“System Thinking”
Oleh:
Divisi Training
Lembaga Management FEB UI
Disusun oleh:
Contents
MODUL SYSTEM THINKING ..................................................................................................... 2
APA ITU SYSTEM THINKING?................................................................................................... 3
TINGKAT KEMATANGAN SYSTEM THINKING ........................................................................... 6
PARADIGMA SYSTEM THINKING ............................................................................................. 8
SYSTEM THINKING, PEMECAHAN MASALAH, DAN PRINSIP-PRINSIPNYA ............................... 10
PEMAHAMAN KONSEP-KONSEP KUNCI SYSTEM THINKING ................................................... 12
MENGELOLA KOMPLEKSITAS (MANAGING COMPLEXITY) MASALAH DENGAN ALAT BANTU
SYSTEM THINKING ................................................................................................................ 14
STRATEGIC CASE ANALYSIS: .................................................................................................. 17
KESIMPULAN DAN REFLEKSI: ................................................................................................ 19
Evaluasi Materi .................................................................................................................... 20
Modul ini dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta pelatihan
untuk menggunakan pendekatan berpikir sistem dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Tujuan utama dari modul ini adalah untuk mengembangkan kemampuan:
• Menggunakan pemikiran sistem untuk membuat peta sistem permasalahan yang kompleks dan
rumit.
• Menggunakan peta sistem untuk mengintegrasikan informasi dari berbagai disiplin ilmu dan
sektor, untuk mengembangkan strategi untuk mengatasi tantangan, dan untuk mengantisipasi
serta mengantisipasi potensi konsekuensi yang tidak diinginkan.
Modul ini terdiri atas 7 topik yang dibahas terkait dengan system thinking, antara lain sebagai berikut;
1. Pengenalan mengenai system thinking
2. Tingkat kematangan system thinking
3. Paradigma system thinking
4. System thinking, pemecahan masalah, dan prinsip-prinsipnya
5. Pemahaman konsep-konsep inti dari system thinking
6. Mengelola kompleksitas (managing complexity) masalah dengan alat bantu system thinking
7. Strategic Case Analysis: Studi Kasus
8. Kesimpulan dan Refleksi
Tujuan Utama: Menjelaskan urgensi system thinking dalam pengambilan keputusan strategis.
Perubahan terus terjadi sepanjang waktu di berbagai bidang dan lini kehidupan. Dengan demikian, segala
hal yang terjadi di masa mendatang bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditebak. Beberapa kejadian yang
terjadi di masa mendatang bisa jadi merupakan rangkaian kelanjutan dari kejadian di masa lalu (sebagai
akibat). Sementara yang lainnya adalah kejadian yang (dianggap) baru. Setiap kejadian tersebut
mengandung kompleksitas masing-masing. Oleh karenanya bukan suatu hal yang mudah untuk
memahami permasalahan maupun kejadian tersebut secara lengkap dan utuh, memproyeksikan
peristiwa di masa depan secara akurat, dan menyelesaikan semua kompleksitas masalah tadi secara
tuntas.
Sebagai contoh adalah masalah pengangguran dan keterserapan tenaga kerja. Masalah ini merupakan
salah satu masalah laten yang melibatkan faktor sekaligus aktor. Berbicara pengangguran, haruslah
melihat dua sisi yakni permintaan dan pasokan tenaga kerja. Apabila pengambil keputusan hanya fokus
pada satu aspek (sebagai contoh pasokan tenaga kerja melalui lembaga pendidikan) sebaik apapun upaya
lembaga pendidikan berusaha memberikan kurikulum yang terbaik, sesuai dengan kebutuhan pasar akan
menjadi tidak optimal apabila kebijakan upah minimum di area pelaku usaha beroperasi sangat
memberatkan sehingga mereka memilih relokasi ke negara lain. Pada akhirnya, relokasi kegiatan bisnis
oleh pelaku usaha, menyebabkan pasokan tenaga kerja lokal menjadi idle dan persoalan pengangguran
terus berlanjut.
Kompleksitas beserta dinamika setiap peristiwa juga sangat memungkinkan memunculkan risiko efek
samping yang sebelumnya tidak terantisipasi. Dengan demikian, suatu solusi atas suatu permasalahan
sangat mungkin memunculkan potensi (dalam jangka panjang) akan memperburuk situasi permasalahan
semula. Hal ini bisa terjadi karena adanya efek samping yang tidak terantisipasi sebelumnya. Kemungkinan
lainnya adalah permasalahan yang dihadapi belum dikenali secara utuh kompleksitasnya (seperti orang
buta mencoba mengenali bentuk gajah).
Tujuan Utama: Menjelaskan tingkat kematangan pembelajar dalam penguasaan system thinking
Berikut ini adalah tingkat kematangan dalam penguasaan system thinking menurut Thwink (2014)
• Level 0. Ketidaksadaran (unawareness) - Sama sekali tidak mengetahui maupun memahami
konsep pemikiran sistem.
• Level 1. Kesadaran yang Dangkal (shallow awareness) – cukup mengetahui dan memahami
konsep system thinking tetapi tidak memahaminya secara serius. Pada level ini, seseorang dapat
menggunakan kata-kata yang tepat, dan mungkin memiliki beberapa intuisi pemikiran sistem
yang baik, tetapi dengan sedikit hasil yang efektif. Masalahnya di sini adalah seseorang mungkin
merasa sangat memahami konsep system thinking. Tapi ternyata tidak, jadi mereka tidak
mendapatkan manfaat apa pun dari analisis pemikiran sistem yang benar. Mereka juga tidak
dapat membedakan analisis sistem yang baik dari yang buruk. Tipe orang seperti ini bisa disebut
pemikir sistem semu.
• Level 2. Kesadaran Mendalam (deep awareness)- Sangat menyadari konsep-konsep kunci dari
system thinking dan memiliki pemahaman yang baik tentang pentingnya dan potensi system
thinking. Mereka berpikir lebih seperti pengguna output system thinking atau. Mereka
memahami pemikiran sistem yang ada di permukaan, tetapi bagaimana membangun model tetap
menjadi misteri. Mereka dapat membaca diagram aliran sebab akibat dan model simulasi hingga
tingkat yang kecil, dan dapat berpikir sedikit dalam kaitannya dengan dampak umpan balik, tetapi
mereka tidak dapat membuat diagram dan model yang baik. Mereka mengetahui apa itu struktur
sistem dan memperkuat serta menyeimbangkan putaran umpan balik, dan mengapa kekuatan
yang diciptakan putaran itu adalah kekuatan paling kuat dalam sistem.
• Level 3. Pemula (novice) - memiliki kesadaran yang dalam dan telah mulai menembus kotak hitam
mengapa sebuah sistem berperilaku seperti itu. Minimal, mereka telah mempelajari cara
membuat diagram alir sebab-akibat dan dapat menggunakannya untuk memecahkan banyak
masalah sistem sosial kompleks yang mudah dan beberapa tingkat kesulitan menengah. Seorang
pemula yang sangat baik akan dapat membaca model simulasi dengan lancar.
Untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dalam penguasaan system thinking, ada baiknya
seseorang mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan sebagai seorang system thinker sebagaimana poster di
bawah ini
diambil dari
http://wizzyschool.com/cosmiceducation/environsustainabilitycurriculum.php
Tujuan Utama: Menjelaskan paradigma dasar dari system thinking dalam pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan
Paradigma merupakan cara berfikir menurut aliran pemikiran dan kepentingan tertentu, yang dipengaruhi
oleh logika dan hubungan seseorang dengan lingkungannya yang diterjemahkan dalam kehidupan sehari-
hari, termasuk dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dalam model berpikir tradisional,
metode pengambilan keputusan dan pemecahan masalah biasanya orang terjebak pada dua arus
pemikiran utama yang identik dengan reaktivitas yakni; relativisme dan obyektivisme. Paradigma
relativisme mengandalkan pendekatan induktif yang mana setiap masalah melibatkan nilai-nilai yang
dipegang oleh aktor sebagai pengambil keputusan. Pendekatan deduktif ini seringkali, tidak dapat
membedakan mana yang menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat sehingga kelihangan arah. Disisi
lain, dalam paradigma ini semua persoalan (benar atau salah) menjadi relatif dan rentan mengakibatkan
dilematika (ex; bantuan kepada orang miskin dari hasil korupsi atau mencuri). Pendekatan induktif,
menjebak seseorang dalam analisis parsial karena adanya bias dalam mengumpulkan maupun membaca
fakta.
Paradigma obyektivisme sebagai paradigma pemikiran tradisional lainnya mengandalkan pemikiran
deduktif, yang meyakini bahwa pemecahan permasalahan dan pengambilan keputusan harus bebas nilai
dan didasarkan pada obyektivitas. Dengan demikian, setiap fakta yang dihadirkan harus dimaknai bebas
kepentingan. Hal ini berpotensi mengabaikan adanya kontekstual perilaku dan tindakan para aktor yang
mengakibatkan suatu permasalahan. Obyektivitas juga berpotensi menolak adanya dimensi kontekstual
dan lokalitas dalam kasus-kasus tertentu, karena semua permasalahan dianggap memiliki hukum yang
bersifat universal. Pada akhirnya, hasil analisis sangat berpotensi tidak dapat diaplikasikan di dunia nyata
karena kehilangan dimensi kontekstualitas dan lokalitas dari kasus yang dihadapi.
System thinking keluar dari dua kutub pemikiran tersebut dengan berkiblat pada paradigma pragmatisme.
Esensi paradigma pragmatisme sendiri menurut Gallagher adalah suatu pertimbangan dianggap benar
apabila kita menggunakannya mampu mencapai hasil yang berguna. Pertimbangan dianggap salah apabila
menghasilkan sesuatu yang merugikan. Jika suatu keputusan tidak membuat perbedaan hasil maupun
Dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, pada umumnya masalahnya diasumsikan sudah
diketahui dengan baik. Oleh karenanya, yang diutamakan adalah proses pemecahan masalah secara
keseluruhan. Asumsi ini pada akhirnya menyebabkan pengambilan keputusan didorong segera menuju ke
“solusinya”. Hanya saja, perilaku seperti ini seringkai mendatangkan hasil yang kurang efektif, dan
hasilnya tidak selalu menguntungkan. Beberapa hal yang menyebabkan semua itu terjadi antara lain
karena masalah-masalah yang nampak, sebenarnya merupakan gejala-gejala penyebab yang lebih dalam,
bukan masalah yang sebenarnya. Pada akhirnya, solusi yang diberikan terkadang merupakan perbaikan
untuk sementara waktu yang bersifat instan, yang dengan jeda waktu tertentu, akan mengarah pada
munculnya masalah baru.
Jeda waktu
Memahami
Mengidentifikasi
Sistem yang Merubah
Masalah titik-titik
menyebabkkan Sistem
perubahan
masalah
Berikut ini adalah beberapa prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan ketika menggunakan pendekatan
system thinking dalam pemecahan masalah:
1. Sistem harus dipandang secara keseluruhan (holisme)
2. Dalam sistem tertutup, input ditentukan sekali dan konstan,
sedangkan pada sistem terbuka terdapat input tambahan yang berasal dari
lingkungan (input dan output)
3. Sesuatu yang kompleks dibuat dari beberapa sistem yang lebih kecil (hierarki subsistem)
4. Suatu interaksi antar sistem maupun subsistem harus memiliki tujuan akhir (goal seeking)
sama
5. Dibutuhkan metode umpan balik, agar sistem bekerja (regulasi)
6. Sistem memiliki dua karakter yang berkontradiksi namun sangat penting bagi sistem itu sendiri
(dualisme)
7. Hubungan antar elemen di dalam sistem (relasi)
Pendekatan system thinking memiliki beberapa konsep utama sebagai berikut, yang harus dikuasai agar
mampu menggunakan pendekatan ini secara optimal.
1. Semua sistem terdiri dari elemen-elemen, variabel-variabel, atau komponen-komponen yang
saling terhubung. Keterhubungan ini menyebabkan perilaku satu elemen-elemen, variabel-
variabel, atau komponen-komponen akan mempengaruhi elemen-elemen, variabel-variabel, atau
komponen-komponen yang lain. Semua bagian terhubung, dan karenanya perubahan pada
elemen, variabel, maupun komponen yang ada sekaligus keterhubungannya akan mempengaruhi
seluruh sistem. Sebagai contoh; perubahan pada variabel belanja pemerintah dalam sistem
ekonomi akan mempengaruhi variabel lainnya seperti tingkat produksi industri, keterserapan
tenaga kerja, dan lainnya.
2. Struktur suatu sistem akan menentukan perilaku dari sistem. Struktur adalah pola
keterhubungan antar elemen, variabel, komponen, yang menjelaskan cara sistem tersebut diatur.
Perilaku sistem setidaknya lebih bergantung pada keterhubungan dibandingkan elemen, variabel,
atau komponen itu sendiri karena keterhubungan menentukan bagaimana elemen, variabel, atau
komponen akan berinteraksi untuk menghasilkan output tertentu. Untuk memahami perilaku
sistem, maka pahami struktur dari sistem tersebut. Untuk mengubah perilaku dari sistem,
rubahlah strukturnya. Sebagai contoh; sebuah tim sepakbola yang menginginkan kemenangan
besar dalam suatu pertandingan maka dapat memasang 4 penyerang, 4 gelandang, dan
menyisakan dua bek di belakang. Namun ketika menghadapi tim yang lebih kuat, dan bermaksud
untuk menghindari kekalahan maka pola permainan (perilaku sistem) harus dirubah dari
menyerang menjadi bertahan lebih dalam dengan cara memasang 5 bek dan 3 gelandang
bertahan, serta menyisakan 1 orang striker dan 1 playmaker di depan.
3. Perilaku dari sistem adalah fenomena yang muncul. Perilaku suatu sistem tidak dapat ditentukan
dengan memeriksa bagian dan strukturnya. Hal ini karena variabel, elemen, dan komponen yang
dihubungkan dan strukturnya dapat terus berubah, aliran umpan balik terjadi, terdapat hubungan
non-linear, sistem mengatur dirinya sendiri dan adaptif, perilaku yang muncul bisa jadi
Permasalahan yang terjadi di sekitar kita semakin kompleks dalam arti melibatkan banyak variabel,
elemen, maupun komponen dan bahkan melibatkan banyak sistem. Masalah yang kompleks ini sangat
berbeda dengan permasalahan sederhana yang dapat diagregrasikan. Jika dalam permasalahan
sederhana 1+1=2, maka dalam permasalahan yang kompleks 1+1 bisa jadi 3, 7, 9, bahkan -5.
Permasalahan yang kompleks pada umumnya fokus pada tren bukan pada event (satu titik peristiwa
dalam tren). Secara visual, permasalahan yang tergolong kompleks biasanya menghasilkan kurva dampak
bersfiat eksponensial maupun oscillation sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.
Apabila menemukan masalah yang secara tren menunjukkan salah satu dari gambar di atas, maka kita
membutuhkan alat bantu yang mengedepankan pendekatan system thinking. Salah satu alat bantu atau
model yang biasa digunakan adalah system archetypes. Model ini digunakan untuk mendapatkan
Sebagai ilustrasi untuk penggambaran penggunaan alat bantu dari model archetype adalah kasus
pengenalan produk baru ke pasar. Pada umumnya, di dalam sistem populasi pengguna produk jumlahnya
tidak tak terbatas (atau terbatas). Pada masa awal-awal pengenalan produk baru, tingkat penggunaan
(adoption rate) oleh pengguna (adopters) masih sedikit, mereka biasanya masuk ke dalam kategori
innovators (pengguna pertama) maupun early adopters dalam kurva.
Namun ketika ada umpan balik penguat (simbol R), misalnya dari word of mouth komunitas pengguna di
kalangan innovators maupun early adopters mengakibatkan konsumen baru yang ada di populasi ikut
menggunakannya agar tidak ketinggalan tren terbaru (mereka disebut early late majority).
Konsekuensinya, perusahaan harus menambah kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan.
Namun, ketika mayoritas dalam populasi sudah menjadi pengguna, tingkat pertumbuhan permintaan
akan menurun, karena hanya tinggal sedikit yang belum menggunakan produk baru tersebut (kelompok
laggards). Dalam hal ini, apabila perusahaan tidak mengantisipasi adanya penurunan permintaan dalam
jangka panjang dan terlena dengan event (peristiwa naiknya permintaan dalam waktu tertentu), mereka
akan terjebak dalam kerugian, karena pasar sudah mengalami kejenuhan (simbol B). Ketika pengguna
sudah banyak, produk baru tidak lagi menjadi eksklusif sehingga tingkat permintaan tidak seperti masa
masa pertumbuhan di awal. Apabila perusahaan menggunakan pendekatan system, maka ia dapat
memprediksi kapan jumlah produksi harus dikurangi dan kapan harus mengeluarkan produk baru lagi
untuk meningkatkan penjualan.
Studi Kasus
Mengatasi Hambatan Untuk Bertumbuh
Sukses bukanlah tujuan akhir kebanyakan perusahaan; tantangan utamanya adalah mempertahankan
keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Salah seorang eksekutif salah satu produsen alat
berat (sebut saja PT Daya) menceritakan bagaimana ia dan rekan kerjanya berhasil membalikkan nasib
buruk dari unit bisnisnya di salah satu pasar utamanya dan mempertahankan kesuksesan itu dengan jalan
mengatasi Batasan yang mereka hadapi. Mereka memberikan contoh yang aktual mengenai bagaimana
manfaat mengidentifikasi dan mengelola kekuatan yang dapat menghambat kinerja jauh sebelum
penurunan kinerja terjadi.
Pada saat itu, Anton ditugaskan untuk menjalankan operasi PT Daya salah satu pasar utama yang
bermasalah. Kinerja unit bisnis di lokasi tersebut sangat memprihatinkan dan Anton bertekad untuk
menghidupkan kembali bisnis dengan memotivasi para pegawainya. Anton juga merekrut tenaga ahli
untuk mendorong kinerja unit bisnis. Upaya tersebut berhasil membangkitkan kinerja unit bisnis dalam
waktu 3 tahun dalam bentuk keuntungan finansial sekaligus kepuasan pegawai.
Namun pada titik tertentu, Anton dan Tim Manajemen mulai menyadari bahwa keadaan komunitas yang
lebih besar dapat mengancam kesuksesan organisasi yang berkelanjutan. Daerah perkotaan di sekitar
pabrik memiliki tingkat kejahatan yang tinggi dan gagalnya sistem pendidikan. Dengan demikian, ada
hambatan untuk memperoleh tenaga ahli di sekitar lingkungan tersebut yang kemudian mengancam
peningkatan kinerja divisi.
PT Daya berhasil menawarkan sumber daya dan kemampuan perencanaan strategisnya dan banyak
pegawai dengan antusias menyumbangkan waktu mereka sendiri untuk upaya tersebut. Setelah upaya ini
jalan, Anton berkata “Masyarakat bisa bekerja sama untuk membuat lingkungan lebih menarik dan aman.
Faktanya, sekarang kota ini tidak hanya menarik lebih banyak profesional tetapi juga lebih banyak bisnis.”
Beberapa tahun yang lalu, pemerintah menjadikan kota ini sebagai program percontohan bagi negara
tersebut untuk memberikan contoh apa yang perlu dilakukan untuk meregenerasi kota-kotanya.
Pemerintah telah memberikan dana untuk menjalankan program tersebut, dan proyek serupa
bermunculan di seluruh negeri.
Kesimpulan
System thinking merupakan paradigma berpikir yang diperlukan dalam menjawab masalah yang kompleks
dan dinamis. Pendekatan yang digunakan dalam system thinking mengarahkan pengambil keputusan
untuk fokus pada tujuan yang ingin dicapai dengan tetap menjaga keutuhan dari kompleksitas masalah.
Kompleksitas permasalahan disebabkan adanya perubahan perilaku pada sistem sebagai akibat dari
adanya keterhubungan antara variabel, elemen, komponen yang membentuk sistem. Salah satu ciri khas
dari system thinking adalah mempertimbangkan adanya umpan balik yang bersifat menguatkan maupun
menyeimbangkan dampak dari tindakan. Dengan menguasai dinamika perilaku dari sistem dan sifat dari
setiap model perilaku sistem (archetype) seseorang akan dapat mengantisipasi dampak atau hasil yang
tidak menguntungkan dari tindakan yang dilakukan.
Refleksi
Tuliskan dua atau tiga hal yang Anda pelajari dari modul yang telah anda pelajari ini.
1. Hal baru apa yang Anda pelajari dari modul ini?
2. Apakah pelajaran dalam modul ini membuat Anda mengubah keyakinan yang dianut sebelumnya
dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan?
3. Apa yang masih Anda ragu? Apakah Anda memiliki pertanyaan yang masih perlu dijawab?
4. Apa yang menarik bagi Anda / apa yang ingin Anda pelajari lebih detail?