Anda di halaman 1dari 30

Bed Side Teaching

AKNE VULGARIS

Oleh :
Liga Hendrono
1210313032

Preseptor :

dr. Tutty Ariani, Sp.DV.

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah peradangan folikel pilosebasea yang ditandai dengan
adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah
wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung dan terkadang di daerah bokong. Akne
pada pada dasarnya merupakan suatu keadaan yang sering ditemui pada remaja,
dengan 85% terjadi pada remaja dengan berbagai derajat keparahan. Dimana
didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Penyebab
yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor,
dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, pengaruh musim,
infeksi bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.1,2,3
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe
(komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit (
ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi
dan non-inflamasi.4
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris antara lain
erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet.
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya dimulai
pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk menghindari sekuele yang
bersifat permanen.2,5,6
II. EPIDEMIOLOGI

Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch. Pada
saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih banyak pada anak
perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada anak usia 6 tahun
dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada evolusi yang signifikan
mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang berbeda dari literatur berbagai
negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak
laki-laki.5
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi dengan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin.
Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun. Bagaimanpun,
terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi 12% perempuan dan
3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan
menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia dewasa akhir.7
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh
karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada periode
neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas, dengan komedo
sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah kasus terbanyak
terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah itu insidennya akan
menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade ketiga.2

III. ETIOPATOGENESIS

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti
belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor,
dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi
bakteri (Propionibacterium aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi
peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi
dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium
aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini
yang terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri
komensal pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada
duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas,
memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus
epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne,
kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon
ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat
pada remaja laki-laki dan perempuan.1
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum oleh
kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon sangat cepat pada
peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding
kelenjar lain dalam tubuh.3
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan,
seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada
musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.1
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi
duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi
akne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.1
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan
kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan
dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel,
bakteri, dan peradangan (inflamasi).2
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan
produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih
banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada
kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu
trigliserida mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi
asam lemak bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea.
Asam lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong
terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan
mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum
androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5α-
reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT
poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi
timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis
estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme
dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek
androgen dalam glandula sebasea, menghambat produksi androgen dalam jaringan
gonad melalui umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi
gen yang yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2

a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul (pustul) d)
Nodul.2
2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer
akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum
menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel
dan kekuatan kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular.
Plug ini kemudian menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri
terakumulasi di dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel
rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap
proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun
terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu
stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin
(IL)-1α.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk
menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang
poten yang memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17β-hidroksisteroid
dehidrogenase dan 5α-reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah
dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit
epidermal, keratinosit follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan
produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain
yang mendukung peranan androgen dalam patogenesis akne ialah bahwa pada orang
dengan insensitivitas androgen komplet tidak terkena akne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic.
Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada
orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah
penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin
proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang
tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum.2
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit
follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan
mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat
pembentukan mikrokome.2
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan
aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif,
anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne
memiliki konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal.
Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada
glandula sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang
menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki
titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan
respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali
kaskade proses pro-inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan
merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease,
hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi
regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel
polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-
like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.2
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan
komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya
mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak
memiliki komedo dan cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi
dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru
terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang
mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke
dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan
pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di
sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu
sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang
mengelilingi mikorkomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang saling
berkaitan dalam pembentukan akne.1,2

IV. GEJALA KLINIS

Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea


yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan
lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit
meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo
terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang
membutuhkan peregangan pada kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang
terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm
dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema.
Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk
plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa
atau pus kekuningan.7,8,9
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan
kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai
keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit
yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa
bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang heterogen. Morofologi yang
dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada
dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah, skar papular putih kekuningan
pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan
keloidal yang meninggi pada badan dan leher.7
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas.
Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada
hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada
concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo dan kista pre dan retro-
aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat
mendominasi.7
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda
awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12
tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan
pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul
inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana kadar hormon
meningkat pada usia-usia pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih
berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda
cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang
lebih berat dibanding perempuan usia muda. Perempuan dapat mengalami perjalanan
penyakit yang berat dari lesi papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Akne
juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan akne
pada saat remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan
nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.7
V. KLASIFIKASI

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk


beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe (
komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit (
ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi
dan non-inflamasi.4
1. Klasifikasi sederhana
Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl
mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya
< 10 ).4
Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak
(10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang
disertai penyakit yang ringan pada badan.4
Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul yang
sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-
kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ). Area
yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung.4
Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri
bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil.4
2. FDA global grade
Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan
sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin
terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi,
dengan sedikit lesi nodular.4

Gambar.2 Akne vulgaris grade 1 Gambar.3 Akne vulgaris grade 2

Gambar.4 Akne vulgaris grade 3 Gambar.5 Akne konglobata


VI. DIAGNOSIS

Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas,
tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin
memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne
fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi
sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang
osteolitik.4
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka
dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat
berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada
area dengan glandula sebacea yang banyak.4
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien
dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,
evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-
S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak
perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada
peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional,
tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat
dilakukan.4

VII. DIAGNOSIS BANDING


Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris didiagnosis
dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul, papul, dan nodul)
yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis banding akne vulgaris
antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
1. Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi obat, seperti
kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida, difenilhidantoin, dan ACTH.
Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa
disertai demam.8
2. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui secara pasti,
dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan leher. Penyakit ini terdiri
atas dua komponen klinik, yakni perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema
intermiten dan persisten serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista,
dan hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum
dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10
3. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul dan pustul
kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan predominan di sekitar mulut.
Dermatitis perioral biasanya pada wanita muda, sering ditemukan di sekitar mulut,
namun dapat pula di sekitar hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara
pasti, namun diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride,
dan kontrasepsi oral.2,8,10
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult, dan dagu,
yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa dengan diameter
kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor
yang mungkin menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif
terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.12

VIII. PENATALAKSANAAN

Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan
diet.2,5,6
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini
mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)
merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan sebagai terapi
lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian
resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi
peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan
dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena
absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan
dengan air untuk absorbs yang optimal. 2,5,13
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-
200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya
diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan
diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan. 2,5,13
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini sama
efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap
P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik
digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous colitis.
Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang lain
dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis. 2,5,13
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan
untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi
komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan
menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan
menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah
P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi. 2,13
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1gram/kgBB/hari atau
50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan
jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan
pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn yang
berat. 2,6
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan
diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9
bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi. 2,13
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk
lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat daripada
papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di
punggung dan badan.2,5
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon
terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara
sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada
akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo.
Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon,
estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi
hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi
topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat,
dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-
kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan
terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane
hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun)
dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen,
salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang
diberikan antara 100-200 mg. 2,5
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan target
pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan untuk
hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen reseptor
blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula adrenal.2
2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang
banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini
adalah untuk mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot
yang baru dan mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan
untuk beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-
obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga
pada daerah disekitarnya.8,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance terapi.13
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan
Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini
ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-
inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam
galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution
(0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin
prenetration.11,13
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama dengan
tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan 55%
setelah 12 minggu pengobatan.13
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream, atau
solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang melibatkan 1000
pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama dengan
tretinoin 0.025%. 13
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk
akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah rendah
iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap P.aknes
dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin ditingkatkan
konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi
produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja
antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada
efek klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan atau dalam
saluran kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular
yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam
bentuk gel. Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin
1,5% dengan klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga
pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi
penggunaan eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat
menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida
lebih direkomendasikan. 2,5,13
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja
dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri
dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada
keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit
juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan
berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar
sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke
dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam
akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam
jumlah produksi sebum. 2,5,13
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi
dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal.
2,5,13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang berhubungan
dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri farmakologi
mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi akne yang tidak
mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang penggunaan
topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara
komersial. 2,5,13
3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.13
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-
nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun
waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah
2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat
yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan
harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan
menyebabkan atrofi.5,13
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi
nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense (2.5-
10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair
selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja
dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi
kerusakan pada dinding tersebut. 13
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara
bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari
paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi
sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi. 2,5,13
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris.
Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan
hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base
yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi
beberapa pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan
tersebut. 5
IX. PROGNOSIS

Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan
kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini biasanya
diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan
mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita
akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.2
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan
biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak
terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi.2
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan
sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk
menghindari sekuele yang bersifat permanen.2
Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika melewati
usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui
secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun
perubahan komposisi lemak.14
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. RS

Umur : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa Kedokteran

Alamat : Jl. Betawi Kompleks PJKA, Padang Timur

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Suku : Minang

Negara Asal : Indonesia

Tanggal Pemeriksaan : 2 Mei 2018

II. ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan usia 21 tahun datang ke poliklinik RSUP Dr. M


Djamil Padang pada tanggal 2 Mei 2018 dengan:

Keluhan Utama

Jerawat yang bertambah banyak terasa nyeri dan gatal di daerah wajah dan dagu
sejak satu minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien mengeluhkan jerawat yang bertambah banyak dan terasa nyeri serta
gatal di daerah wajah dan dagu sejak satu minggu yang lalu.
 Keluhan jerawat sudah dirasakan sejak empat tahun belakangan ini.
 Pada awalnya, jerawat hanya muncul di masa awal menstruasi.
 Pasien mengatakan bahwa sekarang jerawat tetap ada bahkan di luar masa
menstruasi.
 Pasien mengatakan banyak mengkonsumsi makanan-makanan yang
berminyak dan pedas tapi menganggap tidak ada pengaruhnya terhadap
jerawatnya.
 Pasien merupakan seorang mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani
stase klinik di RSUP dr. M. Djamil Padang.
 Pasien memiliki kebiasaan untuk bergadang di malam hari.
 Pasien mengatakan bahwa pada saat bergadang biasa tidur hanya dua sampai
empat jam sehari
 Pasien memiliki kebiasaan untuk mencuci muka dua kali sehari
 Pasien juga mengatakan sering menggaruk wajah karena gatal sehingga
jerawat sering berdarah.
 Pasien sebelumnya tinggal di daerah Depok empat tahun yang lalu selama
SMA, kemudian pindah ke Padang untuk kuliah.
 Pasien mengatakan lebih mudah berkeringat dalam cuaca panas di kota
Padang.
 Pasien mengatakan bahwa sering melakukan aktivitas di luar ruangan dan
sering sekali berkeringat.
 Jerawat dirasakan akan mulai timbul apabila banyak melakukan aktivitas yang
berkeringat.
 Pasien mengatakan bahwa di keluarga pasien ada juga anggota keluarga yang
mengalami hal yang serupa yaitu kakak pasien. Kakak pasien dikatakan
sedang bekerja dan sering kelelahan dan mengalami stress.
 Anggota keluarga pasien tidak ada lagi yang mengalami hal yang serupa.
 Riwayat atopi dan alergi disangkal oleh pasien.
 Pasien pernah berkonsultasi ke dokter spesialis kulit tentang keadaan jerawat
ini. Oleh dokter kulit telah diberikan dua macam krim, yang satu untuk
digunakan di siang hari dan satu lagi digunakan di malam hari. Pasien tidak
mengingat apa nama obatnya, tetapi dikatakan oleh pasien bahwa krim
tersebut mengandung sulfur.
 Pasien mengakui rutin menggunakan obat yang diberikan oleh dokter spesialis
kulit tersebut dan mengatakan dalam satu tahun terakhir ini keluhan jerawat di
wajah mulai berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mengalami keluhan ini 4 tahun yang lalu saat memulai aktivitas sebagai
mahasiswa kedokteran yang sering bergadang dan mengalami stress. Satu tahun
yang lalu pasien berobat ke dokter spesialis kulit dan diberikan dua macam krim,
satu krim siang dan satu krim malam, pasien lupa nama obatnya. Pasien rutin
menggunakan obat tersebut dan mengatakan jerawatnya telah berkurang dalam
satu tahun terakhir.

Riwayat Penyakit Keluarga

 Kakak pasien mengalami keluhan yang sama.


 Riwayat atopi disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien mendapatkan satu krim siang dan satu krim malam oleh dokter spesialis
kulit tetapi pasien lupa nama obatnya. Pasien menggunakan obat secara teratur
dan mengatakan keluhan jerawat sudah mulai berkurang dalam satu tahun terakhir.

Riwayat Atopi

• Riwayat bersin-bersin pagi hari tidak ada


• Riwayat alergi makanan tidak ada
• Riwayat alergi obat tidak ada
• Riwayat asma tidak ada
• Riwayat eksim tidak ada
• Riwayat mata merah dan terasa gatal tidak ada
• Riwayat biring susu tidak ada
• Riwayat kaligata tidak ada
• Riwayat hay fever tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS

• Keadaan umum : Tidak tampak sakit


• Kesadaran : CMC
• Berat badan : 58 kg
• Tinggi badan : 158 cm
• IMT : 23.23 kg/m2
• Status gizi : Baik
• TD : 120/80 mmHg
• Nadi : 81 x/ menit
• Nafas : 17 x/ menit
• Suhu : 36,7 ºC
• Pemeriksaan paru : Dalam batas normal
• Pemeriksaan thorak : Dalam batas normal
• Pemeriksaan jantung : Dalam batas normal
• Pemeriksaan abdomen : Dalam batas normal
STATUS DERMATOLOGIS
• Lokasi : wajah sebelah kiri dan kanan
• Distribusi : terlokalisir, bilateral
• Bentuk : tidak khas
• Susunan : tidak khas
• Batas : tegas
• Ukuran : milier sampai lentikuler
• Efloresensi : white comedo, black comedo, papul, pustul
STATUS VENEREOLOGIKUS : Tidak dilakukan pemeriksaan

• Kelainan selaput : tidak dilakukan


• Kelainan kuku : tidak dilakukan
• Kelainan rambut : tidak dilakukan
• Kelainan KGB regional : tidak dilakukan
RESUME
 Seorang wanita berumur 21 tahun datang ke poliklinik RSUP dr. M. Djamil
dengan keluhan jerawat yang terasa nyeri dan gatal di daerah wajah dan dagu
sejak satu minggu yang lalu.
 Jerawat pertama kali dirasakan timbul empat tahun yang lalu saat menjadi
mahasiswa kedokteran. Jerawat dirasakan merupakan akibat kebiasaan pasien
yang sering bergadang dan hanya tidur dua sampai empat jam per hari.
Kemudian pasin berobat ke dokter spesialis kulit dan mendapatkan krim
malam dan krim siang namun tidak ingat nama obatnya. Pasien rutin
menggunakan obat dan merasakan keluhan jerawat yang telah berkurang satu
tahun ini.
 Pasien mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yaitu kakak yang
mengalami keluhan yang serupa. Tidak ada anggota keluarga lain yang
memiliki riwayat yang sama. Riwayat atopi dan alergi disangkal.
 Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya white comedo, black comedo, papul
dan pustul.
DIAGNOSA KERJA
Acne vulgaris derajat ringan
DIAGNOSA BANDING
Tidak ada diagnosa banding
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ekstraksi komedo
TATALAKSANA
1. Umum

Edukasi untuk cuci muka


2. Khusus
Tetap menggunakan obat dokter sebelumnya.
PROGNOSIS

Quo ad sanationam : bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam

Quo ad functionam : bonam


BAB III
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien perempuan umur 21 tahun di Poliklinik Kulit


dan Kelamin pada tanggal 2 Mei 2018 dengan keluhan jerawat yang bertambah
banyak serta terasa nyeri dan gatal sejak satu minggu yang lalu. Dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan jerawat yang bertambah sejak satu
minggu yang lalu. Jerawat biasanya disertai nyeri dan gatal sesuai dengan
pathogenesis dari jerawat (acne vulgaris). Jerawat mulai timbul sejak 4 tahun yang
lalu, semenjak pasien menjadi mahasiswa kedokteran yang sering bergadang (tidur
sekitar 2-4 jam sehari), sering beraktivitas di luar dan berkeringat, mengkonsumsi
makanan yang berminyak seperti gorengan. Hal ini sesuai dengan salah satu etiologi
dari acne yang berasal dari lingkungan dan gaya hidup/kebiasaan pasien.
Temuan efloresensi komedo, papul dan pustul sesuai dengan perjalanan
penyakit akne. Komedo terbentuk oleh karena hiperproliferasi epidermis follicular
dengan meningkatkan kerja dari keratinosit. Begitu pula dengan papul dan pustul
yang terbentuk karena proses inflamasi yang akan terjadi kemudian dan melibatkan
dari bakteri P. acne.
Dari pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya lesi yang terlokalisir dan
bilateral di wajah dan dagu pasien, dengan bentuk tidak khas, susunan tidak khas,
batas tegas, ukuran milier sampai lentikuler dan pada efloresensi ditemukan adanya
white comedo, black comedo, papul dan pustule. Efloresensi ini merupakan ciri khas
dari akne vulgaris.
Pada pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan ekstraksi komedo
untuk membuktikan bahwa komedo yang terlihat pada pemeriksaan fisik memang
merupakan komedo. Selain sebagai pemeriksaan penunjang, beberapa penelitian
sebelumnya telah mengatakan bahwa ekstraksi komedo juga dapat membantu dalam
mengurangi timbulnya jerawat.
Pada pasien dilakukan penatalaksanaan umum dan khusus. Penatalaksanaan
umum bertujuan untuk menghindari munculnya jerawat-jerawat baru. Pada kasus ini
dicurigai adalah dari gaya hidup dan kebiasaan pasien. Pasien dianjurkan untuk
mencuci muka dua kali sehari dan dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan
berminyak dan meningkatkan konsumsi makanan kaya serat dan vitamin. Pasien juga
diedukasi untuk tidak menggaruk daerah yang berjerawat agar tidak terjadi luka dan
berpotensi untuk menyebabkan infeksi sekunder pada pasien. Penatalaksanaan khusus
pada pasien tidak ada dan pasien dianjurkan untuk menggunakan krim yang telah
diberikan oleh dokter spesialis kulit sebelumnya secara teratur.
Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam bonam, quo ad sanam bonam,
quo ad functionam bonam, dan quo ad kosmetikum dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.


2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and Acneiform
Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell D, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill;
2007. p: 690-703.
3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed. Massachusetts:
Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.
4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the World
Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings AV,
eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM, eds.
Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th ed. Canada : El Sevier; 2000.
p: 231-44.
8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology Therapeutics
7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-18
9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent Books;2005.
p:10-20.
10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins;
2007. P:175-180
11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:253-
256
12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,
Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ
Books;2003. p:125-131.
13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment.
Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris July
2002. p:37-42. 2003
14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H,
Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003. p:87-98.
15. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from :
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html

Anda mungkin juga menyukai