PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adapun yang melatarbelakangi makalah ini yang membahas mengenai “ Atonia Uteri” adalah agar kita
dapat mengetahui apa itu atonia uteri dan bagaimana cara penatalaksanaan pada atonia uteri. Makalah
ini dibuat agar mahasiswa lebih memahami lagi tentang pengertian, penyebab, dan cara penanganan
atonia uteri.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan
paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme
ini. Perdarahan Pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka
darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang pengertian atonia uteri
2. Menjelaskan factor penyebab terjadinya atonia uteri
3. menjelaskan tanda dan gejala terjadinya atonia uteri
4. Menjelaskan cara penanganan atau penatalaksanaan atonia uteri
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami tentang atonia uteri
2. Menambah pengetahuan tentang atonia uteri
3. Dapat mengetahui mengenai pengertian, etiologi, factor penyebab, dan juga penatalaksanaan
atonia uteri.
TINJAUAN PUSTAKA/TEORI
2.1 Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan
memendek.
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka
darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Sarwono,
2009)
Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi
uterus secara baik.
3 Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi
menggunakan teknik aseptik Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi
secara baik.
4 Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit Kompresi bimanual internal memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah dinding uterusdan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5 Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal (KBE) Keluarga dapat
meneruskan kompresi bimanual eksternal selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg
Ergometrin dan misopostrol akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus
8 Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit oksitosin.
Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara
cepat atau tranfusi darah. RL akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama
perdarahan.oksitosin IV akan cepat merangsang kontraksi uterus.
9 Ulangi kompresi bimanual internal KBI yang dilakukan bersama dengan ergometrin dan oksitosin
atau misopostrol akan membuat uterus berkontraksi
10 Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksiselama 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia
sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan bedah
dan tranfusi darah
11 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI Kompresi uterus ini memberikan
tekanan langung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang uterus berkontraksi
12 Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam sehingga
menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan
500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi RL dapat membantu
memulihkan volume cairan yang hilang akibat perdarahan. Oksitosin dapat merangsang uterus untuk
berkontraksi.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan
paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan
mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
4. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini
menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan
dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan
frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit
ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri
setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai
dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV
bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga
menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan
secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian
secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping
prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang
disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-
kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal
temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan
pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri
dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia
uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang
terjadi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik
ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah
rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan
ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina
diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina
dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3
cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan
bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus
mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina
yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral
ligasi vasa ovarian.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai
tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
7. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum
masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih
banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%). Atonia Uteri disebut
juga sebagai suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah
yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (April, 2007).
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan
plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi
penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi.
B. SARAN
Untuk teman-teman semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Karena dengan
mempelajari makalah ini kita mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi, yang
sebelumnya belum kita dapatkan. banyak sekali manfaat yang kita dapatkan jika mempelajari makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyah, ali yeyeh dan Lia yulianti. 2010. Asuhan kebidanan IV ( Patologi kebidanan ), Jakarta Timur :
CV.Trans Info Media
Depkes RI. 2007. Asuhan Persalinan Normal ,Jakarta : JNPK-KR/POGI dan JHPIEGO Corporation
Rohani dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada masa Persalinan , Jakarta : Salemba Medika
Prawirohardjo, sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Jakarta : PT BINA PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN