Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Pertumbuhan penumpang angkutan udara dalam negeri meningkat sejak 10


tahun terakhir. Dimana terjadi lonjakan konsumen yang memilih transportasi
udara karena adanya tiket murah. Selain itu, ada pula pengaruh dari arus
globalisasi terhadap meningkatnya pengguna jasa penerbangan. Globalisasi
memunculkan gaya hidup cosmopolitan yang ditandai oleh berbagai kemudahan
hubungan dan terbukanya aneka ragam informasi yang memungkinkan individu
dalam masyarakat mengikuti gaya-gaya hidup baru yang disenangi (Muhtarom,
2005). Tingginya arus globalisasi menyebabkan meningkatnya kebutuhan orang
untuk bepergian jauh. Pada kondisi seperti ini dibutuhkan bandar udara yang
dapat memenuhi permintaan tersebut. Khususnya dari segi fasilitas, terminal,
landasan pacu dan bahkan lahan parkir untuk pesawat.

Bandar Udara Internasional Jalaluddin adalah bandar udara yang terletak di


kecamatan Isimu, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Bandar Udara ini
terletak sekitar 30 km di sebelah barat dari pusat kota Gorontalo dan dioperasikan
oleh Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Terminal baru Bandara
Djalaluddin diresmikan pada tanggal 1 Mei 2016. Bandara ini adalah pintu
gerbang alternatif penerbangan ke bagian Utara serta Kawasan Timur Indonesia
selain Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi dan Bandar Udara Internasional
Sultan Hasanuddin.

Beberapa waktu lalu, Kementerian Perhubungan telah selesai


mengembangkan sisi udara dan sisi darat Bandara Jalaludin Gorontalo.
Pengembangan sisi udara yaitu pengembangan apron yang semula hanya
berukuran 230 x 80 M dan hanya mampu menampung 2 unit pesawat sejenis 737-
800 serta 1 unit sejenis ATR, menjadi 130 x 291 M dan mampu menampung 3
unit pesawat sejenis 737-800 serta 2 unit sejenis ATR.
Selain itu, landasan pacu Bandara Jalaluddin berukuran 2.500 meter x 45
meter dan akan diperpanjang menjadi 3.000 meter x 400 meter pada tahun 2019.
Bandara Djalaludin Gorontalo mampu didarati Pesawat Boeing 737-900 ER dan
maskapai yang sudah beroperasi diantaranya Garuda Indonesia, Lion Air,
Sriwijaya Air, Batik Air, Wings Air dan Avia Star yang dalam satu harinya
terdapat 20 pergerakan pesawat.

Landasan pacu atau runway merupakan infrastruktur yang berfungsi sebagai


landasan pesawat terbang melakukan lepas landas dan pendaratan. Sebagai
infrastruktur yang digunakan untuk akses utama pesawat terbang dalam
melakukan pergerakan, kualitas runway diharapkan dapat memberikan
kenyamanan dan keselamatan penerbangan. Landasan pacu dirancang dengan
mendefinisikan parameter terkait seperti ukuran panjang, tinggi, lebar dan berat
pesawat. Dalam merancang landasan, ada sebuah pedoman yang ditetapkan oleh
administrasi penerbangan federal (FAA). Federal Aviation Administration atau
FAA adalah lembaga pemerintah Amerika Serikat yang bertugas untuk mengatur
segala macam hal yang berhubungan dengan penerbangan dan navigasi di
Amerika.

FAA mengeluarkan peraturan perhitungan desain landasan pacu bandar udara


yaitu: Advisory Circular (AC) No.150_5320_6D yang disebut dengan cara
manual dan Advisory Circular (AC) No.150_5320_6E yang menggunakan
software FAARFIELD (Federal Aviation Administration Rigid and Flexible
Iterative Elastic Layered Design). Perbedaan mendasar dari kedua peraturan ini
adalah pada metode Advisory Circular (AC) No.150_5320_6D penentuan tebal
perkerasan mengacu pada karakteristik pesawat perencanaan dengan
menggunakan grafik tebal perkerasan landasan pacu. Sedangkan metode
Advisory Circular (AC) No.150_5320_6E dapat menentukan tebal perkerasan
pada semua jenis pesawat dengan menggunakan FAARFIELD.

Landasan pacu merupakan tempat peralihan gerakan pesawat dari darat ke


udara atau sebaliknya. Proses pendaratan dan lepas landas pesawat terjadi pada
landasan pacu. Konstruksi perkerasan lentur pada runway terdiri dari lapisan-
lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan
tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke
lapisan di bawahnya. Struktur perkerasan bandara berbeda dengan struktur-
struktur perkerasan pada jalan biasa, karena beban yang ada pada bandara, sumbu
standar berbeda dengan jalan pada umumnya. Oleh karena itu, maka perlu untuk
menganalisa perhitungan tebal perkerasan lentur pada Bandara Jalaluddin.

Maka dari itu berdasarkan uraian diatas disusunlah skripsi dengan judul:

“Analisis perhitungan tebal perkerasan lentur pada bandar udara


jalaluddin dengan metode FAA”

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka dirumuskanlah permasalahan penelitian ini


sebagai berikut:

1. Bagaimana menghitung tebal perkerasan lentur pada runway Bandara


Jalaludin Gorontalo dengan menggunakan metode FAA?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui cara perhitungan tebal perkerasan lentur pada runway bandar


udara Jalaludin Gorontalo dengan menggunakan metode FAA.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitin ini yaitu:

1. Menambah wawasan dibidang perkerasan lentur pada bandar udara Jalaludin


Gorontalo khususnya pada runway.

2. Merupakan bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


1.5. Batasan Penelitian

Pembatasan masalah diperlukan agar analisis data sesuai dengan yang


dimaksud tujuan yang diharapkan peneliti. Adapun pembatasan masalah dari
penelitian yaitu:

1. Daerah perhitungan adalah pada struktur perkerasan lentur runway bandar


udara Jalaludin Gorontalo.

2. Metode yang digunakan untuk menghitung tebal perkerasan lentur adalah


metode FAA

3. Penggunaan data dari bandar udara Jalaludin hanya dimaksudkan sebagai


contoh proses desain saja dan tidak dimaksudkan untuk mengevaluasi
struktur perkerasan lentur yang ada di Bandar Udara Jalaludin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum

Konstruksi lapisan perkerasan bandar udara dibangun dengan maksud agar


tegangan yang terjadi sebagai akibat dari beban lalu lintas udara dapat direduksi
sehingga tegangan yang sampai ke tanah dasar (subgrade) adalah untuk
memikul beban lalu lintas secara aman, nyaman dan diharapkan selama umur
rancangan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Menurut Yoder dalam (Rahmad
Ramadiyanto,1999) secara umum konstruksi lapisan perkerasan dapat
digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu : konstruksi lapisan perkerasan lentur
(flexible pavement) yang menggunakan bahan pengikat aspal serta konstruksi
lapisan perkerasan tegar (rigid pavement) yang menggunakan bahan pengikat
P.C (portland cement).

2.2. Bandar Udara

Setiap bandar udara memiliki fasilitas yang dapat melayani pendaratan dan
tinggal landas pesawat, bongkar muat angkutan (barang dan penumpang),
pengisian bahan bakar, penyimpanan pesawat serta areal perbaikan pesawat.
Horonjeff dan Kelvey (1988), mendefinisikan konfigurasi bandar udara sebagai
jumlah dan orientasi landasan pacu dan letak daerah terminal relatif terhadap
landasan pacu.
Jumlah landasan pacu tergantung pada volume lalu lintas dan orientasi
tergantung pada arah mata angin dan kadang-kadang pada luas daerah yang
tersedia untuk pengembangan bandar udara. Fasilitas bandar udara di Indonesia
sebagai mana kaidah Internasional yang diberikan perkerasan adalah landasan
pacu (runway), landasan penghubung (taxiway), dan parkir pesawat (apron).

2.3. Karakteristik Pesawat

Karakteristik utama dari pesawat terbang dinyatakan dalam ukuran, berat,


kapasitas dan kebutuhan panjang landasan pacu. Berat pesawat terbang adalah
penting untuk menetukan tebal perkerasan landasan pacu, landasan penghubung,
perkerasan apron, dan berat pesawat mempengaruhi kebutuhan-kebutuhan
panjang landasan pacu yang akan lepas landas dan pada saat pendaratan.
Bentang sayap dan panjang badan pesawat juga akan mempengaruhi ukuran
apron parkir, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal.

2.4. Lapisan Perkerasan Lentur

Yoder dalam (Afrizal, 2007) menyebutkan bahwa konstruksi lapisan


perkerasan lentur harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu agar dapat
memberikan rasa aman dan nyaman dalam berlalu lintas. Bahan lapisan
perkerasan yang diguna untuk perancangan landasan pacu adalah sebagai
berikut:

1. Lapisan permukaan (surface course), digunakan asphalt treatet base


2. Lapisan pondasi atas (base course), digunakan asphalt concrete
3. Lapisan pondasi bawah (subbase course), digunakan sand gravel dan
cement.

2.5. Metode FAA

Metode FAA mulai dikenal pada tahun 1968 yang kemudian berkembang
pada tahun 1974 dan pada akhirnya pada tahun 1978. Departmen of
Transportation Federal Aviation Administration DC, telah mengeluarkan edisi
terbarunya tentang perancangan lapisan perkerasan landasan pacu yang telah
mengalami perkembangan. Metode FAA merupakan salah satu metode
perhitungan yang dipakai dalam merencanakan lapisan perkerasan landasan pacu
bandar udara yang telah diakui oleh International Civil Aviation Organitation
(ICAO) dalam aerodrome manualnya.
Kebutuhan tentang dimensi landasan pacu diatur menurut persyaratan
ICAO, 1995 menyebutkan bahwa dasar-dasar untuk perhitungan panjang runway
ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Operating empty weight pesawat kritis yang akan dilayani


2. Pay load untuk penerbangan dengan jarak tempuh terjauh
3. Kebutuhan bahan bakar termasuk cadangannya
4. Takeoff weight pesawat dihitung dengan menjumlahkan berat bahan
bakar yang diperlukan dimana beratnya tidak boleh melebihi
structural takeoff weight yang diijinkan bagi pesawat yang
bersangkutan
5. Faktor koreksi akibat pengaruh elevasi

FE = [ 1 + (0,07 x E) ]

6. Faktor koreksi akibat pengaruh elevasi dan temperatur

FT = [ 1 + (0,01 x (T – (15 – (0,0065 x E)))]

Faktor koreksi akibat pengaruh slope landasan

FG = [ 1 + (0,1 x G)]

7. Menghitung landing weight maximum yang diijinkan pada pesawat.


dimana :

FE = Faktor koreksi akibat elevasi (m)

E = Elevasi bandar udara (m MSL)

FT = Faktor koreksi akibat temperatur

T = Airport reference temperature (0C)

FG =Faktor koreksi akibat kemiringan (slope) (m)

G = Slope rata-rata runway (%).


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini yaitu metode


analisis regresi. Metode ini adalah salah satu metode untuk memntukan hubungan
sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel yang lain.
3.2. Lokasi Penelitian
3.3. Tahapan Persiapan

Tahap persiapan ini meliputi kegiatan sebagai berikut.


1. Menentukan kebutuhan data yang diperlukan.
2. Studi pustaka terhadap landasan teori yang berkaitan dengan penanganan
permasalahan untuk menentukan garis berasnya.
3. Survei lokasi untuk mendapatkan gambaran umum kondisi wilayah studi.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses untuk mendapatkan data primer dan
data sekunder untuk keperluan suatu penelitian. Data primer adalah data yang
diperoleh secara langsung atau diperoleh dengan cara survey lapangan dan
wawancara. Sedangkan untuk data sekunder adalah data yang diperoleh melalui
instansi terkait atau studi yang telah ada.
a. Data Primer
Metode pengumpulan data primer dilakukan melakukan wawancara
dengan pihak kontraktor di Bandara Jalaluddin. Data yang diperlukan yaitu
data CBR tanah dasar.
b. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dengan pihak pengelola bandara untuk
mendapatkan data, jenis dan jumlah pesawat terbang.

3.5. Bagan Alir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai