Anda di halaman 1dari 10

ATONIA UTERI”

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adapun yang melatarbelakangi makalah ini yang membahas mengenai “ Atonia Uteri” adalah agar kita
dapat mengetahui apa itu atonia uteri dan bagaimana cara penatalaksanaan pada atonia uteri. Makalah
ini dibuat agar mahasiswa lebih memahami lagi tentang pengertian, penyebab, dan cara penanganan
atonia uteri.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan
paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme
ini. Perdarahan Pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka
darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang pengertian atonia uteri
2. Menjelaskan factor penyebab terjadinya atonia uteri
3. menjelaskan tanda dan gejala terjadinya atonia uteri
4. Menjelaskan cara penanganan atau penatalaksanaan atonia uteri

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami tentang atonia uteri
2. Menambah pengetahuan tentang atonia uteri
3. Dapat mengetahui mengenai pengertian, etiologi, factor penyebab, dan juga penatalaksanaan
atonia uteri.

TINJAUAN PUSTAKA/TEORI
2.1 Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan
memendek.
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka
darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Sarwono,
2009)

2.2. Faktor Penyebab Terjadinya Atonia Uteri


Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh
Atonia Uteri, diantaranya adalah :
a. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
• Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
• Kehamilan gemelli
• Janin besar (makrosomia)
b. Kala satu atau kala 2 memanjang
c. Persalinan cepat (partus presipitatus)
d. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
e. Infeksi intrapartum
f. Multiparitas tinggi
g. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau eklamsia.
h. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
i. Malnutrisi
j. Kesalahan penanganan dalam usaha melahirkan plasenta
k. Ibu dengan keadaan umum jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun
l. Ada riwayat pernah atonia uetri sebelumnya
m. Kehamilan grande-multipara
n. Kelainan uterus
o. Riwayat peradarahan pasca persalinan atau riwayat plasenta manual
p. Tindakan opertaif dengan anstesi umum yang terlau dalam
q. Partus lama
r. Hipertensi dalam kehamilan
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus
dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari
uterus.

2.3 Manifestasi Klinis


1. Uterus tidak berkontraksi atau lemahny kontraksi uterus dan lembek
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
2.4 Tanda dan gejala atonia uteri
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini
adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti
pembeku darah
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab
perdarahan yang lainnya
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak,
bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi
yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga
masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih
terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

2.6 Pencegahan Atonia Uteri


Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%,
dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat
mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin
paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian
oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit
per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah
dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya
cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada
membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.

2.7 Langkah-langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri


Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam
keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus
dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya.

NO Langkah penatalaksanaan Alasan


1 Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta(maksimal 15 detik) Masase merangsang
kontraksi uterus. Saat dimasase dapat dilakukan penilaia kontraksi uterus
2 Bersihkan bekuan darah adan selaput ketuban dari vaginadan lubang servik

Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi
uterus secara baik.
3 Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi
menggunakan teknik aseptik Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi
secara baik.

4 Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit Kompresi bimanual internal memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah dinding uterusdan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5 Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal (KBE) Keluarga dapat
meneruskan kompresi bimanual eksternal selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg
Ergometrin dan misopostrol akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus
8 Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit oksitosin.
Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara
cepat atau tranfusi darah. RL akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama
perdarahan.oksitosin IV akan cepat merangsang kontraksi uterus.
9 Ulangi kompresi bimanual internal KBI yang dilakukan bersama dengan ergometrin dan oksitosin
atau misopostrol akan membuat uterus berkontraksi
10 Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksiselama 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia
sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan bedah
dan tranfusi darah
11 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI Kompresi uterus ini memberikan
tekanan langung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang uterus berkontraksi
12 Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam sehingga
menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan
500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi RL dapat membantu
memulihkan volume cairan yang hilang akibat perdarahan. Oksitosin dapat merangsang uterus untuk
berkontraksi.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan
paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan
mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

2.8 Manajemen Atonia Uteri ( Penatalaksanaan)


1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan
oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan
monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah.

2. Masase dan kompresi bimanual


Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan
perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus
berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera

3. Jika uterus tidak berkontraksi maka


Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan bahwa kandung
kemih telah kosong, lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
• Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau
kala empat dengan ketat.
• Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual
eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit
oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
• Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
• Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

4. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini
menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan
dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan
frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit
ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri
setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai
dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV
bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga
menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan
secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian
secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping
prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang
disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-
kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal
temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan
pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri
dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia
uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang
terjadi.

5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik
ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah
rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan
ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina
diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina
dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3
cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan
bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus
mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina
yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral
ligasi vasa ovarian.

6. Ligasi Arteri Iliaka Interna (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)


Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan
insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter
ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna.
Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua
ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka
eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah
trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai
tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

7. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum
masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih
banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

8. Kompresi bimanual atonia uteri


Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang
telah dicuci.
Teknik :
1. Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
2. Eksplorasi dengan tangan kiri
3. Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
4. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari
belakang atas
5. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar, itu tidak hanya menekan uterus, tetapi
juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya. Kompresi uterus bimanual
dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya
sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%). Atonia Uteri disebut
juga sebagai suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah
yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (April, 2007).
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan
plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi
penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi.

B. SARAN
Untuk teman-teman semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Karena dengan
mempelajari makalah ini kita mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, yang
sebelumnya belum kita dapatkan. banyak sekali manfaat yang kita dapatkan jika mempelajari makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Rukiyah, ali yeyeh dan Lia yulianti. 2010. Asuhan kebidanan IV ( Patologi kebidanan ), Jakarta Timur :
CV.Trans Info Media

Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku ilmu kebidanan, Jakarta : PT BINA PUSTAKA

Manuaba. 2007. Pengantar kuliah obstetric , Jakarta : EGC

Depkes RI. 2007. Asuhan Persalinan Normal ,Jakarta : JNPK-KR/POGI dan JHPIEGO Corporation

Rohani dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada masa Persalinan , Jakarta : Salemba Medika

Prawirohardjo, sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Jakarta : PT BINA PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Atonia Uteri


Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta : 2002)
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek.
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang
menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga
menimbulkan perdarahan.
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali. (Apri, 2007).
Atonia uteri adalah kegagalan serabut – serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang
paling penting dan bisa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.
Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjdainya
syok hipovolemik.
Diagnosis atonia uteri yaitu bila setelah bayi dan placenta lahir ternyata pendarahan
masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lebih lembek.
2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Atonia Uteri
Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :
1) Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b. Kehamilan gemelli
c. Janin besar (makrosomia)
2) Kala satu atau kala 2 memanjang
3) Persalinan cepat (partus presipitatus)
4) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5) Infeksi intrapartum
6) Multiparitas tinggi (grande multipara)
7) Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau
eklamsia.
8) Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan
memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya belum terlepas dari uterus.
2.3 Manifestasi Klinis
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2) Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
2.4 Tanda dan gejala atonia uteri
1) Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada
kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak
mampu lagi sebagai anti pembeku darah
2) Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan
penyebab perdarahan yang lainnya
3) Fundus uteri naik
4) Terdapat tanda-tanda syok
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

Anda mungkin juga menyukai