Anda di halaman 1dari 4

Appendicitis Perforasi

Assessment :

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah Akut
Abdomen e.c. susp. Apendisitis akut perforasi.

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan seorang pria, usia 41 tahun
mengeluh nyeri perut bawah kanan sejak 2 hari (SMRS). Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu
hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut.
Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin memberat sejak 1 hari
SMRS. Disertai gejala anoreksia, vomitus, obstipasi dan meteorismus.

Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri
visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah
umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks
dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan
mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium
akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan
pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada
peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih
hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.

Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat aktivasi
N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau
dua kali.

Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks
pelvikal yang merangsang daerah rektum.

Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C tetapi
bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen terutama
kuadran kanan bawah (Mc.Burney sign), Nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+),
Rovsing sign (+), defans muskular (+) di kuadran kanan bawah.
Pada auskultasi didapatkan bising usus (+) menurun. Pada pemeriksaan rectal toucher
didapatkan nyeri tekan(+) jam 9-12.

Hal ini sesuai pada tanda klinis apendisitis akut. Biasanya penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut
kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum, Rebound tenderness (nyeri lepas tekan )
adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang
perlahan dan dalam di titik Mc Burney.

Defans musculer (+) karena rangsangan M.Rektus abdominis. Defance muscular adalah
nyeri tekan kuadran kanan bawah abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietal.

Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan
penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang
dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi
pada apendiks.

Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan
apendiks terletak pada daerah hipogastrium

Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau
sudah terjadi peritonitis maka bunyi peristaltik usus atau tidak terdengar sama sekali. Rectal
Toucher / Colok dubur , nyeri tekan pada jam 9-12.

Proses terjadinya appendicitis dapat dilihat pada skema di bawah ini:


Pemeriksaan radiologi yang dapat membantu diagnosis adalah USG, pada kondisi
perforasi gambarannya dapat berupa lesi tubuler dengan air-fluid level di regio iliaca dextra.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis moderat (10.000-20.000/


µL). Jika leukosit lebih tinggi biasanya dicurigai telah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan
urinalisa dapat ditemukan hematuria dan piuria pada 25 % pasien.

Beberapa diagnosis banding appendicitis akut yang perlu dipikirkan, antara lain: Kelainan
bidang gastroinestinal seperti divertikulitis menunjukkan gejala yang hampir sama dengan
apendisitis tetapi lokasi nyeri lebih ke medial. Karena kedua kelainan ini membutuhkan
tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal penting.

Kolitis ditandai dengan feses bercampur darah, nyeri tajam pada perut bagian bawah,
demam dan tenesmus.

Obstruksi usus biasanya nyeri timbul perlahan-lahan di daerah epigastrium. Pada


pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, terdengar metalic sound
pada auskultasi.

Kelainan bidang urologi seperti batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik
dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan
penyakit tersebut.

Plan :

Penatalaksanaan : Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi
apendiktomi cito. Tindakan ini dapat dilakukan melalui laparotomi atau laparoskopi. Sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, pasien dianjurkan untuk tirah baring dan diberikan
antibiotik sistemik spektrum luas untuk mengurangi insidens infeksi pada luka post operasi.

Tindakan yang diberikan pada pasien ini berupa antibiotika ceftriaxone 1gr IV, Ranitidin
50mg IV, Ondansetron 4mg IV, Scopamin (Hyoscine-N-butylbromide 20mg) IV serta
pemasangan selang NGT. Hal tersebut dilakukan untuk stabilisasi kondisi pasien dalam
persiapan rujukan ke RSUD Ajidarmo untuk terapi lebih lanjut.

Komplikasi apendisitis yang dapat terjadi adalah Perforasi. Keterlambatan penanganan


merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan
peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh
perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.

Pada pasien ini kemungkinan sudah terjadi perforasi dan peritonitis lokal. Hal ini ditandai
dengan adanya nyeri perut yang sangat hebat di seluruh lapang abdomen serta peningkatan
suhu tubuh terus-menerus. Pada tanda klinis didapatkan defans muscular lokal di kuadran
kanan bawah serta bising usus menurun.
Komplikasi yang lain yaitu peritonitis generalisata dan terbentuknya massa
periapendikular. Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis.

Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus
menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam,
lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang.

Rujukan = Pasein harus segera di rujuk untuk operasi cito. Dengan tujuan mengangkat
appendiks secara keseluruhan agar progresivitas penyakit tidak berlanjut atau terjadi
rekurensi penyakit.

Daftar Pustaka:

Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2004

Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi
16.USA: W.B Saunders companies.2002

Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies.2005

R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.1995

Anda mungkin juga menyukai