Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam uasaha mendewasakan manusia melaui upaya pengajaran dan
pelaithan; proses, cara, perbuaan mendidik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:
263). Hal ini berarti bahwa tujuan pendidikan adalah upaya untuk mendewasakan
manusia agar dapat menjadi manusia yang mandiri dan bisa menghadapi masalah
yang ditemuinya dengan baik. Upaya ini dilakukan lewat pengajaran dan pelatihan.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
John Dewey (dalam Hasbullah, 2006: 2) menyatakan bahwa pendidikan adalah
proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan sesama manusia. Senada dengan hal tersebut menurut
Driyarkara (dalam Hasbullah, 2006: 2) pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda
atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani. Artinya pendidikan bertujuan untuk
memanusiakan manusia atau mengangkat derajat manusia agar menjadi manusia yang
lebih baik.
Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah
persoalan mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendiidkan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan
kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan saran dan prasarana
pendiidkan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, indikator
mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah,
terutama di kota-kota, menujukkan peningkatan mutu pendidkan yang cukup
menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.
Berbagai pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan
pendidikan kita? Beberapa pengamat berpendapat, ada berbagai faktor yang
menyebabkan mutu pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara signifikan.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan yang menganggap bahwa apabila senua komponen pendidikan seperti
pelatihan guru, pengadaan buku dan alat belajar, dan perbaikan sarana serta prasarana
pendidikan lainnya dipenuhi, maka hasil pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu
pendidikan secara otomatis akan terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena
hanya memusatkan pada masukan pendididkan dan tidak memperhatikan proses
pendidikannya. Padahal proses pendidikan sangat menentukan hasil pendidikan
tersebut. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis
sentralistik, (kebijakan terpusat) sehingga menempatkan sekolah sebagai
penyelengaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang
mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang tidak sesuai dengan kondisi
sekolah. Sekolah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk
mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan
sebaga salah satu tujuan pendidikan nasional. Ketiga, peran serta masyarakat
khususnya orang tua dalam penyelenggaran pendidikan selama ini sangat minim.
Munculnya paradigma guru tentang manajemen pengelolaan sekolah yang
bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang
lebih luas kepada seklah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan
berkualitas. Hal ini sangat didukung dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999,
selanjutnya diubah dengan UU No. 32 tahun 2004 yaitu Undang-Undang otonomi
daerah yang kemudian diatur oleh PP No. 33 tahun 2004 yaitu adanya penggeseran
kewenangan dan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam berbagai bidang
termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan, peradilan, moneter dan fisikal.
Bidang pendidikan di atas disebutkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dengan pasal 51 yang menyatakan pengelolaan satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah didasarkan
pada standar pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Manajemen sekolah pada dasarnya merupakan aplikasi dari ilmu manajemen
dalam kegiatan persekolahan. Manakala kegiatan persekolahan dikelola secara baik,
maka tujuan sekolah yang diharapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam
mengelola sekolah di perlukan landasan-landasan yang dapat dijadikan dasar dalam
proses pengelolaan sehingga dapat mencapai tujuan. Setiap manajer sekolah dalam
pelaksanaan tugasnya, aktivitasnya dan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan
harus melakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengedalian
dengan baik.
Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola. Pengelolaan
dilakukan melalui proses dan di kelola berdasarkan urutab dan fungsi-fungsi
manajemen itu sendiri. Manajemen adalah melakukan pengelolaan sumber daya yang
dimiliki oleh sekolah atau organisasi yang diantaranya adalah manusia, uang, metode,
material, mesin dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam satu proses.
Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan
kualitas sumber saya. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang
terintegritas dengan proses peningkatan kualitas sumber saya manusia itu sendiri.
Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka
pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya
mewujudkan amanat tersebut melaui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang
berkualiyas antara lain melalui pengembangan, perbaikan kurikulum sistem evaluasi,
perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta
pelatihan bagi guru dan tenaga kependiidkan lainnya. Tetapi pada kenyataannya
upaya pemerintah tersebut belum cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan
Helmi Abbas (2005) menyebutkan bahwa, manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah ditandai dengan adanya otonomi sekolah dan partipasi masyarakat
tanpa mengabaikan kebijaksaan nasional dengan harapan kemandirian sekolah,
partisipasi orang tua dan masyarakat, efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.
Ivery Morphi (2005) menyebutkan bahwa, salah satu indikator efisiensi
manajemn pendidikan adalah terkelolanya sekolah secara optimal dalam situasi yang
kondusif, seluruh komponen manajemen sekolah memiliki kinerja yang efektif, serta
kepala sekolah memeang peranan penting dalam keberhasilan manajemen sekolah.
Retnoning (2004) menyimpulkan bahwa, implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah di SLTPN 2 Klaten sudah baik. Sekolah mengimplementasikan komponen
manajemen sekolah secara optimal. Dari penelitian tersebut disimpulkan, untuk
mengetahui sekolah mempunyai kualitas kinerja manajemen, bisa diketahui melalui
indikator implementasi komponen-komponen manajemen sekolahnya.
Cranston (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Collaborative decision-
making and school based management: challenges, rhetoric and reality menyebutkan
bahwa dampak utama pembelajaran jangka panjang pada manajemen berbasis sekolah
di prinsip-prinsip Queensland, memberikan tantangan yang lebih khusus dalam hal
kapasitas dan kemampuannya untuk lebih bekerjasama dan meningkatkan mutu
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Manajemen berbasis sekolah melibatkan
semua warga sekolah untuk meningkatkan mutu sekolahnya.
Michael (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “School-based Management
Reconceptualizing to improve learning outcomes” mengemukakan bahwa MBS
mampu mengubah kapasitas sekolah dan masyarakat untuk dapat meningkatkan
pelatihan, dukungan, dan aspek yang lainnya dalam kapasitas pembangunan jangka
panjang dan meningkatkan sumber daya yang ada di sekolah tersebut dalam konteks
tanggungjawab dan tujuannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 708), manajemen adalah
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; pimpinan yang
bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi. Sedangkan manajer
adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur,
memimpin, dan mengendalikan pelaksanaannya untuk mencapai sasaran tertentu.
Artinya dalam pelaksanaan manajemen di sekolah, maka kepala sekolah adalah
seorang manajer sekolah.
Manajemen dalam arti luas adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengendalian (P4) sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien. Sedangkan dalam arti sempit manajemen sekolah/madrasah adalah
perencanaan program sekolah/madrasah, pelaksanaan program sekolah/madrasah,
kepemimpinan kepala sekolah/madrasah, pengawasan/evaluasi, dan sistem informasi
sekolah/madrasah (Husaini Usman, 2010: 5).
Manajemen Pendidikan menurut Husaini Usman (2010: 12) adalah seni dan ilmu
mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Selanjutnya, Bush & Coleman,
2000 (dalam Husaini Usman, 2010: 12) mendefinisikan manajemen pendidikan
sebagai berikut, “Educational management is a field of study and practice concerned
with the operation of educational organization”. Manajemen Pendidikan adalah
bidang studi dan praktek berkaitan dengan operasi organisasi pendidikan.
Manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien (Husaini Usman, 2010:
12). Selanjutnya, Bush & Coleman, 2000 (dalam Husaini Usman, 2010: 12 )
menyatakan, “Educational management is a field of study and practice concerned
with the operation of educational organization”. Artinya manajemen pendidikan
adalah bidang studi dan praktek yang berkaitan dengan organisasi operasional
pendidikan.
Tatang (2013: 11) mengatakan pengertian manajemen pendidikan secara umum
sebagai pengaturan, penataan, pengelolaan pendidikan. Dalam arti umum ini, kegiatan
yang dikategorikan sebagai manajemen pendidikan adalah mengorganisasikan
pendidikan, yaitu mengatur (menata) kegiatan penyelenggaraan pendidikan kedalam
unit-unit (satuan) organisasi pendidikan menurut jenis (pendidikan umum, kedinasan,
keagamaan, kejuruan) dan jenjang (pra sekolah, dasar, menengah, tinggi).
Daryanto & Mohammad Farid (2013: 1) mengatakan manajemen pendidikan
sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudakan
suasana belajar agar siswa aktif untuk mengembangkan potensi dirinya yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Manajemen pendidikan juga
dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Manajemen pendidikan di Indonesia selalu mengalami perkembangan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen
pendidikan adalah ilmu yang mempelajari cara mengola sumber daya pendidikan
unuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai