Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari percobaan fermentasi alkohol dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Fermentasi Alkohol dengan Sampel Pisang (Musa
acuminata)
pH Jumlah
No. Perlakuan Jenis Ragi Alkohol
Sebelum Sesudah
(ml)
Dengan Fermipan
1. nutrisi 8% 4 4 32
10%
Fermipan
Dengan
2. 4 4 55
nutrisi 10% 10%
Fermipan
Dengan
3. 4 4 101
nutrisi 12% 10%

4.1 Pengaruh Konsentrasi Nutrisi terhadap Jumlah Alkohol


Dari percobaan yang telah dilakukan, pada pemberian nutrisi sebanyak 8%,
pemberian nutrisi sebanyak 10% dan pemberian nutrisi sebanyak 12%, jumlah
alkohol yang diperoleh pada tiap nutrisi meningkat berdasarkan banyaknya nutrisi
yang diberikan pada saat fermentasi.
Gambar 4.1 menunjukkan hubungan jumlah nutrisi terhadap volume alcohol
yang dihasilkan dengan menggunakan nutrisi berturut-turut sebanyak 8%, 10% dan
12%. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak nutrisi yang
ditambahkan, maka volume alkohol yang dihasilkan juga semakin banyak.
100

Volume Alkohol
80

(ml)
60
40
20
0
8 10 12
Jumlah Nutrisi (%)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Nutrisi terhadap Volume Alkohol yang Dihasilkan

Setiap unsur nutrisi mempunyai peran tersendiri dalam fisiologi sel. Unsur
tersebut diberikan ke dalam medium sebagai kation garam anorganik yang
jumlahnya berbeda-beda tergantung pada keperluannya (Sumarsih, 2003). Dengan
demikian, pemberian nutrisi dapat meningkatkan kadar alkohol yang dihasilkan.
Pada proses fermentasi, nutrient sangat diperlukan walaupun dalam jumlah
kecil. Semakin banyak nutrient yang ditambahkan dalam media fermentasi, maka
etanol yang dihasilkan semakin besar. Itu terjadi karena suplai nutrient untuk
pertumbuhan bakteri semakin tercukupi. Bakteri membutuhkan nutrient esensial
untuk tumbuh, dengan demikian maka etanol yang dihasilkan juga lebih maksimal
(Rikana dan Adam, 2009).
Mikroorganisme dalam fermentasi etanol seperti Saccharomyces cerevisiae
kekurangan enzim yang bersifat amilolitik dan tidak memungkinkan untuk
mengubah pati menjadi etanol secara langsung, sehingga perlu dilakukan konversi
pati menjadi gula terlebih dahulu melalui tahap hidrolisis yaitu liquifikasi untuk
memecah pati menjadi dekstrin dan sakarifikasi untuk memecah dekstrin menjadi
gula sederhana dengan bantuan enzim. Total gula merupakan keseluruhan gula yang
terdapat dalam suatu produk. Dalam proses hidrolisis, enzim akan memecah pati
menjadi gula gula sederhana seperti glukosa, fruktosa maupun sukrosa. Semakin
tinggi konsentrasi nutirent semakin tinggi total gula yang dihasilkan. Hal tersebut
terjadi dikarenakan semakin tinggi konsentrasi substrat maka semakin tinggi pula
total gula yang dihasilkan (Hawusiwa, dkk., 2015).
Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan
fermentasi alkohol yang dilakukan telah sesuai dengan teori dimana diperoleh
volume alkohol tertinggi pada pemberian nutrisi 12% dan pada pemberian nutrisi 8%
memberikan hasil alkohol yang paling sedikit. Hal tersebut menandakan bahwa
volume alkohol meningkat setiap penambahan konsentrasi nutrisi.
Fermentasi alkohol yang dilakukan pada percobaan ini dapat dikatakan berhasil
karena memenuhi teori yang ada serta hasil alkohol yang diperoleh merupakan
alkohol yang baik.

4.2 Pengaruh Fermentasi terhadap Perubahan Nilai pH


Dari percobaan yang telah dilakukan tidak terjadi penurunan pH. Pada variasi
dengan nutrisi berturut-turut 8%, 10% dan 12% pH yang dihasilkan sebelum dan
sesudah fermentasi adalah sama yaitu 4.
Nilai pH merupakan salah satu faktor penting yang perlu untuk diperhatikan
pada saat proses fermentasi. pH mempengaruhi pertumbuhan Saccharomyces
cerevisiae. Oleh karena itu, pada awal pelaksanaan penelitian, substrat yang akan
dipakai terlebih dahulu diuji pHnya. Kisaran pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
adalah pada pH 3,5-6,5. Pada kondisi basa, Saccharomyces cerevisiae tidak dapat
tumbuh. Produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae maksimal dapat dicapai
pada pH 4,5 (Utama, dkk., 2013).
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu dari beberapa faktor penting yang
mempengaruhi fermentasi alkohol. Pada pH di bawah 3, proses fermentasi alkohol akan
berkurang kecepatannya Selama berlangsungnya proses fermentasi, pH media cenderung
mengalami perubahan, perubahan pH disebabkan oleh adanya asam - asam organik
seperti asam laktat, asetat dan piruvat yang terbentuk selama proses fermentasi
(Apriwinda, 2013).
Berdasarkan teori, untuk mendapatkan pH optimum (4,0-4,5) dapat dilakukan
dengan menambahkan asam, misalnya asam sitrat, tartarat atau malat dan bisa jga
dengan menambah basa, misalnya KOH. Selama fermentasi berlangsung pH akan
menurun dari pH semula. Penurunan pH selama fermentasi adalah disebabkan
sebahagian alkohol diubah menjadi asam-asam organik (Siahaan, 2010).
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa, hasil percobaan fermentasi
alkohol sesuai dengan teori karena pH saat proses fermentasi berada pada rentang
dimana bakteri dapat berkembang dengan baik untuk melakukan proses fermentasi
yaitu 3,5-6,5 dan pada percobaan ini tidak terjadi perubahan pH selama proses
fermentasi.

4.3 Karakteristik Alkohol yang Dihasilkan


Alkohol yang dihasilkan pada percobaan ini memiliki warna bening dan
memiliki aroma pisang yang cukup kuat. Selain itu bila dibakar dengan api, alkohol
akan terbakar dan menghasilkan sedikit nyala api.
Karakteristik etanol meliputi: etanol atau sering juga disebut dengan alcohol
adalah suatu cairan transparan, mudah terbakar, tidak berwarna, mudah menguap,
dengan rumus kimia C2H5OH, dapat bercampur dengan air, eter, dan kloroform, yang
diperoleh melalui fermentasi karbohidrat dari ragi yang disebut juga dengan etil alcohol
(Adri, 2015).
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan fermentasi
alkohol telah sesuai dengan teori dimana alkohol yang dihasilkan memiliki ciri-ciri atau
sifat yang sama seperti alkohol pada umumnya. Hal tersebut menandakan bahwa alkohol
yang dihasilkan adalah alkohol yang murni dan memiliki kualitas yang baik.

Anda mungkin juga menyukai