Pendahuluan
Pelatihan bagi orang dewasa membutuhkan strategi dan teknik yang berbeda dengan
strategi dan teknik pelatihan bagi anak-anak (pedagogis), hal ini disebabkan karena
adanya asumsi pendidikan atau pelatihan orang dewasa yaitu; konsep diri, pengalaman,
kesiapan belajar dan orientasi belajar.Dengan demikian pelatihan petani di mana petani
termasuk orang dewasa, maka diperlukan pendekatan yang berbeda. Dalam hal ini, ada
tuntutan pokok sebagai implikasi dari asumsi pokok tersebut dalam melaksanakan
pelatihan bagi orang dewasa, yaitu keterlibatan atau peranserta peserta pelatihan, dan
tuntutan lainnya yang menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan dan lain
sebagainya.
Pengalaman yang ada menunjukkan bahwa dalam berbagai pelatihan seringkali seorang
pelatih, nara sumber atau fasilitator mengabaikan prinsip ini. Fasilitator seringkali dalam
waktu yang singkat "menceramahi" peserta pelatihan, tanpa memperhitungkan konsep
diri peserta pelatihan.
Oleh karena penyuluh bisa juga dikatakan sebagai fasilitator pendidikan orang dewasa
dalam hal ini penyuluhan pertanian, maka penyuluh seyogyanya juga mengetahui dan
menerapkan pelatihan partisipatif ini.
Pengertian Memfasilitasi
1. Demokrasi: Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut ambil
bagian dalam proses belajar di mana dia menjadi peserta tanpa prasangka;
4. Kejujuran: Fasilitator harus jujur dengan dan terhadap peserta dan terhadap
dirinya sendiri menyangkut apa saja yang mejadi kemampuan fasilitator.
Pekerjaan (fungsi dan peranan) seorang fasilitator ialah memusatkan perhatian pada
seberapa baik peserta pelatihan bekerjasama. Tujuan dan fokus ini ialah untuk
memastikan bahwa peserta sebuah pelatihan dapat mencapai tujuan mereka dalam
pelatihan tersebut. Fasilitator percaya bahwa masing-masing peserta pelatihan dapat
memikul tanggungjawab bersama atas apa yang terjadi, antara lain:
Etika Fasilitator
3. Fasilitator yang pasif, ramah, bermaksud baik bisa menjadi manipulatif dalam cara-
cara di mana seorang pemimpin yang agresif dan kuat tidak akan pernah bisa
dihindarinya.
Ada beberapa langkah penting dalam mempersiapkan suatu pelatihan yang perlu
ditempuh oleh seorang fasilitator. Langkah-langkah tersebut mencakup:
6. Merumuskan materi dan muatan dalam urutan yang logis. Rumuskan dan
susunlah materi dan muatan (atau bahan pembelajaran) tersebut di atas dalam
rangkaian dan urutan yang logis.
11. Hindari adanya "kekosongan" dalam proses interaksi antara fasilitator dan
peserta dalam proses pelatihan, sehingga dapat dihasilkan kemajuan dan
perkembangan yang stabil antara permulaan dan akhir.
Langkah Persiapan sudah selesai. Semua rencana, strategi, metode dan teknik serta
langkah-langkah sudah dibuat, dan pelatihan akan segera dimulai. Dibawah ini
diketengahkan berbagai saran berdasarkan pengalaman program DELIVERI terhadap
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh fasilitator pada saat awal pelatihan, selama
pelatihan berlangsung dan mengakhiri suatu pelatihan.
Beberapa sumbang saran praktis berdasarkan pengalaman DELIVERI selama ini yang
dapat diterapkan oleh fasilitator, antara lain:
1. Datanglah lebih awal dari jadwal yang telah disepakati untuk memeriksa
berbagai persiapan (pengaturan ruangan, alat tulis menulis, alat peraga, alat-
alat untuk peserta dan dll).
Saat-saat awal yang singkat setelah para peserta memasuki ruangan pelatihan akan
merupakan saat-saat yang penting dalam mempengaruhi persepsi fasilitator terhadap
peserta dan kesan-kesan peserta tentang fasilitator. Selidiki setiap individu.
Fasilitator dapat belajar memperoleh cukup banyak informasi baik yang bersifat verbal
maupun yang non-verbal yang boleh jadi menunjukkan seberapa baik orang-orang akan
bekerjasama dengan yang lainnya.
Apakah orang-orang saling berbicara satu dengan yang lainnya ketika mereka memasuki
ruangan? Jika demikian, apa yang sedang mereka perbincangkan? Jika mereka sedang
tidak saling bercakap-cakap, ekspresi seperti apa yang nampak pada wajah-wajah
mereka?.
Di dalam pelatihan dimana para peserta harus saling berkomunikasi dan bekerjasama
satu dengan yang lainnya, pengaturan tempat duduk dapat memberikan pengaruh yang
sangat kuat pada dinamika kelompok. Pengaturan tempat duduk dapat mempengaruhi
siapa berbicara kepada siapa dan siapa yang sepertinya mendominasi aktifitas-aktifitas
pelatihan.
1. Penting bagi setiap peserta untuk dapat saling bertatap mata dan bagi fasilitator
untuk dapat bertatapan mata dengan setiap orang.
2. Berbentuk sebuah lingkaran sangat ideal untuk ini. Cara ini membiarkan orang
saling melihat antara satu dengan yang lainnya secara leluasa. Hal ini akan
mendorong keterbukaan dan perhatian didalam kelompok.
4. Jadi, bila memungkinkan, gunakan susunan meja yang berbentuk lingkaran atau
persegi empat.(Sering anda dapat merapatkan dua meja persegi panjang untuk
menjadikannya persegi empat).
5. Siapa duduk di mana : Karena orang-orang akan lebih suka berinteraksi dengan
individu-individu yang duduk berdekatan dengan mereka, fasilitator mungkin
mau bertanya pada orang-orang untuk tidak duduk berdekatan dengan kawan
dekat mereka atau orang lain yang mereka sudah kenal baik sekali. Ini akan
mengembangkan suatu atmosfer yang akrab dan membantu meniadakan dan
menetralkan setiap pengelompokkan. Fasilator dianjurkan duduk di kepala meja.
Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa perkenalan itu menjadi sangat penting, baik
itu adalah perkenalan dari fasilitator kepada peserta pelatihan, dan perkenalan dari
peserta pelatihan kepada fasilitator dan kepada masing-masing peserta pelatihan yang
lain.
Perkenalan Fasilitator
Ada banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan perkenalan. Namun demikian
secara umum dapat dilakukan dengan dua model, yaitu : memperkenalkan diri sendiri
dan diperkenalkan oleh orang lain / peserta pelatihan. Perkenalan menjadi penting
karena ini juga merupakan sebuah peluang untuk memulai meletakkan dasar bagi
partisipasi dari peserta pelatihan yang percaya bahwa semua orang sederajad, dengan
menghadirkan diri sebagai "orang" demikian juga sebagai seorang "ahli":
a. Surat mandat
Lakukan perkenalan dalam suasana informal dan sesuaikan dengan kondisi saat
itu, sehingga menimbulkan suasana "kesetaraan" dan tidak menimbulkan "jurang
pemisah" antara fasilitator dengan peserta pelatihan.
2. Perkenalan fasilitator oleh orang lain atau oleh salah satu peserta pelatihan. Jika
hal ini yang dipilih, maka pertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
c. Apakah fasilitator ingin mengisi sendiri hal-hal kecil mengenai diri nya
sendiri ?
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk melakukan "perkenalan peserta pelatihan"
(lihat lampiran 2 : Beberapa Alternatif Perkenalan). Namun demikian ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan sebagai berikut ini:
Dalam pelatihan apapun, paling tidak ada beberapa pihak yang terlibat di dalamnya.
Dalam pelatihan konvensional (pedagogis) peranan pihak yang terlibat sangat jelas
terlihat dari "hubungan guru dan murid" yang lebih cenderung didominasi pihak
"pelatih, guru atau pengajar". Dalam pelatihan andragogis, sesuai dengan sifatnya,
peranan berbagai pihak yang terlibat perlu sedikit diperjelas sehingga tidak
membingungkan.
Banyak peserta belum terbiasa dan belum mengenal metodologi fasilitasi sebagai suatu
model pelatihan. Fasilitator hendaknya meyakinkan bahwa setiap orang dalam pelatihan
ini memahami apa peranan fasilitator. Meski dengan pemahaman ini, sepertinya masih
ada kecenderungan memperlakukan fasilitator sebagai seorang penguasa. Ini tergantung
pada fasilitator untuk membantu peserta pelatihan memahami fasilitator sebagai
seorang "manusia".
Pencatat/Juru Catat
Pencatatan, atau penulisan isi dari pembahasan dan diskusi-diskusi peserta pelatihan,
adalah suatu fungsi yang sangat berarti dan sangat penting didalam banyak situasi.
Terutama dalam pelatihan partisipatif. Pencatatan dapat dilakukan oleh Juru Catat yang
bisa saja berasal dari fasilitator (dalam kasus fasilitasi secara tim) maupun dari seorang
peserta pelatihan. Dalam hal ini para peserta seharusnya memahami tujuan dari
peranan ini dan bagaimana ia dapat berguna bagi pelatihan.
Para Peserta
Partisipasi peserta pelatihan yang percaya bahwa semua orang sederajad -- memikul
tanggungjawab-- tanggungjawab kepemimpinan secara bersama-sama -- boleh jadi
merupakan suatu konsep baru bagi sebahagian atau seluruh peserta. Dalam hal seperti
ini fasilitator mungkin perlu waktu untuk menjelaskan kepada peserta pelatihan antara
lain hal hal sebagai berikut:
4. Semua tanggungjawab atas apa yang terjadi dalam kelompok dipikul bersama,
fasilitator tidak dapat begitu saja menentukan sendiri tindak tanduk tertentu
dari seluruh peserta pelatihan dan mengharapkan untuk dilaksanakan
5. Pelatihan hanya dapat berjalan dengan cara bekerjasama bilamana para peserta
pelatihan itu sendiri yang menginginkannya
Merubah Peranan
Dalam pelatihan partisipatif, proses memfasilitasi proses belajar selalu terjadi variasi dan
berubah dari satu situasi ke situasi lainnya sesuai dengan dinamika yang terjadi.
Demikian pula dengan peranan dan fungsi fasilitator dalam sebuah pelatihan tidak akan
sama dengan peranan yang akan dilakukan bersama dengan pelatihan yang lainnya. Jika
fasilitator atau para peserta pelatihan tidak merasa senang dengan beberapa aspek dari
peranan dan fungsi fasilitator (berbagai tanggungjawab yang dibebankan padanya, atau
gaya fasilitator dalam melaksanakan semua tanggungjawab itu) maka peserta pelatihan
hendaknya membahas dan mendiskusikannya untuk melakukan perubahan dan
modifikasi atas peranan itu (dan peranan para peserta dalam hubungan dengan hal itu).
Hal ini mungkin terjadi pada awal pelatihan, atau pada suatu kesempatan selama
pelatihan sedang berlangsung. Perubahan peranan akan sangat menentukan iklim dan
suasana dalam mendukung proses belajar. Hal ini sangat penting untuk menjamin
terbangunnya suasana yang kondusif dan hubungan yang terbuka antara peserta
dengan fasilitator.
Walaupun penjajagan kebutuhan telah dilakukan pada awal perencanaan, namun dalam
mengawali pelaksanaan pelatihan perlu dilakukan lagi. Penyusunan harapan ini mungkin
saja telah dibahas dalam perkenalan diri, seperti yang diuraikan di atas, atau fasilitator
boleh saja melakukannya sebagai sebuah pokok bahasan yang berdiri sendiri dalam
agenda.
1. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi harapan-harapan para peserta dalam
pelatihan ini saat ini
Jika harapan-harapan berbeda atau ada beberapa perbedaan dengan apa yang sudah
dipikirkan dan direncanakan sebelumnya oleh fasilitator, maka ada beberapa
kemungkinan yang dapat ditempuh, yaitu:
Untuk itu fasilitator perlu mempertajam harapan peserta tersebut dengan mengajukan
pertanyaan yang lebih spesifik lagi, sehingga diperoleh "harapan yang makin jelas dan
spesifik". Ada beberapa pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi
fasilitator dalam menanggapi harapan peserta, yaitu :
1. Spesifik, harapan tersebut menyebutkan secara jelas apa yang dikehendaki untuk
dicapai atau perlu dipenuhi. Misalnya meningkatkan ketrampilan mengunakan dan
menerapkan metode pelatihan partisipatif.
2. Realistis, harapan tersebut dapat dipenuhi dan dapat dicapai dalam kurun waktu
yang tersedia.
3. Jelas dan tegas. Harapan tersebut terungkap atau tertulis tentang "apa yang
dikehendaki atau diharapkan". Misalkan saja meningkatkan ketrampilan menerapkan
teknik analisis pihak terkait (stakeholder analysis).
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa implikasi dari pelatihan partisipatif adalah
"adanya keterlibatan intensif" peserta pelatihan. Untuk itu, perlu dibahas dan
didiskusikan bersama tentang "Tujuan Pelatihan" sehingga disepakati oleh kedua belah
pihak, fasilitator dan peserta pelatihan.
Perumusan tujuan yang telah dibuat oleh fasilitator perlu diuji kembali dalam
pelaksanaan pelatihan, melalui kegiatan penyusunan harapan. Bilamana antara Tujuan
Pelatihan yang direncanakan oleh fasilitator sesuai dengan Harapan Peserta, maka
pelatihan dapat terus dilanjutkan. Namun, bilamana ada perbedaan atau beberapa
perbedaan, maka fasilitator dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan
sebagaimana tertuang dalam proses penyusunan harapan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh fasilitator untuk menguji dan menyepakati
"Tujuan Pelatihan" secara bersama dengan melihat "harapan peserta":
1. Sampaikan dan jelaskan "Tujuan Pelatihan" yang telah dipersiapkan oleh
fasilitator
Fasilitator seharusnya memulai pelatihan dengan meninjau dan menyusun agenda dan
jadwal bersama peserta secara partisipatif. Untuk itu fasilitator dapat menempuh hal-hal
sebagai berikut:
1. Lihat satu per satu dari seluruh pokok bahasan dalam agenda, jelaskan tujuan
secara umum dari masing-masing topik / judul
Sangat diharapkan bahwa agenda dan jadwal itu disetujui oleh seluruh peserta pelatihan
- salah seorang yang dapat berbicara mewakili keinginan-keinginan dari seluruh
peserta. Untuk itu, fasilitator berupaya sejauh mungkin untuk dapat
mengakomodasikan agendanya dengan perubahan terhadap bagian yang substansial
dari keinginan atau harapan peserta pelatihan. Namun demikian, jika dirasa kurang
kurang tepat, fasilitator jangan merasa diharuskan untuk melakukan perubahan-
perubahan
Disarankan agar agenda tersebut ditempelkan itu diatas selembar kertas koran sehingga
para peserta dapat melihat / membacanya, atau cara lain ialah membagi-bagikan
lembaran-lembaran ketikan / cetakan.
Dalam memfasilitasi sebuah pelatihan, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan oleh
seorang fasilitator, yaitu:
1. Isi / Konten, yaitu materi atau pokok bahasan yang sedang ditangani, dikelola atau
dipelajari, didiskusikan, dibahas bersama.
Pada saat fasilitator mempersiapkan agenda dan mendefinisikan tujuan serta harapan
peserta bersama dengan peserta pelatihan, pada dasarnya fasilitator memikirkan
tentang isi / konten. Tetapi ketika pelatihan itu sedang berlangsung, fasilitator terlibat
dalam suatu proses.
2. Pada umumnya, fasilitator semakin mampu menjaga kendali atas dirinya sendiri,
dan tidak banyak terlibat dalam proses belajar semakin baik fasilitator tersebut
melakukan fasilitasi
Berikut ini, beberapa uraian umum yang berguna bagi fasilitator dalam memahami apa
yang sedang terjadi dalam pelatihan yang sedang difasilitasi, yang meliputi :
Teknik-teknik tersebut pada umumnya akan dipergunakan pada setiap saat dan dalam
pelatihan apa saja.
Teknik Komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang paling utama dalam pelatihan apa saja. Keefektifan
seorang fasilitator tergantung pada kemampuannya untuk berkomunikasi dengan baik.
Kemampuan untuk melakukan komunikasi secara efektif adalah suatu keterampilan, dan
seperti juga dengan keterampilan lainnya, paling baik mendapatkannya melalui praktek
dan kritik pribadi.
Berikut ini ada beberapa pokok pengalaman dan strategi untuk melakukan komunikasi
yang efektif. Ketentuan ini tidak hanya merupakan petunjuk bagi fasilitator, tetapi juga
boleh jadi sebagai bahan yang berguna untuk disajikan dalam suatu lokakarya. Fasilitator
bukanlah satu-satunya orang yang harus melakukan komunikasi.
Sesuatu yang tampaknya begitu jelas pada seseorang atau fasilitator mungkin
mempunyai arti yang sama sekali berbeda, atau boleh jadi sama sekali tidak dapat
dipahami keseluruhannya oleh orang lain atau para peserta pelatihan. Orang lain
mempunyai pengalaman yang saling berbeda satu dengan yang lainnya. Sebagai
akibatnya, mereka mungkin mempunyai pemahaman yang berbeda-beda terhadap kata-
kata, tanda-tanda dan mimik-mimik dari pada yang dimaksudkan.
2. Gaya dan Penampilan Fasilitator. Cara berpakaian, membawa diri, dan melakukan
inter-aksi dengan yang lain akan mempengaruhi seberapa baik seorang fasilitator
menyesuaikan diri dengan peserta pelatihan. Pada umumnya, jika seorang fasilitator
tampil secara informal, dan merasa senang dengan peserta pelatihan, hal itu akan
membantu membuat mereka merasa santai juga. Tetapi menginterpretasikan kata
"informal" perlu pula memperhatikan norma-norma yang ada. Jangan berpakaian atau
bertindak dengan cara-cara yang dapat memberikan kesan yang palsu atau negatif,
tetapi berusahalah sedapat mungkin menghindari membuat orang-orang tidak berdaya
dengan memunculkan diri sebagai orang asing atau membuat mereka merasa takut
dengan cara apapun.
2. Upayakan untuk memahami apa yang maksud atau arti sebenarnya menurut
perspektif orang lain.
Latihan berikut akan membantu fasilitator untuk lebih menyadari akan keterampilan-
keterampilan mendengarkan :
Berbagai isyarat baik secara verbal maupun non-verbal memberikan petunjuk pada
seorang fasilitator tentang bagaimana seseorang akan memberikan reaksi. Fasilitator
boleh mengatur dan menyesuaikan gayanya (dengan berbicara lebih cepat, lebih lambat,
pada tingkatan yang lebih kurang cukup rumit, dengan mendorong lebih banyak atau
kurang partisipasi kelompok) atau fasilitator boleh memeriksakan pemahamannya atas
isyarat-isyarat ini bersama peserta pelatihan dan meminta mereka memberikan saran
demi melakukan revisi-revisi dalam metode. Beberapa isyarat yang perlu diperhatikan
ialah :
4. Apakah orang-orang saling memandang satu sama lain bila mereka berbicara?
Jika mereka tidak menghindari saling menatap satu sama lain, itu merupakan
suatu pertanda bahwa kelompok itu tidak tegang / santai dan biasa-biasa saja.
5. Mimik dan Gerak Tubuh dari peserta pelatihan.. Gerakan atau mimik dapat
merefleksikan ketegangan, seberapa jauh santai, seberapa jauh kelelahan, atau
seberapa jauh perhatian peserta dalam pelatihan.
Tidak satupun dari isyarat-isyarat ini dapat "menceritakan" pada fasilitator secara
absolut apa yang sedang terjadi. Fasilitator harus menyadari akan situasi mereka dan
memulai menginterpretasikan mereka. Bahkan lebih penting lagi, fasilitator harus
mengenal setiap individu dengan baik sebelum dapat menginterpretasikan isyarat-
isyarat tersebut dengan meyakinkan.
Dengan demikian maka bila fasilitator (berasumsi) merasa bahwa peserta pelatihan
sudah terlalu lelah untuk meneruskan suatu pembahasan, jangan begitu saja
membubarkan mereka. Tanyakan pada mereka apakah mereka sudah merasa lelah,
ataukah apakah mereka mau melanjutkan terus.
Salah satu jenis asumsi sering direfleksikan dalam kata-kata seperti "selalu" dan "tidak
pernah". Ketika seorang fasilitator mengatakan "Totok Hartono selalu terlambat datang
dalam pelatihan" atau " Bunga tidak pernah tidak setuju dengan Bulan", fasilitator
sedang berasumsi bahwa orang-orang ini tidak fleksibel, bahwa mereka tidak bisa atau
tidak akan berubah.
Tidak ada orang yang selalu bertingkah-laku dengan cara yang sama. Apabila fasilitator
menggunakan kata-kata seperti itu, fasilitator berbuat tidak adil pada orang-orang yang
sedang diskusikan (dan mereka mungkin akan merasa tersinggung karenanya) dan
fasilitator tidak berlaku adil pada dirinya sendiri dengan membatasi kemungkinan-
kemungkinan yang dapat anda bayangkan.
Satu cara yang baik untuk menguji asumsi ialah memberikan dan meminta umpan balik.
Fasilitator bertanya pada peserta pelatihan apa yang mereka maksudkan dengan sebuah
kata tertentu, atau fasilitator menyampaikan perasaannya atas apa yang baru saja
mereka katakan kepada mereka. Umpan balik paling baik apabila diberikan dengan
segera, karena melihat sesuatu ke belakang atau mengingat kembali sesuatu yang sudah
terjadi dua minggu lalu membuat orang merasa sukar. Pernyataan-pernyataan umpan
balik akan lebih membantu bila pernyataan-pernyataan itu :
1. Mulailah dengan hal yang positif. Hampir semua orang membutuhkan dukungan
yang perlu disampaikan setelah mereka mengerjakan sesuatu. Umpan balik
berupa kritik dan saran yang baik disampaikan dengan cara benar-benar
membantu.
2. Spesifik. Lebih baik bersifat spesifik dari pada umum : "Anda menabrak tangan
saya" dari pada "Anda tidak pernah memperhatikan ke mana tujuan anda".
3. Tentatif. Lebih baik bersifat tentatif daripada absolut : "Anda kelihatan tidak
merasa prihatin atas masalah ini" dari pada "Anda tidak perduli apa yang
terjadi".
6. Tingkah Laku. Lebih baik berupa tingkah laku yang bisa diubah daripada bersifat
abstrak : "Anda sering mengeluh" dari pada "Anda belum dewasa atau matang".
Bagaimana cara atau pola seorang fasilitator berbicara memberikan pola pada
bagaimana orang menanggapinya. Apa yang dikatakan oleh fasilitator akan menentukan
apa yang dapat dikatakan oleh peserta atau orang lain. Jika seorang fasilitator
mempertahankan sebagian dari pembicaraannya pada suatu tingkatan yang dangkal,
maka peserta pelatihan pada umumnya akan memberikan jawaban pada tingkat yang
dangkal pula. Jika seorang fasilitator bersikap terbuka, peserta pelatihan sering kali akan
menjawab dengan keterbukaan pula. Memberitahukan tentang keadaan fasilitator dan
perasaan-perasaannya akan mendorong peserta untuk memberikan jawaban setimpal.
1. Pernyataan Terbuka. Biarkan anda terbuka terhadap kritik dan penilaian dari
peserta pelatihan.
Setiap orang membangun suatu gaya pribadi dalam hal berkomunikasi. Adalah penting
untuk menambahkan sentuhan-sentuhan pribadi pada bagaimana caranya anda
berinteraksi dengan orang lain. Fasilitator sebenarnya sedang belajar setiap kali
berbicara dengan orang lain. Caranya ialah menyadari akan apa yang sedang dipelajari,
dan belajar menggunakan kesadaran itu.
Sebagai seorang fasilitator, dia akan mengajukan banyak pertanyaan di dalam proses
pelatihan - untuk mendorong diskusi, menganalisa latihan, dan mengevaluasi kemajuan
peserta dan pelatihan itu sendiri.
Dalam menyusun dan terutama mengajukan pertanyaan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
Dalam pertanyaan di atas, pihak penanya menduga atau mengasumsikan bahwa pihak
yang ditanya "seolah-olah" menggunakan sepeda motor atau menggunakan teknik PRA.
Ada kategori lain tentang jenis-jenis pertanyaan yang dapat dipergunakan oleh fasilitator
untuk memulai dan menggerakkan diskusi lebih jauh, yaitu:
1. Pertanyaan Ingatan: Dimana anda mengalami hal itu ? Apakah hal ini pernah terjadi
pada anda ?
4. Pertanyaan Perbandingan: Siapakah dalam hal ini yang benar? Mana yang anda
anggap paling tepat antara pendekatan "Top-down" dengan "Bottom-up?
5. Pertanyaan Proyektif: Apa yang akan terjadi dalam waktu lima tahun mendatang
? Apa yang bakal terjadi dengan pemberlakuan UU No 22 Tahun 1999 dan UU no
25 Tahun 1999?
Apapun juga "jenis pertanyaan" yang ada sebagaimana diuraikan di atas, semuanya
bertolak dari "Kata Kunci Pertanyaan", yaitu; apa? siapa? dimana? kapan?
bagaimana? dan mengapa?. Berikut ini ada beberapa panduan praktis menggunakan
"Kata Kunci Pertanyaan" tersebut di atas untuk menyusun dan mengajukan pertanyaan,
yaitu:
1. Apa? Siapa? Kapan? dan Dimana? Merupakan "kata kunci tanya" untuk
mengungkapkan fakta.
Atas dasar itu, maka akan lebih mudah bagi fasilitator untuk menggunakan dan
menerapkan "Kata Kunci Pertanyaan" tersebut di atas dalam pelatihan.
2. Menyusun dan mengajukan pertanyaan dalam bentuk atau cara yang positif.
4. Siapkan dan ajukan pertanyaan sesuai dengan tujuan pelatihan atau tujuan
suatu pokok bahasan. Jika pertanyaan sesuai dengan tujuan latihan, pikirkan
dalam-dalam jawaban-jawaban apa yang mungkin anda terima.
5. Lakukan ujicoba "daftar pertanyaan tersebut" kepada fasilitator lain atau teman-
teman lainnya.
Ada beberapa TIP untuk dapat mereaksi suatu jawaban "yang sulit" dari peserta, yaitu:
1. Bilamana jawaban yang ada tidak benar atau kurang lengkap: Jangan mengejek
atau menyepelekan, atau bersifat sarkastis, atau mengabaikan jawaban
tersebut. Tunjukkan penghargaan atas jawaban tersebut dan tunjukkan sesuatu
yang tepat dan lengkap dari jawaban yang telah disampaikan tersebut kemudian
lanjutkan dengan orang lain.
5. Bilamana orang yang seringkali memberikan jawaban yang cepat dan benar.
Sampaikan penghargaan dan terima kasih kepadanya. Kemudian berikan
kesempatan kepada peserta lain untuk memberikan jawaban atau memberikan
tanggapan terhadap pertanyaan dan jawaban tersebut.
Memfasilitasi Diskusi
Peranan fasilitator dalam sebuah diskusi akan berbeda sesuai dengan jenis diskusi dan
profil peserta pelatihan. Dalam beberapa situasi fasilitator akan menjadi salah satu
anggota yang turut memberikan sumbangan pemikiran disamping juga sebagai
fasilitator. Dalam situasi yang lain adalah tidak tepat bagi fasilitator untuk tidak banyak
menyampaikan pendapat-pendapat dan perasaan-perasaannya sendiri.
Kadang-kadang fasilitator akan menjadi nara sumber; pada saat yang lainnya peserta
pelatihan tahu lebih banyak tentang topik bahasan yang didiskusikan dari pada
fasilitator. Namun demikian, dalam kebanyakan diskusi, peranan fasilitator antara lain
meliputi membuat diskusi terfokus pada pokok bahasan, memperjelas (atau meminta
klarifikasi) bilamana sesuatu nampak membingungkan, dan membantu menciptakan dan
menjaga situasi dimana setiap orang ikut mengambil bagian dengan cara bekerja sama.
Ada diskusi-diskusi yang tidak perlu mendapatkan stimulasi - diskusi itu terjadi dengan
sendirinya. Namun demikian, dalam banyak hal, fasilitator perlu membantu memulai
suatu diskusi. Berikut ini ada beberapa prinsip dan teknik yang akan sangat membantu.
1. Setiap orang hendaknya mengetahui dan memahami dengan tepat tentang apa,
atau topik, materi yang didiskusikan dan alasan atau latar belakang diskusi itu.
2. Berikan kesempatan dan peluang kepada para peserta untuk bisa terlibat aktif
dalam proses diskusi.
3. Jadilah suatu model atau contoh. Tingkah laku fasilitator dapat menunjukkan
atau menjadi model bagi para peserta pelatihan bagaimana caranya mereka bisa
ikut ambil bagian.
4. Gunakan pertanyaan terbuka dan menantang untuk menstimulasi diskusi.
Sebuah pertanyaan sederhana seperti "Bagaimana menurut perasaan anda
tentang masalah ini ?" adalah suatu cara yang baik untuk memulai suatu diskusi.
7. Membuat catatan-catatan selama diskusi bisa dengan papan tulis atau kertas
koran
10. Menggunakan Intuisi (Indera keenam) dan pengalaman dalam memilih teknik-teknik
apa yang akan digunakan dengan peserta pelatihan tertentu.
Perhatian fasilitator hendaknya tertuju pada isi atau topik diskusi maupun interaksi
antara peserta pelatihan (proses). Berikut ini adalah beberapa kategori-kategori umum
dari tingkah laku fasilitator.
2. Bertahan terus pada pokok atau topik bahasan. Fasilitator perlu memperingatkan
kelompok bilamana diskusi menyimpang dari pokok bahasan atau bilamana pelatihan itu
melanggar satu agenda yang sudah disetujui pada awal pelatihan.
4. Membuat ringkasan. Dari beberapa bagian diskusi diambil secara bersama-sama dan
dibuat kesimpulannya. Ini termasuk menyatakan kemajuan yang sudah dicapai, dan
kemana arah tujuan peserta pelatihan tersebut.
Memfasilitasi atau memandu bukanlah tugas yang hanya dapat dilakukan oleh seorang
saja. Pada kenyataannya, sangat disarankan untuk mempunyai dua atau tiga orang
faslitator bilamana memungkinkan. Memfasilitasi atau memandu secara tim mempunyai
banyak keuntungan. Dua orang fasilitator dapat menjalankan peranan-peranan yang
berbeda didalam proses pelatihan sehingga dapat saling membantu satu sama lain dan
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada peserta pelatihan. Dengan mempunyai
dua atau lebih fasilitator, maka hal ini juga menguntungkan bagi peserta yaitu sedang
meningkatkan keterampilan fasilitator kepada peserta pelatihan.
Ada beberapa model yang dapat diterapkan dalam memfasilitasi secara tim, yaitu antara
lain:
1. Fasilitator -Juru Catat. Adanya suatu pembagian tugas di antara dua orang
fasilitator yaitu seseorang bertindak dalam kapasitas rutin sebagai fasilitator, dan
fasilitator kedua bertindak sebagai juru catat.
Terdapat beberapa kelemahan dari fasilitasi secara tim antara lain: (!) masing-masing
dapat memanipulasi peserta pelatihan, (2) memaksakan persepsinya masing-masing, (3)
kurang sensitif terhadap masukan-masukan dari peserta.
Metode Pelatihan
Macam-Macam Metode
Banyak pilihan metode yang dapat dipergunakan oleh seorang fasilitator dalam
memproses interaksi belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Tentu saja setiap metode
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Dalam pendekatan andragogis, peserta mutlak terlibat secara aktif. Keranna itu metode-
metode yang bersifat satu arah perlu dihindarkan.
Metode Ceramah
Metode Ceramah seringkali disebut metode kuliah (The Lecture Method). Dapat pula
disebut dengan metode deskripsi. Metode ceramah merupakan metode yang
memberikan penjelasan atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang
fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu. Metode ini kurang tepat untuk
pelatihan orang dewasa, karena dalam pelatihan orang dewasa menghendaki
keterlibatan aktif seluruh peserta.
Curah Pendapat (Brainstorming)
Adalah sebuah metode umum yang digunakan dalam suatu pelatihan orang dewasa
untuk membantu peserta pelatihan memikirkan sebanyak mungkin ide dan gagasan.
Selama berlangsungnya curah pendapat peserta didorong untuk menghasilkan
pendapat, gagasan secepat mungkin tanpa perlu memikirkan nilai dari pada pendapat
itu. Tekanannya ialah pada kuantitas, dan bukan kualitas.
Adalah hampir sama dengan curah pendapat, tetapi ini dirancang untuk mendorong
setiap pribadi peserta pelatihan untuk memberikan sumbangsihnya dan untuk
mencegah adanya dominasi peserta tertentu.
Prosedur itu mulai dengan suatu saat yang hening selama lima sampai sepuluh menit
saat mana digunakan oleh peserta-peserta untuk menulis pendapat-pendapat sebanyak
mungkin di atas selembar kertas. Pendapat-pendapat itu merupakan jawaban terhadap
suatu pertanyaan yang spesifik yang diajukan oleh fasilitator atau sudah disetujui oleh
peserta pelatihan (seperti "Apa yang seharusnya dilakukan untuk memperbaiki lembaga
ini ?").
Hanya setelah setiap pendapat sudah dicatat barulah seluruh peserta mendiskusikan
semuanya. Seluruh peserta mengklarifikasi pendapat-pendapat dan, jika para
penyumbang pendapat setuju, menggabungkan pendapat-pendapat yang sama atau
hampir sama. Setelah tahapan diskusi, salah satu cara untuk memprioritaskan item-item
ialah bagi setiap anggota menuliskan lima yang menurut dia adalah yang paling penting,
dan sesudah itu membuat ranking dari kelimanya. Si juru catat membacakan setiap item
dari daftar itu dan menambahkan poin-poin yang ditugaskan padanya. (Sebuah item
dinilai lima poin untuk setiap satu kali hal itu dicatat sebagai prioritas pertama dari
seseorang, empat poin setiap kali ia didaftarkan kedua kalinya, dan seterusnya). Dengan
cara ini kelompok dapat menentukan nilai-nilai apa yang ditempatkan oleh anggota-
anggota secara kolektif pada pendapat-pendapat yang sudah disarankan, setelah
pendapat-pendapat itu dihasilkan.
(Adalah penting sekali bahwa sang juru catat menggunakan kata-kata yang tepat sama
persis seperti yang digunakan oleh penyumbang pendapat ketika menguraikan
pendapatnya. Jika kata-kata harus diubah, hal itu hanya akan bisa dilakukan dengan
seijin sipenyumbang pendapat, barangkali dengan mengajukan pertanyaan seperti ,
"Dapatkah anda memikirkan suatu cara yang lebih singkat dalam mengatakan hal itu ?")
Metode Diskusi
Metode Diskusi merupakan metode yang biasanya dipergunakan dalam pelatihan orang
dewasa, karena mereka dapat berpartisipasi aktif untuk menyumbangkan pemikiran,
gagasan dalam kegiatan diskusi. Kalau dalam metode ceramah hanya terjadi komunikasi
satu arah, maka metode diskusi terjadi banyak arah. Dengan demikian maka pada
dasarnya metode diskusi adalah mengemukakan pendapat dan gagasan dalam
musyawarah untuk mencapai mufakat. Biasanya peserta diskusi dihadapkan pada suatu
atau sejumlah masalah yang mungkin disodorkan oleh fasilitator. Atau peserta dapat
pula menentukan sendiri topik yang perlu dipecahkan bersama. Tujuan diskusi pada
umumnya adalah mencari pemecahan permasalahan, dari sinilah muncul bermacam-
macam jawaban yang perlu dipilih satu atau dua jawaban yang logis dan tepat guna dari
bermacam-macam jawaban yang lain untuk mencapai mufakat / persetujuan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan Metode Diskusi dalam
pelatihan:
1. Diskusi hendaknya berlangsung dalam "iklim terbuka", dalam suasana santai dan
informal.
2. Persiapkan dengan baik bahan diskusi sebelum diskusi dilakukan. Lebih baik
dibuat secara tertulis.
Memberikan pengantar tentang keluaran yang diharapkan dari kegiatan diskusi tersebut
tanpa ikut campur "fasilitator".
Selama ini, dalam pelatihan orang dewasa, dikenal banyak macam metode diskusi dan
seorang fasilitator dapat memilih salah satu atau gabungan dari berbagai teknik ini
sehingga dapat memberikan berbagai variasi bagi peserta pelatihan dan tidak
menimbulkan kebosanan peserta. Macam-macam teknik diskusi tersebut antara lain
meliputi:
Seluruh kelompok peserta duduk dalam satu formasi setengah lingkaran atau
berbentuk "U" yang dipimpin oleh fasilitator atau moderator yang diminta dari peserta.
Diskusi seluruh kelompok ini biasanya membicarakan topik tertentu dengan fasilitator /
moderator sebagai pemandunya. Digunakan untuk mengenal dan mengelola
permasalahan, membuat permasalahan yang menarik, menciptakan suasana informal,
membantu peserta mengemukakan pendapat. Peserta diskusi hendaknya tidak lebih
dari 20 orang.
Diskusi Kelompok Fokus ini tidak jauh berbeda dengan diskusi kelompok di atas,
namun materi pembahasan diskusi lebih difokuskan pada bidang tertentu. Peserta
diskusi kelompok fokus biasanya bersifat homogen atau yang mempunyai pengalaman
atau pengetahuan yang sejenis atau sama.
4. Panel Diskusi
Panel Diskusi juga dipergunakan untuk membahas suatu permasalahan tertentu dimana
2 atau 3 orang dari luar atau dari peserta pelatihan itu sendiri diminta untuk menyajikan
sesuatu permasalahan atau pendapatnya tentang sesuatu kemudian seluruh peserta
diminta untuk menanggapi dan dan terlibat untuk mendiskusikannya.
5. Syndicate Group
Suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok kecil dengan anggota tidak lebih dari
5 orang. Masing-masing kelompok kecil tersebut melakukan diskusi tertentu, dan tugas
ini bersifat sementara. Fasilitator memberikan penjelasan secara umum dan garis besar
permasalahan, kemudian tiap-tiap kelompok kecil (syndicate) diberi tugas mempelajari
suatu praktek tertentu yang berbeda dengan kelompok kecil lainnya. Jika
memungkinkan fasilitator menyediakan referensi. Setelah kelompok bekerja sendiri-
sendiri, kemudian masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam sidang
pleno untuk dibahas lebih jauh.
6. Debat Informal
Kelompok besar dibagi menjadi dua kelompok yang sama jumlah pesertanya dan
mendiskusikan materi yang cocok untuk diperdebatkan. Biasanya fasilitator memberikan
persoalan yang sama kepada dua kelompok tersebut dan memberikan tugas yang
bertentangan, yaitu bahwa satu kelompok "pro" dan satu kelompok kontra". Biasanya
bahan yang diperdebatkan merupakan suatu permasalahan dan bukan merupakan
sesuatu yang aktual.
Para peserta pelatihan dibagi menjadi beberapa kelompok; salah satu kelompok,
yang dapat disebut dengan "kelompok dalam" mendiskusikan suatu masalah tertentu
dan "kelompok luar" (kelompok lainnya) sebagai pendengar. Sebagai contoh, kelompok
dalam dapat merupakan kelompok panitia pelaksana (OC) sedangkan kelompok luarnya
adalah "Kelompok Panitia Pengarah" (SC) yang tugasnya mendengarkan, menganalisis
serta menterjemahkan apa yang dibahas, didiskusikan dan dibicarakan menjadi tindak
tindakan nyata.
Simulasi berasal dari bahasa Inggris "Simulation" artinya meniru perbuatan yang
bersifat pura-pura atau tidak dalam kondisi sesungguhnya. Tujuan simulasi adalah
menanamkan materi pembahasan melalui pengalaman berbuat dalam proses simulasi.
Sebenarnya simulasi lebih tepat untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan jalan
"melakukan sesuatu" dalam kondisi tidak nyata. Misalkan saja melakukan "simulasi
melatih petani".
11. Demonstrasi
Metode Peragaan merupakan suatu metode yang digunakan oleh fasilitator "untuk
memperagakan" suatu proses untuk meningkatkan ketrampilan tertentu dengan
menggunakan alat yang sesuai dengan yang sesungguhnya. Misalkan "cara menyuntik
ayam". Disini fasilitator atau salah seorang peserta menunjukkan alat yang dipakai,
proses yang ditempuh dan teknik yang dipergunakan dalam menyuntik ayam.
Media Pelatihan
Media pelatihan adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan peserta sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar pada diri peserta pelatihan. Batasan ini cukup luas
dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang
dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran / pelatihan.
Pada mulanya media hanya berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan belajar,
yaitu berupa sarana yang cepat memberikan pengalaman visual kepada peserta antara
lain untuk mendorong motivasi, memperjelas dan mempermudah konsep-konsep yang
abstrak dan mempertinggi daya serap belajar. Dengan masuknya pengaruh teknologi
audio maka lahirlah alat bantu audio visual yang terutama menekankan penggunaan
pengalaman yang konkrit untuk menghindari verbalisme.
1. Media Visual Dua Dimensi Tidak Transparan, yang termasuk dalam jenis media
ini adalah: gambar, foto, poster, peta, grafik, sketsa, papan tulis, flipchart, dan
sebagainya.
2. Media Visual Dua Dimensi yang Transparan. Media jenis ini mempunyai sifat
tembus cahaya karena terbuat dari bahan-bahan plastik atau dari film. yang
termasuk jenis media ini adalah: film slide, film strip, movie film, dan
sebagainya.
3. Media Visual Tiga Dimensi. Media ini mempunyai isi atau volume seperti benda
sesungguhnya. yang termasuk jenis media ini adalah: benda sesungguhnya,
nodel, diorama, speciment, mock-up, pameran, dan sebagainya.
4. Media Audio. Media audio berkaitan dengan alat pendengaran seperti misalnya:
Radio, Kaset, Laboratorium bahasa, telepon dan sebagainya.
5. Media Audio Visual. Media yang dapat menampilkan gambar dan suara dalam
waktu yang bersamaan, seperti: Film, Compact Disc, TV, Video, dan lain
sebagainya.
Dari beberapa jenis media tersebut di atas, ada beberapa media yang mempunyai
"perangkat keras" (Hardware) dan "perangkat lunak" (Software).
2. Penyajian media yang ada harus diikuti dengan diskusi dan pembahasan oleh
para peserta pelatihan dengan jalan menjawab atau mendiskusikan berbagai
pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator, sesuai dengan siklus belajar
berdasarkan pengalaman:
a. Mengalami
b. Mengungkapkan pengalaman
d. Menarik kesimpulan
Peran peserta lebih aktif dalam menggunakan media yang ada sebagai alat untuk
"mengalami dan mengungkapkan pengalaman". Sedangkan peran fasilitator lebih untuk
menyimpulkan hasil-hasil yang dicapai.
Evaluasi Pelatihan
Di dalam pelatihan evaluasi merupakan suatu sistem dari pelatihan itu sendiri, dimana
sistem tersebut merupakan "transformasi" atau tempat mengolah suatu masukan
(input) untuk menjadi hasil (output). Dengan demikian evaluasi merupakan elemen
sistem pelatihan yang berperan sebagai fungsi kontrol dan umpan balik terhadap
keseluruhan proses pelatihan.
2. Menilai efektifitas materi yang dibahas dan dipelajari oleh peserta pelatihan
dalam kaitannya dengan peran sosialnya, perubahan perilaku dan sikapnya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, biasanya dalam pelatihan partisipatif, ada
beberapa "alat" yang dapat dipergunakan dalam evaluasi pelatihan, antara lain:
1. Mood Meter, digunakan untuk mengetahui tingkat perasaan dan suasana hati
peserta pelatihan selama mengikuti pelatihan. "Mood Meter" ini dilakukan
secara terbuka dan biasanya ditempelkan di tempat yang dapat dibaca oleh
seluruh peserta pelatihan. Skala yang digunakan antara lain "Senang", "Cukup
Senang" dan "Tidak Senang"
2. Evaluasi Harian. Evaluasi harian dilakukan setiap hari pada akhir pelatihan.
Evaluasi Harian ini pada umumnya menilai "proses" dan "hubungan-hubungan"
yang terjadi selama satu hari, yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki
berbagai kelemahan yang ditemukan pada saat itu. Disamping itu, evaluasi
harian ini juga "menilai" hal hal yang menyangkut "substansi" pokok bahasan.
3. Evaluasi Akhir. Dilakukan pada akhir pelatihan, yang menyangkut efektifitas seluruh
aspek pelatihan, mulai dari penyelenggaraan, metodologi, partisipasi peserta, fasilitator,
materi pelatihan, suasana pelatihan dan lain sebagainya. Evaluasi pelatihan ini dilakukan
oleh peserta sendiri dan bersifat terbuka. Ada berbagai contoh yang dapat dipergunakan
dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan.
Penutup
Hal-hal yang telah disampaikan dalam tulisan ini adalah: prinisp-prinsip dasar
memfasilitasi, mempersiapkan pelatihan partisipatif, melaksanakan proses pelatihan
partisipatif, teknik dan proses memfasilitasi pelatihan, metode pelatihan, media
pelatihan, dan evaluasi pelatihan.
Daftar Kepustakaan
3. Mel Silberman, Melvin L, 101 Ways To Make Training Active, Pfeiffer & Company
Johannesburg, London, San Diego, Sydney, Totonto,1995
4. Rae, Leslie, How to Train the Trainer, 23 Coplete Lesson Plans for Teaching Basic
Training Skills to New Trainers, McGraw-Hill Companies, New York, 1997.
5. Auvine, Brian, A Manual For Group Facilitators, The Center for Conflict
Resolution, Madison, Wiconsin 1978.
6. Bina Swadaya, Modul Pelatihan Pelatih Bagi Keluarga Besar DELIVERI, (Bahan
Pelatihan Pelatih I), Novotel, Bogor, 2000
Deliveri Project, Laporan Pelatihan Pelatih (Training of Trainers) Bagi Staf Dinas
Peternakan (Propinsi dan Kabupaten), 1997, 1998 dan 1999.