Anda di halaman 1dari 7

Pendekatan Sistem Dalam Bidang Manajemen

Pengantar

Bagian kedua dari abad ke-20 dicirikan oleh pemikiran system sebuah tren yang dimulai
dengan ilmu pengetahuan yang telah merembes ke bidang- bidang lain aktivitas manusia. Studi
tentang organisasi- organisasi manusia juga dipengaruhi oleh trend tersebut. Pemahaman konsep-
konsep tertentu memang bersifat amat fundamental bagi pemehaman pemikiran manajerial
modern. Pemikiran sistem merupakan sebuah revolusi teknologikal dan sebuah revolusi konseptual.

Bagian kedua abad ke-20 memasuki abad sistem. Pada dasarnya ada dua hal pokok yang
berkaitan dengan abad sistem, yaitu:

1. Cara pendekatan sistem ( the systems approach) atau sistem- sistem konseptual.

2. Sistem- sistem informasi manajemen (management information systems) atau sistem- sistem
terapan (applied systems)

Approach sistem merupakan sebuah filsafat yang memandang sebuah perusahaan sebagai
sebuah sistem. Maksudnya: sekelompok objek dengan kelompok hubungan tertentu antara objek-
objek tersebut dan sifat- sifat mereka yang berkaitan atau berhubungan satu sama lain dan dengan
lingkungan mereka dengan cara demikian rupa. Seorang pemikir analitik yang menghadapi sebuah
fenomin kompleks berupaya untuk memahaminya dengan jalan membaginya dalam bagian- bagian
yang lebih kecil yang lebih komleks, kemudian bagian- bagian tersebut dipelajarinya secara terpisah,
dan akhirnya hasil yang dicapai disatukan kembali untuk memahami keseluruhan.

Disini, dalam rangka usaha memahami fenomena kompleks, orang mencoba mensintesis
hasil- hasil berbagai disiplin dengan tujuan akhir mengembangkan sebuah metode atau Teknik yang
dapat diterapkan dalam berbagai fenomena yang sepintas lalu berbeda.

Simbiosis Manajer- Ilmuan

Bagaimanakah cara para manajer melaksanakan manajemen? Ada orang yang menyatakan
bahwa para manajer memanage melalui pengalaman. Ada lagi pendapat bahwa mereka memenage
melalui ilmu pengetahuan. Ada pula penulis yang mengatakan intuisi mempengaruhi pengambilan
keputusan manajer dan hal tersebut mengendalikan tindakan- tindakan mereka.

Kenneth boulding mengajukan pendapat bahwa para manajer seperti halnya manusia lain
mendasarkan aktivitas- aktivitas manajerial mereka berdasarkan citra (images) mereka: pengetahuan
subyektif mereka tentang apa yang menurut anggapan mereka benar.

Terlepas dari pandangan para eksper dapat kita nyatakan bahwa para manajer memanage
berdasarkan pengalaman serta pengetahuan mereka. Tetapi, perlu segera diingat bahwa :
pengalaman saja (proses pengobservasian pribadi, menghadapi atau mengalami sesuatu) kiranya
tidak cukup. Begitu pula halnya pengenalan fakta, kebenaran atau prinsip- prinsip (pengetahuan) saja
juga tidak cukup.

Tetapi kombinasi kedua hal tersebut akan menghasilkan sinergi yang diperlukan untuk
manajemen organisasi- organisasi kompleks dewasa ini. Tugas ilmu pengetahuan adalah
mensistemasi pengetahuan tentang dunia. Tindakan mensistemasi tersebut juga mencangkup
pengkondifikasian pengalaman- pengalaman pribadi dan pengetahuan tentang manusia maupun
pengorganisasian pengetahuan dan pengalaman dalam suatu bentuk yang dapat ditransmisi kepada
pihak lain. Cara pendekatan sistem mulai dengan asumsi bahwa manajer dan ilmuan memiliki
persamaan tertentu yaitu : pandangan mereka tentang organisasi sebagai sebuah sistem.

Menerapkan Pendekatan Sistem Terhadap Kegiatan Manajemen

Penerapan cara pendekatan sistem terhadap manajeman terdiri dari dua fase sebagai
berikut:

1. Fase A : disadarinya sesuatu hal dan keyakinan.

2. Fase B : Implementasi.

Fase A : disadarinya sesuatu hal dan keyakinan

Pada fase ini , sang manajer menyadari adanya cara berfikir baru untuk memahami problem-
problem keorganisasian dan kesempatan- kesempatan. Setelah itu sang manajer mencapai keyakinan
bahwa cara pendekatan sistem memang merupakan sebuah metode tepat untuk jenis- jenis problem
yang dihadapi olehnya.
Proses disadarinya suatu hal dan timbulnya keyakinan, terdiri dari tiga langkah berikut:

Langkah I : Memandang organisasi sebagai sebuah sistem.

Langkah II : Mengkonstruksi sebuah model.

LAngkah III : Memanfaatkan teknologi Informasi sebagai alat untuk mengkontruksi model untuk
melaksanakan eksperimentasi dengan model tersebut (simulasi).

Langkah 1 : Memandang Organisasi Sebagai Sebuah Sistem

Secara trasisional, organisasi- organisasi didepartementasi melalui garis- garis fungsional.


Pada perusahaan- perusahaan umumnya dapat dijumpai departemen- departemen:

Produksi.

Penjualan.

Pembelanjaan.

Akunting.

Seorang manajer dapat menggunakan aneka macam sudut pandang dan memusatkan
perhatian pada berbagai konsep kunci, hal dimana tergantung pada latar belakang pendidikannya,
posisinya, peranan yang dimainkannya di dalam organisasi yang bersangkutan.

Seperti pernah dinyatakan sebelumnya pandangan sistem menekankan hubungan antara


organisasi dan lingkungan eksternalnya, dalam hal manajer hubungan tersebut, sang manajer harus
mengidentifikasi:

Input.

Proses.

0utput.

Feedback.
Gambar berikut menggambarkan sebuah organisasi sebagai sebuah sistem terbuka (open system).

Ada tiga buah input utama bagi setiap organisasi, yaitu:

1. Manusia.

2. Bahan- bahan dan Peralatan.

3. Uang.

Ketiga macam input tersebut diproses sesuai dengan prinsip- prinsip ekonomi tertentu (prinsip
kombinasi dengan biaya terendah).

Hasil pemrosesan tersebut berupa tiga macam output, yaitu:


1. Produk- produk.

2. Sampah.

3. Polusi.

Ketiga macam fungsi (input; proses; output) dikordinasi oleh pihak manajemen melalui fungsi-
fungsi:

1. Penetapan Tujuan.

2. Pengambilan Keputusan.

3. Pengawasan.

Dalam rangka usaha mengombinasi fungsi- fungsi input, proses, dan output. Maka pihak
manajemen menerima input dari lingkungan eksternal. Sehubungan dengan pengembangan ilmiah
dan teknologikal dan kebijaksanaan- kebijaksanaan pemerintah serta sikap penduduk. Garis- garis
terputus sekitar sistem yang bersangkutan merupakan batas-batasnya. Ingat bahwa batas- batas
tersebut memisahkan sistem yang bersangkutan dengan lingkungannya. Lingkungan mewakili
totalitas faktor- faktor yang menimbulkan pengaruh besar atau fungsi organisasi yang bersangkutan,
tetapi tidak dapat dikendalikan oleh organisasi tersebut.

Langkah II : Mengkonstruksi Sebuah Model

Model- model dan sistem- sistem merupakan cara manusia untuk menghadapi dunia nyata.
Dunia nyata jauh lebih kompleks daripada apa yang dapat dicakup oleh pikiran manusia. Maka,
olehkarenanya manusia pertama- tama mengkonstruksi sebuah gambar yang mencakup sejumlah ciri
dunia nyata yang cukup banyak jumlahnya unytuk memahaminya. Tujuan mengkonstruksi sebuah
model adalah untuk memahami dunia nyata (realitas) dengan jalan mengorganisasinya dan
menyederhanakannya.

Model mewakili realitas bukan realitas apabila model tertentu merupakan abstraksi realitas
yang terorganisai, maka sistem yang bersangkutan merupakan realitas yang diorganisasi. Adapun
hubungan antara model dan sistem sebagai berikut. Disebabkan oleh karena kapasitas kognitif
manusia adalah terbatas, maka fenomin dunia nyata pertama- tama dijadikan model- model. Dari
model-model tersebut orang merancang sistem- sistem real.
Gambar berikut menunjukkan hubungan yang dimaksud.

Gambar 2.
Dunia nyata-model-dan sistem

Dunia nyata yang dilihat sebagai fenonim real (RP= Real Phenomena) dipelajari sebagai
sebuah sistem dengan jalan pertama- tama mengkonversinya dalam bentuk model konseptual
seorang manajer (MCM = A managers conceptual model).
Dengan jalan bekerja antara RP dan MCM manajer berorientasi pada sistem mengkonstruksi
sebuah model ilmiah (SML = A Scientific Model) dan berdasarkannya ia akhirnya sampai pada sebuah
sistem (SY=System) yang sama kompleks dengan fenomin real itu sendiri, poin terakhir poerlu
ditekankan. Cara berfikir sistem tidak menganjurkan simplisitas konseptual. Simplisitas yang terlihat
dalam proses konstruksi model hanya bersifat sementara. Ia hanya digunakan sebagai alat untuk
memahami kompleksitas yang bersifat inhaeren pada RP. Sistem akhir yang akan digunakan untuk
menghadapi situasi dunia nyata harus bersifat sama kompleks seperti fenomin real (SY+RP).

Anda mungkin juga menyukai