Anda di halaman 1dari 39

Metode Pelatihan Pertisipatif

Pendahuluan

Pelatihan bagi orang dewasa membutuhkan strategi dan teknik yang berbeda dengan
strategi dan teknik pelatihan bagi anak-anak (pedagogis), hal ini disebabkan karena
adanya asumsi pendidikan atau pelatihan orang dewasa yaitu; konsep diri, pengalaman,
kesiapan belajar dan orientasi belajar.Dengan demikian pelatihan petani di mana petani
termasuk orang dewasa, maka diperlukan pendekatan yang berbeda. Dalam hal ini, ada
tuntutan pokok sebagai implikasi dari asumsi pokok tersebut dalam melaksanakan
pelatihan bagi orang dewasa, yaitu keterlibatan atau peranserta peserta pelatihan, dan
tuntutan lainnya yang menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan dan lain
sebagainya.

Untuk menerapkan pelatihan partisipatif dengan menggunakan berbagai metode dan


teknik yang tidak menggurui dan menceramahi, maka peranan fasilitator bukanlah
hanya sekedar memindahkan pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta,
sebagaimana hal ini terjadi dalam pelatihan pedagogis, tetapi fasilitator mendorong
keterlibatan peserta dalam proses belajar secara mandiri.

Pengalaman yang ada menunjukkan bahwa dalam berbagai pelatihan seringkali seorang
pelatih, nara sumber atau fasilitator mengabaikan prinsip ini. Fasilitator seringkali dalam
waktu yang singkat "menceramahi" peserta pelatihan, tanpa memperhitungkan konsep
diri peserta pelatihan.

Oleh karena penyuluh bisa juga dikatakan sebagai fasilitator pendidikan orang dewasa
dalam hal ini penyuluhan pertanian, maka penyuluh seyogyanya juga mengetahui dan
menerapkan pelatihan partisipatif ini.

Prinisp-Prinsip Dasar Memfasilitasi

Pengertian Memfasilitasi

Memfasilitasi mempunyai arti "membuat sesuatu menjadi mudah", atau


"mempermudah" sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu, atau. "melayani dan
memperlancar aktivitas belajar peserta pelatihan untuk mencapai tujuan berdasarkan
pengalaman". Sedangkan orang yang "mempermudah" disebut dengan "Fasilitator"
(Pemandu).
Nilai-nilai Dalam Memfasilitasi

1. Demokrasi: Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut ambil
bagian dalam proses belajar di mana dia menjadi peserta tanpa prasangka;

2. Tanggung Jawab: Sebagai fasilitator, bertanggungjawab terhadap rencana yang


sudah dibuat, apa yang dilakukan, dan bagaimana hal ini membawa pengaruh
pada isi, partisipasi dan proses pada pembahasan itu.

3. Kerjasama: Fasilitator dan para peserta bekerjasama untuk mencapai tujuan


bersama mereka.

4. Kejujuran: Fasilitator harus jujur dengan dan terhadap peserta dan terhadap
dirinya sendiri menyangkut apa saja yang mejadi kemampuan fasilitator.

5. Kesamaan Derajat: Setiap anggota mempunyai sesuatu yang dapat


disumbangkan pada peserta pelatihan dan perlu diberikan kesempatan yang adil
untuk melakukan hal itu.

Fungsi dan Peranan Fasilitator

Pekerjaan (fungsi dan peranan) seorang fasilitator ialah memusatkan perhatian pada
seberapa baik peserta pelatihan bekerjasama. Tujuan dan fokus ini ialah untuk
memastikan bahwa peserta sebuah pelatihan dapat mencapai tujuan mereka dalam
pelatihan tersebut. Fasilitator percaya bahwa masing-masing peserta pelatihan dapat
memikul tanggungjawab bersama atas apa yang terjadi, antara lain:

1. memanggil para peserta untuk mengingatkan mereka akan jadwal pertemuan


berikutnya

2. menjamin bahwa setiap peserta mempunyai kesempatan untuk memberikan


sumbangan pada sebuah diskusi

3. meninjau dan mengetahui bahwa agenda yang disusun bertujuan untuk


melayani tujuan dan kepentingan peserta pelatihan dan pelatihan itu sendiri.

Etika Fasilitator

Etika berikut ini perlu didiskusikani dengan para fasilitator lainnya.


1. Adalah penting bagi fasilitator untuk turun dari posisi sebagai "tempat tumpuan"
dan membiarkan peserta pelatihan melihat fasilitator sebagai "manusia".

2. Godaan untuk menggunakan wewenang yang didelegasikan kepada fasilitator


untuk mengisi kebutuhannya sendiri (meningkatnya harga diri, manipulasi dari suatu
situasi demi untuk keuntungan diri sendiri, meskipun manfaat sederhana) harus
dihindari.

3. Fasilitator yang pasif, ramah, bermaksud baik bisa menjadi manipulatif dalam cara-
cara di mana seorang pemimpin yang agresif dan kuat tidak akan pernah bisa
dihindarinya.

4. Menjadi seorang fasilitator tidak berarti bahwa fasilitator sudah mempunyai


kualifikasi sebagai seorang ahli psikoterapi, baik bersama dengan sekelompok orang
atau perorangan berdasarkan situasi.

5. Fasilitator tidak dapat berharap bahwa fasilitator akan mencapai kebutuhan


emosionalnya sendiri dalam bekerja dengan peserta pelatihan.

6. Adalah tanggungjawab fasilitator untuk merasa yakin bahwa peserta pelatihan


menyadari apa yang sedang dilakukan bersama mereka.

Mempersiapkan Pelatihan Partisipatif

Ada beberapa langkah penting dalam mempersiapkan suatu pelatihan yang perlu
ditempuh oleh seorang fasilitator. Langkah-langkah tersebut mencakup:

1. Identifikasi Kebutuhan dan Tingkat Kebutuhan. Langkah pertama adalah menjajagi


dan mengetahui kebutuhan pelatihan serta sejauh mana kebutuhan tersebut perlu
dipenuhi.

2. Identifikasi Faktor Pendukung dan Sumberdaya lainnya. Mengidentifikasi


berbagai faktor, baik yang mendukung maupun yang menghambat yang perlu
diantisipasi oleh fasilitator serta sumberdaya lainnya, antara lain meliputi: (a)
latar belakang peserta, (b) lama latihan, (c) tempat dan perlengkapan latihan, (d)
jika pelatihan adalah bagian dari sebuah program yang lebih besar, apa aktifitas-
aktifitas sebelumnya dan setelah pelatihan ini dilakukan, (e). dana yang tersedia,
(f) ha-hal yang harus dihindari, (g) melihat apakah fasilitator bisa bekerja
dengan peserta.

3. Merumuskan Tujuan Pelatihan. Rumuskan tujuan pelatihan secara tepat, Yakni


dalam bentuk perubahan tingkah laku yang konkrit yang dapat diamati.
4. Memilih dan menetapkan isi dan muatan (atau bahan) yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi dan tujuan pelatihan. Beberapa hal lain yang perlu
dipertimbangkan dalam menyusun dan mengembangkan bahan pelatihan
adalah: (a) latar belakang peserta pelatihan yang berbeda (umur, pengalaman,
pendidikan, posisi dan lain sebagainya), (b) waktu yang tersedia, dan lingkungan
dimana fasilitator harus bekerja, dan (c) kemampuan fasilitator sendiri.

5. Membangun hubungan logis dan mengarah ke tujuan. Memastikan bahwa


segala sesuatu yang tertuang dalam agenda pelatihan mempunyai hubungan-
hubungan yang logis dengan tujuan itu.

6. Merumuskan materi dan muatan dalam urutan yang logis. Rumuskan dan
susunlah materi dan muatan (atau bahan pembelajaran) tersebut di atas dalam
rangkaian dan urutan yang logis.

7. Merencanakan dan memperkirakan kebutuhan waktu yang sesuai. Usahakan


untuk menetapkan waktu sesuai dengan yang dibutuhkan untuk setiap bagian.
Bagian-bagian mana dari agenda anda bisa dipersingkat atau ditinggalkan bila
waktu mulai habis ?

8. Pikirkan dan susunlah langkah-langkah yang tepat. Rencanakan suatu variasi


dalam langkah-langkah. Orang dapat memberikan perhatian untuk waktu yang
lebih panjang jika ada terjadi pergantian langkah-langkah sesekali. Diskusi-
diskusi yang lama dan panjang bisa membuat orang menjadi bosan.

9. Memilih, menetapkan dan menggunakan beragam metode-metode. Ingatlah


bahwa peserta sekurang-kurangnya mempunyai panca indra dan akan
memalukan bila terjadi kemacetan karena hanya menggunakan satu atau dua
saja dari metode yang ada.

10. Mempunyai Awal dan Akhir. Setiap pembahasan hendaknya mempunyai


permulaan atau pendahuluan (perkenalan, rencana yang didiskusikan, dan
harapan, dan suatu penyelesaian (sintesa atau ringkasan, dan evaluasi).

11. Hindari adanya "kekosongan" dalam proses interaksi antara fasilitator dan
peserta dalam proses pelatihan, sehingga dapat dihasilkan kemajuan dan
perkembangan yang stabil antara permulaan dan akhir.

Di samping mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan "Materi dan Proses"


pelatihan, fasilitator hendaknya juga mempersiapkan hal-hal yang mendukung
"terjadinya proses belajar" dengan baik antara lain meliputi :

Mempersiapkan "Sarana / Media Belajar" lainnya, antara lain meliputi transparansi,


bahan untuk peserta (hand out), kertas koran, metaplan, Overhead Projector,
Papan Flipchart dan lain-lain. Penentuan tempat pelatihan dan pengaturan ruangan dan
penyediaan logistik penunjang lainnya.

Melaksanakan Proses Pelatihan Partisipatif

Langkah Persiapan sudah selesai. Semua rencana, strategi, metode dan teknik serta
langkah-langkah sudah dibuat, dan pelatihan akan segera dimulai. Dibawah ini
diketengahkan berbagai saran berdasarkan pengalaman program DELIVERI terhadap
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh fasilitator pada saat awal pelatihan, selama
pelatihan berlangsung dan mengakhiri suatu pelatihan.

Sebelum Memulai Pelatihan

Beberapa sumbang saran praktis berdasarkan pengalaman DELIVERI selama ini yang
dapat diterapkan oleh fasilitator, antara lain:

1. Datanglah lebih awal dari jadwal yang telah disepakati untuk memeriksa
berbagai persiapan (pengaturan ruangan, alat tulis menulis, alat peraga, alat-
alat untuk peserta dan dll).

2. Gunakan sedikit waktu untuk menyendiri sebelum dimulainya pembahasan.

3. Tinggalkan kegiatan-kegiatan dan pikiran yang lain di luar pelatihan pada


sebelum atau saat pembahasan berlangsung dan memusatkan perhatian pada
pembahasan yang akan dilakukan.

4. Pastikan bahwa "agenda pembahasan" sangat jelas dalam benak kita.

5. Kuasai rencana-rencana dan tujuan-tujuan pembahasan dengan baik, sehingga


bisa lebih fleksibel.

Mengawali Proses Pelatihan

Saat-saat awal yang singkat setelah para peserta memasuki ruangan pelatihan akan
merupakan saat-saat yang penting dalam mempengaruhi persepsi fasilitator terhadap
peserta dan kesan-kesan peserta tentang fasilitator. Selidiki setiap individu.

Fasilitator dapat belajar memperoleh cukup banyak informasi baik yang bersifat verbal
maupun yang non-verbal yang boleh jadi menunjukkan seberapa baik orang-orang akan
bekerjasama dengan yang lainnya.
Apakah orang-orang saling berbicara satu dengan yang lainnya ketika mereka memasuki
ruangan? Jika demikian, apa yang sedang mereka perbincangkan? Jika mereka sedang
tidak saling bercakap-cakap, ekspresi seperti apa yang nampak pada wajah-wajah
mereka?.

Pengaturan Tempat Duduk

Di dalam pelatihan dimana para peserta harus saling berkomunikasi dan bekerjasama
satu dengan yang lainnya, pengaturan tempat duduk dapat memberikan pengaruh yang
sangat kuat pada dinamika kelompok. Pengaturan tempat duduk dapat mempengaruhi
siapa berbicara kepada siapa dan siapa yang sepertinya mendominasi aktifitas-aktifitas
pelatihan.

1. Penting bagi setiap peserta untuk dapat saling bertatap mata dan bagi fasilitator
untuk dapat bertatapan mata dengan setiap orang.

2. Berbentuk sebuah lingkaran sangat ideal untuk ini. Cara ini membiarkan orang
saling melihat antara satu dengan yang lainnya secara leluasa. Hal ini akan
mendorong keterbukaan dan perhatian didalam kelompok.

3. Meja mempengaruhi cara anggota kelompok saling berinteraksi: orang paling


mungkin berbicara dengan mereka yang duduk di sampingnya, dan paling
kurang mau berbicara dengan mereka yang duduk bersebelahan. Siapa saja yang
duduk pada kepala meja yang berbentuk empat persegi panjang cenderung
berbicara lebih banyak dan mempunyai pengaruh lebih besar dibandingkan
dengan anggota-anggota yang lain. dianjurkan fasilator duduk dikepala meja.

4. Jadi, bila memungkinkan, gunakan susunan meja yang berbentuk lingkaran atau
persegi empat.(Sering anda dapat merapatkan dua meja persegi panjang untuk
menjadikannya persegi empat).

5. Siapa duduk di mana : Karena orang-orang akan lebih suka berinteraksi dengan
individu-individu yang duduk berdekatan dengan mereka, fasilitator mungkin
mau bertanya pada orang-orang untuk tidak duduk berdekatan dengan kawan
dekat mereka atau orang lain yang mereka sudah kenal baik sekali. Ini akan
mengembangkan suatu atmosfer yang akrab dan membantu meniadakan dan
menetralkan setiap pengelompokkan. Fasilator dianjurkan duduk di kepala meja.

Perkenalan & Bina Suasana

Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa perkenalan itu menjadi sangat penting, baik
itu adalah perkenalan dari fasilitator kepada peserta pelatihan, dan perkenalan dari
peserta pelatihan kepada fasilitator dan kepada masing-masing peserta pelatihan yang
lain.
Perkenalan Fasilitator

Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan perkenalan. Namun demikian
secara umum dapat dilakukan dengan dua model, yaitu : memperkenalkan diri sendiri
dan diperkenalkan oleh orang lain / peserta pelatihan. Perkenalan menjadi penting
karena ini juga merupakan sebuah peluang untuk memulai meletakkan dasar bagi
partisipasi dari peserta pelatihan yang percaya bahwa semua orang sederajad, dengan
menghadirkan diri sebagai "orang" demikian juga sebagai seorang "ahli":

1. Perkenalan diri fasilitator oleh fasilitator sendiri. Dalam perkenalan ini


hendaknya mencakup antara lain :

a. Surat mandat

b. Apa dan siapa fasilitator itu

c. Alasan keberadaan fasilitator dalam pelatihan tersebut.

Lakukan perkenalan dalam suasana informal dan sesuaikan dengan kondisi saat
itu, sehingga menimbulkan suasana "kesetaraan" dan tidak menimbulkan "jurang
pemisah" antara fasilitator dengan peserta pelatihan.

2. Perkenalan fasilitator oleh orang lain atau oleh salah satu peserta pelatihan. Jika
hal ini yang dipilih, maka pertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Bagaimana caranya hal itu dilakukan sesuai dengan keinginan fasilitator.

b. Seberapa rinci yang diinginkan oleh fasilitator sendiri untuk


diperkenalkan kepada para peserta

c. Apakah fasilitator ingin mengisi sendiri hal-hal kecil mengenai diri nya
sendiri ?

Perkenalan Peserta Pelatihan

Banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan "perkenalan peserta pelatihan"
(lihat lampiran 2 : Beberapa Alternatif Perkenalan). Namun demikian ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan sebagai berikut ini:

1. Disarankan agar fasilitator mengenal nama-nama para peserta secepat dan


terbaik yang dapat dilakukan. Ini membutuhkan sedikit perhatian ekstra, tetapi
peserta akan menghargainya dan hal itu akan memungkinkan fasilitator untuk
berhubungan dengan para peserta secara lebih pribadi.
2. Papan nama juga adalah alat bantu lain yang bagus, khususnya bilamana para
peserta masing-masing asing satu sama lain.

3. Perkenalan diri juga dapat digunakan untuk membimbing diskusi ke dalam


pokok bahasan dalam suatu pelatihan.

4. Peserta diminta untuk saling menyampaikan harapan-harapan mereka begitu


mereka memperkenalkan diri mereka.

Memperjelas Peranan Berbagai Pihak

Dalam pelatihan apapun, paling tidak ada beberapa pihak yang terlibat di dalamnya.
Dalam pelatihan konvensional (pedagogis) peranan pihak yang terlibat sangat jelas
terlihat dari "hubungan guru dan murid" yang lebih cenderung didominasi pihak
"pelatih, guru atau pengajar". Dalam pelatihan andragogis, sesuai dengan sifatnya,
peranan berbagai pihak yang terlibat perlu sedikit diperjelas sehingga tidak
membingungkan.

Fasilitator Tidak Membingungkan

Banyak peserta belum terbiasa dan belum mengenal metodologi fasilitasi sebagai suatu
model pelatihan. Fasilitator hendaknya meyakinkan bahwa setiap orang dalam pelatihan
ini memahami apa peranan fasilitator. Meski dengan pemahaman ini, sepertinya masih
ada kecenderungan memperlakukan fasilitator sebagai seorang penguasa. Ini tergantung
pada fasilitator untuk membantu peserta pelatihan memahami fasilitator sebagai
seorang "manusia".

Pencatat/Juru Catat

Pencatatan, atau penulisan isi dari pembahasan dan diskusi-diskusi peserta pelatihan,
adalah suatu fungsi yang sangat berarti dan sangat penting didalam banyak situasi.
Terutama dalam pelatihan partisipatif. Pencatatan dapat dilakukan oleh Juru Catat yang
bisa saja berasal dari fasilitator (dalam kasus fasilitasi secara tim) maupun dari seorang
peserta pelatihan. Dalam hal ini para peserta seharusnya memahami tujuan dari
peranan ini dan bagaimana ia dapat berguna bagi pelatihan.

Para Peserta

Partisipasi peserta pelatihan yang percaya bahwa semua orang sederajad -- memikul
tanggungjawab-- tanggungjawab kepemimpinan secara bersama-sama -- boleh jadi
merupakan suatu konsep baru bagi sebahagian atau seluruh peserta. Dalam hal seperti
ini fasilitator mungkin perlu waktu untuk menjelaskan kepada peserta pelatihan antara
lain hal hal sebagai berikut:

1. Apa yang diharapkan dari mereka

2. Apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka

3. Fasilitator tidak bisa memfasilitasi dalam keadaan vakum atau kosong --


diperlukan kerjasama dari semua peserta

4. Semua tanggungjawab atas apa yang terjadi dalam kelompok dipikul bersama,
fasilitator tidak dapat begitu saja menentukan sendiri tindak tanduk tertentu
dari seluruh peserta pelatihan dan mengharapkan untuk dilaksanakan

5. Pelatihan hanya dapat berjalan dengan cara bekerjasama bilamana para peserta
pelatihan itu sendiri yang menginginkannya

Merubah Peranan

Dalam pelatihan partisipatif, proses memfasilitasi proses belajar selalu terjadi variasi dan
berubah dari satu situasi ke situasi lainnya sesuai dengan dinamika yang terjadi.
Demikian pula dengan peranan dan fungsi fasilitator dalam sebuah pelatihan tidak akan
sama dengan peranan yang akan dilakukan bersama dengan pelatihan yang lainnya. Jika
fasilitator atau para peserta pelatihan tidak merasa senang dengan beberapa aspek dari
peranan dan fungsi fasilitator (berbagai tanggungjawab yang dibebankan padanya, atau
gaya fasilitator dalam melaksanakan semua tanggungjawab itu) maka peserta pelatihan
hendaknya membahas dan mendiskusikannya untuk melakukan perubahan dan
modifikasi atas peranan itu (dan peranan para peserta dalam hubungan dengan hal itu).
Hal ini mungkin terjadi pada awal pelatihan, atau pada suatu kesempatan selama
pelatihan sedang berlangsung. Perubahan peranan akan sangat menentukan iklim dan
suasana dalam mendukung proses belajar. Hal ini sangat penting untuk menjamin
terbangunnya suasana yang kondusif dan hubungan yang terbuka antara peserta
dengan fasilitator.

Menyetujui Rencana Pelatihan (Kontrak Belajar)

Penyusunan Harapan Peserta Pelatihan

Walaupun penjajagan kebutuhan telah dilakukan pada awal perencanaan, namun dalam
mengawali pelaksanaan pelatihan perlu dilakukan lagi. Penyusunan harapan ini mungkin
saja telah dibahas dalam perkenalan diri, seperti yang diuraikan di atas, atau fasilitator
boleh saja melakukannya sebagai sebuah pokok bahasan yang berdiri sendiri dalam
agenda.

Hal ini penting untuk dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi harapan-harapan para peserta dalam
pelatihan ini saat ini

2. Untuk mengetahui kemungkinan adanya perubahan "harapan" karena adanya


"selang waktu tertentu"

3. Memberikan kesempatan kepada peserta pelatihan untuk menyampaikan


kepada fasilitator bagaimana harapan-harapan mereka mungkin berbeda
dengan apa yang sebenarnya sudah dipikirkan oleh fasilitator sebelumnya

4. Dapat dipergunakan sebagai bahan acuan selama berlangsungnya pelatihan dan


menggunakannya sebagai basis untuk menentukan sasaran-sasaran dan
membuat rencana-rencana dan agenda yang lebih sesuai

5. Dapat digunakan selama masa evaluasi untuk mengetahui apakah harapan-


harapan sudah dapat dipenuhi secara memadai dalam proses pelatihan tersebut

6. Informasi tentang harapan peserta sebagian untuk digunakan oleh fasilitator


sendiri, karena informasi ini menyarankan tentang apa yang mungkin harus
dipertegas oleh fasilitator sepanjang berlangsungnya pelatihan

7. Memberikan suatu pemahaman dan pendapat kepada para peserta adanya


perbedaan harapan dan keinginan-keinginan peserta pelatihan atau anggota-
anggota lainnya

8. Memberikan informasi penting bagi fasilitator untuk diperhatikan dan dicatat


dan perlu ditindak lanjuti bilamana harapan-harapan tersebut kemungkinan
tidak dapat dipenuhi dalam satu pelatihan tertentu.

Jika harapan-harapan berbeda atau ada beberapa perbedaan dengan apa yang sudah
dipikirkan dan direncanakan sebelumnya oleh fasilitator, maka ada beberapa
kemungkinan yang dapat ditempuh, yaitu:

1. Sekurang-kurangnya fasilitator dapat menjelaskan perbedaan itu kepada peserta


pelatihan pada permulaan, yang akan dapat mengurangi kebingungan dan
frustrasi.

2. Fasilitator boleh jadi dapat mengakomodasi harapan-harapan tersebut dan


dijadikan rencana-rencana fasilitator sehingga mengubah agenda. Tentu saja,
kemungkinan ada tambahan waktu yang dibutuhkan untuk itu
3. Fasilitator menjelaskan harapan-harapan yang memungkinkan untuk dipenuhi
dan yang sama sekali tidak memungkinkan untuk dipenuhi selama pelatihan
berlangsung

4. Fasilitator menjelaskan "harapan-harapan peserta" yang mungkin terpenuhi


tersebut menjadi catatan yang harus diperhatikan dan dijadikan bahan sebagai
"tindak lanjut tertentu" pada kesempatan lain

5. Bilamana harapan peserta sangat berbeda, maka fasilitator harus mengambil


sikap untuk menyusun kembali rencananya atau menunda pelatihan tersebut.

Untuk itu fasilitator perlu mempertajam harapan peserta tersebut dengan mengajukan
pertanyaan yang lebih spesifik lagi, sehingga diperoleh "harapan yang makin jelas dan
spesifik". Ada beberapa pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi
fasilitator dalam menanggapi harapan peserta, yaitu :

1. Spesifik, harapan tersebut menyebutkan secara jelas apa yang dikehendaki untuk
dicapai atau perlu dipenuhi. Misalnya meningkatkan ketrampilan mengunakan dan
menerapkan metode pelatihan partisipatif.

2. Realistis, harapan tersebut dapat dipenuhi dan dapat dicapai dalam kurun waktu
yang tersedia.

3. Jelas dan tegas. Harapan tersebut terungkap atau tertulis tentang "apa yang
dikehendaki atau diharapkan". Misalkan saja meningkatkan ketrampilan menerapkan
teknik analisis pihak terkait (stakeholder analysis).

Menyetujui Tujuan Pelatihan

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa implikasi dari pelatihan partisipatif adalah
"adanya keterlibatan intensif" peserta pelatihan. Untuk itu, perlu dibahas dan
didiskusikan bersama tentang "Tujuan Pelatihan" sehingga disepakati oleh kedua belah
pihak, fasilitator dan peserta pelatihan.

Perumusan tujuan yang telah dibuat oleh fasilitator perlu diuji kembali dalam
pelaksanaan pelatihan, melalui kegiatan penyusunan harapan. Bilamana antara Tujuan
Pelatihan yang direncanakan oleh fasilitator sesuai dengan Harapan Peserta, maka
pelatihan dapat terus dilanjutkan. Namun, bilamana ada perbedaan atau beberapa
perbedaan, maka fasilitator dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan
sebagaimana tertuang dalam proses penyusunan harapan.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh fasilitator untuk menguji dan menyepakati
"Tujuan Pelatihan" secara bersama dengan melihat "harapan peserta":
1. Sampaikan dan jelaskan "Tujuan Pelatihan" yang telah dipersiapkan oleh
fasilitator

2. Bandingkan Tujuan Pelatihan tersebut dengan Ringkasan Rumusan Harapan


Peserta yang telah disepakati. Ujilah kedua hal tersebut dengan mengajukan
beberapa pertanyaan:

a. Apakah unsur-unsur dalam harapan peserta sudah tertuang dalam


tujuan pelatihan ?

b. Apakah tujuan yang ada sudah mampu menjawab harapan peserta


pelatihan ?

c. Apakah tujuan pelatihan dan harapan peserta dapat dicapai dalam


waktu yang tersedia ?

3. Diskusikan kedua hal tersebut di atas hingga diperoleh kesepakatan bersama


dan ubahlah perumusan tujuan tersebut bilamana memang ada beberapa hal
yang perlu sesuai dengan harapan peserta.

Meninjau dan Menyusun Agenda dan Jadwal Pelatihan

Fasilitator seharusnya memulai pelatihan dengan meninjau dan menyusun agenda dan
jadwal bersama peserta secara partisipatif. Untuk itu fasilitator dapat menempuh hal-hal
sebagai berikut:

1. Lihat satu per satu dari seluruh pokok bahasan dalam agenda, jelaskan tujuan
secara umum dari masing-masing topik / judul

2. Perkirakan banyaknya waktu yang akan dihabiskan untuk membahas masing


masing topik / pokok bahasan

3. Berikan kesempatan peserta untuk menyampaikan gagasan, usulan tentang


jadwal dan agenda yang ada untuk memutuskan apakah agenda cocok dengan
kebutuhan-kebutuhan mereka dan memberikan alternatif usulan untuk
perubahan-perubahan seperlunya.

Sangat diharapkan bahwa agenda dan jadwal itu disetujui oleh seluruh peserta pelatihan
- salah seorang yang dapat berbicara mewakili keinginan-keinginan dari seluruh
peserta. Untuk itu, fasilitator berupaya sejauh mungkin untuk dapat
mengakomodasikan agendanya dengan perubahan terhadap bagian yang substansial
dari keinginan atau harapan peserta pelatihan. Namun demikian, jika dirasa kurang
kurang tepat, fasilitator jangan merasa diharuskan untuk melakukan perubahan-
perubahan
Disarankan agar agenda tersebut ditempelkan itu diatas selembar kertas koran sehingga
para peserta dapat melihat / membacanya, atau cara lain ialah membagi-bagikan
lembaran-lembaran ketikan / cetakan.

Jika, beberapa orang peserta pelatihan memutuskan akan meninggalkan pelatihan


karena rencana pelatihan tersebut tidak sama dengan yang mereka harapkan
sebelumnya, mereka tidak seharusnya dikecam.

Teknik dan Proses Memfasilitasi Pelatihan

Dalam memfasilitasi sebuah pelatihan, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan oleh
seorang fasilitator, yaitu:

1. Isi / Konten, yaitu materi atau pokok bahasan yang sedang ditangani, dikelola atau
dipelajari, didiskusikan, dibahas bersama.

2. Proses, yaitu bagaimana langkah-langkah atau caranya seluruh peserta pelatihan


melakukan inter-aksi belajar, membahas suatu "isi / konten".

Pada saat fasilitator mempersiapkan agenda dan mendefinisikan tujuan serta harapan
peserta bersama dengan peserta pelatihan, pada dasarnya fasilitator memikirkan
tentang isi / konten. Tetapi ketika pelatihan itu sedang berlangsung, fasilitator terlibat
dalam suatu proses.

Dalam pelatihan partisipatif pekerjaan utama seorang fasilitator ialah membantu


peserta pelatihan untuk bekerja dan belajar dengan lebih baik secara bersama-sama.
Dengan kata lain bahwa tugas dan pekerjaan utama fasilitator adalah "belajar
bagaimana belajar". Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh fasilitator,
yaitu:

1. Fasilitator hendaknya berhati-hati untuk tidak membiarkan minatnya hanya


dalam isi / konten dan melupakan proses bagaimana peserta pelatihan itu
bekerja

2. Pada umumnya, fasilitator semakin mampu menjaga kendali atas dirinya sendiri,
dan tidak banyak terlibat dalam proses belajar semakin baik fasilitator tersebut
melakukan fasilitasi

3. Fasilitator harus bisa memfokuskan perhatiannya pada proses dan


menempatkan posisi berada di luar kelompok peserta pelatihan, agar dapat
melakukan fasilitasi dengan baik
4. Tidak perlu merasa kuatir untuk menunjukkan dirinya sendiri atau melindungi
ego dan kepentingannya sendiri (fasilitator)

5. Fasilitator perlu meneruskan dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan


peserta pelatihan yang bisa digunakan sendiri dan ini merupakan kesempatan
fasilitator yang paling baik untuk meninggalkan mereka dengan sesuatu nilai
yang langgeng.

Berikut ini, beberapa uraian umum yang berguna bagi fasilitator dalam memahami apa
yang sedang terjadi dalam pelatihan yang sedang difasilitasi, yang meliputi :

1. Komunikasi dan dinamika kelompok,

2. Beberapa tekinik-teknik yang dapat dipergunakan dalam memfasilitasi antara


lain:

a. bagaimana menyusun pertanyaan-pertanyaan,

b. memfasilitasi suatu diskusi dan mengunakan latihan-latihan.

Teknik-teknik tersebut pada umumnya akan dipergunakan pada setiap saat dan dalam
pelatihan apa saja.

Teknik Komunikasi

Komunikasi merupakan hal yang paling utama dalam pelatihan apa saja. Keefektifan
seorang fasilitator tergantung pada kemampuannya untuk berkomunikasi dengan baik.
Kemampuan untuk melakukan komunikasi secara efektif adalah suatu keterampilan, dan
seperti juga dengan keterampilan lainnya, paling baik mendapatkannya melalui praktek
dan kritik pribadi.

Berikut ini ada beberapa pokok pengalaman dan strategi untuk melakukan komunikasi
yang efektif. Ketentuan ini tidak hanya merupakan petunjuk bagi fasilitator, tetapi juga
boleh jadi sebagai bahan yang berguna untuk disajikan dalam suatu lokakarya. Fasilitator
bukanlah satu-satunya orang yang harus melakukan komunikasi.

Menyesuaikan diri dengan para pendengar

Sesuatu yang tampaknya begitu jelas pada seseorang atau fasilitator mungkin
mempunyai arti yang sama sekali berbeda, atau boleh jadi sama sekali tidak dapat
dipahami keseluruhannya oleh orang lain atau para peserta pelatihan. Orang lain
mempunyai pengalaman yang saling berbeda satu dengan yang lainnya. Sebagai
akibatnya, mereka mungkin mempunyai pemahaman yang berbeda-beda terhadap kata-
kata, tanda-tanda dan mimik-mimik dari pada yang dimaksudkan.

Untuk mengurangi kemungkinan ini, sesuaikan :

1. Bahasa anda. Pastikan bahwa istilah-istilah yang dipergunakan adalah istilah-istilah


yang sudah umum digunakan oleh peserta pelatihan. Jangan menggunakan istilah-istilah
teknik, atau kata-kata atau istilah-istilah yang hanya umum digunakan oleh suatu profesi
atau bidang studi tertentu, tanpa memastikan bahwa semua peserta pelatihan setuju
dan memahami artinya. Hindari penggunaan istilah asing selama sudah ada istilah
bahasa Indonesia. Suatu kesalahpahaman yang terjadi pada suatu pelatihan, misalkan
saja istilah atau kata "intervensi" mempunyai arti yang sama sekali berbeda bagi
seseorang karena mempunyai latar belakang yang berbeda.

2. Gaya dan Penampilan Fasilitator. Cara berpakaian, membawa diri, dan melakukan
inter-aksi dengan yang lain akan mempengaruhi seberapa baik seorang fasilitator
menyesuaikan diri dengan peserta pelatihan. Pada umumnya, jika seorang fasilitator
tampil secara informal, dan merasa senang dengan peserta pelatihan, hal itu akan
membantu membuat mereka merasa santai juga. Tetapi menginterpretasikan kata
"informal" perlu pula memperhatikan norma-norma yang ada. Jangan berpakaian atau
bertindak dengan cara-cara yang dapat memberikan kesan yang palsu atau negatif,
tetapi berusahalah sedapat mungkin menghindari membuat orang-orang tidak berdaya
dengan memunculkan diri sebagai orang asing atau membuat mereka merasa takut
dengan cara apapun.

Mendengarkan itu penting

Kita semua sudah mendengar dan berkali-kali ditekankan betapa pentingnya


"mendengarkan", tetapi sebenarnya mendengarkan itu jauh lebih sukar dari pada yang
disadari banyak orang. Hampir seluruh waktu ketika seseorang sedang berbicara pada
kita, kita sebenarnya sedang tidak mendengarkannya dengan sungguh-sungguh; kita
sedang memikirkan tentang apa yang akan kita katakan dalam memberikan jawaban.

1. Bilamana sedang mendengarkan seseorang usahakan agar tidak dengan segera


melakukan evaluasi tentang apa yang sedang dikatakan.

2. Upayakan untuk memahami apa yang maksud atau arti sebenarnya menurut
perspektif orang lain.

3. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang akan membantu untuk lebih memahami


apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain.
Hal-hal tersebut di atas tidak hanya akan memperoleh pemahaman yang lebih baik,
tetapi akan bisa memberikan suatu jawaban yang mempunyai makna bagi orang lain,
ditinjau dari sudut pandang orang lain.

Latihan berikut akan membantu fasilitator untuk lebih menyadari akan keterampilan-
keterampilan mendengarkan :

Menyadari apa yang sedang terjadi dalam pelatihan

Berbagai isyarat baik secara verbal maupun non-verbal memberikan petunjuk pada
seorang fasilitator tentang bagaimana seseorang akan memberikan reaksi. Fasilitator
boleh mengatur dan menyesuaikan gayanya (dengan berbicara lebih cepat, lebih lambat,
pada tingkatan yang lebih kurang cukup rumit, dengan mendorong lebih banyak atau
kurang partisipasi kelompok) atau fasilitator boleh memeriksakan pemahamannya atas
isyarat-isyarat ini bersama peserta pelatihan dan meminta mereka memberikan saran
demi melakukan revisi-revisi dalam metode. Beberapa isyarat yang perlu diperhatikan
ialah :

1. Keresahan. Apakah orang-orang sering berpindah berdiri ? Apakah mereka


mendehem atau sedang bercakap-cakap tentang hal lain ? Jika demikian,
fasilitator mungkin kehilangan mereka. Fasilitator mungkin membosankan bagi
mereka atau berbicara terlalu tinggi pada mereka, atau boleh jadi kelelahan
biasa.

2. Bilamana terjadi keheningan, apakah mereka kelihatan senang atau tidak


senang? Dalam sebuah pelatihan yang tegang, keheningan bisa saja
menimbulkan penderitaan. Jika memang inilah masalahnya, beberapa hal bisa
saja terjadi: orang mungkin saja menjadi bosan karena fasilitator terlalu lambat
atau karena bahan-bahan yang dibawakan terlalu sederhana; orang-orang
mungkin saja tidak senang dengan pokok bahasan; atau mungkin juga orang-
orang merasa malu antara satu dengan yang lain dan terlalu percaya diri untuk
berbicara di depan kelompok.

3. Apakah orang-orang menatap pada fasilitatorketika anda berbicara? Jika


demikian, mereka mungkin merasa senang dengan fasilitator dan tergugah
dengan apa yang sedang disampaikan. Jika ada upaya peserta menghindari
tatapan mata, mungkin ada sesuatu yang salah / tidak beres.

4. Apakah orang-orang saling memandang satu sama lain bila mereka berbicara?
Jika mereka tidak menghindari saling menatap satu sama lain, itu merupakan
suatu pertanda bahwa kelompok itu tidak tegang / santai dan biasa-biasa saja.
5. Mimik dan Gerak Tubuh dari peserta pelatihan.. Gerakan atau mimik dapat
merefleksikan ketegangan, seberapa jauh santai, seberapa jauh kelelahan, atau
seberapa jauh perhatian peserta dalam pelatihan.

Tidak satupun dari isyarat-isyarat ini dapat "menceritakan" pada fasilitator secara
absolut apa yang sedang terjadi. Fasilitator harus menyadari akan situasi mereka dan
memulai menginterpretasikan mereka. Bahkan lebih penting lagi, fasilitator harus
mengenal setiap individu dengan baik sebelum dapat menginterpretasikan isyarat-
isyarat tersebut dengan meyakinkan.

Test / uji asumsi-asumsi

Hubungan-hubungan dalam komunikasi dan hubungan interpersonal terbangun


berdasarkan pada asumsi yang dibuat oleh masing-masing pihak satu sama lain. Kadang-
kadang asumsi-asumsi ini benar, tetapi sering kali hanya sebahagian saja yang benar,
atau keseluruhannya tidak benar. Pada umumnya orang percaya bahwa asumsi mereka
benar adanya sampai sesuatu terjadi untuk membuat mereka merubah asumsi itu.
Cepat atau lambat, sebagian terbesar dari asumsi-asumsi yang salah mengakibatkan
semacam kesalahpahaman.

Tidak mungkin membatasi asumsi-asumsi dari hubungan-hubungan kita. Manusia tidak


dapat menghindarkan diri dari membuat asumsi-asumsi. Namun demikian, kita dapat
mengurangi masalah yang dapat disebabkan oleh asumsi-asumsi yang salah. Cara yaitu
dapat ditempuh yaitu:

1. Menyadari atas asumsi-asumsi yang anda buat

2. Memeriksa dan menguji kebenaran asumsi-asumsi tersebut.

Dengan demikian maka bila fasilitator (berasumsi) merasa bahwa peserta pelatihan
sudah terlalu lelah untuk meneruskan suatu pembahasan, jangan begitu saja
membubarkan mereka. Tanyakan pada mereka apakah mereka sudah merasa lelah,
ataukah apakah mereka mau melanjutkan terus.
Salah satu jenis asumsi sering direfleksikan dalam kata-kata seperti "selalu" dan "tidak
pernah". Ketika seorang fasilitator mengatakan "Totok Hartono selalu terlambat datang
dalam pelatihan" atau " Bunga tidak pernah tidak setuju dengan Bulan", fasilitator
sedang berasumsi bahwa orang-orang ini tidak fleksibel, bahwa mereka tidak bisa atau
tidak akan berubah.

Tidak ada orang yang selalu bertingkah-laku dengan cara yang sama. Apabila fasilitator
menggunakan kata-kata seperti itu, fasilitator berbuat tidak adil pada orang-orang yang
sedang diskusikan (dan mereka mungkin akan merasa tersinggung karenanya) dan
fasilitator tidak berlaku adil pada dirinya sendiri dengan membatasi kemungkinan-
kemungkinan yang dapat anda bayangkan.

Berikan Umpan Balik

Satu cara yang baik untuk menguji asumsi ialah memberikan dan meminta umpan balik.
Fasilitator bertanya pada peserta pelatihan apa yang mereka maksudkan dengan sebuah
kata tertentu, atau fasilitator menyampaikan perasaannya atas apa yang baru saja
mereka katakan kepada mereka. Umpan balik paling baik apabila diberikan dengan
segera, karena melihat sesuatu ke belakang atau mengingat kembali sesuatu yang sudah
terjadi dua minggu lalu membuat orang merasa sukar. Pernyataan-pernyataan umpan
balik akan lebih membantu bila pernyataan-pernyataan itu :

1. Mulailah dengan hal yang positif. Hampir semua orang membutuhkan dukungan
yang perlu disampaikan setelah mereka mengerjakan sesuatu. Umpan balik
berupa kritik dan saran yang baik disampaikan dengan cara benar-benar
membantu.

2. Spesifik. Lebih baik bersifat spesifik dari pada umum : "Anda menabrak tangan
saya" dari pada "Anda tidak pernah memperhatikan ke mana tujuan anda".

3. Tentatif. Lebih baik bersifat tentatif daripada absolut : "Anda kelihatan tidak
merasa prihatin atas masalah ini" dari pada "Anda tidak perduli apa yang
terjadi".

4. Informatif. Lebih baik menyampaikan informasi / menginformasikan daripada


memerintah : "Saya belum selesai" dari pada "Jangan ganggu saya lagi".

5. Berbentuk Saran & Alternatif. Lebih baik memberikan saran daripada


mengarahkan : "Apakah sudah anda pertimbangkan untuk berbicara dengan Tim
mengenai situasi itu ?" dari pada "Pergi dan temuilah serta bicarakan dengan
Tim".

6. Tingkah Laku. Lebih baik berupa tingkah laku yang bisa diubah daripada bersifat
abstrak : "Anda sering mengeluh" dari pada "Anda belum dewasa atau matang".

7. Deskriptif daripada evaluasi. Lebih baik memberikan gambaran tentang sesuatu


yang jelas daripada memberikan penilaian pada orang. "Nada suara anda
membuat saya merasa kuatir".

Pola & Cara Bicara

Bagaimana cara atau pola seorang fasilitator berbicara memberikan pola pada
bagaimana orang menanggapinya. Apa yang dikatakan oleh fasilitator akan menentukan
apa yang dapat dikatakan oleh peserta atau orang lain. Jika seorang fasilitator
mempertahankan sebagian dari pembicaraannya pada suatu tingkatan yang dangkal,
maka peserta pelatihan pada umumnya akan memberikan jawaban pada tingkat yang
dangkal pula. Jika seorang fasilitator bersikap terbuka, peserta pelatihan sering kali akan
menjawab dengan keterbukaan pula. Memberitahukan tentang keadaan fasilitator dan
perasaan-perasaannya akan mendorong peserta untuk memberikan jawaban setimpal.

1. Pernyataan Terbuka. Biarkan anda terbuka terhadap kritik dan penilaian dari
peserta pelatihan.

2. Pernyataan Pribadi. Kualifikasikan pendapat atau pernyataannya adalah


pendapat atau pernyataannya sendiri. Berikut ini beberapa contoh pernyataan
pribadi seperti "Saya kira/pikir ............. dan seterusnya" atau "Nampak bagi saya
bahwa ...................."

3. Komitmen. Fasilitator perlu menunjukkan komitmen dan keprihatinannya


terhadap apa yang sedang dikerjakan oleh peserta pelatihan yang sunguh-
sungguh dan tulus. Jadilah diri anda seperti apa adanya (Be Yourself).

Setiap orang membangun suatu gaya pribadi dalam hal berkomunikasi. Adalah penting
untuk menambahkan sentuhan-sentuhan pribadi pada bagaimana caranya anda
berinteraksi dengan orang lain. Fasilitator sebenarnya sedang belajar setiap kali
berbicara dengan orang lain. Caranya ialah menyadari akan apa yang sedang dipelajari,
dan belajar menggunakan kesadaran itu.

Menyusun & Mengajukan Pertanyaan

Kemampuan seorang pemandu (fasilitator) pelatihan untuk menyusun dan mengajukan


pertanyaan-pertanyaan dalam suatu kegiatan pelatihan sering dipandang sebagai suatu
ketrampilan yang tidak penting. Justru itulah ketrampilan yang paling utama dan mutlak
harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang pemandu. Karena hakekat dan fungsi pemandu
latihan dalam konsep pelatihan partisipatif dan andragogis adalah sebagai "fasilitator".

Sebagai seorang fasilitator, dia akan mengajukan banyak pertanyaan di dalam proses
pelatihan - untuk mendorong diskusi, menganalisa latihan, dan mengevaluasi kemajuan
peserta dan pelatihan itu sendiri.

Banyak pemandu pemula ditemukan mengalami berbagai kesulitan untuk mengajukan


pertanyaan dan kehabisan kata-kata untuk bertanya hingga akhirnya panik dan bingung.
Akibatnya, fasilitator tersebut secara gambangan langsung membuat kesimpulan
menurut persepsinya sendiri.
Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa ketrampilan menyusun dan mengajukan
pertanyaan sangat perlu dikuasai oleh fasilitator, yaitu:

1. Bahwa prinsip pelatihan partisipatif dan andragogi menuntut bahwa peranan


pemandu adalah "memperlancar" terjadinya proses belajar yang bertumpu pada
pengalaman peserta pelatihan yang terlibat didalamnya.

2. Adanya tuntutan metodologis dalam penerapan pelatihan partisipatif dan


andragogi yaitu bahwa keterlibatan peserta pelatihan merupakan sesuatu yang
mutlak dan prinsipiil.

3. Adanya kecenderungan peserta pelatihan dan masyarakat bahwa fasilitator


dipandang sebagai sumberdaya informasi, padahal dalam andragogi
sumberdaya pengetahuan dan pengalaman adalah peserta pelatihan itu sendiri.

Dalam menyusun dan terutama mengajukan pertanyaan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:

1. Rumusan pertanyaan yang diajukan harus yang jelas (clarity)

2. Pertanyaan yang diajukan perlu disederhanakan (simplicity)

3. Pertanyaan yang diajukan bersifat menantang (challenge)

4. Pertanyaan yang diajukan perlu khusus (specificity)

Berbagai Jenis Pertanyaan

Mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan jawaban, pendapat dan gagasan yang


bermanfaat, konstruktif dan menstimulasi terjadinya proses diskusi, proses analisis dan
evaluasi dari peserta pelatihan adalah suatu seni, dan semua itu tergantung dari "jenis"
pertanyaan yang diajukan oleh pemandu (fasilitator). Di bawah ini, ada beberapa jenis
pertanyaan yang dapat dipergunakan oleh fasilitator sebagai "panduan" di dalam
menyusun dan mengajukan pertanyaan.

1. Pertanyaan Tertutup (Closed Questions): Merupakan pertanyaan yang


menghendaki jawaban sederhana, singkat dan tidak memberikan kemungkinan
lain dalam menjawab pertanyaan tersebut. Sebagai fasilitator, kita harus
melemparkan pertanyaan yang tidak mengarahkan atau pertanyaan tertutup.

2. Pertanyaan Menduga-duga (Presumptive Questions): Merupakan pertanyaan yang


mengandung adanya dugaan tertentu terhadap pihak yang ditanya suatu jawaban
dimana jawaban yang diharapkan merupakan bagian dari yang dipertanyakan: Contoh:

a. Sepeda motor apa yang anda gunakan untuk melakukan perjalanan


pendampingan kelompok di lapangan?
b. Teknik PRA apa yang anda gunakan untuk menjajagi kebutuhan
masyarakat?

Dalam pertanyaan di atas, pihak penanya menduga atau mengasumsikan bahwa pihak
yang ditanya "seolah-olah" menggunakan sepeda motor atau menggunakan teknik PRA.

3. Pertanyaan Mengarahkan (Leading Questions): Merupakan suatu pertanyaan yang


menghendaki jawaban yang telah diarahkan oleh penanya atau dikehendaki. Pertanyaan
jenis ini adalah pertanyaan dimana jawaban yang muncul sudah diketahui oleh pihak
penanya. Contoh:

a. Undang-undang nomor berapakah yang mengatur tentang otonomi


daeah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah?

b. Apakah Saudara senang dengan metodologi pelatihan partisipatif ini?

6. Pertanyaan Terbuka (Open Questions):Merupakan suatu pertanyaan yang


memberi kebebasan bagi peserta pelatihan dalam memberikan jawaban,
gagasan, pendapat dan lain sebagainya. Pada dasarnya pertanyaan terbuka lebih
banyak dipergunakan untuk mengungkapkan gagasan yang bersifat analitis
Contoh pertanyaan terbuka:

a. Bagaimana perasaan anda dengan penggunaan metodologi pelatihan


partisipatif dalam pelatihan ini?

b. Mengapa pemberdayaan masyarakat sangat penting dalam


pembangunan dewasa ini?

7. Pertanyaan Hipotetik (Hypothetical Questions): Merupakan jenis pertanyaan


yang menimbulkan dan memancing praduga dalam memberikan jawaban.
Contoh:

a. Apa yang terjadi jika Dinas Peternakan menerapkan TQM ?

b. Dampak apa yang dirasakan andaikan semua Dinas Peternakan


menggunakan Kerangka Kerja Logis (KKL) dalam proyeknya ?

c. Mengapa anda kurang setuju atau bahkan menolak pendekatan


pembangunan "dari atas" (top-down)

8. Probing Questions (Pertanyaan Menyelidik): Merupakan pertanyaan yang


bersifat "menyelidik" untuk memperoleh jawaban lebih jauh dan lebih dalam
terhadap jawaban yang telah disampaikan. Biasanya pertanyaan "menyelidik"
digunakan untuk menindak lanjuti dari pertanyaan sebelumnya dan biasanya
pertanyaan tertutup, Contoh:
a. Anda berpendapat bahwa anda setuju dengan metode pendekatan
partisipatif. Apa keuntungan pelatihan partisipatif ?

b. Kalau anda tidak setuju atau tidak sepakat dengan pendekatan


partisipatif, apa alasan anda ?

Ada kategori lain tentang jenis-jenis pertanyaan yang dapat dipergunakan oleh fasilitator
untuk memulai dan menggerakkan diskusi lebih jauh, yaitu:

1. Pertanyaan Ingatan: Dimana anda mengalami hal itu ? Apakah hal ini pernah terjadi
pada anda ?

2. Pertanyaan Pengamatan: Apa yang sedang terjadi ? Apakah anda telah


melihatnya?

3. Pertanyaan Analitis: Mengapa pendekatan partisipatif perlu dilakukan dalam


pembangunan peternakan di Indonesia ? Mengapa proyek ini tidak berhasil?

4. Pertanyaan Perbandingan: Siapakah dalam hal ini yang benar? Mana yang anda
anggap paling tepat antara pendekatan "Top-down" dengan "Bottom-up?

5. Pertanyaan Proyektif: Apa yang akan terjadi dalam waktu lima tahun mendatang
? Apa yang bakal terjadi dengan pemberlakuan UU No 22 Tahun 1999 dan UU no
25 Tahun 1999?

Apapun juga "jenis pertanyaan" yang ada sebagaimana diuraikan di atas, semuanya
bertolak dari "Kata Kunci Pertanyaan", yaitu; apa? siapa? dimana? kapan?
bagaimana? dan mengapa?. Berikut ini ada beberapa panduan praktis menggunakan
"Kata Kunci Pertanyaan" tersebut di atas untuk menyusun dan mengajukan pertanyaan,
yaitu:

1. Apa? Siapa? Kapan? dan Dimana? Merupakan "kata kunci tanya" untuk
mengungkapkan fakta.

2. Bagaimana? Merupakan "Kata Kunci Tanya" untuk mengungkapkan baik fakta


maupun pendapat (opini) terutama yang berkaitan dengan perspektif "proses".
Demikian pula dengan "Mengapa?" juga dipergunakan untuk mengungkapkan
gagasan atau pendapat namun lebih berkaitan dengan perspektif "waktu".

Atas dasar itu, maka akan lebih mudah bagi fasilitator untuk menggunakan dan
menerapkan "Kata Kunci Pertanyaan" tersebut di atas dalam pelatihan.

Dalam memfasilitasi pelatihan partisipatif, khususnya yang berkaitan dengan menyusun


dan mengajukan pertanyaan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Hindari pertanyaan tertutup dan pertanyaan yang menuntun dan
mengarahkan. Tekankan pada penggunaan pertanyaan yang bersifat terbuka.

2. Menyusun dan mengajukan pertanyaan dalam bentuk atau cara yang positif.

3. Persiapkan pertanyaan lebih awal atau sebelum pelatihan berlangsung.

4. Siapkan dan ajukan pertanyaan sesuai dengan tujuan pelatihan atau tujuan
suatu pokok bahasan. Jika pertanyaan sesuai dengan tujuan latihan, pikirkan
dalam-dalam jawaban-jawaban apa yang mungkin anda terima.

5. Lakukan ujicoba "daftar pertanyaan tersebut" kepada fasilitator lain atau teman-
teman lainnya.

6. Rumuskan pertanyaan dengan jelas, singkat dan sederhana. Jika diperlukan


jawaban umum atau dalam suatu cakupan jawaban yang luas, susunlah
pertanyaan tersebut dalam bentuk terbuka, menggunakan kata-kata yang
abstrak dan pertanyaan-pertanyaan yang singkat seperti "Bagaimana perasaan
anda dalam pelatihan ini ?" Jika diinginkan jawaban yang spesifik, ajukan
pertanyaan-pertanyaan yang spesifik dan terperinci. Misalnya, "Apa yang anda
pikirkan pada saat Totok Hartono menyampaikan informasi kepada Pimpro
Program Deliveri bahwa Pelatihan TQM akan ditunda dalam permainan peran
tadi ?

Ada beberapa TIP untuk dapat mereaksi suatu jawaban "yang sulit" dari peserta, yaitu:

1. Bilamana jawaban yang ada tidak benar atau kurang lengkap: Jangan mengejek
atau menyepelekan, atau bersifat sarkastis, atau mengabaikan jawaban
tersebut. Tunjukkan penghargaan atas jawaban tersebut dan tunjukkan sesuatu
yang tepat dan lengkap dari jawaban yang telah disampaikan tersebut kemudian
lanjutkan dengan orang lain.

2. Bilamana jawaban kurang jelas tetapi orang yang menjawab mempunyai


jawaban yang tepat di dalam pikirannya: Untuk itu lakukan pengecekan
terhadap peserta yang lain apakah mereka memahami apa yang telah
disampaikan.

3. Bilamana pertanyaan ditanggapi oleh peserta dengan sikap diam saja.


Pertanyakan kepada diri anda sendiri, "Apakah pertanyaan saya jelas?". Hal ini
menunjukkan bahwa para peserta masih belum memahami apa yang
dipertanyakan daripada sikap tidak mau memberi jawaban.

4. Bilamana jawaban menghendaki pandangan atau pendapat fasilitator:


Sampaikan dengan tegas bahwa anda mengetahui atau tidak mengetahui
jawaban tersebut. Dapat juga anda melempar kembali pertanyaan tersebut
kepada peserta lain, dengan mengajukan pertanyaan "Bagaimana menurut
anda?

5. Bilamana orang yang seringkali memberikan jawaban yang cepat dan benar.
Sampaikan penghargaan dan terima kasih kepadanya. Kemudian berikan
kesempatan kepada peserta lain untuk memberikan jawaban atau memberikan
tanggapan terhadap pertanyaan dan jawaban tersebut.

Akhirnya, jawaban apapun juga, yang terpenting adalah melakukan pengecekan


sebelum berpindah atau melangkah hal yang lain untuk menanyakan apakah setiap
orang telah memahami dan puas dengan jawaban-jawaban yang ada dan rangkuman
serta kesimpulan yang ada.

Memfasilitasi Diskusi

Peranan fasilitator dalam sebuah diskusi akan berbeda sesuai dengan jenis diskusi dan
profil peserta pelatihan. Dalam beberapa situasi fasilitator akan menjadi salah satu
anggota yang turut memberikan sumbangan pemikiran disamping juga sebagai
fasilitator. Dalam situasi yang lain adalah tidak tepat bagi fasilitator untuk tidak banyak
menyampaikan pendapat-pendapat dan perasaan-perasaannya sendiri.

Kadang-kadang fasilitator akan menjadi nara sumber; pada saat yang lainnya peserta
pelatihan tahu lebih banyak tentang topik bahasan yang didiskusikan dari pada
fasilitator. Namun demikian, dalam kebanyakan diskusi, peranan fasilitator antara lain
meliputi membuat diskusi terfokus pada pokok bahasan, memperjelas (atau meminta
klarifikasi) bilamana sesuatu nampak membingungkan, dan membantu menciptakan dan
menjaga situasi dimana setiap orang ikut mengambil bagian dengan cara bekerja sama.

Membuat Sesuatu Berjalan

Ada diskusi-diskusi yang tidak perlu mendapatkan stimulasi - diskusi itu terjadi dengan
sendirinya. Namun demikian, dalam banyak hal, fasilitator perlu membantu memulai
suatu diskusi. Berikut ini ada beberapa prinsip dan teknik yang akan sangat membantu.

1. Setiap orang hendaknya mengetahui dan memahami dengan tepat tentang apa,
atau topik, materi yang didiskusikan dan alasan atau latar belakang diskusi itu.

2. Berikan kesempatan dan peluang kepada para peserta untuk bisa terlibat aktif
dalam proses diskusi.

3. Jadilah suatu model atau contoh. Tingkah laku fasilitator dapat menunjukkan
atau menjadi model bagi para peserta pelatihan bagaimana caranya mereka bisa
ikut ambil bagian.
4. Gunakan pertanyaan terbuka dan menantang untuk menstimulasi diskusi.
Sebuah pertanyaan sederhana seperti "Bagaimana menurut perasaan anda
tentang masalah ini ?" adalah suatu cara yang baik untuk memulai suatu diskusi.

5. Memulai dengan membuat daftar pendapat individu. Fasilitator bisa


memulainya dengan meminta setiap peserta secara individual untuk membuat
daftar pendapatnya sendiri kemudian didiskusikan bersama.

6. Mengitari kesekeliling ruangan dan menanyakan setiap orang untuk


memberikan satu jawaban adalah satu versi dari membuat daftar. Hal ini sering
digunakan untuk mendorong keterlibatan setiap orang untuk memulai diskusi.

7. Membuat catatan-catatan selama diskusi bisa dengan papan tulis atau kertas
koran

8. Hubungkan diskusi itu dengan pengalaman-pengalaman langsung dari peserta


pelatihan.

9. Gunakan humor untuk menghilangkan ketegangan dan kebosanan. Gunakan


homur yang sehat

10. Menggunakan Intuisi (Indera keenam) dan pengalaman dalam memilih teknik-teknik
apa yang akan digunakan dengan peserta pelatihan tertentu.

Memfasilitasi Proses Diskusi

Perhatian fasilitator hendaknya tertuju pada isi atau topik diskusi maupun interaksi
antara peserta pelatihan (proses). Berikut ini adalah beberapa kategori-kategori umum
dari tingkah laku fasilitator.

1. Menyama-ratakan partisipasi. Untuk menyamaratakan partisipasi peserta dapat


ditempuh hal-hal sebagai berikut:

a. Tidak membiarkan satu orang atau sekelompok kecil orang-orang untuk


mendominasi diskusi.

b. Memberikan peluang dan kesempatan bagi anggota-anggota yang diam


atau tidak pernah bicara untuk memberikan sumbangsihnya jika mereka
kelihatan tertarik tetapi tidak dapat menembus masuk ke dalam diskusi
itu.

2. Bertahan terus pada pokok atau topik bahasan. Fasilitator perlu memperingatkan
kelompok bilamana diskusi menyimpang dari pokok bahasan atau bilamana pelatihan itu
melanggar satu agenda yang sudah disetujui pada awal pelatihan.

3. Mengklarifikasi dan menginterpretasi. Dari waktu ke waktu fasilitator boleh


menyusun ulang berbagai hal yang sudah pernah disampaikan sebelumnya untuk
memperjelas kembali.

4. Membuat ringkasan. Dari beberapa bagian diskusi diambil secara bersama-sama dan
dibuat kesimpulannya. Ini termasuk menyatakan kemajuan yang sudah dicapai, dan
kemana arah tujuan peserta pelatihan tersebut.

5. Membuat langkah. Fasilitator perlu membuat peserta tetap menyadari bagaimana


caranya bergerak maju dan kapan mungkin saatnya untuk maju terus.

6. Pengolahan. Ini berarti membantu agar anggota-anggota kelompok bekerja dengan


baik secara bersama-sama. Fungsi fasilitator dalam pengolahan ialah untuk menjaga
agar komunikasi tetap terbuka di antara peserta pelatihan sehingga kerja sama bisa
terjadi dan perselisihan dapat ditangani secara konstruktif. Hal ini dapat dilakukan
antara lain dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Memberikan kesempatan-kesempatan kepada para peserta pelatihan


untuk saling mengekspresikan dan mendengarkan perasaan-perasaan
orang lain

b. Meminta umpan balik dari peserta atau memberikan saran-saran yang


dibutuhkan peserta.

Teknik Memfasilitasi Secara Tim

Memfasilitasi atau memandu bukanlah tugas yang hanya dapat dilakukan oleh seorang
saja. Pada kenyataannya, sangat disarankan untuk mempunyai dua atau tiga orang
faslitator bilamana memungkinkan. Memfasilitasi atau memandu secara tim mempunyai
banyak keuntungan. Dua orang fasilitator dapat menjalankan peranan-peranan yang
berbeda didalam proses pelatihan sehingga dapat saling membantu satu sama lain dan
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada peserta pelatihan. Dengan mempunyai
dua atau lebih fasilitator, maka hal ini juga menguntungkan bagi peserta yaitu sedang
meningkatkan keterampilan fasilitator kepada peserta pelatihan.

Ada beberapa model yang dapat diterapkan dalam memfasilitasi secara tim, yaitu antara
lain:
1. Fasilitator -Juru Catat. Adanya suatu pembagian tugas di antara dua orang
fasilitator yaitu seseorang bertindak dalam kapasitas rutin sebagai fasilitator, dan
fasilitator kedua bertindak sebagai juru catat.

2. Divinisi Peranan Proses-Muatan / Isi Pelatihan. Model lain yang dapat


diterapkan adalah "Proses" dan "Isi", yaitu satu fasilitator mungkin memusatkan
perhatian pada isi atau muatan dari diskusi, pokok bahasan masalah. Fasilitator
yang kedua memberikan perhatian terhadap apa yang sedang terjadi dalam
pelatihan, bagaimana caranya orang-orang melakukan interaksi di antara
mereka.

3. Aktif-Pasif. Satu orang memainkan peranan sebagai seorang fasilitator


tradisional, sementara orang kedua terlibat jauh dengan peserta sebagai orang
kunci untuk mengidentifikasikan dengan peserta-peserta lainnya dan
memberikan umpan balik kepada fasilitator.

Pembagian-pembagian peranan ini tidak ketat, juga bukanlah merupakan satu-satunya


kemungkinan yang ada. Bilamana dua orang memfasilitasi, akan menjadi lebih mudah
bila membagi peranan masing-masing pihak dalam kelompok-kelompok kecil.

Terdapat beberapa kelemahan dari fasilitasi secara tim antara lain: (!) masing-masing
dapat memanipulasi peserta pelatihan, (2) memaksakan persepsinya masing-masing, (3)
kurang sensitif terhadap masukan-masukan dari peserta.

Metode Pelatihan

Salah satu masalah yang memerlukan perhatian dalam kegiatan kepelatihan


adalah metode dan teknik pelatihan (Training Method &Techniques). Pada awalnya
metode dan teknik pelatihan ini kurang mendapatkan perhatian, karena orang
berpandangan bahwa pelatihan itu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya praktis, jadi
tidak diperlukan pengetahuan (teori) yang ada sangkut pautnya dengan kepelatihan.
Orang merasa sudah mampu untuk melatih dan menjadi pelatih atau fasilitator kalau
sudah menguasai materi yang akan disampaikan. Pandangan ini tidaklah benar.
Fasilitator perlu pula mempelajari pengetahuan yang ada kaitannya dengan kegiatan
kepelatihan, khususnya metode dan teknik pelatihan yang berguna untuk "bagaimana
memproses" terjadinya interaksi belajar.

Pengertian Metode Pelatihan


Metode adalah cara atau prosedur yang dipergunakan oleh fasilitator dalam interaksi
belajar dengan memperhatikan keseluruhan sistem untuk mencapai suatu tujuan.
Secara garis besar dalam satu proses interaksi belajar menempuh 4 (empat) phase
pokok yang meliputi :

1. Phase Pendahuluan: dimaksudkan untuk menyusun dan mempersiapkan mental


set yang menguntungkan, menyenangkan guna pembahasan materi
pembelajaran. Dalam phase ini fasilitator dapat melakukan kaji ulang (review)
terhadap pembahasan sebelumnya dan menghubungkan dengan pembahasan
berikutnya.

2. Phase Pembahasan: dimaksudkan untuk melakukan kajian, pembahasan dan


penelaahan terhadap materi pembelajaran. Dalam phase ini peserta mulai
dikonsentrasikan perhatiannya kepada pokok materi pembahasan.

3. Phase Menghasilkan: yaitu tahap di mana seluruh hasil pembahasan ditarik


suatu kesimpulan bersama berdasarkan pada pengalaman dan teori yang
mendukungnya.

4. Phase Penurunan: dimaksudkan untuk menurunkan konsentrasi peserta secara


berangsur-angsur. Ketegangan perhatian peserta pelatihan terhadap materi pelatihan
perlu secara bertahap diturunkan untuk memberi isyarat bahwa proses pelatihan akan
berakhir.

Macam-Macam Metode

Banyak pilihan metode yang dapat dipergunakan oleh seorang fasilitator dalam
memproses interaksi belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Tentu saja setiap metode
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Dalam pendekatan andragogis, peserta mutlak terlibat secara aktif. Keranna itu metode-
metode yang bersifat satu arah perlu dihindarkan.

Metode Ceramah

Metode Ceramah seringkali disebut metode kuliah (The Lecture Method). Dapat pula
disebut dengan metode deskripsi. Metode ceramah merupakan metode yang
memberikan penjelasan atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang
fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Metode ini kurang tepat untuk
pelatihan orang dewasa, karena dalam pelatihan orang dewasa menghendaki
keterlibatan aktif seluruh peserta.
Curah Pendapat (Brainstorming)

Adalah sebuah metode umum yang digunakan dalam suatu pelatihan orang dewasa
untuk membantu peserta pelatihan memikirkan sebanyak mungkin ide dan gagasan.
Selama berlangsungnya curah pendapat peserta didorong untuk menghasilkan
pendapat, gagasan secepat mungkin tanpa perlu memikirkan nilai dari pada pendapat
itu. Tekanannya ialah pada kuantitas, dan bukan kualitas.

Tidak dibenarkan adanya kritik terhadap pendapat-pendapat (pendapat anda sendiri


atau pendapat orang lain) karena orang-orang akan merasa lebih bebas untuk
membiarkan imajinasi-imajinasi mereka berjalan dan untuk memberikan sumbangsih
secara bebas / leluasa jika mereka tidak harus merasa kuatir tentang apa yang akan
dipikirkan oleh orang lain tentang kontribusi-kontribusi mereka. Masing-masing individu
bebas untuk memberikan sebanyak mungkin saran seperti yang dia inginkan.

Setelah dilakukan curah pendapat, seluruh peserta kemudian dapat mengadakan


evaluasi terhadap saran-saran tersebut dan melakukan pembahasan.

Metode Kelompok Nominal

Adalah hampir sama dengan curah pendapat, tetapi ini dirancang untuk mendorong
setiap pribadi peserta pelatihan untuk memberikan sumbangsihnya dan untuk
mencegah adanya dominasi peserta tertentu.

Prosedur itu mulai dengan suatu saat yang hening selama lima sampai sepuluh menit
saat mana digunakan oleh peserta-peserta untuk menulis pendapat-pendapat sebanyak
mungkin di atas selembar kertas. Pendapat-pendapat itu merupakan jawaban terhadap
suatu pertanyaan yang spesifik yang diajukan oleh fasilitator atau sudah disetujui oleh
peserta pelatihan (seperti "Apa yang seharusnya dilakukan untuk memperbaiki lembaga
ini ?").

Langkah berikutnya ialah untuk peserta mengambil giliran membaca pendapat-pendapat


dari daftar-daftar mereka. Hal ini dilakukan dengan cara bergilir, setiap anggota
membacakan hanya satu pendapat saja untuk satu kesempatan. Peserta-peserta
didorong untuk menambahkan ke dalam daftar-daftar mereka setiap saat selama
berlangsungnya tahapan ini, dan saling mengembangkan pendapat antara satu dengan
yang lainnya. Seorang juru catat mencatat pendapat-pendapat itu dalam kata-kata yang
sama persis yang disampaikan oleh penyumbang pendapat di atas sebuah daftar yang
bisa dilihat oleh semua orang. Peserta pelatihan anggota boleh mengatakan pas atau
belum ada ide setiap kali mendapat giliran dan boleh menyampaikan pendapat lagi pada
giliran berikutnya.

Hanya setelah setiap pendapat sudah dicatat barulah seluruh peserta mendiskusikan
semuanya. Seluruh peserta mengklarifikasi pendapat-pendapat dan, jika para
penyumbang pendapat setuju, menggabungkan pendapat-pendapat yang sama atau
hampir sama. Setelah tahapan diskusi, salah satu cara untuk memprioritaskan item-item
ialah bagi setiap anggota menuliskan lima yang menurut dia adalah yang paling penting,
dan sesudah itu membuat ranking dari kelimanya. Si juru catat membacakan setiap item
dari daftar itu dan menambahkan poin-poin yang ditugaskan padanya. (Sebuah item
dinilai lima poin untuk setiap satu kali hal itu dicatat sebagai prioritas pertama dari
seseorang, empat poin setiap kali ia didaftarkan kedua kalinya, dan seterusnya). Dengan
cara ini kelompok dapat menentukan nilai-nilai apa yang ditempatkan oleh anggota-
anggota secara kolektif pada pendapat-pendapat yang sudah disarankan, setelah
pendapat-pendapat itu dihasilkan.

(Adalah penting sekali bahwa sang juru catat menggunakan kata-kata yang tepat sama
persis seperti yang digunakan oleh penyumbang pendapat ketika menguraikan
pendapatnya. Jika kata-kata harus diubah, hal itu hanya akan bisa dilakukan dengan
seijin sipenyumbang pendapat, barangkali dengan mengajukan pertanyaan seperti ,
"Dapatkah anda memikirkan suatu cara yang lebih singkat dalam mengatakan hal itu ?")

Metode Diskusi

Metode Diskusi merupakan metode yang biasanya dipergunakan dalam pelatihan orang
dewasa, karena mereka dapat berpartisipasi aktif untuk menyumbangkan pemikiran,
gagasan dalam kegiatan diskusi. Kalau dalam metode ceramah hanya terjadi komunikasi
satu arah, maka metode diskusi terjadi banyak arah. Dengan demikian maka pada
dasarnya metode diskusi adalah mengemukakan pendapat dan gagasan dalam
musyawarah untuk mencapai mufakat. Biasanya peserta diskusi dihadapkan pada suatu
atau sejumlah masalah yang mungkin disodorkan oleh fasilitator. Atau peserta dapat
pula menentukan sendiri topik yang perlu dipecahkan bersama. Tujuan diskusi pada
umumnya adalah mencari pemecahan permasalahan, dari sinilah muncul bermacam-
macam jawaban yang perlu dipilih satu atau dua jawaban yang logis dan tepat guna dari
bermacam-macam jawaban yang lain untuk mencapai mufakat / persetujuan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan Metode Diskusi dalam
pelatihan:

1. Diskusi hendaknya berlangsung dalam "iklim terbuka", dalam suasana santai dan
informal.

2. Persiapkan dengan baik bahan diskusi sebelum diskusi dilakukan. Lebih baik
dibuat secara tertulis.

3. Menetapkan besar kecilnya kelompok, termasuk menentukan siapa menjadi


anggota kelompok diskusi masing-masing. Bagilah peserta secara merata
dengan keseimbangan pengetahuan, pengalaman anggota yang setara.

4. Mengatur dan menyediakan tempat diskusi, yang menyenangkan dan menyusun


tempat diskusi yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan tatap mata.

5. Menyediakan Kertas Koran (Flipchart), yang dapat dipergunakan oleh kelompok


diskusi untuk mencatat dan merekam hasil-hasil diskusinya.

Memberikan pengantar tentang keluaran yang diharapkan dari kegiatan diskusi tersebut
tanpa ikut campur "fasilitator".

Macam-Macam Metode Diskusi Kelompok

Selama ini, dalam pelatihan orang dewasa, dikenal banyak macam metode diskusi dan
seorang fasilitator dapat memilih salah satu atau gabungan dari berbagai teknik ini
sehingga dapat memberikan berbagai variasi bagi peserta pelatihan dan tidak
menimbulkan kebosanan peserta. Macam-macam teknik diskusi tersebut antara lain
meliputi:

1. Whole Group (Seluruh Peserta)

Seluruh kelompok peserta duduk dalam satu formasi setengah lingkaran atau
berbentuk "U" yang dipimpin oleh fasilitator atau moderator yang diminta dari peserta.
Diskusi seluruh kelompok ini biasanya membicarakan topik tertentu dengan fasilitator /
moderator sebagai pemandunya. Digunakan untuk mengenal dan mengelola
permasalahan, membuat permasalahan yang menarik, menciptakan suasana informal,
membantu peserta mengemukakan pendapat. Peserta diskusi hendaknya tidak lebih
dari 20 orang.

2. Diskusi Kelompok (Group Discussion)

Diskusi Kelompok adalah upaya percakapan atau pembahasan yang dipersiapkan di


antara tiga atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang fasilitator. Ditujukan untuk
memberikan kesempatan kepada peserta untuk saling mengemukakan pendapat dalam
mengenal dan memecahkan suatu permasalahan. Diskusi kelompok akan membantu
peserta pelatihan yang malu berbicara di dalam kelompok besar dalam mengemukakan
pendapatnya. Jumlah peserta dalam diskusi kelompok idealnya tidak lebih dari 5 orang.

3. Diskusi Kelompok Fokus (Focus Group Discussion)

Diskusi Kelompok Fokus ini tidak jauh berbeda dengan diskusi kelompok di atas,
namun materi pembahasan diskusi lebih difokuskan pada bidang tertentu. Peserta
diskusi kelompok fokus biasanya bersifat homogen atau yang mempunyai pengalaman
atau pengetahuan yang sejenis atau sama.

4. Panel Diskusi

Panel Diskusi juga dipergunakan untuk membahas suatu permasalahan tertentu dimana
2 atau 3 orang dari luar atau dari peserta pelatihan itu sendiri diminta untuk menyajikan
sesuatu permasalahan atau pendapatnya tentang sesuatu kemudian seluruh peserta
diminta untuk menanggapi dan dan terlibat untuk mendiskusikannya.

5. Syndicate Group

Suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok kecil dengan anggota tidak lebih dari
5 orang. Masing-masing kelompok kecil tersebut melakukan diskusi tertentu, dan tugas
ini bersifat sementara. Fasilitator memberikan penjelasan secara umum dan garis besar
permasalahan, kemudian tiap-tiap kelompok kecil (syndicate) diberi tugas mempelajari
suatu praktek tertentu yang berbeda dengan kelompok kecil lainnya. Jika
memungkinkan fasilitator menyediakan referensi. Setelah kelompok bekerja sendiri-
sendiri, kemudian masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam sidang
pleno untuk dibahas lebih jauh.

6. Debat Informal

Kelompok besar dibagi menjadi dua kelompok yang sama jumlah pesertanya dan
mendiskusikan materi yang cocok untuk diperdebatkan. Biasanya fasilitator memberikan
persoalan yang sama kepada dua kelompok tersebut dan memberikan tugas yang
bertentangan, yaitu bahwa satu kelompok "pro" dan satu kelompok kontra". Biasanya
bahan yang diperdebatkan merupakan suatu permasalahan dan bukan merupakan
sesuatu yang aktual.

7. Kelompok Dengung (Buzz Group)

Peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (2-3) orang untuk mendiskusikan


"sesuatu topik" terlepas dari bantuan fasilitator (yang bahkan meninggalkan tempat
pertemuan). Tempat duduk diatur sedemikian rupa hingga peserta dapat berhadap
muka. Teknik ini memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk menguji dan
memperdalam pemikiran-pemikirannya atau mempertajam suatu upaya pemecahan
masalah dan mendapatkan kepercayaan dirinya sendiri.
8. Diskusi "Lingkaran dalam Lingkaran" (Fish Bowl)

Para peserta pelatihan dibagi menjadi beberapa kelompok; salah satu kelompok,
yang dapat disebut dengan "kelompok dalam" mendiskusikan suatu masalah tertentu
dan "kelompok luar" (kelompok lainnya) sebagai pendengar. Sebagai contoh, kelompok
dalam dapat merupakan kelompok panitia pelaksana (OC) sedangkan kelompok luarnya
adalah "Kelompok Panitia Pengarah" (SC) yang tugasnya mendengarkan, menganalisis
serta menterjemahkan apa yang dibahas, didiskusikan dan dibicarakan menjadi tindak
tindakan nyata.

9. Role Play (Bermain Peran)

Peserta pelatihan diminta untuk melakukan peran tertentu dan menyajikan


"permainan peran" dan melakukan "dialog-dialog" tertentu yang menekankan pada
karakter, sifat atau sikap yang perlu dianalisa. Bermain peran haruslah mengungkapkan
suatu masalah atau kondisi nyata yang akan dipergunakan bahan diskusi atau
pembahasan materi tertentu. Dengan demikian, setelah selesai melakukan peran,
langkah penting adalah analisis dari bermain peran tersebut. Para pemain diminta untuk
mengemukakan peran dan perasaan mereka tentang peran yang dimainkan, demikian
pula dengan peserta yang lain. Untuk itu fasilitator harus mempersiapkan skenario dan
cerita tertentu dan mempersiapkan "peserta" yang akan memerankan peran tertentu
tersebut, serta kelengkapan lain sebagai bahan analisis yang diperlukan.

10. Simulasi (Simulation)

Simulasi berasal dari bahasa Inggris "Simulation" artinya meniru perbuatan yang
bersifat pura-pura atau tidak dalam kondisi sesungguhnya. Tujuan simulasi adalah
menanamkan materi pembahasan melalui pengalaman berbuat dalam proses simulasi.
Sebenarnya simulasi lebih tepat untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan jalan
"melakukan sesuatu" dalam kondisi tidak nyata. Misalkan saja melakukan "simulasi
melatih petani".

11. Demonstrasi

Metode Peragaan merupakan suatu metode yang digunakan oleh fasilitator "untuk
memperagakan" suatu proses untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan
menggunakan alat yang sesuai dengan yang sesungguhnya. Misalkan "cara menyuntik
ayam". Disini fasilitator atau salah seorang peserta menunjukkan alat yang dipakai,
proses yang ditempuh dan teknik yang dipergunakan dalam menyuntik ayam.

Media Pelatihan
Media pelatihan adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan peserta sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar pada diri peserta pelatihan. Batasan ini cukup luas
dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang
dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran / pelatihan.

Pada mulanya media hanya berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan belajar,
yaitu berupa sarana yang cepat memberikan pengalaman visual kepada peserta antara
lain untuk mendorong motivasi, memperjelas dan mempermudah konsep-konsep yang
abstrak dan mempertinggi daya serap belajar. Dengan masuknya pengaruh teknologi
audio maka lahirlah alat bantu audio visual yang terutama menekankan penggunaan
pengalaman yang konkrit untuk menghindari verbalisme.

Jenis-Jenis Media Pelatihan


Secara umum media pelatihan dapat dikategorikan sebagai berikut di bawah ini:

1. Media Visual Dua Dimensi Tidak Transparan, yang termasuk dalam jenis media
ini adalah: gambar, foto, poster, peta, grafik, sketsa, papan tulis, flipchart, dan
sebagainya.

2. Media Visual Dua Dimensi yang Transparan. Media jenis ini mempunyai sifat
tembus cahaya karena terbuat dari bahan-bahan plastik atau dari film. yang
termasuk jenis media ini adalah: film slide, film strip, movie film, dan
sebagainya.

3. Media Visual Tiga Dimensi. Media ini mempunyai isi atau volume seperti benda
sesungguhnya. yang termasuk jenis media ini adalah: benda sesungguhnya,
nodel, diorama, speciment, mock-up, pameran, dan sebagainya.

4. Media Audio. Media audio berkaitan dengan alat pendengaran seperti misalnya:
Radio, Kaset, Laboratorium bahasa, telepon dan sebagainya.

5. Media Audio Visual. Media yang dapat menampilkan gambar dan suara dalam
waktu yang bersamaan, seperti: Film, Compact Disc, TV, Video, dan lain
sebagainya.

Dari beberapa jenis media tersebut di atas, ada beberapa media yang mempunyai
"perangkat keras" (Hardware) dan "perangkat lunak" (Software).

Untuk menggunakan berbagai media tersebut diperlukan ketrampilan tersendiri. Namun


perlu diingat bahwa "media pelatihan" hanyalah "alat bantu" dalam proses belajar, dan
bukan "tujuan".
Penggunaan Media Pelatihan Partisipatif

Berdasarkan prinsip pelatihan partisipatif dan andragogis, maka media pelatihan


yang digunakan hendaknya mengikuti alur atau siklus belajar berdasarkan pengalaman.
Oleh karena itu dalam pelatihan partisipatif, penggunaan media pelatihan tersebut di
atas pada umumnya digunakan untuk:

1. Membantu dan menstimulasi para peserta pelatihan untuk melakukan


pembahasan dan diskusi dan tidak bersifat instruksional.

2. Membantu dan menstimulasi proses pengungkapan pengalaman,


pengungkapan permasalahan sesuai dengan kenyataan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.

3. Membantu menimbulkan "proses mengalami" untuk dapat diungkapkan sebagai


bahan diskusi lebih jauh.

4. Membantu peserta pelatihan untuk "memperkuat" dan "memperteguh" hasil-


hasil pembahasan atau hasil-hasil diskusi yang telah dilakukan oleh peserta itu
sendiri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan dan menggunakan Media


Pelatihan dalam Pelatihan Partisipatif adalah:

1. Media yang dikembangkan dan dipergunakan dalam pelatihan tidak bersifat


memberi informasi, tetapi lebih bersifat mengajukan permasalahan yang ada
dan tidak bersifat instruksional.

2. Penyajian media yang ada harus diikuti dengan diskusi dan pembahasan oleh
para peserta pelatihan dengan jalan menjawab atau mendiskusikan berbagai
pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator, sesuai dengan siklus belajar
berdasarkan pengalaman:

a. Mengalami

b. Mengungkapkan pengalaman

c. Pembahasan / Diskusi atau analisis

d. Menarik kesimpulan

e. Menerapkan, yang akhirnya menimbulkan pengalaman baru

Peran peserta lebih aktif dalam menggunakan media yang ada sebagai alat untuk
"mengalami dan mengungkapkan pengalaman". Sedangkan peran fasilitator lebih untuk
menyimpulkan hasil-hasil yang dicapai.
Evaluasi Pelatihan

Di dalam pelatihan evaluasi merupakan suatu sistem dari pelatihan itu sendiri, dimana
sistem tersebut merupakan "transformasi" atau tempat mengolah suatu masukan
(input) untuk menjadi hasil (output). Dengan demikian evaluasi merupakan elemen
sistem pelatihan yang berperan sebagai fungsi kontrol dan umpan balik terhadap
keseluruhan proses pelatihan.

Keseluruhan aspek pelatihan tersebut adalah menganalisis, mendisain,


mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi. Dalam dunia pelatihan, ada dua
pendekatan yang umum dilakukan, yaitu pendekatan evaluasi berdasarkan proses
belajar konvensional (pedagogi) biasanya dilakukan pada pendidikan umum dan formal
dan pendekatan proses belajar orang dewasa (andragogi), yang dapat diuraikan sebagai
berikut:

1. Evaluasi Konvensional (Pedagogi). Biasanya dilakukan pada pendidikan formal


atau pendidikan umum mulai dari SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi yang
menuntut standard tertentu yang bersifat "Kinerja Akademis" (Academic
Performance).

a. Lebih berorientasi kepada pengukuran pengetahuan yang diserap oleh


murid

b. Dilakukan melalui penilaian-penilaian yang bersifat formal, misalnya


ulangan, ujian, tentamen, test dan lain sebagainya.

c. Ukuran keberhasilan adalah perubahan positif dari pengetahuan murid


setelah mengikuti suatu program pendidikan atau pelatihan.

d. Digunakan untuk menentukan "kenaikan kelas"

2. Evaluasi Andragogi. Pendekatan evaluasi konvensional kurang efektif untuk


diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan evaluasi konvensional
tidak memadai untuk dipergunakan dalam pendidikan orang dewasa. Hal ini
didasarkan pada prinsip pendidikan orang dewasa, sebagaimana telah diuraikan
di atas. Adapun pokok-pokok melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang
dewasa adalah:

a. Hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah


mengikuti suatu proses belajar dalam pelatihan tertentu
b. Evaluasi tidak dilakukan oleh pihak luar atau oleh fasilitator. Evaluasi
dilakukan oleh dan terhadap peserta pelatihan itu sendiri (Self
Evaluation)

c. Perubahan positif perilaku peserta pelatihan adalah tolok ukur


keberhasilan pelatihan

d. Ruang lingkup materi evaluasi pelatihan ditetapkan secara partisipatif


antara peserta dengan pihak yang terkait lainnya berdasarkan
kesepakatan.

Evaluasi pelatihan partisipatif bertujuan untuk :

1. Menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pelatihan yang


mencakupkelebihan dan kekurangan program

2. Menilai efektifitas materi yang dibahas dan dipelajari oleh peserta pelatihan
dalam kaitannya dengan peran sosialnya, perubahan perilaku dan sikapnya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, biasanya dalam pelatihan partisipatif, ada
beberapa "alat" yang dapat dipergunakan dalam evaluasi pelatihan, antara lain:

1. Mood Meter, digunakan untuk mengetahui tingkat perasaan dan suasana hati
peserta pelatihan selama mengikuti pelatihan. "Mood Meter" ini dilakukan
secara terbuka dan biasanya ditempelkan di tempat yang dapat dibaca oleh
seluruh peserta pelatihan. Skala yang digunakan antara lain "Senang", "Cukup
Senang" dan "Tidak Senang"

2. Evaluasi Harian. Evaluasi harian dilakukan setiap hari pada akhir pelatihan.
Evaluasi Harian ini pada umumnya menilai "proses" dan "hubungan-hubungan"
yang terjadi selama satu hari, yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki
berbagai kelemahan yang ditemukan pada saat itu. Disamping itu, evaluasi
harian ini juga "menilai" hal hal yang menyangkut "substansi" pokok bahasan.

3. Evaluasi Akhir. Dilakukan pada akhir pelatihan, yang menyangkut efektifitas seluruh
aspek pelatihan, mulai dari penyelenggaraan, metodologi, partisipasi peserta, fasilitator,
materi pelatihan, suasana pelatihan dan lain sebagainya. Evaluasi pelatihan ini dilakukan
oleh peserta sendiri dan bersifat terbuka. Ada berbagai contoh yang dapat dipergunakan
dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan.

Penutup
Hal-hal yang telah disampaikan dalam tulisan ini adalah: prinisp-prinsip dasar
memfasilitasi, mempersiapkan pelatihan partisipatif, melaksanakan proses pelatihan
partisipatif, teknik dan proses memfasilitasi pelatihan, metode pelatihan, media
pelatihan, dan evaluasi pelatihan.

Demikian materi pelatihan partisipatif yang dapat disampaikan, dan mudah-mudahan


dapat bermanfaat bagi penyuluh pertanian pada umumnya dan penyuluh pertanian
lapangan khusus.

Daftar Kepustakaan

1. Jim Stewart, Mengelola Perubahan Melalui pelatihan dan Pengembangan


(Managing Change Through Training and Development), PT Gramedia, Jakarta1997.

2. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM), IKIP Jakarta, Kumpulan


Makalah Pelatihan Mengajar Bagi Instruktur PUSDIKLAT, Koordinator Pendidikan
dan Pelayanan Kepada Masdyarakat, IKIP Jakarta 1996.

3. Mel Silberman, Melvin L, 101 Ways To Make Training Active, Pfeiffer & Company
Johannesburg, London, San Diego, Sydney, Totonto,1995

4. Rae, Leslie, How to Train the Trainer, 23 Coplete Lesson Plans for Teaching Basic
Training Skills to New Trainers, McGraw-Hill Companies, New York, 1997.

5. Auvine, Brian, A Manual For Group Facilitators, The Center for Conflict
Resolution, Madison, Wiconsin 1978.

6. Bina Swadaya, Modul Pelatihan Pelatih Bagi Keluarga Besar DELIVERI, (Bahan
Pelatihan Pelatih I), Novotel, Bogor, 2000

7. Ingalls, John D. A Trainers Guide to Andragogy,Washington, DC: US Department


of Health, Education and Welfare, May 1973.

Deliveri Project, Laporan Pelatihan Pelatih (Training of Trainers) Bagi Staf Dinas
Peternakan (Propinsi dan Kabupaten), 1997, 1998 dan 1999.

Anda mungkin juga menyukai