dengan dasar patologik atau kadar bilirubin mencapai
suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia yaitu bila peningkatan konsentrasi
bilirubin > 0,5 mg/dL/jam. Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sebagian
besar disebabkan oleh bilirubin indirek yang dapat memberikan efek toksik
pada otak dan dapat menimbulkan kematian atau cacat seumur hidup, oleh
sebab itulah maka setiap bayi yang mengalami ikterus harus mendapat
perhatian, meskipun tidak semuanya memerlukan pemeriksaan atau
pengobatan yang khusus.

Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus banyak, namun penyebab


yang paling sering adalah penyakit hemolitik neonatus, antara lain karena
inkompatibilitas golongan darah (Rh, ABO), defek sel darah merah (defisiensi
G6PD, sferositosis) lisis hematom dan lain-lain.

Pada Inkompatibilitas ABO, hiperbilirubinemia lebih menonjol


dibandingkan dengan anemia dan timbulnya pada 24 jam pertama. Reaksi
hemolisis terjadi selagi zat anti dari ibu masih terdapat dalam serum bayi.

2
1.2 Tujuan Pembelajaran

Tujuan dari laporan kasus ini yaitu untuk menganalisa lebih lanjut kasus
pasien dengan tinjauan pustaka.

1.3 Metode Penelitian

Berdasarkan status pasien dan kepustakaan yang ada.

3
BAB II
PERMASALAHAN

2.1 STATUS PASIEN


Identitas Pasien
Nama : By. Ny. C
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal lahir : Jakarta, 12 Maret 2018
Alamat : Kemayoran
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. C
Nama Ayah : Tn. P
Tanggal masuk RS : 20 Maret 2018

2.2 Anamnesa
Keluhan utama :
Lahir bayi laki-laki, secara SC atas indikasi bekas SC dengan
keadaan hiperbilirubinemia pada 8 hari pasca kelahiran.
RPS :
Kuning pada 8 hari pertama pasca kelahiran. Keluhan kuning di
seluruh tubuh dan juga mata. Demam (-), bayi lebih rewel, tidak
tampak pucat, dan tidak ada memar-memar di kulit.

RPD :
Sejak lahir belum pernah kuning seperti ini, baru mulai kuning
pada 8 hari sesudah kelahiran.

RPK :
-

4
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
 Orang tua os rajin ANC (Antenatal Care) ke dr. Helmina,
Sp.OG
 Cara Lahir : SC atas indikasi bekas SC
 Usia kehamilan : 38 minggu
 Ditolong oleh : Dokter
 Berat badan : 2900 gram
 Panjang badan : 49 cm
 Bayi lahir langsung menangis
 Setelah dilahirkan : Rawat ruang biasa
 Apgar Score : 9/10
 Warna Ketuban : Jernih
 Berat Plasenta : 270 gram
 APGAR Score : 9/10

Riwayat Imunisasi :
-
Riwayat Makanan :
Mengkonsumsi ASI.

2.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :
 HR : 139x/menit
 RR : 48x/menit
 T : 35°C
 SpO2 : 100%

5
Status Antropometri
 BBL : 2900 gram
 PBL : 49 cm
 LK :-
Gol darah ibu :O
Gol darah bayi :B
Trauma Lahir : Tidak terdapat adanya trauma pada saat lahir

2.3 Pemeriksaan generalisata


SSP :
 Demam : (-)
 Refleks Moro : Normal
 Kejang : (-)
 Refleks isap/telan : Normal
Caput :
Tidak terdapat hematom sefal, perdarahan subaponeurotik, tidak
terdapat fraktur tulang tengkorak, tidak terdapat kelainan
kongenital, seperti seperti anensefali, mikrosefali.
Wajah :
Tidak terdapat kelainan seperti wajah khas pada sindrom Down
atau sindrom Pierre-Robin.
Mata : Ikterik (+) Tidak terdapat konjungtivitis e.c kuman gonokokus
Telinga : Normotia, sekret (-)
Hidung : Normonasi, tidak terdapat adanya obstruksi jalan napas
Mulut : Bibir lembab
Leher : Tidak terdapat adanya pembesaran KGB dan kelanjar tiroid
Thorax :
Pulmo
 Inspeksi : tidak terdapat adanya retraksi pada saat inspirasi,
gerakan dinding thorax simetris
 Palpasi : teraba gerakan dinding thorax yang simetris

6
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi: terdengar suara bronkovesikular
Respirasi :
 Cuping hidung : (-)
 Sesak : (-)
 Sianosis : (-)
 Retraksi dinding thorax : (-)
Cor
 Inspeksi : tidak terlihat ictus cordis
 Palpasi : tidak teraba ictus cordis
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
 Inspeksi : Supel, terlihat gerakan pernapasan
pada abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Teraba gerakan pernapasan pada
abdomen
 Perkusi : Tidak dilakukan
Lain-lain :
 Hematologi :
- Pucat : (-)
- Perdarahan : (-)
 Traktur gastrointestinal
- Muntah : (-)
- BAB : (+)

7
Ekstremitas atas
 Akral : Hangat
 Edema : -/-
 Sianosis : -/-
 CRT : <2 detik
Ekstremitas bawah
 Akral : Hangat
 Edema : -/-
 Sianosis : -/-
 CRT : <2 detik
Efloresensi : Tidak terdapat bintik-bintik merah di seluruh tubuh
Kelenjar inguinal : Tidak ada pembesaran KGB
Genitalia : Laki-laki

8
Total score : 35
Perkiraan Usia Kehamilan : 38 minggu

9
2.4 Pemeriksaan Laboratorium

2.5 Resume
Bayi laki-laki berusia 8 hari dilahirkan dengan usia kehamilan cukup bulan
sesuai masa kehamilan dengan berat badan lahir 2900, apgar skor 9/10, Ballard Score
35.
Riwayat Persalinan :
 Partus operasi : SC dengan indikasi bekas SC
 Air Ketuban : Jernih
 BB placenta : 250 gram
 BBL : 2900 gram
 PL : 49 cm
Bayi menangis, tidak asfiksia.

10
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan kadar bilirubin pada 8 hari pasca kelahiran :
 Bilirubin total : 20,9 Mg/dL

2.6 Diagnosis
Hiperbilirubinemia Neonatorum (Ikterus Neonatorum)

2.7 Penatalaksanaan
Fototerapi

2.8 Follow Up
Tanggal 21 Maret 2018
 S : Sianosis (-), anemia (-), ikterik (+)
 O : HR = 120 x/menit, RR = 52 x/menit, Suhu = 37,10 C
Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+)
 A : Hiperbilirubinemia Neonatorum
 P : Lanjutkan fototerapi

Tanggal 22 Maret 2018


 S : Sianosis (-), anemia (-), ikterik (+)
 O : HR = 110 x/menit, RR = 40 x/menit, Suhu = 36,20 C
Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (+)
 A : Hiperbilirubinemia Neonatorum
 P : Lanjutkan fototerapi

Tanggal 23 Maret 2018


 S : Sianosis (-), anemia (-), ikterik (-)
 O : HR = 106 x/menit, RR = 38 x/menit, Suhu = 36,50 C
Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (-)
 A : Hiperbilirubinemia Neonatorum
 P :-

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi
Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam
darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak
kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2
mg/dL (>17 μmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum
bilirubin >5 mg/dL (>86μmol/L).
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus
neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar
serum bilirubin.

B. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus
dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari
degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak,
karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui
membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan
dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin
terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera
setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein
Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar,
tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil

12
transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis
bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi
melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi
melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya
menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus,
sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorpsi entero hepatik.

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. (Dikutip dari Rennie J.M and
th
Roberton NRC. Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4 Ed,
Arnold, 2002 : 414-432)

Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari


stadium janin yang selama waktu tersebar plasenta merupakan tempat utama
eliminasi bilirubin yang kerut-lemak, ke stadium dewasa, yang selama waktu
tersebut bentuk bilirubin terkonyugasi yang larut air diekskresikan dari sel
hati ke dalam sistem biliaris dan kemudian ke dalam saluran pencernaan.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh
setiap faktor yang :

13
1. Menambah beban bilirubin untuk dimetabolisasi oleh hati (anemia
hemolitik, waktu hidup sel darah menjadi pendek akibat imaturitas atau
akibat sel yang ditransfusikan, penambahan sirkulasi enterohepatik,
infeksi).
2. Dapat mencederai atau mengurangi aktivitas enzim transferase (hipoksia,
infeksi, kemungkinan potermia dan defiensi tiroid); (3) dapat berkompetisi
dengan atau memblokade enzim transferase (obat-obat dan bahan-bahan
lain yang memerlukan konjugasi asam glukuronat untuk ekskresi); atau (4)
menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil
atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar (cacat
genetik, prematuritas).

C. Patofisiologi
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin
indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena
terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara
lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang
lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian
kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya pada
hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 – 14.
Kadar bilirubin pun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 μmol/L) pada bayi
kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 μmol/L) pada bayi cukup bulan.
Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan
atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi akumulasi di dalam darah.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan
kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan
mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian.
Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah
dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus
dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat

14
dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan
efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi.
Bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi
klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat yaitu
basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Kern ikterus
digunakan untuk keadaan klinis yang kronis dengan sequel yang permanen
karena toksik bilirubin. Manifestasi klinik akut pada bilirubin ensefalopati:
pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik,
dan refleks hisap buruk, sedangkan pada fase intermediate ditandai dengan
moderate stupor, iritabilitas, dan hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan
demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi hipotoni. Hipertoni
dapat berupa opistotonus. Manifestasiklinis kern ikterik: pada tahap yang
kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahap hidup, akan berkembang
menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan
pendengaran, displasia dental-enamel, paralisis upward gaze.

D. Manifestasi Klinis
Ikterus dapat ada pada saat lahir atau dapat muncul pada setiap saat
selama masa neonatus, bergantung pada keadaan yang menyebabkan.
Ikterus biasanya mulai pada muka dan, ketika kadar serum bertambah,
turun ke abdomen da kemudian kaki. Tekanan kulit dapat menampakkan
kemudian kaki. Tekanan kulit dapat menampakkan kemajuan anatomi
ikterus (muka – 5 mg/dL, tengah abdomen – 15 mg/dL, telapak kaki – 20
mg/dL) tetapi tidak dapat dijadikan tumpuan untuk memperkirakan
15
kadarnya di dalam darah. Tanda-tanda kernikterus jarang muncul pada
hari pertama ikterus.

E. Etiologi
(1) Hiperbilirubinemia fisiologis
(2) Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
b. Peningkatan penghancuran hemoglobin, misalnya pendarahan
tertutup contoh pada trauma kelahiran, dan sepsis.
c. ‘Breast Milk Jaundice’ Ikterus ASI yang disebabkan oleh
dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
d. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar
Bilirubin indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir
rendah.
(3) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya: Analgetik Antipiretik (Natrium salisilat,
Fenilbutazon), Antibiotik dengan golongan sulfa (Sulfadiazin,
Sulfamoxazole), Cefalosporin (Ceftriaxon), Penisilin (Propicilin,
Cloxacilin).
(4) Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
(5) Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
(6) Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.

16
E. Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat :
(1) Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)
(2) Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)
(3) Usia kehamilan < 38 minggu
(4) Penyakit-penyakit hemolitik
(5) Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
(6) Hematoma sefal
(7) ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)
(8) Ikterus sebelum bayi dipulangkan

a. Anamnesis
(1) Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat
janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
(2) Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
(3) Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
(4) Riwayat inkompatibilitas darah
(5) Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan
limpa

b. Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah
lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan
lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar
lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama
pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi
apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan
warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai
arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena

17
saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan
penyebab ikterus tersebut.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus
dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi
yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang
hiperbilirubinemia berat Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat,
lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar
dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah
untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai
yang dapat menimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta
mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin

18
dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat
lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang
terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan
(luminal).
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang
juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.

a. Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh
Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai
pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi
sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar
mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi
senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk
isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih
mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan
bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus
meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang


terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi.
Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh

19
yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun
gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan
hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila
kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 μmol/L). Lamanya penyinaran
biasanya tidak melebihi 100 jam.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga
dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek
samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia,
dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas.
Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang
penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya
diperbaiki.

b. Transfusi Tukar
Jika ada tanda-tanda kern ikterus, transfusi tukar merupakan
indikasi. Jadi jika ada tanda-tanda kern ikterus selama evaluasi atau
pengobatan, pada kadar bilirubin berapapun, maka transfusi tukar
darurat harus dilakukan.
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan
macam darah yang akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan
pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh
inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah
darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah
yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak
memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel
dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat
dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah.
Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-
180 cc/kgBB.

20
Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang
diperlukan harus dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi
dilakukan di ruangan yang aseptik yang dilengkapi peralatan yang
dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat
mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan
terjadinya komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia,
aritmia, ataupun henti jantung.

Keterangan:
* bayi dengan faktor resiko adalah isoimune hemolytic disease,
defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis,
asidosis, atau kadar bilirubin < 3 g/dL.

21
ANALISIS KASUS

Keluhan Utama : bayi kuning


Anamnesa untuk faktor resiko hiperbilrubinemia berat Ya/ Tidak
Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam) Tidak
Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ Ya
positif)
Usia kehamilan < 38 minggu Tidak
Penyakit-penyakit hemolitik Tidak jelas
Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya Tidak
Hematoma sefal Tidak
ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir) Tidak
Ikterus sebelum bayi dipulangkan Tidak tahu

Pemeriksaan Fisik :
Bayi Terlihat Kuning

Pemeriksaan Laboratorium :
 Bilirubin total 20,9 mg/dL

Penatalaksanaan :
Fototerapi

22
DAFTAR PUSTAKA

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 edisi 15. EGC. Jakarta: 2000

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buka Ajar Neonatologi edisi pertama. Jakarta: 2008.

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, RS Dr.


Hasan Sadikin Bandung. Pedoman dan Diagnosis Terapi edisi ke-3. Bandung:
2005.

Herman, Dicky Pribadi. Pediatrik Praktis edisi 3. Bandung: 2007.

23

Anda mungkin juga menyukai