MODUL PERKULIAHAN
SYSTEM
MODELING
AND
SIMULATION
Pengantar dan Contoh Penerapan Soft
System Methodology (SSM)
Abstract Kompetensi
Modul ini menguraikan bagaimana Mahasiswa mampu menjelaskan kembali
menguraikan secara ringkas dan dan menguraikan Pengantar dan Contoh
sederhana tentang Pengantar dan Penerapan Soft System Methodology
Contoh Penerapan Soft System (SSM) di bidang industri
Methodology (SSM) di bidang industri,
2
aktivitas berhubungan yang dapat menunjukkan sifat-
sifat emergent dari tujuannya.
2. Dalam usaha memodelkan aktivitas bertujuan, maka dilakukan
eksplorasi tindakan-tindakan di dunia nyata. Eksplorasi tersebut
ternyata menghasilkan banyak interpretasi yang mungkin untuk
setiap pernyataan sasaran. Untuk itu pertama kali harus dipilih
interpretasi yang paling relevan dalam mengeksplorasi situasi,
tergantung dari sudut pandang (world view atau weltanschauung)
yang merupakan dasar dari model tersebut.
3. Sudut pandang merupakan hasil dari proses pembelajaran (learning
processes). Pembelajaran di sini yang membuat ide pemodelan
aktivitas bertujuan merupakan konsep bermanfaat. Oleh karena itu
proses pemodelan di sini dapat dilihat sebagai proses penyelidikan
(inquiring process).
Ide dasar dari pemikiran sistem ‘soft’ ialah konsep sistem digunakan sebagai
cara untuk menyelidiki ke dalam dunia yang dipersepsikan. Ide-ide sistem
berdasarkan konsep ‘a whole’ di mana suatu organisasi dapat dilihat sebagai
suatu keseluruhan yang utuh dimana keseluruhan (the whole) lebih berarti
daripada jumlah bagian-bagiannya (Koestler, 1967). Hal ini mencakup ide di
mana suatu ke- seluruhan dapat menggambarkan sifat-sifat emergent. Sifat-
sifat dari bagian tidak mempunyai arti jika tidak dalam konteks keseluruhan
(Avison & Fitzgerald, 1995; Checkland & Scholes, 1990).
3
Selalu ada beberapa perspektif berbeda dari dunia karena dunia dibentuk oleh
pengalaman, latar belakang, pendidikan, kultur dan perhatian dari orang-orang
yang mempersepsikannya. Oleh karena itu tidak ada persepsi yang benar dari
dunia nyata (Dahlbom & Mathiassen, 1993). Dunia ini sangat kompleks,
problematikal dan misterius, tetapi diasumsikan bahwa proses
penyelidik- kannya dapat diorganisasikan sebagai suatu sistem. Akibatnya
penggunaan istilah sistem tidak lagi diaplikasikan ke dalam dunia, tetapi pada
proses kita menghadapi dunia (Checkland & Holwell, 1998; Checkland &
Scholes, 1990).
Ide-ide sistem digunakan sebagai cara untuk menyelidiki dan didasarkan pada
konsep ‘belajar’ bukan pada konsep optimisasi (Lewis, 1994; Checkland &
Scholes, 1990). Sistem adalah persepsi mengenai dunia yang kita modifikasi
dan kita tingkatkan pada waktu kita meng- hadapi perspektif lain atau
penga- laman baru dengan belajar (Dahlbom & Mathiassen, 1993). Merupakan
hal penting untuk dapat dimengerti bahwa ide mengenai sistem di sini bukan
merupakan cara untuk mendeskripsi- kan apa yang ada tetapi merupakan cara
untuk mendeskripsikan inter- pretasi mengenai apa yang ada atau suatu
pemikiran mengenai apa yang relevan dengan apa yang ada. Dengan demikian
dimungkinkan bagi analis untuk secara eksplisit memikirkan mengenai situasi
dunia nyata (Wilson, 1984).
4
Langervik, 2001). Hal tersebut merupakan bagian dari dunia yang kita
persepsikan, yaitu situasi permasalahan, yang akan dipelajari dan dieksplorasi
(Wilson, 1984).
Seperti yang tampak pada Gambar 1, proses SSM dapat dibagi menjadi 4
aktivitas utama (Checkland dan Scholes, 1990). Aktivitas pertama yaitu
5
menemukan situasi perma- salahan, termasuk aspek kultural dan politik.
Aktivitas kedua memformulasi model-model aktivitas bertujuan yang relevan
dengan situasi permasalahan. Bagian ketiga melakukan diskusi mengenai
situasi permasalahan dengan membandingkan model-model dengan situasi
nyata dan merumuskan rekomendasi untuk perubahan-perubahan yang dapat
memperbaiki situasi. Tahap yang terakhir ialah melakukan tindakan untuk
memperbaiki situasi permasalahan.
6
Struktur dari root definition dapat diekspresikan sebagai “suatu sistem untuk
melakukan P dengan menggunakan Q untuk dapat mencapai R”. Pada definisi
ini proses transformasi akan menjadi alat Q. R diasosiasikan dengan tujuan
jangka panjang pemilik. Hal yang penting bahwa alat Q dipilih yang benar-
benar bekerja untuk memproduksi output, R (Checkland & Scholes, 1990).
Untuk setiap root definition kemudian diuji kinerjanya dengan uji 3E
(efficacy, efficiency dan effectiveness) dan kemudian dapat diorganisasikan
dengan menelusuri ketergantungannya sehingga dapat membentuk suatu model
konseptual.
SSM merupakan bentuk action research yang terdiri dari sekumpulan prinsip-
prinsip yang mengarahkan tindakan dalam usaha untuk mengelola situasi
permasalahan dunia nyata (Attefalk & Langervik, 2001). SSM sangat berguna
dalam melaksanakan tindakan yang bertujuan untuk dapat mengubah situasi
nyata secara konstruktif yang menghasilkan perbaikan pada situasi
permasalahan (Checkland dan Scholes, 1990).
8
diinginkan. Jenis penelitian yang ketiga merupakan pembangunan teori yang
menghasilkan teori substantif yang diperoleh dari lapangan. Metodologi yang
biasanya digunakan ialah Grounded Theory. Oleh karena di sini dapat
dilakukan penggunaan pemo- delan SSM di dalam proses pembangunan teori
dengan menggunakan Grounded Theory.
9
tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan yang dapat saling
mengisi satu dengan lainnya jika digunakan secara bersama-sama.
Metoda grounded theory menurunkan teori dari data lapangan dengan prinsip
menekankan hubungan yang simultan antara pengumpulan data dengan analisis
data sehingga memungkinkan penelitian kualitatif fleksibel.
Peneliti dapat tetap terbuka terhadap hal-hal tak terduga dari lapangan sehingga
teori yang dihasilkan benar-benar berdasarkan fakta yang ada. SSM
menggunakan pendekatan sistem dalam memodelkan sistem soft dengan
menggunakan prosedur standar yang rinci sehingga peneliti dapat mengikuti
langkah-langkah pemodelan dengan mudah. Dengan menggunakan SSM
proses pengkodean data untuk membentuk model konseptual dapat
dilaksanakan dengan lebih baik dan terstruktur.
SSM pada dasarnya merupakan action research dan bertujuan untuk dapat
memperbaiki suatu sistem “soft”, mendapatkan data dengan melakukan diskusi
eksploratori dengan orang-orang yang terkait di dalam situasi permasalahan
dan mempunyai sudut pandang (weltanschauung) yang berbeda.
Dalam grounded theory yang bertujuan untuk membangun teori, penggunaan
SSM di sini bukan untuk memperbaiki situasi permasalahan tetapi digunakan
untuk memodelkan situasi permasalahan penelitian proses strategi menjadi
lebih mudah untuk dilakukan.
10
Peng- gunaan literatur dimaksudkan juga untuk meningkatkan theoretical
sensitivity sehingga data yang diambil komprehensif.
11
membentuk model konseptual. Model-model konseptual yang telah diuji
verifikasi kemudian akan digunakan pada pengkodean terakhir (selective
coding) untuk mengidentifikasikan alur cerita dan membangun teori. Langkah-
langkah pemodelan sesuai SSM dilakukan simultan dengan pengambilan data
sesuai dengan konsep grounded theory.
Langkah-langkah penelitian proses dengan menggunakan SSM dan grounded
theory adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama ialah memahami situasi permasalahan.
Pembuatan rich picture diagram diharapkan dapat menggambarkan
situasi permasalahan sekaya mungkin dan sebaik-baiknya. Rich
picture menggambarkan kondisi situasi permasalahan dengan
lingkungannya. Dari langkah pertama tersebut maka dapat ditentukan
obyek penelitian yang relevan dengan situasi permasalahan.
2. Langkah ke dua ialah membuat model konseptual dari situasi
permasalahan. Pembuatan model konseptual dimulai dengan
meng- umpulkan data sesuai dengan Panduan Wawancara yang
dibuat dengan bantuan teori-teori pendukung yang ada untuk
meningkat kan theoretical sensitivity. Panduan Wawancara tersebut
hanya digunakan sebagai panduan untuk membangkitkan tanya jawab
mengenai materi yang diinginkan sehingga data yang didapatkan
diharapkan dapat komprehensif. Panduan Wawancara tidak bersifat
statis dan dapat berkembang sesuai dengan perkembangan data di
lapangan. Hasil dari langkah ke dua ini berupa data tugas-tugas
atau issue yang kemudian dapat dibuat menjadi beberapa holon yang
disebut aktivitas bertujuan. Suatu aktivitas bertujuan merupakan
gabungan aktivitas-aktivitas yang saling bergantungan satu dengan
lainnya untuk menjalankan suatu fungsi tertentu. Setiap aktivitas
bertujuan didefinisikan root definition yang diekspresikan dalam
bentuk akronim CATWOE dan PQR. Dari beberapa aktivitas
bertujuan tersebut kemudian harus dibuat model konseptual perilaku
manajer pemilik IK dalam mem- bangun keunggulan kompetitif.
Model konseptual tersebut terdiri dari aktivitas-aktivitas bertujuan
12
yang telah diuji kinerjanya yaitu dengan uji 3E (efficacy,
efficiency dan effectiveness). Uji efficacy yaitu menguji apakah
aktivitas bertujuan tersebut memang dapat menghasilkan keluaran
sesuai yang diinginkan. Uji efficiency yaitu menguji apakah aktivitas
bertujuan tersebut menggunakan sumber daya minimum. Kemudian
uji effectiveness, yaitu menguji apakah aktivitas bertujuan tersebut
dapat secara efektif mencapai tujuan jangka panjang yang diinginkan.
3. Langkah ke tiga merupakan langkah verifikasi model-model
konseptual yang dihasilkan dengan dunia nyata yaitu dengan
melakukan rekonstruksi historis (historical reconstruction) aktivitas-
aktivitas yang mem- bangun aktivitas bertujuan ter- sebut. Jika
terdapat perbedaan model-model konseptual dengan dunia nyata
maka dilakukan perbaikan model konseptual sesuai dengan yang
sebenarnya telah terjadi. Model yang tidak membutuhkan perbaikan
lagi dijadikan model konseptual yang telah siap untuk dilakukan
analisis. Tahap ini dilakukan untuk memastikan validitas model yang
dihasilkan sehingga teori yang kemudian dihasilkan benar-benar
diperoleh dari kondisi di lapangan.
4. Tahap selanjutnya ialah tahap pembentukan teori dengan melakukan
analisis pada model-model konseptual yang telah dihasilkan.
Pembentukan teori dilakukan dengan menggunakan selective
coding di mana diidentifikasikan alur cerita dari setiap model,
mempresentasikan proposisi kondisional atau hipo- tesis (jika ada),
membandingkan dan melihat secara selektif kasus-kasus. Dari hasil
analisis tersebut kemudian dapat dikembangkan katagori-katagori
(tema atau konsep) yang secara sistematis berhubungan untuk
membentuk suatu kerangka teoritis yang dapat menjelaskan
fenomena proses strategi yang diteliti.
13
Untuk memudahkan pemahaman mengenai SSM, maka dalam tulisan ini
digunakan contoh kasus kemitraan antara lembaga litbang pemerintah dengan
industri sebagai ilustrasi.
14
Dalam penyelidikan masalah yang dihadapi, setidaknya harus melakukan
analisis atau penyelidikan terhadap intervensi itu sendiri, sistem sosial dan
sistem politik di mana ketiga hal tersebut ada dalam masalah kemitraan antara
lembaga litbang pemerintah dengan industri. Analisis intervensi bermanfaat
untuk melihat bahwa intervensi secara struktural memiliki tiga peran, yaitu: (1)
peran client, yaitu pihak yang menyebabkan penyelidikan terjadi; (2) peran
would-be problem solver, yaitu pihak yang berkeinginan untuk melakukan
sesuatu terhadap situasi yang tengah dipertanyakan; dan (3) peran problem
owner, yaitu pihak yang memiliki dan perhatian dengan masalah yang
dihadapi. Analisis sistem sosial adalah untuk melihat bagaimana sistem sosial
secara terus menerus mengalami perubahan di antara ketiga elemennya, yakni
aturan, norma dan nilai. Analisis sistem politik beranggapan bahwa setiap
situasi yang dialami manusia memiliki dimensi politis dan perlu dieksplorasi.
Dalam analisis sistem politik ini, politik dipandang sebagai proses di mana
terdapat perbedaan kepentingan yang harus diakomodasi (Checkland &
Scholes, 1990). Informasi dari ketiga analisis ini (analisis intervensi, analisis
sistem sosial dan analisis sistem politik) akan menghasilkan informasi
mengenai struktur baik fisik maupun sosial dari proses kemitraan antara
lembaga litbang pemerintah dengan industri seperti proses komersialisasi hasil
litbang yang dilakukan oleh lembaga litbang pemerintah; informasi mengenai
profil dan karakteristik lembaga litbang pemerintah yang dieksplorasi, para
peneliti, pimpinan litbang pemerintah serta pihak industri yang diajak
melakukan kegiatan kemitraan; dan yang terakhir mengenai isu-isu yang
berkaitan dengan masalah sosial-politis kemitraan antara lembaga litbang
pemerintah dengan industry seperti aturan PNBP, reputasi lembaga litbang, dll.
Tujuan tahap ini bukan untuk mendefinisikan masalah, tetapi untuk
memperoleh sejumlah pemikiran yang sedang berkembang sehingga rentang
pilihan-pilihan keputusan yang mungkin menjadi terbuka (Martin, 2008).
15
Hasil tahap sebelumnya digunakan untuk membangun rich picture dari
masalah yang sedang diobservasi. Gambar ini harus dapat melukiskan proses
aktivitas dari setiap institusi yang terlibat dalam situasi masalah. Relasi antara
aktivitas dan institusi seyogyanya mengilustrasikan masalah, peran, dan elemen
lingkungan yang mudah dipahami. Hal ini merupakan dasar bagi diskusi lebih
lanjut. Rich picture merupakan alat yang bermanfaat untuk menjelaskan kepada
para pihak yang terlibat dalam masalah kemitraan antara lembaga litbang
dengan industri/swasta bagaimana situasi digambarkan dan sebagai basis
pertanyaan melalui persepsi mereka terhadap situasi.
Gambar 2 di bawah merupakan salah satu contoh rich picture situasi kemitraan
antara lembaga litbang dengan industri yang menggambarkan bagaimana
interaksi antar pihak dalam proses kemitraan antara lembaga litbang
pemerintah dengan industri. Sebagai contoh, dalam rich picture yang dibangun
dapat digambarkan bagaimana interaksi peneliti di sebuah lembaga litbang
pemerintah melakukan komersialisasi hasil litbang baik secara formal yaitu
melakukan komersialisasi melalui lembaga litbang di mana peneliti tersebut
berada, maupun secar informal yaitu melakukan komersialisasi secara individu
kepada pihak industri.
Instansi
16
Rich picture yang dibangun kemudian dikomunikasikan kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam kemitraan antara lembaga litbang dengan industri. Setelah
itu mereka diminta untuk memberikan tanggapan yang selanjutnya
diakomodasi untuk pengembangan rich picture yang baru dan sebagai bahan
informasi baru bagi tahapan selanjutnya dari SSM.
17
melalui CATWOE ialah ‘suatu sistem untuk melakukan X dengan Y untuk
mencapai Z dengan keterangan sebagai berikut:
X : proses transformasi tertentu
Y : T (di dalam struktur CATWOE)
Z : tujuan jangka panjang dari ‘owner’
Hasil dari pandangan yang berbeda dibuat dalam dalam kesimpulan yang tidak
eksplisit. Namun, pandangan yang berbeda dari setiap individu harus dihargai
dan dimasukkan dalam root definition (Checkland & Scholes, 1990). Dalam
tahapan ini, root definition ditentukan oleh peneliti atau pihak yang melakukan
penelitian mengenai masalah yang dikaji, misalnya kemitraan antara lembaga
litbang dengan industri. CATWOE disusun peneliti berdasarkan hasil FGD dan
interview dengan menanyakan kepada mereka dengan menggunakan kata
“apa”, “siapa” dan “mengapa” mengenai masalah kemitraan antara lembaga
litbang pemerintah dengan industri. Setiap jawaban dari satu aktor salah satu
pihak dikomentari oleh aktor dari pihak lawannya. Masing-masing pihak
berusaha mengajukan argumen atas “kebenaran” posisi dan tindakan mereka
selama ini. Pernyataan-pernyataan mengenai sudut pandang dari masing-
masing pihak mengenai kemitraan yang dilakukan serta pandangan ke depan
mereka mengenai bagaimana proses kemitraan yang seharusnya terjadi menjadi
informasi penting dalam penyusunan CATWOE. Informasi awal mengenai
18
CATWOE dikomunikasikan kembali dengan partisipan yang kemudian
dilakukan penyesuaian berdasarkan masukkan dari mereka. Berikut ini contoh
CATWOE yang dibangun
Root definition dan CATWOE merupakan sumber dari purposeful holons yang
dikenal sebagai sistem aktivitas manusia. Bahasa pemodelan didasarkan pada
kata kerja. Sedangkan, proses pemodelan mencakup pengumpulan dan
penstrukturan aktivitas minimum yang dibutuhkan untuk melakukan proses
transformasi dengan menggunakan elemen CATWOE (Checkland & Scholes,
1990). Penstrukturan dilakukan berdasarkan kontingensi logika: ‘identifikasi
dan seleksi’. Sebagai contoh, berkaitan dengan ‘kontrak kerja sama kemitraan’
19
(lihat gambar 3). Hubungan saling ketergatungan ini akan terlihat dengan
mengaitkan antar-aktivitas melalui pencantuman anak panah dari ‘identifikasi
dan seleksi’ menuju ‘kontrak kerja sama kemitraan’. Analisis logis terhadap
transformasi menunjukkan bahwa setiap konversi dari input menjadi output
dapat dinilai sukses atau tidak sukses berdasarkan tiga kriteria berikut:
1. Efficacy, apakah cara yang dipilih memang bekerja dalam
menghasilkan output?
2. Efficiency, apakah penggunaan sumber daya dalam proses transformasi
merupakan penggunaan minimum?
3. Effectiveness, apakah T memenuhi tujuan jangka panjang?
Dimensi efektivitas berada pada level yang berbeda dengan efficacy dan
efficiency. Di samping itu, dimensi efektivitas sering bermanfaat untuk
diindikasikan di dalam model final. Model konseptual ini merupakan proses
adaptif, karena terjadi umpan balik antara proses memodelkan dengan hasil
ekspresi situasi masalah. Model konseptual ini dibangun berdasarkan sistem
aktivitas manusia hasil ekspresi situasi masalah (rich picture). Model
konseptual merupakan model intelektual dan tidak boleh tertutup oleh
pengetahuan tentang real world. Semua elemen mnemonic CATWOE harus
disertakan dalam model konseptual sehingga tidak mungkin untuk mengambil
kata-kata atau statement dari root definition tanpa mempengaruhi model
konseptual. Hasil interaksi antar pihak yang terlibat dalam tahapan sebelumnya
menjadi rujukan bagaimana model konseptual proses kemitraan antara lembaga
litbang pemerintah dengan industri dibangun seperti contoh gambar 3 di bawah
ini.
20
Model konseptual seperti gambar 3 ditujukan untuk mendeskripsikan aktivitas-
aktivitas yang harus ada untuk menjalankan kegiatan yang dinyatakan dalam
root definitions terkait kemitraan antara lembaga litbang dengan industri.
Model konseptual disusun secara sekuensial dan memiliki sistem feedback
seperti pada gambar 3 yang dimulai dengan aktivitas “menghasilkan ide
penelitian (inovasi)” yang kemudian dilanjutkan dengan aktivitas
“mengajukan dan mempresentasikan ide penelitian (inovasi)” dan seterusnya.
Pada bagian ini, masing-masing orang yang terlibat dalam diskusi kemitraan
antara lembaga litbang pemerintah dengan industri/swasta dimintai tanggapan
berdasarkan model konseptual pada tahap 4 dibuat sebelumnya. Pada
kesempatan ini, masing-masing pihak akan ditanyakan mengenai persepsi dan
penilaian mereka terhadap aktivitas-aktivitas yang dimodelkan, apakah
aktivitas itu harus tetap ada atau diubah. Kemudian ditanyai pula mengenai
perubahan terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dimodelkan dan apakah ada
tambahan aktivitas terhadap model konseptual yang dibangun. Setelah
dilakukan wawancara satu persatu, dilakukan FGD yang didiskusikan dengan
para pihak terkait model yang dibangun. Pada pelaksanaannya, bisa terdapat
satu atau lebih model yang direkomendasikan. Namun setelah didiskusikan
secara mendalam di antara pihak yang terlibat, akan ditentukan satu pilihan
model yang akan disepakati dan digunakan bersama.
Tahap 6 - Menetapkan Perubahan Yang Layak Dan Diinginkan.
Tujuan tahap ini adalah untuk mengidentifikasi dan mencari perubahan yang
diinginkan secara sistemik dan layak menurut budaya. Perubahan ini dapat saja
terjadi dalam hal struktur, prosedur, atau sikap orang-orang. Struktur di sini
22
menyangkut organisasi kelompok, pihak atau struktur tanggung jawab
fungsional.
23
feasible (Checkland, 1991). Implementasi perubahan akan dilakukan di dalam
kebudayaan manusia tertentu, dan akan memodifikasi budaya tersebut,
setidaknya sebagian kecilnya, dan mungkin sebagian besar. Akan tetapi,
perubahan dapat diimplementasikan hanya jika implementasi tersebut dianggap
sebagai sesuatu yang bermakna di dalam budaya tersebut, yakni di dalam
worldview budaya tersebut (Checkland & Scholes, 1990).
DAFTAR PUSTAKA
Daellenbach, H. G., Systems and Decision Making, John Wiley & Sons,
Chichester-England, 1994 (Pustaka Utama)
R. Hughes, “Sistem Dinamik,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, p. 287,
2008, doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
M. E. Zakaria, “[TA-1] Mengenal Sistem Dinamik – Bima Erza Zakaria, S.” .
24
S. Wiyono, “Dalam Manajemen Transportasi Untuk,” J. Transp., vol. 12, no. 1,
pp. 1–10, 2012.
25