Anda di halaman 1dari 115

OPERATION RESEARCH AND SYSTEM ANALYSIS RS

(Kode: MARS 1223)

I. DESKRIPSI SINGKAT
Mata ajar ini membahas tentang metode atau alat-alat manajemen yang
kemungkinan bisa digunakan oleh manajemen rumah sakit guna mengelola
rumah sakit, sehingga pengelolaan sumber daya rumah sakit dapat efisien
dan efektif. Mata ajaran ini meliputi alat manajemen berupa analisis sistem
antara lain adalah Blackboks model, Tree Diagram, Oval Diagram, SMF dan
SMO. Alat manajemen lainnya berupa analisis ABC, EOQ, Antrian, dan
Analisis trend.

II. TUJUAN
1. Umum
Melakukan beberapa metode ORSA, baik secara manual maupun dengan
menggunakan komputer dalam implementasi di manajemen RS.
2. Khusus
Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:
a. Melakukan analisis sistem terhadap permasalahan yang dihadapi.
b. Melakukan analisis manajemen operasi terhadap permasalahan yang
dihadapi yang terkait dengan efisiensi dan efektifitas
.
III. KEGIATAN BELAJAR
1. Kegiatan Belajar 1: Ruang Lingkup sejarah ORSA
Berpikir sistem, atau berpikir menurut konsep sistem, diharapkan menjadi
”pasangan” dari berpikir ilmiah. Dengan demikian maka cara berpikir
ilmiah yang cenderung sektoral dan atomistik akan dilengkapi dengan
berpikir sistem yang bersifat multi disipliner dan sistemik.
Berpikir menurut konsep sistem, atau berpikir sistem (sistemik), secara
historis mempunyai sejarah yang tua sekali. Menurut Van Court Hare
sudah dimulai dengan pembangunan piramida Cheop dalam zaman Mesir
Kuno yang mempergunakan sistem pengukuran untuk konstruksinya.
Penelaahan para ahli astronomi Phunicia dalam menyusun sistem

“ORSA” 1
bintang-bintang di langit, dan Plato bahkan berfilsafat tentang sistem
kemasyarakatan. Demikian juga Hegel, Ibnu Khaldun dan Goethe telah
mempergunakan konsep sistem dalam bidangnya masing-masing.
Pada sekitar Perang Dunia II konsep berpikir sistem yang modern seperti
yang dikenal saat ini mulai dikembangkan. Dewasa ini berpikir sistem
tidak saja dianggap sebagai suatu tehnik berpikir melainkan juga sebagai
paradigma berpikir kontemporer, yang mempunyai landasan kefilsafatan
yang bersifat mandiri. Konsep berpikir sistem ini berbeda dengan cara
bepikir non-sistem, misalnya cara berpikir intuitif.
Penerapan metode berpikir sistem dengan pendekatan operational
research dikenal pada tahun 1939 di Inggris, kemudian pada tahun 1940
masuk ke Amerika Serikat melalui James Bryant Conant yang menjadi
Chairman of the National Defense Committee, dan namanya diganti
menjadi Operations Research. Kemudian pada tahun 1950 the RAND
Corporation melakukan modifikasi Operations Research menjadi Systems
Analysis.
Menurut Jujun S.Suriasumantri secara garis besar ada perbedaan antara
Operations Research (Riset Operasi) dengan Systems Analysis (Analisis
Sistem), perbedaan tersebut meliputi:
1) Riset Operasi diterapkan pada suatu masalah yang dapat dirumuskan
secara jelas dalam sebuah model matematis. Perumusan seperti ini
terkadang sulit dilakukan dalam beberapa hal, misalnya dalam bidang
sosial yang pada umumnya tidak bersifat eksak dan bertujuan
serbamuka (multi-purposive).
2) Tujuan Riset Operasi adalah mencari pemecahan optimal, suatu hal
yang tidak mungkin dilakukan dalam bidang-bidang sosial. Sedangkan
Sistem Analisis cukup puas dengan alternatif pemecahan terbaik
meskipun tidak optimal.
3) Riset Operasi menganggap bahwa variabel-variabel adalah berlanjut
(continuous), sedangkan Analisis Sistem adalah terputus (discreet).

4) Riset Operasi menganggap bahwa kombinasi dari variabel-variabel


adalah tidak terbatas dan tujuannya adalah mencari kombinasi yang
optimal. Sementara Analisis Sistem menganggap bahwa kombinasi-

2
kombinasi tersebut adalah terbatas, dan tujuannya adalah mencari
alternatif-alternatif yang terbatas tersebut.
Karena fungsinya berbeda maka Riset Operasi dan Analisis Sistem
mempergunakan tehnik-tehnik yang berbeda pula. Tehnik-tehnik yang
digunakan dalam Riset Operasi antara lain adalah Linier Programming,
Queueing (antrian), Analisis ABC, Analisis Peresediaan/EOQ (Economic
Order Quantity), Gaming dan sebagainya. Sedangkan dalam Analisis
Sistem tehnik yang digunakan antara lain Venn Diagram, Oval Diagram,
SMF dan SMO Diagram, CEA (Cost Effectiveness Analysis) dan CBA
(Cost Benefit Analysis).

a. Pengertian ORSA
ORSA (Operation Research and System Analysis) adalah suatu
pendekatan atau metode ilmiah yang terdiri atas Operation Research
(Riset Operasi) dan System Analysis (Analisa Sistem) untuk memecahkan
suatu persoalan manajemen.
1) Menurut Operational Research Society of Great Britain
Operational Research adalah penerapan metode-metode ilmiah
terhadap masalah-masalah rumit yang muncul dalam pengarahan dan
pengelolaan dari suatu sistem besar manusia, mesin, bahan dan uang
dalam industri, bisnis, pemerintahan dan pertahanan, dengan
membentuk suatu model ilmiah dari sistem, menggabungkan ukuran-
ukuran faktor-faktor seperti kesempatan dan risiko, untuk meramalkan
dan membandingkan hasil-hasil dari beberapa keputusan, strategi
atau pengawasan.
2) Menurut Operations Research of America
Operations Research berkaitan dengan memutuskan secara ilmiah
bagaimana merancang dan menjalankan sistem manusia-mesin
dengan terbaik, biasanya membutuhkan alokasi sumber daya yang
langka.
3) Menurut Churchman, Ackoff dan Arnoff (1957)
Operations Research adalah pendekatan dalam pengambilan
keputusan yang ditandai dengan penggunaan pengetahuan ilmiah

“ORSA” 3
melalui usaha kelompok antar disiplin yang bertujuan menentukan
penggunaan terbaik dari sumber daya yang terbatas.
4) Menurut Subagyo, Asri dan Handoko (1989)
Riset Operasi berkenaan dengan pengambilan keputusan optimal
dalam, dan penyusunan model dari sistem-sistem baik deterministik
maupun probabilistik yang berasal dari kehidupan nyata.
5) Menurut Supranto (1988)
Riset Operasi adalah riset dengan penerapan metode ilmiah melalui
suatu tim secara terpadu untuk memecahkan permasalahan yang
timbul dalam kegiatan operasi suatu sistem organisasi agar diperoleh
pemecahan masalah yang optimum.
Dari kelima pengertian atau definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
ORSA adalah suatu alat atau pendekatan ilmiah untuk pemecahan
masalah atau persoalan pencapaian output secara optimal dengan
memanfaatkan sumber daya yang terbatas, sehingga diperoleh keputusan
yang optimal. Tujuan dari ORSA adalah membantu manajemen untuk
menentukan kebijakan dan tindakannya secara ilmiah. Dan pendekatan
ORSA merupakan pendekatan sistem, pendekatan yang terpadu dari
antar disiplin ilmu.

b. Model
Di dalam ORSA untuk mempelajari dan memecahkan permasalahan suatu
sistem secara menyeluruh dengan mempergunakan analisis yang bersifat
multi-disiplin. Maka untuk memudahkan analisis yang bersifat multi-
disiplin diperlukan sebuah alat yang memungkinkan ilmuwan dari
berbagai disiplin yang berbeda dapat berbicara dengan bahasa yang
sama, bahasa ini disebut dengan model. Model adalah abstraksi atau
penyederhanaan realitas sistem yang kompleks di mana hanya
komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan dari
masalah yang dianalisis yang diikutsertakan.
Salah satu definisi model yang cukup lengkap dikemukakan oleh Horton,
yaitu sebagai berikut: Sebuah model adalah pencerminan atau abstraksi
dari sebuah objek, proses, peristiwa, situasi atau sistem. Secara lebih
luas, sebuah model adalah sesuatu yang mengungkap dan menjelaskan

4
tentang hubungan dari berbagai komponen, aksi dan reaksi, serta sebab
dan akibat.
Fungsi utama dari suatu model adalah kemampuannya untuk menjelaskan
(explanatory) dan bukan hanya menguraikan (descriptive).
1) Klasifikasi Model
Model dapat diklasifikasikan dalam banyak cara, yaitu menurut jenis,
dimensi, fungsi, tujuan dan subjeknya. Menurut jenisnya model terdiri
atas :
a) Iconic (Physical) Model
Model Iconic adalah suatu penyajian fisik yang tampak seperti aslinya
dari suatu sistem nyata dengan skala yang berbeda. Contoh model ini
adalah mainan anak-anak, potret, maket dll. Model iconic dikatakan
diperkecil (scale down) atau diperbesar (scale up) sesuai dengan
ukuran model apakah lebih kecil atau lebih besar dibanding dengan
yang aslinya.
Model iconic mudah untuk diamati, membangun dan menjelaskan,
tetapi sulit untuk memanipulasi dan tak berguna untuk tujuan
peramalan. Biasanya model ini menunjukan peristiwa statik.
b) Analogue Model
Model ini lebih abstrak dari model iconic, hal ini karena tidak sama
dengan bentuk aslinya. Model ini menggunakan atau memanfaatkan
sifat-sifat atau ciri-ciri suatu sistem untuk mewakili sifat atau ciri sistem
lainnya yang dipelajari.
Contohnya jaringan pipa tempat air mengalir dapat digunakan dengan
pengertian yang sama sebagai distribusi aliran listrik. Peta dengan
bermacam-macam warna merupakan model analog untuk menunjukan
perbedaan ciri, misalnya biru menunjukan air, kuning menunjukan
pegunungan, hijau sebagai dataran rendah, dan lain lain.
Kurva permintaan dan kurva frekuensi dalam statistik adalah contoh
model analog dengan tingkah laku peristiwa-peristiwa. Model analog
lebih mudah untuk memanipulasi dan dapat menunjukan situasi
dinamis.
c) Mathematical (Simbolic) Model

“ORSA” 5
Model ini merupakan model yang paling abstrak. Model ini
menggunakan seperangkat simbol matematik untuk menunjukan
komponen-komponen (dan hubungan antar mereka) dari sistem nyata.
Biasanya terdiri dari satu set persamaan matematik.

2) Pengelompokkan Model
Model ini dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok :
a) Model Deterministik
Model deterministik dibentuk dalam situasi penuh kepastian
(certainty). Model ini memerlukan penyederhanaan-penyederhanaan
dari realitas, karena kepastian jarang terjadi. Keuntungan model ini
adalah dapat dimanipulasi dan diselesaikan lebih murah.
b) Model Probabilistik
Model ini meliputi kasus-kasus dimana diasumsikan ketidakpastian
(uncertainty). Meskipun penggabungan ketidakpastian dalam model
dapat menghasilkan suatu penyajian sistem nyata yang lebih realistis,
model ini umumnya lebih sulit untuk dianalisis.

3) Penyusunan Model
Dalam penyusunan model objek realitas yang kita modelkan, datanya
kita tangkap lewat pancaindera, atau dengan kata lain melalui
pengumpulan data; atau lewat rasio, yaitu pengetahuan teoritis yang
relevan dengan objek empiris yang sedang kita hadapi.
Beberapa cara untuk membuat model lebih sederhana, yaitu :
a) Melinierkan hubungan yang tidak linier
b) Mengurangi banyaknya variabel atau kendala
c) Merubah sifat variabel, misalnya dari diskrit menjadi kontinu
d) Mengganti tujuan ganda menjadi tujuan tunggal
e) Mengeluarkan unsur dinamik (membuat model menjadi statik)
f) Mengasumsikan variabel random menjadi suatu nilai tunggal
(deterministik)

Di dalam pendekatan ORSA pembentukan model merupakan esensinya,


karena solusi dari pendekatan ini tergantung pada ketepatan model yang

6
dibuat. Menurut Philip, Revindra dan Solberg (1976), ada 10 (sepuluh)
prinsip dalam penyusunan model, yaitu :
a) Jangan membuat model yang rumit jika yang sederhana akan cukup.
b) Hati-hati dalam perumusan masalah, agar disesuaikan dengan tehnik
penyelesaian.
c) Hati-hati dalam memecahkan model, jangan membuat kesalahan
matematik.
d) Pastikan kecocokan model sebelum diputuskan untuk diterapkan.
e) Model jangan sampai keliru dengan sistem nyata.
f) Jangan membuat model yang tidak diharapkan.
g) Hati-hati dengan model yang terlalu banyak.
h) Pembentukan model itu sendiri hendaknya memberikan beberapa
keuntungan.
i) Sampah masuk, sampah keluar artinya nilai suatu model tidak lebih
baik dari pada datanya.
j) Model ini tidak dapat menggantikan pengambilan keputusan.

c. Tahap-tahap dalam ORSA


Ada 5 (lima) tahap dalam penerapan ORSA untuk memecahkan masalah,
yaitu :
1) Merumuskan masalah
Merumuskan atau menganalisis masalah sehingga jelas tujuan apa yang
akan dicapai (objectives). Dalam tahap pertama ini masalah yang akan
dipecahkan harus dirumuskan dan didefinisikan dengan jelas, dan harus
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai berdasarkan keadaan objektif.
Untuk itu harus memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu :
a) Uraian yang tepat mengenai tujuan yang akan dicapai.
b) Identifikasi daripada adanya alternatif dalam keputusan yang
menyangkut suatu sistem.
c) Mengenai adanya pembatasan-pembatasan (limitation, restriction dan
persyaratan-persyaratan) yang diperlukan sistem yang yang
bersangkutan dengan pemecahan masalah.

2) Pembentukan Model

“ORSA” 7
Pembentukan model matematika untuk mencerminkan masalah yang
akan dipecahkan. Biasanya model dinyatakan dalam bentuk persamaan
yang menggambarkan hubungan antara input dan output serta tujuan
yang akan dicapai dalam bentuk fungsi objektif (objective function). Model
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mewakili kenyataan yang
sebenarnya dari sistem yang akan dipecahkan. Sehingga hal ini sangat
tergantung pada keadaan sistem yang akan dipecahkan.

3) Mencari Pemecahan Masalah


Pada tahap ini bermacam-macam tehnik dan metode solusi kuantitatif
yang merupakan bagian utama dari ORSA memasuki proses.
Penyelesaian masalah sesungguhnya merupakan aplikasi satu atau lebih
tehnik-tehnik terhadap model. Seringkali solusi terhadap model berarti
nilai-nilai variabel keputusan yang mengoptimumkan salah satu fungsi
tujuan dengan nilai fungsi tujuan lain yang dapat diterima.

4) Validasi Model
Menguji model dan hasil pemecahan dari penggunaan model. Suatu
model dikatakan sah (valid), apabila dapat memberikan prediksi yang
dapat dipercaya dari hasil proses suatu sistem, disamping diakui adanya
ketidaktepatan dari model tersebut untuk mewakili keadaan yang
sebenarnya terjadi.
Caranya adalah dengan membandingkan hasil proses dari sistem dengan
data yang menggambarkan kejadian sejenis yang sudah terjadi.
Model akan dianggap sah apabila dengan input yang sama diperoleh
output yang tidak jauh berbeda, kalau perlu dengan menggunakan test
kriteria tertentu seperti t-test atau Z-test. Mungkin bisa juga dipergunakan
model simulasi untuk melakukan perbandingan.

5) Penerapan Hasil Pemecahan


Tahap ini merupakan tahap terakhir yaitu tahap untuk menerapkan hasil
pemecahan model yang telah diuji validitasnya. Hal ini membutuhkan
suatu penjelasan yang hati-hati tentang solusi yang digunakan dan
hubungannya dengan realitas.

8
Suatu tahap krisis pada tahap ini adalah mempertemukan akhli ORSA
dengan mereka yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem.

d. Penggunaan dan Pelaksanaan Penyusunan Model


Suatu model dapat menghasilkan keputusan yang terbaik, tetapi hanya
dalam konteks yang terbatas dari modelnya sendiri. Tidak ada satu
modelpun yang mencakup dunia nyata secara menyeluruh. Oleh karena
tidak ada satu modelpun yang dijamin dapat menghasilkan suatu
keputusan dunia nyata yang terbaik, model bukanlah merupakan
substansi untuk intuisi dan pertimbangan eksekutif. Tetapi model
memberikan data yang menarik untuk dievaluasi bagi eksekutif.
Gambar 1.1
Interaksi antara manajemen dengan model
Situasi dunia nyata
(identifikasi masalah)

Formulasi dari penyusunan model


(termasuk asumsi, penyederhanaan
dan pencarian data input).

Model output (keputusan, prediksi,


dan data lain yang berguna).

Dibandingkan output dengan pengalaman Apakah perubahan ya


pertimbangan dan intuisi manajemen. diperlukan

tidak
Model dilaksanakan

Bandingkan hasil pelaksanaan


dengan pertimbangan manajemen

Sumber : Quantitative Concepts for Management, Eppen, Gould, Schimdt.

Pada gambar 1.1 dapat dilihat bagaimana interaksi antara manajer


dengan model.
Hubungannya dengan penggunaan model, pada tingkat atas, model
umumnya menyediakan data dan informasi, bukan keputusan. Pada
tingkat yang lebih rendah, model dipergunakan untuk memberikan
keputusan. Dengan demikian model mempunyai kegunaan yang berbeda
pada tingkat yang berbeda dari suatu perusahaan.

“ORSA” 9
Terlepas dari penggunaan model yang berbeda untuk berbagai tingkat
yang berbeda dari suatu perusahaan, beberapa hal yang sama dapat
diterapkan untuk semua model keputusan kuantitatif.
Semua model memberikan kerangka logika dan analisis yang konsisten
yang mencakup :
1) Model memaksa manajer untuk menentukan tujuan dan asumsi dengan
tegas.
2) Model memaksa manajer untuk mengidentifikasi dan mencatat macam-
macam keputusan (variabel keputusan) yang mempengaruhi tujuan.
3) Model memaksa manajer untuk mengidentifikasi dan mencatat interaksi
yang relevan antara variabel-variabel keputusan.
4) Model memaksa manajer untuk mencatat kendala-kendala dari nilai-nilai
variabel yang diasumsikan.

e. Ciri-ciri ORSA
Ada beberapa ciri dari pendekatan ORSA, yaitu sebagai berikut :
1) ORSA/Riset Operasi merupakan pendekatan kelompok antar disiplin
untuk mencari hasil optimum.
2) ORSA/Riset Operasi menggunakan tehnik penelitian ilmiah untuk
mendapatkan solusi optimum.
3) ORSA/Riset Operasi hanya memberikan jawaban yang jelek terhadap
masalah jika tersedia jawaban yang lebih pendek. Ia tidak memberikan
jawaban sempurna terhadap suatu masalah, sehingga ORSA hanya
memperbaiki kualitas solusi.

f. Kelemahan ORSA
Seperti juga metode-metode lain, tehnik ORSA atau Riset Operasi juga
memiliki beberapa kelemahan, yaitu sebagai berikut :
1) Perumusan masalah dalam suatu program ORSA adalah suatu tugas
yang sulit.
2) Jika suatu organisasi mempunyai beberapa tujuan yang bertentangan,
maka akan mengakibatkan terjadinya sub optimum yaitu suatu kondisi

10
yang tak dapat menolong seluruh organisasi mencapai yang terbaik
secara serentak.
3) Suatu hubungan non linier yang diubah menjadi linier untuk disesuaikan
dengan program linier dapat mengganggu solusi yang disarankan.

g. Prinsip-prinsip Manajemen Rumah Sakit


Rumah Sakit merupakan suatu badan usaha (laba atau nir laba) yang
sudah tentu mempunyai misi tersendiri seperti badan-badan usaha
lainnya. Di dalam dunia ekonomi atau bisnis istilah badan usaha itu lebih
dikenal dengan istilah perusahaan.
“Perusahaan didefinisikan sebagi suatu organisasi produksi yang
menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi untuk
memuaskan kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.”
Di dalam dunia ekonomi ada 2 (dua) macam jenis produk yang dihasilkan
oleh suatu perusahaan yaitu produk berupa barang yaitu produk yang
bersifat tangible dan produk yang berupa jasa atau service yang bersifat
intangible. Jenis produk yang dihasilkan oleh rumah sakit adalah berupa
jasa pelayanan atau service.
Sebagai produk utama suatu rumah sakit adalah :
1) Pelayanan medis
2) Pembedahan, dan
3) Pelayanan perawatan orang sakit.
Sebagai sasaran utamanya adalah perawatan dan pengobatan jiwa dan
kesehatan para penderita sakit. (Silalahi)
Namun untuk kelangsungan hidup dan perkembangannya setiap rumah
sakit harus mampu menghasilkan “surplus” (bukan keuntungan) setiap
tahunnya. Upaya ke arah ini menambah sasaran sekunder rumah sakit,
yaitu : (a) stabilitas organisasi, (b) pertumbuhan, (c) kemampuan
membayar, (d) penelitian dan pelatihan medis dan perawatan, dan (e)
kesejahteraan pegawai.
Dan salah satu untuk mencapai sasaran inilah maka tehnik ORSA banyak
digunakan di dunia rumah sakit. Untuk mengetahui kapan tehnik ORSA
dalam hal ini manajemen operasional digunakan oleh suatu perusahaan
demikian juga oleh rumah sakit dapat dilihat pada teori pertumbuhan

“ORSA” 11
perusahaan menurut Alan J. Zakon. Zakon menggambarkan bahwa
perkembangan suatu perusahaan ada 4 (empat) tahap, yaitu tahap
Perintisan, tahap Pertumbuhan, tahap Keunggulan, dan tahap Efisiensi
(lihat gambar 1.2).

Tahap Perintisan Tahap Tahap Tahap


Pertumbuhan Keunggulan Efisiensi
Arah Umum Pasar Persaingan Internal
Sasaran Mencari Peluang Mempertahankan Mengembangan Memperkuat
peluang sebagai keunggulan struktur
usaha bersaing operasi
Kecakapan Kewirausahaan
yang investor Pemasaran Ahli strategi Administratur
Dibutuhkan
Kriteria Bisnis baru Pertumbuhan Posisi relatif Return on
Keberhasilan Investment
Kemampuan  Pengembangan  Strategi  Manajemen
Transisi Operasi
Gb. 1.2. Tahap-tahap perkembangan perusahaan
Menurut Zakon, keempat tahap perkembangan ini dibedakan atas dasar
beberapa faktor yaitu Arah, Sasaran, Kecakapan yang Dibutuhkan,
Kriteria Keberhasilan, dan Kemampuan Transisi. Selanjutnya dalam
gambar terlihat bahwa untuk melakukan transisi dari tahap Perintisan ke
tahap Pertumbuhan, diperlukan kemampuan pengembangan; untuk tahap
Pertumbuhan ke tahap Keunggulan, diperlukan kemampuan strategi; dan
dari tahap Keunggulan ke tahap Efisiensi, diperlukan kemampuan
manajemen operasi. Dengan demikian ORSA atau Manajemen Operasi
diperlukan pada saat suatu perusahaan berkembang dari tahap
Keunggulan ke tahap Efisiensi, demikian juga di rumah sakit.

2. Kegiatan Belajar 2: Sistem Analisis


a. Konsep Sistem
Secara sederhana sistem dapat diartikan sebagai sebuah ujud
keseluruhan dari suatu objek penelaahan di mana unsur dari objek
tersebut berhubungan satu sama lain dalam suatu jalinan yang teratur.
Atau dengan perkataan lain suatu objek penelaahan selalu kita lihat
dalam hubungannya dengan objek-objek dan bagian-bagian lain dan
bagian-bagian yang terdapat dalam objek penelaahan tersebut.

12
Terdapat dua jenis sistem yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem
yang tertutup yaitu sebuah sistem yang dalam proses kegiatannya tidak
berhubungan dengan sistem-sistem yang ada di luarnya. Sedangkan
sistem yang terbuka adalah sebuah sistem yang dalam proses
kegiatannya berhubungan atau dipengaruhi oleh sistem-sistem lain yang
ada di luarnya. Sistem yang terbuka ini mengambil input dari luar
sistemnya dan mengeluarkan output ke luar sistemnya.
Sistem yang terbuka (yang selanjutnya akan disebut sistem) dapat
dianggap sebagai suatu proses yang mengubah input mentah menjadi
output. Untuk melakukan transformasi dari input mentah menjadi output
ini diperlukan suatu proses yang memerlukan pengorbanan dalam bentuk
benda-benda ekonomi yang terdiri atas manusia, metode dan material, di
mana hal ini disebut juga dengan input instrumental. Secara visual lihat
gambar berikut.
Input Instrumental
Manusia Metode Material

INPUT PROSES OUTPUT


(Mentah)

Gambar 2.1 Model Umum Sistem terbuka

b. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem (System Approach) dapat diartikan sebagai suatu
cara berpikir dengan mempergunakan konsep sistem dalam konteks objek
yang ditelaah dideskripsikan secara sistematik dan sistemik (menyeluruh).
Pendekatan sistem hanyalah suatu metode untuk mendeskripsikan suatu
objek penelaahan secara sistematik dan sistemik, dan sekali-kali tidak
dapat memberikan jawaban mengenai pengalokasian sumber-sumber
daya seperti yang dibutuhkan dalam Operations Research dan Systems
Analysis. Meskipun demikian pendekatan sistem dapat menganalisis

“ORSA” 13
permasalahan dan menghasilkan kemungkinan-kemungkinan
pemecahannya. Karakteristik lain dari pendekatan sistem adalah orientasi
terhadap output dalam pemecahan masalah.

1) Dasar pendekatan sistem


Ada dua dasar pendekatan yang melandasi konsepsi sistem dalam
bidang manajemen yaitu:
a) Pendekatan Deskriptif
Suatu pendekatan di mana fokus tujuan ditujukan untuk dapat
memformulasikan problema dengan tepat, mengenai bagian-bagian
yang perlu diselidiki dan kaitannya dengan bagian lainnya, sehingga
jelas ruang lingkup dan luasnya problema.
b) Pendekatan Preskriptif
Suatu pendekatan di mana fokus ditujukan untuk dapat membantu
memecahkan problema dengan tepat, melalui analisis, perencanaan,
perbaikan dan pengendalian yang benar berdasarkan pengetahuan
akan kerjanya sistem yang bersangkutan.

2) Ciri-ciri Pendekatan Sistem


Ada beberapa ciri yang menunjukkan suatu pendekatan sistem, yaitu:
a) Memandang suatu masalah secara keseluruhan (totalitas), bukan
bagian demi bagian (sektoral).
b) Mengaitkan dan menghubungkan suatu masalah dengan aspek-aspek
dari luar lingkungannya.
c) Memberikan perhatian pada bagian-bagian dari suatu masalah yang
berpengaruh.
d) Menaruh perhatian pada proses yang berkaitannya dengan output
(produk) secara keseluruhan.

3) Tujuan dan Sasaran Pendekatan Sistem


a) Tujuan digunakannya pendekatan sistem adalah:
 Simplicity.
 Flexibility
 Reliability

14
 Economy
 Acceptability
b) Sasaran Pendekatan Sistem
 Mencapai efektivitas keseluruhan (overall effectiveness), bukan
hanya kepentingan bagian-bagian tertentu saja.
 Apa yang terbaik bagi sistem belum tentu yang terbaik dari tiap-tiap
bagiannya.
 Mementingkan kebaikan dari yang lebih besar bukan hanya
kebaikan sektoral.

4) Model-model Pendekatan Sistem


Dalam menggambarkan sebuah sistem yang begitu kompleks, kita
menggunakan visualisasi yang secara sederhana dapat kita lihat
bagaimana suatu sistem digambarkan, yaitu dalam bentuk model.
Bagaimana suatu model digunakan untuk menggambarkan suatu sistem,
yaitu:
 Fungsinya: Preskriptif atau Deskripstif
 Kompleksitasnya: Linier atau Non-linier
 Karakteristiknya: Statis atau Dinamis
 Sifat Perubahannya: Kontinyu atau Diskrit
 Prediksinya: Deterministik atau Probabilistik
 Tehnik Pelaksanaannya: Numerik atau Analitis
Ada beberapa macam model yang dapat digunakan untuk
menggambarkan suatu sistem, yaitu:
a) Venn Diagram
b) Black Box Model
c) Tree Diagram (Infulence Tree, Objective Tree, Relevance Tree)
d) Oval Diagram
e) Matrix
f) Flow Diagram
g) Causal Loops Diagram

a) Venn Diagram

“ORSA” 15
Venn diagram merupakan model yang menggambarkan suatu sistem,
terdiri atas supra sistem, sistem dan sub sistem, dalam bentuk
bulatan-bulatan. Lihat gambar 2.2 berikut ini.

Suprasistem
S

Sistem
Sub
st si
sis

Gambar 2.2 Venn Diagram

Misalnya kita akan menganalisis satu unit pelayanan di rumah sakit,


sebut saja misalnya instalasi gawat darurat (IGD). Tetapkan instalasi
gawat darurat (IGD) sebagai suatu system berada dalam suatu supra
system rumah sakit dimana unit itu berada. Tentunya instalasi gawat
darurat sebagai bagian dari supra system rumah sakit sangat
dipengaruhi oleh apa yang terjadi dan dibuat oleh manajemen rumah
sakit sebagai supra system. Disisi lain instalasi gawat darurat sebagai
suatu system tentu di dalamnya terdapat sub system – sub system
yang membentuk system IGD. Antara lain adalah sub system triase,
sub system pelayanan ambulans. Karena sub system – sub system
tersebut secara mandiri ada tatanan pengelolaannya. Tentunya di
dalam melakukan analisis harus diuraikan secara gamblang apa yang
terjadi atau apa yang dilakukan oleh unit yang dianalisis dan
bagaimana pengaruhnya supra system rumah sakit terhadap system

16
IGD, demikian juga bagaimana mekanisme kerjanya sub system – sub
system yang ada yang merupakan bagian dari system IGD.

b) Tree Diagram
Tree diagram yaitu alat analisis manajemen dengan cara melakukan
analisis dalam bentuk gambar menyerupai pohon. Dalam hal ini isu
atau masalah utama dianalisis menjadi unsure-unsur (berupa dahan),
kemudia setiap unsure dianalisis lagi menjadi sub unsure (berupa
cabang), kemudian setiap sub unsure dianalisis lagi menjadi sub-sub
unsure (berupa ranting) dan seterusnya.
Ada 3 (tiga) jenis Tree Diagram, yaitu Relevance Tree Diagram,
Objective Tree Diagram, dan Influence Tree Diagram.

(1) Relevance Tree Diagram

Relevance Tree Diagram yaitu alat analisis diagram pohon dimana


dalam melakukan analisis terhadap suatu isu atau suatu masalah
caranya adalah kita mengembangkan unsure-unsur atau hal-hal
yang terkait atau relevance dengan isu atau masalah utrama
tersebut. Demikian seterusnya setiap unsurnya dianalisis, yang
pada akhirnya akan diperoleh hal-hal yang berupa solusi yang
terkait untuk menyelesaikan isu atau masalah utama tersebut. Alat
ini utamanya digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang
terjadi misalnya, tingginya angka nosokomial, rendahnya tingkat
kepuasan pelayanan, tingginya angka phlebitis dsb.
Di dalam melakukan analisis selain ada gambar juga harus ada
uraian analisisnya yang menguraikan keterkaitan setiap unsure
atau hal-hal tersebut. Contoh gambar relevance tree diagram lihat
gambar 2.3.
Reduce energy Transportation
consuming Appliances
activities Space
heating
and cooling
Reduce
demand for Less energy Mass transportation
energy intensive Renewable products

“ORSA” 17
progress Substitute labor
for
capital

Eliminate Tuned auto engines


waste Unused light and heat
Hot water leaks
Energy
Independence
By 1985
Increased More industrial uses
use of wind More consumer uses
Increase
supply of Increased More efficient plants
energy supply of
nuclear energy More plants

Increased Find new reserves


supply of
oil and gas Develop new resources

Gambar 2.3 Relevance Tree Diagram

(2) Objective Tree Diagram


Objective Tree Diagram yaitu alat analisis diagram pohon dimana
dalam melakukan analisis terhadap suatu isu atau suatu program
caranya adalah kita mengembangkan unsure-unsur atau hal-hal
yang terkait dengan tujuan dari isu atau program tersebut,
termasuk siapa sasaranannya. Demikian seterusnya setiap
sasaran dianalisis, yang pada akhirnya akan diperoleh hal-hal
yang berupa apa yang akan dilakukan dalam menerapkan
program tersebut.
Langkah-langkah dalam melakukan analisis ini adalah:
(a) Buatlah format analisis objective tree diagram ini ada kolom
missions, goals, objective, target dan instrument.
(b) Tetapkan di kolom mission adalah program apa atau kegiatan
atau isu apa yang akan dianalisis sebelum diterapkan. Misalnya
isu: patient safety, PONEK dan seterusnya.
(c) Identifikasi apa yang ingin dicapai (goals) dari isu atau program
tersebut.
(d) Identifikasi apa objective atau tujuan dari tiap-tiap keinginan
(goals) tersebut.

18
(e) Identifikasi siapa yang menjadi sasaran (target) dari tiap-tiap
objective tersebut.
(f) Selanjutnya identifikasi kegiatan apa yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut.

Mission Goals Objectives Targets instruments


Condoms
Males Abstinence
Prevent
Pregnancies Pills
Control Females IUD
Pregnancies Abstinence
Terminate
Pregnancies Expectant Abortion services
Family mothers Morning after
pills
Planning
Program Control Reduce child Males Vasectomy
Family size bearing years Tubal ligation
Females Hysterectomy

Educate and Families Delay in marriage


Communicate
Family Planning Families Counseling
Film
Population Testimonials
Media campaign

Gambar 2.4 Objective Tree Diagram

Dalam melakukan analisis ini selain ada gambar juga harus ada
uraian analisisnya yang menguraikan justifikasi dari tiap-tiap unsure
atau hal-hal tersebut. Contoh gambar objective tree diagram lihat
gambar 2.4.
Alat ini lebih tepat digunakan untuk menganalisis terhadap suatu
program baru atau kegiatan baru sebelum diterapkan di rumah
sakit.

(3) Influence Tree Diagram


Influence Tree Diagram yaitu alat analisis diagram pohon dimana
dalam melakukan analisis terhadap suatu isu atau suatu masalah
caranya adalah kita mengembangkan unsure-unsur atau hal-hal
yang dipengaruhi oleh isu atau masalah utama tersebut.

“ORSA” 19
Gambar 2.5 Influence Tree Diagram for

Nomad Pastoralism Eco-System

Seasonal
Rainfall

Water Herd size Desertification


Available
Deep wells Rate of pasture recovery

Available Range limitations


Pasture
Range
Feed Available pasture
Grazing
Herd pasture Herd size
Size
Yield of Herd size
Income herd

Social values Yield


On consumption Social
Food values
Demand Population supply
Desire for food on nomads Population
Herd size
Western Cultural Food Population
medicine Norms aids of nomads

Demikian seterusnya setiap unsurnya dianalisis, yang pada


akhirnya akan diperoleh hal-hal yang akan diintervensi untuk
menyelesaikan isu atau masalah utama tersebut. Alat ini utamanya
digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi
misalnya, tingginya angka nosokomial, rendahnya tingkat kepuasan
pelayanan, tingginya angka phlebitis dsb.
Di dalam melakukan analisis selain ada gambar juga harus ada
uraian analisisnya yang menguraikan pengaruh apa yang ada atau
kemungkinan terjadi dari setiap unsure atau hal-hal tersebut.
Contoh gambar influence tree diagram lihat gambar 2.5.

c) Oval Diagram
Oval diagram dinamakan oval diagram karena tiap-tiap hasil analisis
digambarkan dalam bentuk oval. Oval diagram yaitu alat analisis
manajemen yang menggambarkan tentang kompleksitas dari suatu isu
atau permasalahan. Dalam analisis ini isu atau masalah dianalisis

20
dengan cara mengidentifikasi factor-fraktor apa saja yang dipengaruhi
oleh isu masalah tersebut, dan factor-faktor yang mempengaruhi
terhadap isu /masalah tersebut. Dan selanjutnya dianalisis lagi
bagaimana masing-masing factor saling pengaruh mempengaruhi.

Gambar 2.6 Oval Diagram Depicting Causal Loops


In Nomad Pastoralism Eco-System
Water
Available +

Desired + + - Seasonal
Herdsize rainfall
Herd size
+
+ Grazing
+ - Pasture
- + +
- Range -
Feed Rate of
Yield pasture
+ recovery
+ -
+ Available Deserticication
Income pasture -

Sehingga akan terlihat factor apa saja yang sangat sentral atau
dominan. Yaitu factor yang tingkat keterpengaruhannya banyak, itulah
factor utama untuk menyelesaikan isu atau masalah tersebut.
Dalam melakukan analisis ini, juga selain ada gambar harus ada
uraian analisisnya yang menguraikan tentang keterpengaruhannya
dari tiap-tiap factor yang teridentifikasi. Contoh gambar oval diagram
lihat gambar 2.6.

d) Black Box Model


Black Box Model adalah bentuk analisis system yang biasa banyak
digunakan. Dalam model ini system dibagi ke dalam 3 (tiga) komponen
yaitu input, proses dan output.
 Input adalah hal-hal yang menjadi persyaratan agar sxuatu proses
dapat berjalan atau beroperasi. Biasanya dalam komponen input
meliputi unsure-unsur manusia (man) yaitu SDM nya; metode
(method) yaitu prosedur, juklak, juknis, otata organisasi dsb; alat dan

“ORSA” 21
bahan (machine dan material) yang digunakan dalam proses
produksi; dana (uang) yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan
proses produksi.
 Proses adalah bagaimana mekanisme dan pelaksana kerja dalam
proses produksi.
 Output adalah ketentuan hasil apa atau yang bagaimana yang ingin
kita peroleh dari proses produksi sesuai dengan input yang telah
ditetapkan.

(1) Beberapa ketentuan dari Black box model, yaitu:


(a) Sistem menerima input untuk menghasilkan output.
(b) Input dapat lebih dari satu, Output juga dapat lebih dari satu.
(c) Input dan Output dari sistem, merupakan bagian dari sistem, bukan
bagian dari environment.
(d) Input adalah elemen yang diambil dari environment dan dapat
dikendalikan.
(e) Elemen-elemen input yang kita pilih disebut: Decision parameters.
(f) Elemen-elemen yang tidak dapat dikendalikan disebut:
Environment constraints.
(g) Identitas sistem bergantung pada output.

Dalam menggambarkan sistem dengan Black Box Model ada


beberapa Parameter sistem yang harus ada yaitu Sources, yaitu
sumber darimana input berasal; Inputs, yaitu masukan atau bahan
mentah dari suatu system; Process and Transformations, yaitu proses
di mana input diolah; Outputs, yaitu keluaran atau hasil dari proses di
mana input diolah; Receiver Utilities (Users), yaitu pengguna dari
output; dan Feed Back, yaitu umpan balik.

(2) Model-model Black Box


(a) Bentuk sistem menurut August W.Smith, yang disebut dengan
”The Basic Systems Framework” (lihat gambar 2.7).
Environment

Economy Social and demographic factors

22
Technology Government and public factors
Politics Corporate policy and perceptions
Ecology Consumer and market factors
Laws Resource availability

Resources and Output and


Inputs Processes and Receivers Utilities
Transformations

Resources Products
Materials Services
Energy Human
satisfaction
Funds Objective
realization
People Growth &
development
Equipment Stability & survival
Information Internal Feedback
Organization
External Feedback

Gambar 2.7 Model August W.Smith

(b) Bentuk system menurut model Sistem Input-Output


Input Output

Uang Produk
Personil Perusahaan
Peralatan
Material Jasa

Uang
Personil Lembaga Hasil tin-
Peralatan Pelayanan kesehatan dakan
Material

Gambar 2.8 Model Input-Output

(c) Bentuk sistem model Input-Proses-Output

INPUT PROS OUTPUT

MATERIALS OPERASI PRODUK


PERUSH/RS

Administrasi USERS
SOURCE Pasien Pemasaran Tindakan: Pemerintah

“ORSA” 23
Obat-obatan Pelayanan: - Operasi Masyarakat
Suppliers Alkes - Medis - Pengobatan Perusahaan
dlsb - Non medis - Askep
Keuangan dll
MSDM

UANG PERALATAN
FASILITAS PEGAWAI
INFORMASI

RESOURCE
Gambar 2.9 Model Input-Proses-Output
Gambar 2.8 dan 2.9 menunjukkan bentuk dari suatu system dengan
pendekatan model IPO (input proses output). Gambar 2.8 bentuk
analisis system yang paling sederhana, sedangkan gambar 2.9
bentuk analisis system yang lebih kompleks, yaitu selain ada unsure
input, proses dan output, ditambah lagi ada unsure resource atau
sumber daya yang dimiliki organisasi. Dan pada gambar 2.9 yang
masuk ke dalam kategori input adalah raw material yang akan diolah
melalui proses. Sedangkan pada gambar 2.8 yang dimasukkan ke
dalam kategotri input adalah raw material dan sumber daya yang
dimiliki..

(d) Model Kaufman-OEM (The Organizational Elements Model)

INPUTS PROCESSES PRODUCT OUTPUTS OUTCOMES

Gambar 2.10 Model Kaufman


Model Kaufman seperti terlihat pada gambar 2.10 terdiri atas,
input, proses, produk, output, dan outcome.
Inputs:
Contoh yang termasuk kedalam komponen input adalah: Invested
capital; Budget; Existing workers (assemblers, engineers,
managers); Available workers; Facilities and equipment; Jigs, dies,

24
fixtures, tools, materials; Laws and regulations; Policies; dan
Customers specs.
Processes:
Contoh byang termasuk kedalam komponen proses adalah:
Designing; Developing; Fabricating; Testing; Procedures; Personal
training and management; Acquiring components from vendors;
Monitoring, controlling, and marketing.
Products:
Contoh yang termasuk kedalam komponen produk yaitu: Wings;
Fuselage; Power plants; Training manuals; Training employees;
Training customers; Airplane (a product composed of smaller
products); Certification or airworthy airplane.
Outputs:
Contoh dari output adalah: Airplane sold; Airplane delivered;
Support systems sold; Support systems delivered.
Outcomes:
Contoh dari outcome adalah: Customer satisfaction; Repeat orders;
New orders based on performance; Distribution of earnings to
stockholders; High airplane safety; High airplane reliability; Low
environments pollution.

(e) Model SMF (Struktur-Metoda-Fungsi)

Model SMF yaitu model analisis sistem dimana suatu sistem dibagi
ke dalam komponen Struktur, Metode dan Fungsi.
Komponen Struktur yaitu elemen-elemen atau unsur-unsur yang
ada dalam suatu sistem atau organisasi yang membentuk suatu
tatanan organisasi, yaitu siapa saja yang terlibat dalam sistem
tersebut, agar proses pelayanan dapat berjalan.
Komponen Metode yaitu metode atau cara tindakan apa saja yang
digunakan dalam memberikan pelayanan pada sistem atau
organisasi tersebut.

“ORSA” 25
Komponen Fungsi yaitu fungsi apa yang diemban oleh sistem atau
organisasi tersebut berkaitan dengan customer atau pelanggan.
Secara visual model SMF dapat digambarkan sebagai berikut:
INSTRUMENTAL
INPUT

Proses

TRUKTUR METODA FUNGSI


S P
U E
M RAW N
B INPUT OUTPUT G
E G
R U
N
A

ENVIRONMENTRAL
INPUT
Gambar 2.11 Model SMF

Contoh:
Gambar 2.12 Model SMF Sistem STM ”X”

INSTRUMENTAL INPUT
PP, UU, DEPDIKNAS, dll

Sumber Raw Proses Output


Pengguna
Input
STRUKTUR METODE FUNGSI

Pemrth Pengajaran
Pmrth
Swasta Siswa - BIN Lit/Kajian Lulusan
Swasta
Msyrkt P.Kajian Kep.STM - Seminar Kmhswn Kajian2
Masyrkt
Yayasan P.Bant Ket.Jurusan - Pengajaran Kekaryaan Yayasan

26
Puket - Penilaian Keuangan ybs
Bagian2 - dll Personil
Adm
Dll

ENVIRONMENTAL INPUT
Politik, Sosial-Budaya, Ekonomi
Teknologi, Keamanan, Demografi,
Geologi, dll

(f) Model SMO (Subyek-Metoda-Obyek)


INSTRUMENTAL
INPUT

Proses

RAW
INPUT SUBYEK METODA OBYEK OUTPUT

ENVIRONMENTAL
INPUT
Gambar 2.11 Model SMO

Contoh:
Gambar 2.12 Model SMO pada Upaya Pemantapan RS “X”
INSTRUMENTAL INPUT
PP, UU, Depkes atau Instansi
Pemerintah terkait

INPUT PROSES
OUTPUT

SUBYEK METODA OBYEK

Kondisi Yayasan Pelatihan Ten. Kes Kondisi


RS ”X” Dir. RS Pembenahan SOP RS “X”
Saat ini Pok Tap Restrukturisasi Organisasi diharapkan

“ORSA” 27
ENVIRONMENTAL INPUT
Politik, Sos-bud, Teknologi,
Ekonomi, dll

Perbedaan model SMF dengan model SMO dapat dilihat pada matriks
berikut.
Gambar 2.13 Perbedaan antara model SMF dengan SMO
MODEL SMF MODEL SMO
KEGUNAAN Mendiskripsikan komponen dari suatu Mendeskripsikan upaya pemantapan
sistem atau perubahan yg akan dilakukan thd
sistem.
SOURCES Sumber atau institusi dari mana input Tidak divisualisasikan
diperoleh
INPUT Sumber daya yg akan ditransfor- Kondisi awal sesuatu yang mau dirubah
masikan Termasuk sumberdaya (dimantapkan, diperbaiki, direduksi, dll)
pendukung yg diperlukan utk
mentransformasikan atau memproses
input menjadi output.
PROCESS STRUKTUR: Adalah semua lembaga/ SUBYEK: Adalah semua
bagian/pelaku yg mempunyai wewe- lembaga/bagian /pelaku yg mempunyai
nang dan fungsi tertentu yg terlibat tanggungjawab dan wewenang tertentu
dlm proses merubah input – output. yg terlibat dlm upaya pemantapan.
METODA: Cara atau tehnik yg METODA: Upaya-2 yg akan dilakukan
digunakan dlm melaksanakan fungsi- utk merubah kondisi awal menjadi
2 teknis tertentu. kondisi yg diinginkan.
FUNGSI: Semua fungsi teknis yg OBYEK: Komponen-2 utama dari input
diperlukan utk dapat memproses input yg difokuskan akan
menjadi output. dirubah/dimantapkan.
OUTPUT Produk atau Jasa yg dihasilkan dari Kondisi akhir/kondisi yg diinginkan akan
proses mentransformasikan input. dicapai dari upaya pemantapan/
perubahan yg dilakukan oleh para
Subyek thd Obyek melalui Metoda yg
ada.
USERS Pengguna dari outputs. Tidak divisualisasikan
INSTR.INPU Kebijakan, UU, Peraturan yg Kebijakan, UU, Peraturan yg
T mempengaruhi sistem mempengaruhi
ENV.INPUT Kondisi lingk.IPOLEKSOSBUD Kondisi lingk.IPOLEKSOSBUD

(g) Model Matriks


Gambar 2.14 Matriks Struktur-Fungsi STM “X”

STRUKT FUNGSI
UR JAR LIT/JIAN BIN ORG ADM KEMHSW HUMAS KEU
Yayasan C C
Ket. STM C C P,C C C C P,C
Ket.Jur P,C C A C C A C
Puket P,C P,C
Akad
Puket A P,C
Mahs
Puket A P,C P,C A
Adm&
Humas
Pok. Jar A A C
Bag-2 A A A A A A A

28
terkait

Keterangan: P = Perencanaan A = Pelaksanaan C = Pengawasan & Pengendalian

(h) Model Causal Loops


Dalam menyusun model Causal loops, ada 12 (dua belas) aturan
yang harus diperhatikan, yaitu:
 Ketahui batasan masalahnya
 Mulai dari sesuatu yang menarik
 Pertanyakan pengaruh apa yang diberikan, dan apa yang
mempengaruhinya
 Jangan menjadi kacau atau bingung
 Gunakan kata benda, jangan kata kerja
 Jangan gunakan kata seperti meningkatkan atau mengurangi
 Jangan takut terhadap ungkapan yang asing
 Bubuhi tanda S dan O dari loop yang dibuat
 Terus bekerja
 Diagram yang baik harus realistis
 Jangan kaku terhadap diagram yang dibuat awal
 Tidak ada diagram yang dianggap tuntas

Pada dasarnya dalam causal loops terdapat hubungan sebab –


akibat atau cause – effect, jika hubungannya positip diberi tanda S
(simillar) dan jika hubungannya negatif diberi tanda O (opposite).

Cause Effect Cause Effect


(Increase) (Increase) (Increase) (Decrease)
Contoh:
S Honor dokter

Relevansi dengan
Kebutuhan
S S

Kualitas Kualitas dokter


SOP

KSD staf
S S

“ORSA” 29
Pelayanan staf RS

Kondisi
S Fasilitas
O S S

Kondisi proses
Pelayanan/Tindakan
O S S

Keuangan O S
RS Kualitas
S Pelayanan RS S

Kondisi mantan
pasien

S
S Promosi oleh
Jumlah pasien baru mantan pasien
O S

Jmlh RS S Kampanye
Pesaing advertensi

Gambar 2. 15 Model causal loops sistem Pelayanan RS

Kegiatan 4. MENGENAL PROGRAM QSB


Program QSB (singkatan dari Quantitative System for Business) adalah
sebuah program, computer yang digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah dalam bidang manajemen, terutama yang menyangkut
manajemen kuantitatif. Program yang disebut oleh Yih-Liong Chang (dari
University of Arizona, USA) dan Robert S. Sullivan (University of Texas,
USA) ini sudah muncul dalam beberapa versi, dimulai dari QSB versi 1, 2
dan 3, dan terakhir adalah QSB+ versi 1.0. Versi terakhir ini beredar
tahun 1989.
Masalah-masalah yang dapat dipecahkan dengan program ini adalah
masalah-masalah yang berakitan dengan manajemen, yang dapat
diselesaikan dengan metode:
1. Linier Programming (LP)
2. Interger Linier Programming (ILP)
3. Transportation and transhipment (TRP)
4. Assignment and traveling salesman problem (ASTS)

30
5. Network modeling (NET)
6. Critical Path Method (CPM)
7. Program Evaluation and Review Technique (PERT)
8. Dynamic Programming (DP)
9. Inventory Theory (INVT)
10. Queuing Theory (QUEUE)
11. Queuing System Simulation (QSIM)
12. Decision and Probability Theory (DSPB)
13. Markov Process (MKV)
14. Time Series Forecasting (TSFC)
Program ini menjadi pelengkap dalam mata kuliah ORSA, karena
bila masalah-masalah ini diselesaikan secara manual memerlukan waktu,
sedangkan dengan program QSB yang menggunakan komputer masalah-
masalah akan cepat diselesaikan.
1. FASILITAS YANG DIMILIKI
Setiap modul dalam QSB memepunyai beberapa menu pilihan,
diantaranya adalah:
a. Overview, memberi penjelasan ringkas mengenai suatu modul.
Misalnya anda memilih modul Linier Programming, maka menu
Overview ini akan menjelaskan secara ringkas tentang modul tersebut.
b. Enter new problem, menu ini digunakan untuk memasukkan data
baru.
c. Read existing problem from disk(ette), digunakan untuk membaca
(atau ”mengambil”) data yang sudah disimpan ke dalam suatu disket.
d. Show input data, digunakan untuk menampilkan data yang sudah
diinput (melalui nomor 2) atau diambil dari disket (melalui nomor 3).
e. Solve problem, digunakan untuk memecahkan masalah yang sudah
diinput atau diambil dari disket.
f. Solve problem on disk(ette), digunakan untuk menyimpan data (atau
masalah) ke dalam disket.
g. Modify problem, digunakan untuk mengubah data atau problem.
h. Show final solution, digunakan untuk menampilkan hasil analisis.
i. Return to the program menu, digunakan untuk keluar dari modul ini
dan menuju ke menu utama program QSB.

“ORSA” 31
j. Exit from QSB, digunakan untuk keluar dari modul yang sedang
dipakai dan langsung mengakhiri penggunaan QSB.

2. LANGKAH-LANGKAH MENGGUNAKAN QSB


Langkah-langkah bagaimana menggunakan program QSB adalah
sebagai berikut:
a. Siapkan formula masalahnya. Misalnya anda akan memecahkan
masalah linier programming, tentukan apakah masalah maksimisasi
atau minimisasi, tentukan variabel dan batasan-batasannya. Enter
program LP, selanjutnya ikuti perintah-perintahnya.
b. Masukan masalah tersebut ke dalam komputer, dengan cara mengetik
enter new problem.
c. Tampilkan data yang telah diinput (atau dapat juga diambil dari disket
kalau sudah pernah memasukkannya). Langkah ini hanya optional,
bukan merupakan keharusan. Enter show input data.
d. Lakukan modifikasi atas formula atau data (bila perlu). Enter modify
problem bila ada kekeliruan atau kesalahan memasukan data.
e. Hitung dan carilah hasilnya (dengan menu Solve the problem).
Langkah ini belum menunjukkan hasil hitungan, karena memang
hanya menghitung saja.
f. Tampilkan hasil hitungan (dengan menu Show the final solution).
g. Simpan formuasi masalah atau datanya.
Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Siapkan
Masalah

Masukkan Tampilkan Ambil masalah


Masalah Masalah dari disket

Ubah masalah

32
Simpan masalah Pecahkan
Ke disket Masalah

Tampilkan/Cetak
Hasil akhir

Gambar 3.1 Skema penggunaan program QSB

Kegiatan 5. ANALISIS ABC


A. ANALISIS ABC
Salah satu langkah terpenting dalam inventory control adalah melakukan
suatu pendekatan secara selektif di dalam menentukan tingkat inventori dan
sekaligus perluasan pelaksanaan pengawasan atau kontrol dalam pemecahan
masalah praktis. Alat yang digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah
analisis ABC atau proportionate analysis.

Analisis ABC (Always Better Control) adalah suatu analisis yang


digunakan untuk mengurutkan dan kemudian mengelompokan jenis barang
dalam suatu upaya pengendalian persediaan sejumlah barang kebutuhan.
Pengurutan dan pengelompokan ini diperlukan untuk memberikan prioritas
perhatian dalam pengendalian persediaan, terutama pada pengendalian barang
yang meliputi banyak jenis, yang mempunyai harga satuan dan pola kebutuhan
yang berbeda-beda.

Menurut Heizer dan Render (1981), analisis ABC mengelompokan


masalah persediaan menjadi 3 klasifikasi yang berbasis volume besaran uang
tahunan. Analisis ABC adalah aplikasi teori persediaan yang dikenal dengan
“Pareto Principle”, yaitu yang menyatakan bahwa ada beberapa barang yang
merupakan kategori barang yang kritis dan barang yang tidak perlu terlalu
diperhatikan. Prinsip Pareto dikemukakan oleh seorang ekonom Italia yang
bernama Vilfredo Pareto, beliau menemukan di dalam suatu gudang ada barang
yang jumlahnya sebagian kecil (sekitar 20 %) namun memiliki nilai investasi

“ORSA” 33
besar yaitu 80 %, sedangkan ada sebagian lagi adalah barang-barang yang
jumlahnya besar ( sekitar 80 %) namun nilai investasinya kecil yaitu 20 %.
Sehingga Pareto mengeluarkan prinsip lebih baik mengawasi atau
mengendalikan secara ketat terhadap barang-barang yang jumlahnya sedikit
namun memiliki nilai investasi yang besar, dengan harapan barang-barang yang
lainnya akan terkena imbasnya. Secara visual dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.1 Gambar temuan Pareto
Investasi
80 %

20 %

20 % 80 % Jumlah barang
General Electric Company di Amerika Serikat beberapa tahun yang lampau telah
menemukan bahwa kurang lebih 10% dari inventori merupakan 70% sampai
dengan 80% dari nilai inventori yang dipergunakan secara tahunan, sedangkan
sekitar 70% dari inventori hanya merupakan 5% dari nilai inventori yang
dipergunakan secara tahunan. Gambaran tersebut dapat dilihat pada gambar
4.1 tentang tipe penggunaan inventori.
Gambar 4.2 Klasifikasi barang menurut analisis ABC
Peresentase nilai penggunaan tahunan
100 C
90
80 B
70
60
50 A
40
30
20

34
10
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Persentase barang (inventori)

Dapat dilihat pada gambar 4.2 tersebut menunjukan beberapa hal sebagai
berikut :
a. Tipe barang kategori A banyaknya sekitar 10%, tetapi mempunyai nilai
penggunaan atau nilai inventori tahunan 75%.
b. Tipe barang kategori B banyaknya sekitar 20%, tetapi mempunyai nilai
penggunanan atau nilai inventori tahunan hanya 15%.
c. Tipe barang kategori C banyaknya 70%, tetapi mempunyai nilai penggunaan
atau nilai inventori tahunan hanya 10% saja.

Menurut Heizer dan Render (1991) :


a. Kelompok barang A adalah kelompok barang yang mempunyai volume
keuangan persediaan yang tinggi. Jenis barang tersebut hanya sekitar 15%
dari jumlah barang persediaan, tetapi mempunyai nilai persediaan sekitar
70% - 80%.
b. Kelompok barang B adalah barang-barang persediaan dengan besarnya
uang tahunan sedang. Jenis barang ini sekitar 30% dari jumlah barang-
barang perdesiaan, yang mempunyai nilai persediaan sekitar 15% - 25%.
c. Kelompok barang C adalah kelompok barang yang mempunyai nilai volume
keuangan yang rendah. Jenis barang ini hanya memiliki nilai persediaan
sekitar 5%, tetapi jumlahnya cukup banyak yaitu sekutar 55% dari total
barang persediaan.

Menurut Calhoun dan Campbell (1985) yaitu sebagai berikut :


a. Kelompok barang A meliputi 60% - 70% dari total nilai persediaan (inventori),
namun jumlahnya hanya 15% dari jumlah barang persediaan.
b. Kelompok barang B meliputi 15% - 30% dari total nilai persediaan (inventori),
dan jumlahnya sekitar 10% - 15% dari jumlah barang persediaan.
c. Kelompok barang C meliputi 10% - 15% dari total nilai persediaan (inventori),
namun meliputi sebagian besar barang persediaan yaitu sekitar 70% - 75%
dari jumlah barang persediaan.

“ORSA” 35
Untuk barang-barang persediaan rumah tangga, penggolongan barang tersebut
adalah sebagai berikut : (F.X.Soedjadi, 1994)
a. Golongan A, adalah barang-barang yang senantiasa secara terus menerus
diperlukan untuk kegiatan dinas. Barang-barang tersebut harus selalu
tersedia setiap saat. Karena itu disebut pula sebagai barang-barang penting,
dalam arti barang-barang yang nilai penggunaannya mencapai 60% nilai
pemakaian total pertahun. Barang-barang tersebut umumnya terdiri dari 10%
jenis barang persediaan. Termasuk barang golongan ini antara lain adalah :
bahan bakar, minyak pelumas, bahan baku untuk kegiatan produksi, kertas
untuk kegiatan administratif, isi stappler, clips (penjepit), disket. Barang-
barang tersebut pada hakikatnya secara terus menerus diperlukan sepanjang
tahun.

b. Golongan B, adalah barang-barang yang diperlukannya pada saat tertentu


atau pada saat (moment) ada urgensi kegiatan. Karena itu disebut sebagai
barang agak penting, yaitu barang-barang yang nilai penggunaannya
mencapai 30% nilai pemakaian total pertahun. Barang-barang golongan ini
umumnya terdiri dari 30% jenis barang persediaan. Termasuk dalam
golongan barang ini antara lain adalah : suku cadang, baut-baut, accu, busi,
map, ordner, folder untuk kegiatan administratif.

c. Golongan C, adalah mencakup barang-barang yang kurang penting, dalam


artian bahwa barang-barang tersebut mempunyai nilai pengunnan hanya
mencapai nilai 10% nilai pemakaian pertahun. Pada umumnya golongan ini
mencakup sekitar 60% dari jumlah barang persediaan. Termasuk disini
antara lain adalah : kabel-kabel, cat, karton, lem dan alat penghapus.

Ciri-ciri masing-masing kelompok barang tersebut adalah sebagai berikut :


a. Kelompok barang A :
 Memerlukan pemantauan yang ketat, evaluasi dilakukan setiap bulan.
 Memerlukan sistem pencatatan (records) yang lengkap dan akurat.
 Memerlukan peninjauan secara tetap oleh pengambil keputusan.
b. Kelompok barang B :

36
 Memerlukan pemantauan/pengendalian yang tidak terlalu ketat, evaluasi
dilakukan antara 3 - 6 bulan sekali.
 Memerlukan sisten pencatatan yang cukup baik.
 Peninjauan dilakukan secara berkala.
c. Kelompok barang C :
 Pemantauan/pengendalian bisa dilakukan sangat longgar, evaluasi
dilakukan 6 bl - 1 tahun sekali.
 Sistem pencatatan cukup sederhana atau bahkan tidak menggunakan
sistem pencatatan.
 Pencatatan dilakukan secara berkala dan dapat dilakukan pemesanan
kem,bali (re-ordering).

Dalam pengambilan keputusan dengan model analisis ABC perlu diperhatikan 4


(empat) hal penting, sebagai berikut :
a. Untuk barang-barang golongan A (penting) yang harga satuan hitungnya
sangat tinggi, mempunyai sifat khusus (seperti mudah terbakar, cepat
menguap, mengandung racun dsb), dan yang nilai frekuensi pemakaiannya
pertahun sangat tinggi, maka perlu diperlakukan (handling) secara khusus,
diawasi serta dikendalikan persediaannya seketat mungkin. Juga perlu
direview setiap saat dan secara terus menerus pengamanannya,
perkembangan statusnya, mutasi persediaannya baik kuantitatif maupun
kualitatif dsb. Harus dijaga jangan sampai terlambat dalam penyediaannya.
b. Untuk barang-barang golongan B (agak penting), dengan nilai frekuensi
pemakaiannya pertahun sedang, maka untuk pengendaliannya perlu
dilakukan review secara periodik. Persediaan sebaiknya secukupnya saja.
c. Untuk barang-barang golongan C (kurang penting) dengan nilai
pemakaiannya pertahun rendah, umumnya merupakan barang-barang yang
paling banyak jenis atau items-nya. Untuk golongan ini maka
pengendaliannya dilakukan melalui tingkat dan siklus persediaan,
pewnggunaan sampai dengan pemesanan kembali. Mengenai jumlah
maupun jenis pengisiannya dapat dilakukan untuk jangka waktu 1 (tahun)
sekaligus dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, serta perlu direview
barang kali untuk tahun berikutnya hanya pesan sebagian saja.

“ORSA” 37
d. Dengan demikian untuk kesemuanya harus dijaga jangan sampai barang-
barang yang frekuensi pemakaiannya sangat tinggi, tetapi persediaannya
sangat kurang atau terlambat. Sebaliknya jangan sampai terjadi pula bahwa
barang-barang yang nilai frekuensi penggunaannya sangat rendah, tetapi
disediakan sangat banyak.

Langkah-langkah analisis ABC, yaitu sebagai berikut :


a. Cari biaya per unit atau harga satuan untuk setiap barang untuk keperluan
persediaan (inventory).
b. Cari penggunaan/pemakaian dalam unit untuk setiap barang (selama 1
bulanan, triwulanan atau tahunan) atau ramalkan penggunaan barang untuk
waktu yang akan datang.
c. Kalikan biaya per unit dengan penggunaan/pemakaian, untuk memperoleh
nilai investasi netto selama waktu tertentu.
d. Urutkan barang-barang tersebut mulai dari nilai investasi yang terbesar
hingga terkecil, untuk selama periode tertentu.
e. Kumulatifkan nilai investasi barang tersebut, selanjutnya hitung persentasi
kumulatifnya.
f. Secara kasar bagi daftar nilai persentasi tersebut menjadi 3 kelompok (A, B
dan C).

Contoh hasil perhitungan :


Sebuah Unit Pelayanan Mata di Rumah Sakit memiliki 27 jenis obat, nilai
investasi obat tersebut adalah Rp.8.619.000,-. Tabel 4.1 menunjukan hasil
perhitungan ana;lisis ABC terhadap keadaan penggunaan obat selama kurun
waktu tersebut berikut dan harga per jenis obat, yang sudah diurutkan
berdasarkan nilai investasinya.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan analisis ABC
No Item Obat Harga Pemakaian Nilai Kumulatif % Kelompok
. satuan (dalam unit) Investasi
1. Cendomycos 28,000 71 1,988,000 1,988,000 23.06 A
2 Augentonic 23,000 42 966,000 2,954,000 34.27 A
3 Mycetis EO 16,300 52 847,600 3,801,600 44.10 A
4 Cenfres 24,500 28 686,000 4,487,600 52.07 A
5 Asthenof 22,000 20 440,000 4,927,600 57.16 A
6 Vitrolenta 21,000 20 420,000 5,347,600 62.04 A
7 Tobroson ED 15,900 24 381,600 5,729,200 66.46 A
8 Flaxa 19,800 17 336,600 6,065,800 70.37 A
9 Gentamycin EO 23,700 14 331,800 6,397,600 74.22 A

38
10 Tymol 27,000 11 297,000 6,694,600 77.66 B
11 Albuvit 16,000 15 240,000 6,934,600 80.45 B
12 Xytrol 19,700 12 236,400 7,171,000 83.19 B
13 Catarlen 16,300 13 211,900 7,382,900 85.65 B
14 Conver 17,000 12 204,000 7,586,900 88.02 B
15 Carpin 21,000 9 189,000 7,775,900 90.21 B
16 Eyefresh 18,700 10 187,000 7,962,900 92.38 B
17 Cendofencol ED 18,400 10 184,000 8,146,900 94.51 B
18 Polygran ED 14,300 8 114,400 8,261,300 95.84 C
19 Tobroson EO 23,700 4 94,800 8,356,100 96.94 C
20 Polygran EO 15,300 4 61,200 8,417,300 97.65 C
21 Solnazole 26,700 2 53,400 8,470,700 98.27 C
22 Polidex 25,700 2 51,400 8,522,100 98.86 C
23 Vasacon 15,700 2 31,400 8,553,500 99.23 C
24 Siloxan 18,400 1 18,400 8,571,900 99.44 C
25 Cendrid 17,400 1 17,400 8,589,300 99.64 C
26 Noncort 17,300 1 17,300 8,606,600 99.85 C
27 Cendofencol EO 13,300 1 13,300 8,619,900 100.00 C
Jumlah 8,619,900

Pada kolom 2 menunjukan urutan jenis obat berdasarkan nilai penggunaannya


selama 1 tahun, tanpa memperhatikan berapa unit banyaknya pemakaian. Pada
kolom 6 merupakan persentase kumulatif dari nilai investasi obat.
Contoh: lihat baris 1 ada 1 unit jenis obat Cendomycos yang mempunyai nilai
investasi sebesar 1,988,000 (hasil kali dari harga satuan x pemakaian = 28,000
x 71 = 1,988,000), Pada kolom 7 dapat dilihat persentase kumulatifnya adalah
1,988,000/8,619,000 x 100 = 23.065, dan seterusnya.
Selanjutnya dari tabel 2.1 dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut (lihat
pada kolom 7)., yaitu sebagai berikut :
 Yang termasuk ke dalam kelompok A adalah obat yang ada di gudang yang
memiliki nilai penggunaannya sekitar 75%.
 Yang termasuk ke dalam kelompok B adalah obat yang ada di gudang yang
memiliki nilai penggunaannya bernilai 20% (95,25% dikurangi 75%).
 Yang termasuk ke dalam kelompok C adalah sisanya dari obat yang ada di
gudang yang nilai penggunaannya bernilai 5% (100% dikurangi 95%).
Manfaat dari analisis ABC terletak pada kemampuannya untuk mengontrol
secara selektif terhadap barang-barang dan sangat membantu dalam usaha
mengkonsentrasikan perhatian pada barang-barang yang memang paling tinggi
nilai penggunaannya.

B. ANALISIS ABC INDEKS KRITIS

“ORSA” 39
Sebetulnya untuk Rumah Sakit analisis ABC tidak dapat dilaksanakan secara
memadai, karena barang-barang di Rumah Sakit terutama obat-obatan dan alat-
alat kesehatan mempunyai sifat dan karakteristik yang spesifik dalam
pemakaiannya.
Rumah Sakit Universitas Michigan Amerika Serikat telah mengembangkan suatu
analisis ABC tersebut menjadi “Analisis ABC Indeks Kritis”, yaitu pengembangan
dari analisis ABC dengan mempertimbangkan karakteristik barang dan kritis
tidaknya terhadap pelayanan pasien.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Langkah pertama adalah mengumpulkan data logistik/barang berikut biaya per
unit atau harga satuan untuk setiap barang untuk keperluan persediaan
(inventory), dan penggunaan/pemakaiannya dalam unit untuk setiap barang
(selama 1 bulanan, triwulanan atau tahunan) atau ramalkan penggunaan barang
untuk waktu yang akan datang.
Langkah kedua yang harus dilakukan adalah kelompokkan barang tersebut
berdasarkan sifat barang atau sifat pemakaiannya. Menurut Calhoun dan
Campbell (1985) barang-barang persediaan dikelompokan ke dalam 4 (empat)
golongan :
a. Kelompok X, yaitu kelompok barang-barang yang tidak dapat digantikan
pemakaiannya dengan barang lain. Sehingga kekurangan atau kekosongan
barang tersebut akan berakibat fatal dan tidak dapat ditolerir.
b. Kelompok Y, yaitu kelompok barang yang masih dapat digantikan oleh
barang lain walaupun tidak memuaskan. Kemudian masih ada toleransi bila
terjadi kekosongan barang tersebut selama tidak lebih dari 48 jam.
c. Kelompok Z, adalah kelompok barang-barang yang boleh digantikan dengan
barang lain, dan kekosongan lebih dari 48 jam masih ditolerir.
d. Kelompok O, adalah kelompok barang-barang yang tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam kelompok X, Y dan Z.
Informasi pengelompokan barang dapat diperoleh melalui wawancara atau
dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan.
Langkah ketiga, adalah pemberian bobot kepada masing-masing kelompok
barang, yaitu :
 Kelompok barang X diberi bobot 3.
 Kelompok barang Y diberi bobot 2.

40
 Kelompok barang Z diberi bobot 1.
Langkah keempat, adalah menghitung nilai kritis rata-rata dari masing-masing
barang persediaan, dengan formula sebagai berikut :

Nilai Kritis Rata-rata = Jumlah Pembobotan : Jumlah Informasi yang masuk

Contoh :
Untuk dapat menentukan atau mengelompokan barang ke dalam kelompok X, Y
dan Z pada langkah 1 dan salah satu caranya adalah dengan menanyakan
kepada beberapa informan, dalam hal ini user atau pemakai obat seperti terlihat
pada tabel 4.2.
Hasil pendapat pengelompokan dari para informan diberi bobot sesuai dengan
langkah 2. Selanjutnya nilai bobot tersebut dijumlahkan dan kemudian dibagi
dengan jumlah atau banyaknya informan yang diminta pendapatnya, maka dari
sini diperoleh Nilai Kritis (NK) Rata-Rata tiap jenis obat.
Tabel 4.2 Proses perhitungan Nilai Kritis Rata-Rata
INFORMAN OBAT 1 OBAT 2 OBAT 3 OBAT 4

Dokter A X=3 Z=1 Z=1 Y=2


Dokter B X=3 Z=1 Y=2 X=3
Apoteker C Y=2 Z=1 Z=1 Y=2
Apoteker D X=3 Z=1 Z=1 Y=2
Dokter E Y=2 Z=1 Y=2 Y=2
TOTAL 13 5 7 11
NILAI KRITIS RATA-RATA 2,6 1 1,4 2,2
Sumber : Calhoun dan Campbell, 1985
Langkah kelima, melakukan analisis ABC berdasarkan pertimbangan jumlah nilai
investasi yang diperlukan bagi setiap barang, dan melakukan analisis ABC
berdasarkan pertimbangan jumlah pemakaian setiap barang. Dari kedua
pengelompokan hasil analisis ABC tersebut dihasilkan kelompok barang A, B
dan C berdasarkan investasi dan berdasarkan pemakaian.
Langkah keenam, memberikan bobot kepada kedua kelompok barang A, B dan
C masing, dengan cara sebagai berikut :
 Kelompok barang A diberi bobot 3.
 Kelompok barang B diberi bobot 2.
 Kelompok barang C diberi bobot 1

“ORSA” 41
Dari hasil analisis ABC berdasarkan nilai investasi, akan diperoleh NI untuk
setiap barang/obat. Dan dari hasil analisis ABC berdasarkan pemakaian akan
diperoleh NP untuksetiap barang/obat. .
Langkah ketujuh, adalah menghitung Indeks Kritis masing-masing barang
dengan formula, sebagai berikut :
IK = (2 x NK) + (1 x NI) + (1 x NP)
Keterangan :
 IK = Indeks Kritis
 NK = Nilai Kritis Rata-Rata
 NI = Nilai bobot hasil analisis ABC berdasarkan nilai investasi
barang.
 NP = Nilai bobot hasil analisis ABC berdasarkan jumlah pemakaian.
Langkah kedelapan, adalah mengelompokan barang ke dalam kelompok A, B
dan C atas dasar besarngya nilai Indeks Kritis (IK) dari masing-masing barang.
Sebagai dasar untuk menentukan kelompok atau kategori barang dengan
menggunakan daftar standar pengelompokan barang berdasarkan nilai Indeks
Kritis barang, seperti terlihat pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Standar pengelompokan barang berdasarkan nilai indeks kritis


KATEGORI/KELOMPOK RANGE NILAI INDEKS % JUMLAH
BARANG KRITIS BARANG PERSEDIAAN

A 12,0 - 9,5 18
B 9,4 - 6,5 54
C 6,4 - 4,0 28
Sumber : Calhoun dan Campbell, 1985

Keuntungan Analisis ABC Indeks Kritis, yaitu :


 Pada proses pengelompokan persediaan dilibatkan berbagai pemakai.
Sehingga mereka merasa dihargai untuk mendapat kesempatan
menyumbangkan pengetahuan khusus dan keahlian mereka dalam suatu
proses yang akan meningkatkan mutu pelayanan pasien dan meningkatkan
efisiensi biaya operasional. Proses ini merupakan suatu langkah aktif dalam

42
menekan kekosongan persediaan. Sebagai tambahan, proses ini
memudahkan komunikasi antara pemakai dan departemen material.
 Sistem ini memberikan baik pada administrator maupun manajer logistik,
suatu evaluasi dari pelaksanaan di departemen logistik. Setelah standar
kekosongan persediaan setiap kelompok ditetapkan maka dapat ditentukan
sasaran yang diharapkan.
 Diperlukan penyesuaian secara periodik setelah dibuat pengelompokan
persediaan Rumah Sakit dengan menggunakan indeks kritis. Penambahan
jenis persediaan harus mendapat persetujuan dari komite standarisasi dan
langsung ditentukan nilai indeksnya.
 Mutu pelayanan terhadap pasien meningkat dengan meningkatnya kontrol
manajemen terhadap persediaan yang kritis. Dengan demikian analisis ABC
indeks kritis memberikan kesempatan kepada rumah sakit untuk
meningkatkan murtu pelayanan terhadap pasien disamping dapat menekan
biaya.

Kelemahan Analisis ABC-Indeks Kritis, yaitu :


 Waktu yang dibutuhkan para pemakai dalam proses pengelompokan
persediaan berdasarkan kritisnya terhadap pelayanan pasien cukup lama
oleh karena mengelompokan persediaan Rumah Sakit dalam jumlah besar,
merupakan tugas yang membosankan dan membutuhkan waktu. Setelah data
dari pemakai dikumpulkan, dihitung nilai indeksnya dari masing-masing jenis
persediaan, maka baru disusun pengelompokannya.
 Terjadi bias dalam menentukan pengelompokan persediaan yang kritis oleh
para pemakainya. Untuk menghindari hal demikian perlu dipilih pemakai yang
benar-benar mengetahui jenis persediaan tersebut.

Contoh perhitungan :
Diketahui dari hasil audit terhadap penggunaan obat di Unit IGD RS X tahun
2006 diperoleh daftar obat yang terdiri dari 164 jenis obat yang banyak
digunakan, yang tersusun berdasarkan harga pembelian dan jumlah pemakaian.
Coba susun pengelompokan obat-obat tersebut ke dalam kelompok A, B dan C.
Ikutilah langkah-langkah seperti yang telah diuraikan.
Berikut tabel daftar 164 jenis obat yang digunakan di IGD RS X tersebut.

“ORSA” 43
Tabel 4.4 Daftar 46 jenis obat yang digunakan di suatu RS
No Nama Barang Jumlah Harga Total Harga Harga Total Harga
Pema- Beli beli Jual Jual
kaian
1 Acran inj 2 ml 19 14.008 266.143 18.630 353.970
2 Adalat 5 mg tab 2 1.559 3.118 2.074 4.147
3 Adalat 10 mg tab 1 2.328 2.328 3.096 3.096
4 Adrenalin/Epinephrine inj 19 1.449 27.525 1.927 36.609
5 Alkohol 70% 1000 ml 1.000 15 15.000 20 20.000
6 Alkohol swab plastik 2.000 269 537.500 357 714.875
7 Aminophyllin 24 mg inj 7 3.773 26.409 5.018 35.123
8 Aquabidest 500 ml IKA 5 7.645 38.225 10.168 50.389
9 Armsling dewasa 5 72.000 360.000 95.760 478.000
10 Ascardia 160 mg tab 2 545 1.090 725 1.450
11 Asering 500 ml 94 11.346 1.056.506 15.090 1.418.453
12 Aspilets chewable tab 2 275 549 365 731
13 Atropin sulphate inj 24 1.328 31.872 1.766 42.389
14 Bisolvon drops 40 ml 2 38.390 76.780 51.059 102.117
15 Blood adm set adult TBA200L 12 19.969 239.625 26.558 318.701
16 Bricasma inj 3 12.586 37.758 16.739 50.218
17 Burnazin cream 35 gr 2 32.362 64.723 43.041 86.082
18 Buscopan inj 20 mg/ml 17 14.740 250.580 19.604 333.271
19 Capoten 12,5 tab 1 3.196 3.196 4.250 4.250
20 Cedocard 5 mg tab 7 670 4.692 892 6.241
21 Chloroethyl spray 100 ml 2 70.000 140.000 93.100 186.082
22 Collar/Cervical neck (M) 3 147.150 441.150 195.710 587.129
23 Collar/Cervical neck (S) 1 163.500 163.500 217.455 217.455
24 Condom Catheter L 2 4.142 8.284 5.509 11.018
25 Condom Catheter M 2 4.142 8.284 5.509 11.018
26 Cordaron inj 2 26.311 52.622 34.994 69.987
27 CTA for laboratory 8116 100 224 22.440 298 29.845
28 Daryan-Tulle 11 10.422 114.637 13.861 152.467
29 Dental mask ear loop 1022 (surgilab) 200 1.688 337.590 2.245 448.995
30 Dermazine 50 gr 1 52.013 52.013 69.177 69.177
31 Dextrose 40% 25 ml 1 1.603 1.603 2.133 2.133
32 Dextrose 5% + 0,225% NaCl (N4) 7 8.600 60.201 11.438 80.067
33 Dextrose 5% 100 ml 8 5.435 43.478 7.228 57.826
34 Dextrose 5% 500 ml KK 5 6.920 34.602 9.204 46.021
35 Dilantin inj 8 115.753 926.020 153.951 1.231.607
36 Dobuject 250 mg inj 1 124.696 124.696 165.846 165.846
37 Dopamin 200mg inj 2 41.475 82.949 55.161 110.322
38 Dramasine tab 10 1.155 11.550 1.536 15.360
39 Dumin 500 mg tab 60 183 10.987 244 14.613
40 Dumin RT Rectal tube 250mg/4 ml 8 7.630 61.040 10.148 81.183
41 Electrode Treatmill 120 2.907 348.800 3.866 463.905
42 Ethilon 2/0 W1632T 1 56.214 56.214 74.765 74.765
43 Ethilon 3/0 W 320 5 32.400 162.000 43.092 215.460
44 Ethilon 4/0 W 319 6 32.400 194.400 43.092 258.552
45 Ethilon 5/0 W 1611T 4 50.139 200.556 66.685 266.739
46 ETT No.7Portex (100-199-070) 1 75.165 75.165 99.970 99.970
47 ETT No.7,5 Portex (100-199-075) 1 75.165 75.165 99.970 99.970
48 ETT No.8 Portex (100-198-080) 1 75.165 75.165 99.970 99.970
49 Extension tube 150 (1,5 ml) ET 152 3 27.690 83.070 36.828 110.483
50 Extradine 1 lt 200 93 18.500 123 24.605
51 Extrication Collar Regular 1 137.500 137.500 182.875 182.875
52 Folley Catheter 2 Way No16 Rusch 16 15.050 240.800 20.017 320.264
53 Folley Catheter 2 Way No 18 Rusch 11 15.050 165.550 20.017 220.182
54 Folley Catheter 2 Way No14 Idealcare 1 6.800 6.800 9.044 9.044
55 Folley Catheter 2 Way No 14 Rusch 1 15.050 15.050 20.017 20.017
56 Garamycin oint 15 gr 5 45.404 227.022 60.388 301.939
57 Glycerin Daw 200 80 16.000 106 21.280
58 Gudel Portex No3 (100-303-030) 8 131.539 1.052.313 174.947 1.399.576
59 Gypsona 4 (10 x 2,7) 2 22.995 45.990 30.583 61.167
60 Haemacel Inf 500 ml 2 120.450 240.900 160.199 320.397
61 Hansdschoen Nonsteril safe care M 2.119 329 696.092 437 925.802
62 Handschoen Nonsteril safe care S 251 329 82.454 437 109.663
63 Handschoen Steril No 6 Ansell 4 8.560 34.240 11.385 45.539
64 Handschoen Steril No 6,5 Ansell 19 8.560 162.640 11.385 216.311
65 Handschoen Steril No 7 Ansell 11 8.560 94.160 11.385 125.233
66 Handschoen Steril No 7,5 Ansell 10 8.560 85.600 11.385 113.848
67 Handschoen Steril No 8 Ansell 3 8.560 25.680 11.385 34.154

44
68 Hypafix 5 x 5 cm 1 31.810 31.810 42.307 42.307
69 IV Catheter Optiva 2 No 18 16 17.120 273.920 22.770 364.314
70 IV Catheter Optiva 2 No 20 64 17.120 1.095.680 22.770 1.457.254
71 IV Catheter Optiva 2 No 22 100 17.120 1.712.000 22.770 2.276.960
72 IV Catheter Surflo+Wing No 20 51 22.365 1.140.615 29.745 1.517.018
73 IV Catheter Surflo+Wing No 22 DM225PX 48 22.365 1.073.520 29.745 1.427.782
74 IV Catheter Surflo+Wing No 24 64 22.365 1.431.360 29.745 1.903.709
DM2419PX
75 IV Catheter Surflo+Wing No 26 48 27.690 1.329.120 36.828 1.767.730
DM2619PX
76 KA-EN 1B 17 11.606 197.307 15.436 262.419
77 KA-EN 3B 40 11.606 464.253 15.436 617.456
78 Kassa Verband 3,6 x 5 cm 79 855 67.545 1.137 89.835
79 Kassa Verband 3,6 x 10 cm 9 1.585 14.265 2.108 18.972
80 Kassa Steril 16 x 16 5 5.185 25.925 6.896 34.480
81 KCl 25 ml 12 1.671 20.052 2.222 26./669
82 Kertas EKG Fukuda 50 x30 5 21.800 109.000 28.994 144.970
83 Lanoxin 2 ml inj 2 16.667 33.333 22.167 44.333
84 Lasix inj 18 8.798 158.360 11.701 210.619
85 Leucocrepe 15,0 x 4,5 (6) 1 62.415 62.415 83.012 83.012
86 Lidocain-2% inj 33 554 18.287 737 24.322
87 Magnesium Sulphate 40% 25 ml 5 3.370 16.850 4.482 22.411
88 Manitol 20% 500 ml 10 53.471 534.710 71.116 711.160
89 Martose 10% 500 ml 1 54.876 54.876 72.985 72.985
90 Mata Pisau 11 2 1.989 3.978 2.645 5.290
91 Mata Pisau 15 1 1.989 1.989 2.645 2.645
92 Merislon tab 11 2.135 23.488 2.840 31.239
93 Meylon 0,4% 25 ml 16 6.417 102.669 8.534 136.550
94 Micropore 1-3 M tanpa dispenser 1530 54 12.190 658.250 16.213 875.486
95 Micropore ½-3 M tanpa dispenser 2 6.095 12.190 8.106 16.213
96 Microshield *4 7 66.528 465.696 88.482 619.376
97 Morphin HCl 10 mg inj 2 8.877 17.754 11.806 23.613
98 Mylanta Liq 150* 1 24.660 24.660 32.798 32.798
99 Narfoz 4mg inj 85 13.563 1.152.813 18.038 1.533.241
100 Nasal Cannula O2 Adult 1600-Q 119 18.615 2.215.185 24.758 2.946.196
101 Needle 18 G x 1 ½ Terumo 1 683 683 908 908
102 Neurobion 5000 inj 4 4.510 18.040 5.998 23.993
103 Nicholin 250 inj 1 31.791 31.791 42.281 42.281
104 Nitrocine inj 3 43.373 130.119 57.686 173.058
105 Novalgin inj 8 7.586 60.685 10.089 80.711
106 Oradexon 5 mg inj 38 15.839 601.876 21.066 800.494
107 Oxygen Adult Non Rebreather Mask 8130 8 53.781 430.247 71.529 572.229
108 Paradryl 150 ml inj 3 7.040 21.120 9,363 28.090
109 Paramidon inj 1 7.150 7.150 9.510 9.510
110 Primperan inj 19 8.213 156.038 10.923 207.530
111 Primperan Supp Ped 28 2.475 69.300 3.292 92.169
112 Profenid Supp 32 10.900 348.797 14.497 463.900
113 Proris Supp 48 2.713 130.200 3.608 173.166
114 Pulmicort Respules 0,5 mg/ml 48 12.958 622.006 17.235 827.267
115 Rantin inj 45 12.960 583.200 17.237 775.656
116 Ringer Dextrose (RD) 500 9 8.600 77.401 11.438 102.943
117 Ringer Lactat (RL) 500 ml KK 125 7.549 943.668 10.041 1.255.078
118 Serenace inj 1 22.000 22.000 29.260 29.260
119 Sibelium 5 mg tab 24 4.970 119.289 6.611 158.654
120 Sodium Chloride 0,9% 100ml 32 5.435 173.912 7.228 231.303
121 Sodium Chloride 0,9% 25 ml 78 1.615 122.769 2.148 163.283
122 Sodium Chloride 0,9% 500 ml KK 16 6.920 110.727 9.204 147.266
123 Sol Adm set Adult TS-A200LK Terumo 258 10.331 2.665.269 13.740 3.544.808
124 Sol Adm set Paed TK-A200LK Terumo 4 23.430 93.720 31.162 124.648
125 Sol Adm setTSPM 270 L (Microdrip STC 1 71.355 71.355 94.902 94.902
503)
126 Solu Medrol 125 mg inj 4 65.111 260.442 86.597 348.388
127 Spalk 5 cm x 20 cm 60 4.000 240.000 5.320 319.200
128 Spalk 5 cm x 30 cm 13 5.000 65.000 6.650 86.450
129 Stesolid 10 mg Supp 6 27.250 163.500 36.243 217.455
130 Stesolid 5 mg Supp 11 17.440 191.840 23.195 255.147
131 Stomach Tube 16 Terumo 10 15.975 159.750 21.247 212.470
132 Stomach Tube 18 Terumo 1 15.975 15.975 21.247 21.247
133 Suction Catheter Firstar No 12 3 4.400 13.200 5.652 17.556
134 Suction Catheter No 12 Portex (100-375 5 40.714 203.571 54.150 270.750
135 Syringe 1 cc Insulin (80u) 26Gx1/2 Terumo 12 2.940 35.280 3.910 46.922
136 Syringe 10 cc Terumo 99 3.045 301.455 4.050 400.935

“ORSA” 45
137 Syringe 20 cc Terumo 1 5.432 5.432 7.224 7,224
138 Syringe 3 cc Terumo 296 1.943 574.980 2.584 764.723
139 Syringe 5 cc Terumo 338 2.363 798.525 3.142 1.062.038
140 Syringe 50 cc Terumo 7 11.928 83.496 15.864 111.050
141 Syringe Catheter Tip 50 cc Terumo 3 22.472 67.415 29.887 89.661
142 Tegaderm 6 cm x 7 cm 1623-3M 275 4.301 1.182.885 5.721 1.573.237
143 Tetagam inj 4 132.193 528.770 175.816 703.264
144 Thermometer Safety L 6 7.500 45.000 9.975 59.850
145 Thimelon 125 mg inj 5 46.095 230.475 61.306 306.532
146 Three Way StopCock D-Rtype JMS 12 17.280 207.360 22.982 275.789
147 Tongue Spatel Kayu 100 140 14.000 186 18.620
148 Toradol inj 30 mg 33 37.480 1.236.846 49.849 1.645.005
149 Tramal 50 mg inj 3 15.624 46.872 20.780 62.340
150 Tramal Supositoria 5 10.850 54.250 14.431 72.153
151 Transamin inj 3 6.851 20.554 9.112 27.336
152 Underpad Conpad 76 x 76 12 3.270 39.240 4.349 52.189
153 Urine Bag 2500 cc Urogard Terumo 23 54.315 1.249.245 72.239 1.;661.496
154 Vaccin Toxoid Tetanus 6 43.740 262.440 58.174 349.045
155 Valium 5mg tab 1 3.272 3.272 4.352 4.352
156 Valium 10 mg inj 5 26.474 132.271 35.211 176.053
157 Velband 6 15 x 2,75 cm 1 31.043 31.043 41.288 41.288
158 Ventolin Nebules 60 6.726 403.583 8.946 536.766
159 Vitamin K 1 (Phjytomenadion) 1 1.029 1.029 1.368 1.368
160 Vitamin K 3 1 ml inj 2 1.704 3.408 2.266 4.532
161 Water for inj 1000 ml 1 7.375 7.375 9.809 9.809
162 Water for inj 25 ml 71 1.380 97.976 1.835 130.208
163 Wing Needle 23G x ¾ Terumo 45 8.520 383.400 11.332 509.922
164 Xylocain Jelly 30 gr 12 30.000 360.000 39.900 478.800
T o t a.l 42.245.886 56.187.028

Langkah melakukan analisis ABC berdasarkan nilai pemakaian:


 Susun daftar obat/alkes dengan mengurutkan dari yang pemakaiannya
terbanyak hingga terkecil.
 Kumulatifkan jumlah pemakaian tersebut.
 Hitung prosentase dari angka kumulatif tiap-tiap obat.
 Tetapkan obat mana saja yang masduk kelompok A, B dan C berdasarkan
angka prosentase tersebut.
 Berikan angka bobot tiap-tiap obat tersebut, itulah yang disebut dengan nilai
NP.
Tabel 4.5 Hasil analisis ABC berdasarkan jumlah pemakaian
No Nama Barang Pemakaian Kumulatif Prosentas Kel. Bobot
pemakaia e Barang (NP)
n
1 Handschoen Nonsteril safe care M 2119 2119 21,23 A 3
2 Alkohol Swab Pastik 2000 4119 41,27 A 3
3 Alkohol 70% 1000 ml 1000 5119 51,29 A 3
4 Syringe 5 cc Terumo 338 5457 54,67 A 3
5 Syringe 3 cc Terumo 296 5753 57,64 A 3
6. Tegaderm 6 cm x 7 cm 1623-3M 275 6028 60,39 A 3
7 Sol Adm Set Adult TS-A200LK Terumo 258 6286 62,98 A 3
8 Handschoen Nonsteril Safe Care S 251 6537 65,49 A 3
9 Dental Mask Ear Loop 1022 (Surgilab) 200 6737 67,50 A 3
10 Extradine 1 lt 200 6937 69,50 A 3
11 Glycerin Daw 200 7137 71,51 A 3
12 Ringer Lactate (RL) 500 ml KK 125 7262 72,76 A 3
13 Electrode Treatmill 120 7382 73,96 A 3
14 Nasal Cannula O2 Adult 1600 Q 119 7501 75,15 A 3

46
15 IV Catheter Optiva 2 No 22 100 7601 76,15 B 2
16 CTA for Laboratory 8116 100 7701 77,16 B 2
17 Tongue Spatel Kayu 100 7801 78,16 B 2
18 Syringe 10 cc Terumo 99 7900 79,15 B 2
19 Asering 500 ml 94 7994 80,09 B 2
20 Narfoz 4 mg inj 85 8079 80,94 B 2
45 Atropin Sulphate inj 24 9284 93,02 B 2
46 Urine bag 2500 cc Urogard Terumo 23 9307 93,25 B 2
47 Acran inj 2ml 19 9326 93,44 B 2
48 Handschoen Steril No 6,5 Ansell 19 9345 9363 B 2
50 Adrenalin/Epinephrine inj 19 9383 94,01 B 2
51 Lasix inj 18 9401 94,19 B 2
52 Buscopan inj 20 mg/ml 17 9418 94,36 B 2
53 Ka-En 1B 17 9435 94,53 B 2
54 IV Catheter Optiva 2 No 18 16 9451 94,69 B 2
55 Folley Catheter 2 Way No 16 Rusch 16 9467 94,85 B 2
56 Sodium Chloride 0,9% 500 ml KK 16 9483 95,01 C 1
57 Meylon 0,4% 25 ml 16 9499 95,17 C 1
58 Spalk 5 cm x 30 cm 13 9512 95,30 C 1
59 Xylocain Jelly 30 gr 12 9524 95,42 C 1
60 Blood Adm Set Adult TBA 200L 12 9536 95,54 C 1
149 Velband 6 15x2,75 cm 1 9966 99,85 C 1
150 Mylanta Liq 150 ml* 1 9967 99,86 C 1
151 Serenace inj 1 9968 99,87 C 1
152 Stomach Tube 18 Terumo 1 9969 99,88 C 1
153 Folley Catheter 2 Way No 14 Rusch 1 9970 99,89 C 1
154 Water for inj 1000 ml 1 9971 99,90 C 1
155 Paramidon inj 1 9972 99,91 C 1
156 Folley Catheter 2 Way No14 Idealcare 1 9973 99,92 C 1
157 Syringe 20 cc Terumo 1 9974 99,93 C 1
158 Valium 5 mg Tab 1 9975 99,94 C 1
159 Capoten 12,5 Tab 1 9976 99,95 C 1
160 Adalat 10 mg Tab 1 9977 99,96 C 1
161 Mata Pisau 15 1 9978 99,97 C 1
162 Dextrose 40% 25 ml 1 9979 99,98 C 1
163 Vitamin K inj (Phytomenadion) 1 9980 99,99 C 1
164 Needle 18 G x 1 ½ Terumo 1 9981 100,00 C 1

Langkah melakukan analisis ABC berdasarkan nilai investasi barang:


 Susun daftar barang berikut jumlah pemakaian dan harga satuannya..
 Kalikan jumlah pemakaian setiap barang dengan harga satuannya, untuk
mendapatkan nilai investasi tiap barang.
 Urutkan daftar barang berdasarkan nilai investasi dimulai dari barang yang
mem,punyai nilai investasi tertinggi hingga terendah.
 Kumulatifkan nilai investasi tersebut.
 Hitung prosentase kumulatif tiap barerang.
 Tentukan kelompok tiap-tiap barang mana yang A, B dan C, dan berikan
bobot.
Tabel 4.6 Hasil perhitungan analisis ABC berdasarkan nilai investasi barang
No Nama Barang Pemak Harga Investasi Kumulatif Prosen Kelp Bobot
aian satuan tase (NI)
1 Sol Adm Set Adult TS A200LK 258 10.331 2.665.398 2.665.398 6,32 A 3
Terumo
2 Nasal Cannula O2Adult 1600 Q 119 18.615 2.215.185 4.880.583 11,57 A 3

“ORSA” 47
3 IV Catheter Optiva 2 No 22 100 17.120 1.712.000 6.592.583 15,62 A 3
4 IV Catheter Surflo+Wing No 24 64 22.385 1.431.360 8.023.943 19,02 A 3
DM24 19PX
5 IV Catheter Surflo+Wing No 26 48 27.690 1.329.120 9.353.063 22,16 A 3
DM26 19PX
6 Urine Bag 2500 cc Urogard 23 54.315 1.249.245 10.602.308 25,13 A 3
Terumo
7 Toradol inj 30 mg 33 37.480 1.236.840 11.839.148 28,06 A 3
8 Tegaderm 6 cm x 7 cm 1623-3M 275 4.301 1.182.775 13.021.923 30,86 A 3
9 Narfoz 4 mg inj 85 13.563 1.152.855 14.174.778 33,59 A 3
10 IV Catheter Surflo+Wing No 20 51 22.365 1.140.615 15.315.393 36,29 A 3
11 IV Catheter Optiva 2 No 20 64 17.120 1.095.880 16.411.073 38,89 A 3
12 IV Catheter Surflo+Wing No 22 48 22.365 1.073.520 17.484.593 41,43 A 3
DM2225PX
13 Asering 500 ml 94 11.346 1.066.524 18.551.117 43,96 A 3
14 Gudel Portex No 3 (100-303-030) 8 131.539 1.052.312 19.603.429 46,46 A 3
15 Ringer Lactate (RL) 500 ml KK 125 7.549 943.625 20.547.054 48,69 A 3
16 Dilantin inj 8 115.753 926.024 21.473.078 50,89 A 3
17 Syringe 5 cc Terumo 338 2.363 798.694 22.271.772 52,78 A 3
39 Acran inj 2 ml 19 14.008 266.152 32.085.069 76,04 B 2
40 Vaccin Tetanus Toxoid 6 43.740 262.440 32.347.509 76,66 B 2
41 Solu Medrol 125 mg inj 4 65.111 260.444 32.607.953 77,27 B 2
42 Buscopan inj 200 mg/ml 17 14.740 250.580 32.858.533 77,87 B 2
43 Haemacel inf 500ml 2 120.450 240.900 33.099.433 78,44 B 2
44 Folley Catheter 2 way No. 16 16 15.050 240.800 33.340.233 79,01 B 2
Rusch
45 Spalk 5cm x 20 cm 60 4.000 240.000 33.580.233 79.58 B 2
46 Bloom Adm Set Adult TBA200L 12 19.969 239.628 33.819.861 80,15 B 2
47 Thimelon 125 mg inj 5 46.095 230.475 34.050.336 80,69 B 2
48 Garamycin oint 15 gr 5 45.404 227.020 34.277.356 81,23 B 2
61 Stomach tube 16 Terumo 10 15.975 159.750 36.623.244 86,79 B 2
62 Primperan inj 19 8.213 156.047 36.779.291 87,16 B 2
63 Chloraethyl Spray 100 ml 2 70.000 140.000 36.979.291 87,49 B 2
64 Extrication Collar Regular 1 137.500 137.500 37.056.791 87,82 B 2
65 Valium 10 mg inj 5 26.474 132.370 37.189.161 88,13 B 2
66 Proris Supp 48 2.713 130.224 37.319.385 88,44 B 2
67 Nitrocine inj 3 43.373 130.119 37.449.504 88.75 B 2
68 Dobuject 250 mg inj 1 124.696 124.696 37.574.200 89,04 B 2
69 Sodium Chloride 0,9% 25 ml 76 1.615 122.740 37.696.940 89,33 B 2
70 Lasix inj 18 6.798 122.364 37.819.304 89,62 B 2
71 Sibelium 5 mg tab 24 4.970 119.280 37.938.584 89,91 B 2
72 Daryan Tulle 11 10.422 114.642 38.053.226 90,18 C 1
73 Sodium Chloride 0,9% 500 ml 16 6.920 110.720 38.163.946 90,44 C 2
74 Kertas ECG Fukuda 50x30 5 21.800 109.000 38.272.946 90,70 C 1
75 Meylon 0,4% 25 ml 16 6.417 102.672 38.375.618 90,94 C 2
158 Mata Pisau 15 1 1.989 1.989 41.495.540 98,34 C 1
159 Dextrose 40% 25 ml 1 1.603 1.603 41.477.143 98,34 C 1
160 Ascardia 160 mg tab 2 545 1.090 41.498.233 98,34 C 1
161 Vit K inj (phytomenadion) 1 1.029 1.029 41.499.262 98,34 C 1
162 Handschoen nonsteril safe care 2.119 329 697.151 42.196.413 100 C 1
M
163 Needle 18 G x 1 ½ terumo 1 683 683 42.197.096 100 C 1
164 Aspilet Chewable tab 2 275 550 42.197.646 100 C 1

Langkah menghitung Nilai Kritis tiap-tiap obat dan alkes:


 Tetapkan 3-5 orang yang memahami tentang sifat dan karakteristik tiap obat
dan alkes.
 Tentukan tiap-tiap obat dan alkes ke dalam kategori X atau Y atau Z.
 Berikan nilai bobot X = 3, Y = 2, dan Y^ = 1.
 Hitung Nilai Kritis tiap-tiap obat dan alkes dengan cara menjumlahkan nilai
bobot berdasarkan sifat obat yang ditetapkan kemudian dibagi dengan
jumlah orang yang memberikan penilaian tetrhadap sifat obat.

Tabel 4.7 Hasil Penghitungan Nilai Kritis tiap obat dan alkes
No Nama obat/alkes Nilai Bobot Nilai
A B C D E Kritis

48
1 Sol Adm set Adult TS-A200LK X=3 X=3 Y=2 Y=2 Y= 2,4
2
2 Nasal cannula O2 Adult 1600Q Y=2 X=3 Y=2 Y=2 Y= 2,2
2
3 IV Catheter Optiva 2 No 22 Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
4 IV Catheter Surflo+Wing No 24 DM2419PX Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
5 IV Catheter Surflo+Wing No 26 DM2619PX Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
6 Urine Bag 2500 cc Urogard Y=2 Y=2 Z=1 Z=1 Z=1 1,4
7 Toradol inj 30 mg Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 1
8 Tegaderm 6 cm x 7 cm 1623 – 3M Y=2 Z=1 Z=1 Y=2 Y= 1,6
2
9 Narfoz 4MG inj Y=2 Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 1,2
10 IV Catheter Surflo+Wing No 20 Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
11 IV Catheter Optiva 2 No 20 Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
12 IV Catheter Surflo+Wing No 22 DM2219PX Y=2 Y=2 Z=1 Z=1 Z=1 1,4
13 Asering 500 ml Y=2 Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 1,2
14 Gudel Portex No 3 (100-303-030) X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
15 Ringer Lactate (RL) 500 ml KK Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
16 Dilantin inj X=3 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2,2
2
17 Syringe 5cc Y=2 Z=2 Z=2 Z=2 Z=2 1,2
61 Stomach tube 16 X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
62 Primperan inj Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
63 Chloraethyl Spray 100 ml Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
64 Extrication Collar Regular X=3 Y=2 Y=2 Y=2 X= 2,4
3
65 Valium 10 mg inj X=3 Y=2 X=3 X=3 X= 2,8
3
66 Proris Supp X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
67 Nitrocine inj X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
68 Dobuject 250 mg inj X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
69 Sodium Chloride 0,9% 25 ml Y=2 Y=2 Z=1 Z=1 Z=1 1,4
70 Lasix inj Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
71 Sibelium 5mg tab Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 1
72 Daryan-Tulle Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
73 Sodium Chloride 0,9% 500 ml KK Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
74 Kertas ECG Fukuda 50 x 30 X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
75 Meylon 0,4% 25 ml X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
76 Water for inj 25 ml Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
148 Paramidon inj X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
149 Folley Catheter 2 Way No 14 Idealcare X=3 X=3 Y=2 Y=2 Y= 2,4
2
150 Syringe 20 cc Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
151 Cedocard 5 mg tab X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3

“ORSA” 49
3
152 Mata Pisau 11 X=3 X=3 Y=2 Y=2 Y= 2,4
2
153 Vitamin K 3 1 ml inj Y=2 Y=2 Z=1 Z=1 Z=1 1,4
154 Valium 5 mg tab Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 1
155 Capoten 12,5 tab Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 Z=1 1
156 Adalat 5 mg tab X=3 X=3 X=3 X=3 X= 3
3
157 Adalat 10 mg tab Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
158 Mata Pisau 15 Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2
159 Dextrose 40% 25 ml Y=2 Y=2 Z=1 Z=1 Z=1 1,4
160 Ascardia 160 mg tab Y=2 Y=2 X=3 X=3 X= 2,6
3
161 Vitamin K inj (Phytomenadion) Y=2 Y=2 Z=1 Z=1 Z=1 1,4
162 Handschoen Nonsteril Safe Care M Y=2 Y=2 X=3 X=3 X= 2,6
3
163 Needle 18 G x 1 ½ Y=2 X=3 X=3 X=3 Y= 2,6
2
164 Aspilets Chewable tab Y=2 Y=2 Y=2 Y=2 Y= 2
2

Langkah menghitung Indeks Kritis tiap-tiap obat dan alkes, dengan formula:
IK = (2xNK) + (1xNI) + (1xNK), selanjutnya tetapkan obat-obat dan alkes
tersebut mana yang termasuk kategori A, B dan C dengan menggunakan
nilai Indeks Kritis masing-masing obat dan alkes.
Kategori A jika nilai IK = 9,5 – 12,0
Kategori B jika nilai IK = 6,5 – 9,4
Kategori C jika nilai IK = 4,0 – 6,4

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Indeks kritis masing-masing obat dan alkes
No Nama obat dan alkes NP NI NK IK Kategori
1 Electrode Treatmill 3 3 3 12 A
2 Sol Adm Set Adult TS-A200LK 3 3 2,4 10,8 A
3 Gudel Portex No 3 (100-303-030) 1 3 3 10 A
4 Oxygen Adult Non Rebreather Mask 8130 1 3 3 10 A
5 Ringer lactate (RL) 500ml KK 3 3 2 10 A
6 Syringe 3 cc 3 3 2 10 A
7 Dental Mask Ear Loop 1022 (surgilab) 3 3 2 10 A
8 Proris Supp 2 2 3 10 A
9 Handschoen Nonsteril Safe care S 3 1 3 10 A
10 Nasal Cannula O2 Adult 1600Q 2 3 2,2 9,4 B
11 Tegaderm 6 cm x 7 cm 1623 – 3M 3 3 1,6 9,2 B
12 Handschoen Nonsteril Safe care M 3 1 2,6 9,2 B
13 IV Catheter Optiva 2 No 22 2 3 2 9 B
14 IV Catheter Surflo+Wing No 24 DM2419PX 2 3 2 9 B
15 IV Catheter Surflo+Wing No 26 DM2619PX 2 3 2 9 B
70 Narfoz 4 mg inj 2 3 1,2 7,4 B
71 Asering 500 ml 2 3 1,2 7,4 B
72 Pulmicort Respules 0,5 mg/ml 2 3 1,2 7,4 B
73 Paradryl 15 ml inj 1 1 2,6 7,2 B

50
74 KCl 25 ml 1 1 2,6 7,2 B
75 Stomach Tube 18 1 1 2,6 7,2 B
76 Folley Catheter 2 Way No 14 Rusch 1 1 2,6 7,2 B
77 Ascardia 160 mg tab 1 1 2,6 7,2 B
78 Needle 18 G x 1 ½ 1 1 2,6 7,2 B
79 Solu Medrol 125 mg inj 1 2 2 7 B
80 Haemacel inf 500 ml 1 2 2 7 B
81 Blood Adm Set Adult TBA200L 1 2 2 7 B
82 Folley Catheter 2 Way No 18 Rusch 1 2 2 7 B
83 Handschoen Steril No 6,5 Ansell 1 2 2 7 B
84 Ethilon 3/0 W 320 1 2 2 7 B
85 Cholraethyl Spray 100 ml 1 2 2 7 B
86 Toradol inj 30 mg 2 3 1 7 B
87 Kassa Verband 3,6 x 5 cm 2 1 2 7 B
88 Dumin 500 mg tab 2 1 2 7 B
89 Aquabidest 500 ml IKA 1 1 2,4 6,8 B
90 Morphin HCl 10 mg inj 1 1 2,4 6,8 B
151 Handschoen Steril No 8 Ansell 1 1 1,4 4,8 C
152 Suction Catheter Fitrstar No 12 1 1 1,4 4,8 C
153 Vitamin K 3 1 ml inj 1 1 1,4 4,8 C
154 Dextrose 40% 25 ml 1 1 1,4 4,8 C
155 Vitamin K 1 inj (Phytomenadion) 1 1 1,4 4,8 C
156 Extension Tube 150 (1,5 ml) ET 152 1 1 1,2 4,4 C
157 Mylanta Liq 150 ml 1 1 1,2 4,4 C
158 Micropore ½ - 3 M Tanpa Dispenser 1 1 1,2 4,4 C
159 Ringer Dextrose (RD) 500 ml 1 1 1 4 C
160 Merislon tab 1 1 1 4 C
161 Neurobion 5000 inj 1 1 1 4 C
162 Dramasine tab 1 1 1 4 C
163 Valium 5 mg tab 1 1 1 4 C
164 Capoten 12,5 tab 1 1 1 4 C

Kegiatan 6. ANALISIS PERSEDIAAN


1. LATAR BELAKANG
Alasan utama yang menyebabkan masalah pengendalian persediaan
demikian penting adalah karena pada kebanyakan perusahaan termasuk Rumah
Sakit, persediaan merupakan bagian atau porsi yang besar yang tercantum
dalam neraca.
Persediaan yang terlalu besar maupun terlalu kecil dapat menimbulkan
beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut :
 Kekurangan persediaan bahan mentah aklan mengakibatkan adanya
hambatan-hambatan pada proses produksi.
 Kekurangan persediaan barang dagangan akan menimbulkan kekecewaan
bagi pelanggan dan akan mengakibatkan perusahaan kehilangan pelanggan.

“ORSA” 51
 Kelebihan persediaan akan menimbulkan biaya ekstra yang besar disamping
akan menimbulkan resiko.
2. FUNGSI ANALISIS PERSEDIAAN
Fungsi utama pengendalian persediaan adalah “menyimpan” untuk
melayani kebutuhan perusahaan akan bahan mentah atau barang jadi dari waktu
ke waktu. Fungsi dasar ini meliputi beberapa kegiatan yakni pembelian,
pengolahan dan penyaluran (distribusi), di mana kegiatan-kegiatan tersebut
independen atau bebas satu sama lainnya.
Fungsi analisis persediaan ditentukan oleh beberapa kondisi, yaitu sebagai
berikut :
 Jumlah total sediaan naik lebih cepat daripada pertumbuhan penjualan.
 Terjadi kehabisan persediaan barang tertentu, menyebabkan interupsi
produksi atau penundaan penyerahan barang kepada pelanggan.
 Biaya klerikal untuk membeli, mengirimkan dan memelihara persediaan
menjadi terlalu tinggi.
 Ada terlalu banyak mata sediaan tertentu dan terlalu sedikit mata sediaan
yang lain.
 Mata sediaan hilang atau salah simpan dan angka kerusakan dan
kadaluwarsa tinggi.

3. KEPUTUSAN PERSEDIAAN
Persoalan persediaan yang timbul adalah bagaimana caranya mengatur
persediaan, sehingga setiap kali ada permintaan, permintaan tersebut dapat
segera dilayani, akan tetapi jumlah biaya persediaan harus minimum atau
sekecil-kecilnya.
Keputusan mengenai besarnya persediaan menyangkut 2 (dua) kepentingan
yaitu kepentingan pihak yang menyimpan dan pihak yang memerlukan barang.
Keputusan tentang persediaan bisa dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Waktu pemesanan barang konstan (fixed) dan jumlah barang yang dipesan
sudah ditentukan.
b. Jumlah pesanan dan waktu pesanan (quantity and time order) harus
ditentukan.

52
Pendekatan terhadap kedua kategori keputusan tersebut, caranya adalah
dengan cara memesan barang dalam jumlah banyak untuk memperkecil biaya
pemesanan (ordering cost), atau dengan memesan barang dalam jumlah sedikit
untuk memperkecil biaya penyimpanan (minimize carrying cost). Tindakan yang
paling baik adalah dinyatakan dalam bentuk laba (profit) dan return on total
assets yaitu melakukan kompromi terhadap kedua hal yang ekstrim tersebut.
Dengan demikian ada 2 (dua) keputusan yang perlu diambil, yaitu :
a. Berapa jumlah yang harus dipesan setiap kali pemesanan.
b. Kapan pemesanan itu harus dilakukan.
4. KONSEP BIAYA PERSEDIAAN
Pada hakekatnya keputusan yang ingin dicapai dalam pengendalian
persediaan adalah keputusan yang meminimumkan jumlah biaya yang
berhubungan dengan persediaan (inventory).
Ada 3 (tiga) macam biaya yang perlu diperhitungkan dalam analisis persediaan,
yaitu sebagai berikut :
a. Ordering dan procurement cost.
Yaitu merupakan total biaya pemesanan dan pengadaan barang. Biaya ini
mencakup pula biaya pengangkutan, pengumpulan, pemilihan, penyusunan
dan penempatan di gudang, sampai kepada biaya-biaya manajerial dan
klerikal yang berhubungan dengan pemesanan sampai penempatan barang di
gudang.
Ada 2 (dua) kelompok biaya dalam biaya pemesanan, yaitu :
 Kelompok biaya pemesanan yang bersifat “fixed” dan tidak tergantung
pada jumlah barang yang dipesan, ini disebut ordering cost.
 Kelompok biaya pemesanan yang bersifat “variable” dan tergantung pada
jumlah barang yang dipesan, ini disebut procurement cost.
b. Holding cost atau Carrying cost.
Yaitu biaya yang timbul karena perusahaan menyimpan barang, biaya ini
meliputi biaya menyimpan, biaya penyampaian, biaya kerusakan, biaya
asuransi, pajak dll. Sebagian besar biaya ini adalah biaya penyimpanan
secara fisik, disamping pajak dan asuransi barang.
Unsur penting dalam holding cost adalah opportunity cost yaitu biaya yang
tertahan dalam bentuk persediaan. Opportunity cost ini tergantung pada

“ORSA” 53
berapa jumlah barang yang disimpan sebagai persediaan dan berapa lama
barang tersebut disimpan.
c. Shortage cost.
Yaitu biaya yang diakibatkan karena terjadinya keterlambatan dalam
memenuhi permintaan atau ketidakmampuan untuk memenuhinya sama sekali
karena kehabisan stock misalnya.
Dalam hal shortage cost yang timbul selain biaya ekstra untuk membuat lagi
barang yang dipesan, juga berupa berkurangnya “good will” pelanggan,
apabila pesanannya terlambat dipenuhi.
5. JUMLAH PESANAN EKONOMIS (ECONOMIC ORDER QUANTITY)
a. Konsep model Economic Order Quantity (EOQ).
Asumsi yang ditetapkan dalam model EOQ menurut Lambert and Stock
(1993), adalah sebagai berikut :
 Kebutuhan rata-rata diketahui dan konstan.
 Waktu tunggu (lead time) diketahui dan konstan.
 Harga konstan tidak dipengaruhi oleh jumlah barang.
 Biaya pengiriman konstan.
Ditambahkan lagi beberapa asumsi menurut Srinivasan dan Sandblom
(1989), yaitu:
 The demand rate is constant and known.
 The arrival of inventory is instantaneous. All the quantity ordered arrives in
one lot and at one single point in time.
 There is no shortage.
 There is no quantity purchase discount.
 Only the ordering and carrying costs are considered.
Karakteristik dasar model persediaan menurut Siswanto (1990)
mengandung 3 (tiga) unsur dasar, yaitu sebagai berikut :
1) Permintaan (kebutuhan).
Bila permintaan diketahui secara pasti atau tertentu, maka bersifat
deterministik. Sebaliknya bila permintaan tidak tentu, maka harus ditentukan
dengan distribusi probabilitas.
2) Periode datangnya pesanan (lead time).

54
Yaitu waktu yang menunjukan lamanya waktu antara menyampaikan pesanan
sampai diterimanya barang.
3) Karakteristik permintaan.
Bila karakteristik permintaan dan periode datangnya barang dapat
ditentukan, maka sifat dari unit pemesanan dapat konstan atau berubah
tergantung tingkat pemakaian.
Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah setiap kali pemesanan
(Q) sehingga total annual cost dapat diminimumkan.

Total Annual Cost = Ordering Cost + Holding Cost + Procurement Cost


Secara grafis model persediaan ini dapat digambarkan pada gambar 5.1.
Gambar 5.1 Model persediaan yang sederhana
Jumlah pesanan
Q
Slope = - A

Q/2 = Persediaan rata-


rata

T = Q/A Order points Periode waktu

Dalam gambar 5.1 dapat dijelaskan sebagai berikut :


 Q merupakan jumlah unit barang yang dipesan secara periodik.
 Order points merupakan saat “siklus persediaan” yang baru dimulai dan yang
lama berakhir karena barang yang dipesan segera tersedia.
 T merupakan periode waktu pemesanan (bisa dalam hari, minggu, bulan dll).
Selain itu dapat dilihat bahwa jumlah barang dalam persediaan sama
dengan Q, yaitu ketika setiap pesanan baru secara fisik diterima, lambat laun
barang-barang tersebut akan berkurang dan mencapai titik nol (lihat garis miring
atau slope).
Rata-rata persediaan (average inventory) yaitu sebesar jumlah pesanan (order
quantity) dibagi 2 (Q/2). Dalam asumsi ini pesanan baru datang setelah pesanan
sebelumnya sudah habis atau mencapai nol, jadi tidak ada sisa (no stockout).

“ORSA” 55
2. Pendekatan model EOQ.
Ada 3 (tiga) pendekatan dalam EOQ, yaitu pendekatan tabel, pendekatan
grafik dan pendekatan matematik.
1) Pendekatan tabel
Pendekatan tabel merupakan pendekatan yang paling mudah dalam
menentukan EOQ, yaitu dengan cara trial and error atau coba-coba dengan
menggunakan tabel.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a) Pilih jumlah tertentu yang dipesan atau dibeli.
b) Tentukan jumlah biaya untuk jumlah pesanan tertentu.
c) Pilih jumlah pesanan (order quantity) yang jumlah biayanya minimum.
Contoh :
Untuk keperluan proses produksi selama 1 (satu) tahun diperlukan sebesar 800
unit. Biaya untuk 1 kali pesan (biaya pemesanan) adalah 125 satuan mata uang
(smu). Biaya penyimpanan merupakan 20% per tahun dari rata-rata persediaan
(average inventory), dan biaya per unit besarnya 100 smu. Hitung EOQ nya.
Jawaban :
Buat tabel EOQ seperti terlihat pada tabel 3.1. Kemudian secara trial and error
menentukan besarnya pesanan per tahun seperti terlihat pada kolom 1. Pada
kolom 2 berisikan jumlah pesanan (Q) ini sesuai dengan banyaknya pesanan per
tahun. Misalnya untuk 1 kali pesan Q nya 800, untuk 2 kali pesan Q nya 800/2 =
400, untuk 4 kali pesan Q nya 800/4 = 200, dstnya.
Kolom 3 berisikan jumlah rata-rata persediaan yang besarnya Q/2.
Kolom 4 menunjukan biaya penyimpanan per tahun, caranya adalah sebagai
berikut :
 Untuk 1 pesanan, sebanyak 800 unit, rata-rata persediaan sebesar 400 unit,
dan besarnya biaya adalah sebesar 20% x 400 x 100 smu = 8.000 smu.
 Untuk 2 pesanan, sebanyak 400 unit, rata-rata persediaan sebesar 200 unit,
dan besarnya biaya adalah sebesar 20% x 200 x 100 smu = 4.000 smu,
dstnya.
Kolom 6 berisikan jumlah biaya per tahun tersebut merupakan hasil penjumlahan
biaya penyimpanan dengan biaya pesanan.
Selanjutnya lihat tabel berikut.

56
Tabel 5.1 Pendekatan tabel untuk mencapai EOQ
Pesanan Jumlah Rata-rata Biaya Biaya pesanan Jumlah biaya
per pesanan persediaan penyimpanan *) (smu) per tahun (smu)
tahun (Q) (Q/2) per tahun (smu)
1 2 3 4 5 6
1 800 400 8.000 125 8.125
2 400 200 4.000 250 4.250
4 200 100 2.000 500 2.500
8 100 50 1.000 1.000 2.000
12 66,7 33,3 667 1.500 2.167
16 50 25 500 2.000 2.500
32 25 12,5 250 4.000 4.250
*) Biaya pesanan 125 smu per pesanan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah pesanan 100 unit dengan 8 kali
pemesanan dicapai jumlah biaya minimum yaitu 2.000 smu. Biaya minimum ini
dicapai pada saat biaya penyimpanan sama dengan biaya pemesanan.

2) Pendekatan grafik
Pendekatan grafik merupakan kelanjutan dari pendekatan tabel, di mana data
yang ada dalam tabel selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk grafik.
Grafik ini terdiri dari sumbu vertikal menunjukan jumlah satuan mata uang (smu)
dan sumbu horizontal menunjukan banyaknya atau jumlah barang pesanan.
Pada gambar 5.2 dapat dilihat bahwa biaya penyimpanan semakin meningkat
apabila jumlah barang yang dipesan semakin meningkat (lihat garis lurus yang
ditarik dari titik asal), dan biaya pemesanan semakin mengecil apabila jumlah
barang yang dipesan semakin besar (lihat garis melengkung yang semakin
menurun).
Didalam gambar terlihat bahwa pada saat Q = 100, jumlah biaya menunjukan
angka terkecil yaitu 2.000 smu. (biaya pemesanan = biaya penyimpanan, @
1.000 smu)
Gambar 5.2 Grafik jumlah pesanan ekonomis
Jumlah smu
9000
8000
7000 Jumlah biaya
6000
5000 Biaya penyimpanan

“ORSA” 57
4000
3000 Biaya pemesanan
2000
1000

0 100 200 300 400 500 600 700 800 Banyaknya pesanan

3) Pendekatan matematis
Pada pendekatan matematis perlu dikenal beberapa notasi yang digunakan
yaitu sebagai berikut:
Q = Jumlah pesanan ekonomis atau economic order quantity (EOQ) atau
jumlah pesanan barang per pesanan agar jumlah biaya minimum.
c = Biaya penyimpanan per satuan (unit) barang atau procurement cost per unit
barang yang dipesan.
h = Biaya penyimpanan atau holding cost (carrying cost) per satuan nilai
persediaan dan biasanya dinyatakan sebagai persentase dari nilai rata-
rata pesanan.
A = Jumlah barang yang dibutuhkan dalam 1 periode (misalkan 1 tahun).
k = Biaya pemesanan per pesanan atau ordering cost per order.
T = Waktu antara satu pemesanan dengan pemesanan lainnya.
T = Proporsi kebutuhan selama satu periode (A) yang dapat dipenuhi oleh Q.
Sehingga T = Q/A
Frekuensi pemesanan tergantung pada jumlah barang yang dibutuhkan selama
1 periode (A) dan jumlah setiap kali pemesanan (Q).
Frekuensi pemesanan = A/Q
Annual Ordering Cost = (A/Q).k
Annual Holding Cost = h.c.(Q/2)
Annual Procurement Cost = A.c

Total Annual Cost (TC) = (A/Q).k + h.c.(Q/2) + A.c

Karena A.c timbul tanpa tergantung pada frekuensi pemesanan, maka A.c dapat
diabaikan. Dengan demikian akan didapatkan TC minimum, yaitu sebagai berikut
:

58
TC = (A/Q).k + (Q/2).h.c

Jumlah biaya pemesanan = banyaknya pesanan per periode dikalikan dengan


biaya pemesanan per pesanan.
Jumlah barang pesanan (Q) =  2 Ak/hc
Jumlah biaya minimum =  2 Ak.hc
Contoh :
Jumlah pesanan untuk keperluan produksi selama 1 tahun adalah sebanyak 800
unit. Biaya untuk 1 kali pesan (biaya pemesanan) adalah 125 smu. Biaya
penyimpanan merupakan 20% per tahun dari rata-rata persediaan dan biaya
per unit besarnya adalah 100 smu.
Hitung berapa jumlah pesanan ekonomis (EOQ) dan berapa jumlah biaya
minimumnya ?
Jawab : A = 800 unit, k = 125 unit, h = 20% dan c = 100 smu
Q =  2Ak/hc =  2(800)(125) / (0,2)(100) =  10.000 = 100 unit
Jumlah biaya minimum =  2Ak.hc =  2(800)(125)(0,2)(100) = 2.000 smu
Titik pemesanan kembali dan persediaan pengaman (Re Order Point dan Safety
Stock).
Re order point adalah saat bilamana pemesanan kembali harus dilakukan agar
barang yang dipesan datang tepat pada saat yang dibutuhkan. Re order point
ditentukan dengan memperhitungkan 2 variabel yaitu “Lead time” (L) dan tingkat
kebutuhan per periode waktu (U).
Lead time adalah tenggang waktu yang diperlukan antara saat dilakukannya
pemesanan dengan saat barang tersedia (siap untuk dipakai).

Re order point = (L x U) + Safety Stock

Safety stock besarnya tergantung pada kebijakan manajemen, misalnya adalah


sebagai berikut :
 40% dari kebutuhan selama lead time, atau
 sebesar kebutuhan selama 2 minggu, dll.
Contoh :

“ORSA” 59
Kebutuhan barang per minggu = 100 kg
Lead time = 3 minggu
Safety stock ditetapkan adalah 40% dari kebutuhan selama lead time.
Hitung Re order pointnya ?
Jawab :
Re order point = (L x U) + Safety stock
= (3 x 100) + 40% (3x100) = 300 + 120 kg = 420 kg.
Artinya : Pemesanan kembali perlu dilakukan pada saat tingkat persediaan
barang
mencapai 420 kg.

F. MODEL QUANTITY DISCOUNT

Dalam model ini besarnya biaya total, adalah sebagai berikut :

Biaya Total (TC) = AP + hc(Q/2) + k(A/Q)

Ada 2 model dalam quantity discount, yaitu sebagai berikut :


1. Quantity discount dengan holding cost merupakan prosentase dari harga.
Prosedur untuk menemukan EOQ nya adalah seperti berikut ini :
 Hitung EOQ pada harga terendah. Bila EOQ fisibel (yaitu mungkin pada
harga itu), ini berarti merupakan kuantitas pesanan yang optimal.
Perhitungan lebih lanjut tidak diperlukan.
 Hitung biaya total (TC) pada kuantitas terendah yang fisibel.
 Hitung EOQ pada harga terendah berikutnya, dan hitung biaya totalnya.
Bila EOQ yang didapat sudah fisibel, maka tidak diperlukan lagi
perhitungan berikutnya.

Contoh :
Suatu perusahaan membeli komponen M untuk produk G dari suplier yang
memberikan quantity discount. Permintaan akan produk G setiap tahun sebesar
100.000 unit. Setiap produk G memerlukan satu komponen M. Holding cost per
unit 20%/rupiah/tahun dan setiap set up cost sebesar Rp.35,- per pesanan.

60
Kuantitas pesanan, harga dan holding cost per unit ditunjukan dalam tabel 5.2
berikut :

Tabel 5.2 Quantity discount dan Holding cost barang M


Kuantitas (unit) Harga P (Rp. 1 unit) Holding cost (hc = 0,20
P)
(Rp. 1 unit/tahun)

Kurang dari 2.000 2,30 0,44


2.000 - 3.999 2,00 0,40
4.000 - 7.999 1,80 0,36
Lebih dari 7.999 1,70 0,34

Tentukan kuantitas pesanan yang optimal dan total biaya yang minimalnya ?
Jawab :
Langkah 1 : Hitung EOQ pada harga terendah
EOQ =  2(100.000)(35) / 0,34 = 4.472,13 unit
Disini terlihat bahwa EOQ ini tidak fisibel karena dengan harga Rp.1,70 hanya
berlaku untuk kuantitas lebih dari 7.999 unit, padahal EOQ yang diperoleh
adalah 4.472,13 unit.

Langkah 2 : Hitung biaya total pada kuantitas terendah yang fisibel.


TC = AP + hc(Q/2) + k(A/Q)
= 100.000 (1,70) + 0,34 (8.000/2) + 35 (100.000/8.000)
= 170.000 + 1.360 + 437,50 = Rp. 171.797,50

Langkah 3 : Hitung EOQ pada harga terendah berikutnya.


EOQ =  2 (100.000)(35) / 0,36 = 4.409,59 unit
Disini terlihat bahwa EOQ ini fisibel, karena dengan harga Rp.1,80 berlaku untuk
jumlah barang antara 4.000 - 7.999 unit, sedangkan EOQ yang diperoleh adalah
4.409,59 unit.
Total cost nya (TC) adalah :
TC = 100.000 (1,80) + 0,36 (4.409,59 / 2) + 35 (100.000 / 4.409,59)
= 180.000 + 793,72 + 793,72 = Rp.181.587,44
Karena telah ditemukan EOQ yang fisibel pada harga Rp.1,80 maka tidak
diperlukan lagi perhitungan EOQ lebih lanjut. Karena perhitungan dengan harga-

“ORSA” 61
harga yang lebih tinggi akan menghasilkan biaya total yang lebih tinggi. Jadi
kuantitas pesanan optimal adalah 8.000 unit dengan biaya total Rp.171.797,50
pada harga Rp.1,70 per unit, yang lebih rendah dari EOQ hasil perhitungan
langkah 3.

2. Quantity discount dengan holding cost tertentu.


Prosedurnya :
1) Hitung biaya total untuk setiap harga dan holding cost pada EOQ yang
fisibel.
2) Bila EOQ tidak fisibel, hitung biaya total pada kuantitas terendah yang fisibel.
3) Kuantitas pesanan yang optimal adalah EOQ yang menghasilkan total biaya
minimum.

Contoh :
Perusahaan karpet memesan karet nilon untuk produksinya. Permintaan
tahunan untuk karet sebesar 500.000 lembar (lb). Ordering cost Rp.35,- per
pesanan. Holding cost bervariasi tergantung pada harga dan volume fisik seperti
yang terlihat pada tabel berikut
Tabel 5.3 Kuantitas, Harga dan Holding cost
Kuantitas (lb) Harga P (Rp./lb) Holding cost
(Rp./lb/tahun)

Kurang dari 40.000 0,60 0,16


40.000 - 79.999 0,50 0,15
80.000 - 119.999 0,48 0,14
Lebih dari 119.999 0,46 0,14

Tentukan kuantitas pesanan yang optimal ?


Jawab :
Dengan mengikuti langkah-langkah atau prosedur perhitungan di atas diperoleh
hasil seperti terlihat pada tabel 5.4
Tabel 5.4 Hasil perhitungan EOQ dan Biaya total terendah

62
Kuantitas (lb) Harga P EOQ pada P (lb) Biaya total
(Rp./lb) (Rp)

14.790 0,60 14.790 (fisibel 302.366,43


40.000 0,50 15.275 (tidak fisibel) 253.437,50
80.000 0,48 15.811 (tidak fisibel) 245.818,75
120.000 0,46 15.811 (tidak fisibel) 238.545,83

Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa kuantitas dengan biaya terendah adalah
sebesar 120.000 unit.

Soal latihan:
1. St. Justine Hospital uses a dispensable plastic injector of which the monthly
consumption is estimated to be 2,000 units. The cost of ordering a batch of
injectors is $50 per order and the cost of carrying is 50 cents per unit per
month.
 With a shortage cost of $10 per unit per month, what
is the economic order quantity?
 If shortage are not permitted, what will be the
economic order quantity?
2. The Cobb Hospital purchases $800,000 worth of oxygen tubes per year. Each
oxygen tubes is worth $20 and costs $1.50 to carry in stock per year. It costs
the Cobb Hospital $85 to place an order for oxygen tubes and the lead time is
2 weeks.
 Calculate the optimal order size.
 Calculate the inventory cycle length.
 Calculate the lead time demand.
 Calculate the reorder point.

3. Assume the following quantity discount schedule (table 5.5) for a particular
parka jacket is available to a retail store:

Order size Discount Unit Cost


0 – 50 units 0% $30.00

“ORSA” 63
51 – 100 units 5% 28.50
101 – 200 units 10 % 27.00
201 - units 12 % 26.40

Table 5.5
The annual demand is 250 units, ordering cost is $20 per order and annual
inventory carrying cost is $4 per unit. What order quantity would you
recommended? What is the minimum total inventory cost?

Kegiatan 5. MODEL ANTRIAN

A. PENGERTIAN

Teori antrian diciptakan dalam dalam tahun 1909 oleh seorang ahli
matematika dan insinyur berkebangsaan Denmark yang bernama A.K.Erlang.
Dia mengembangkan model antrian ini untuk menentukan jumlah yang optimal
dari fasilitas telephone switching yang digunakan untuk melayani permintaan
yang ada.
Pembahasan model antrian ini dimulai dengan menguraikan konsep dan struktur
dalam antrian dan model-model matematisnya.

Menurut Saaty (1977), antrian didefinisikan sebagai garis tunggu yang


meliputi kedatangan orang-orang yang memerlukan pelayanan pada fasilitas
yang menyediakan pelayanan bagi mereka yang memerlukannya. Kejadian
antrian disebabkan oleh karena kebutuhan akan pelayanan melebihi
kemampuan fasilitas, sehingga orang yang datang tidak dapat dengan segera
mendapatkan pelayanan.

64
Menurut Bronson (1983), sebuah antrian adalah suatu proses kelahiran-
kematian dengan populasi yang terdiri atas para pelanggan yang sedang
menunggu untuk mendapatkan pelayanan atau yang sedang dilayani. Suatu
kelahiran akan terjadi bila seorang pelanggan tiba pada suatu fasilitas
pelayanan, sedangkan kematian terjadi bila pelanggan meninggalkan fasilitas
tersebut.

B. TUJUAN MODEL ANTRIAN

Tujuan dasar model antrian adalah untuk meminimumkan 2 (dua) total


biaya, yaitu :
1. biaya langsung penyediaan fasilitas pelayanan dan
2. biaya tidak langsung yang timbul karena para individu harus menunggu
untuk dilayani (Subagyo, et al, 1987).
Bila suatu sistem mempunyai fasilitas pelayanan yang lebih dari jumlah
optimal, ini berarti membutuhkan investasi modal yang berlebihan, tetapi bila
jumlahnya kurang dari optimal maka hasilnya adalah tertundanya pelayanan.
Oleh karena itu model antrian penting dibahas untuk sistem pengelolaan yang
akan menguntungkan dengan menghilangkan antrian.

C. STRUKTUR DASAR MODEL ANTRIAN

Struktur dasar model antrian adalah berupa suatu model sistem yang
terdiri dari beberapa elemen pokok, yaitu : sumber masukan (input), pola
kedatangan, kepanjangan antrian, disiplin antrian, pola/tingkat pelayana, dan
keluaran (output).
Struktur dasar model antrian ini dapat dilihat pada gambar 6.1 berikut ini.

Gambar 6.1 Model sistem antrian


Sumber masukan Sumber antrian Keluaran
Populasi
Individu- Individu
Individu Antri Fasl. pelayanan yang telah
dilayani

“ORSA” 65
1. Sumber masukan (input)
Sumber masukan dari suatu sistem antrian dapat berupa suatu populasi
orang, barang, komponen atau kertas kerja yang datang pada sistem untuk
mendapat pelayanan. Yang perlu diketahui adalah besarnya populasi tersebut.
Besarnya populasi input dapat terbatas (finite) atau tidak terbatas (infinite). Bila
suatu populasi jumlahnya relatif besar untuk suatu sistem pelayanan, maka
populasi tersebut dianggap tidak terbatas. Demikian pula sebaliknya.

2. Pola kedatangan
Bagaimana cara individu-individu dari suatu populasi memasuki suatu
sistem, disebut sebagai pola kedatangan (arrival pattern). Individu-individu
mungkin datang dengan tingkat kedatangan (arrival rate) yang konstan maupun
acak (random).
Distribusi Poisson merupakan salah satu pola kedatangan yang paling umum
atau sering terjadi, yaitu bila pola kedatangan individu didistribusikan secara
random. Hal ini terjadi karena distribusi Poisson menggambarkan jumlah
kedatangan per unit waktu, yaitu bila sejumlah besar variabel-variabel random
mempengaruhi tingkat kedatangan.
Bila pola kedatangan individu mengikuti suatu distribusi Poisson, maka
antar waktu kedatangan (interarrival time) yaitu waktu antara kedatangan tiap
individu adalah secara random dan mengikuti suatu distribusi eksponensial.
Variasi yang mungkin lainnya dalam pola kedatangan individu-individu
adalah pola kedatangan dalam bentuk kelompok-kelompok individu. Bila lebih
dari satu individu memasuki suatu sistem seketika secara bersama, maka terjadi
dengan apa yang disebut bulk arrivals.

3. Kepanjangan antrian
Kapasitas antrian adalah jumlah maksimum individu-individu, termasuk
yang sedang dilayani dan berada dalam antrian yang dapat ditampung oleh
fasilitas pelayanan pada saat yang sama.
Sebuah antrian yang tidak membatasi jumlah individu-individu di dalam fasilitas
pelayanannya, memiliki kepanjangan antrian tidak terbatas. Sedangkan suatu

66
antrian yang membatasi jumlah individu-invidu yang akan dilayaninya, memiliki
kepanjangan antrian yang terbatas.

4. Disiplin antrian
Disiplin antrian menunjukan pedoman keputusan yang digunakan untuk
menseleksi individu-individu yang memasuki antrian untuk dilayani terlebih dulu.
Ada beberapa bentuk disiplin antrian, yaitu :
 FIFO (First In First Out) atau FCFS (First Come First Served), yaitu yang
lebih dulu datang akan dilayani lebih dahulu. Disiplin ini juga dapat diartikan
bila seseorang sedang dilayani atau berada dalam antrian, tidak akan
ditunda atau dikeluarkan dari fasilitas pelayanan, walaupun bila ada yang
datang kemudian dengan prioritas yang lebih tinggi.
 LIFO (Last In First Out) atau LCFS (Last Come First Served), yaitu bila yang
terakhir datang akan lebih dulu keluar atau dilayani.
 SIRO (Service In Random Order), yaitu bila panggilan terhadap anggota
antrian didasarkan pada probabilitas secara random.
 GD (General Discipline), pada disiplin antrian ini pelayanan diberikan secara
sembarang kepada mereka yang membutuhkan.
 PS (Priority Service), yaitu bila pelayanan diberikan lebih dulu kepada
mereka yang mempunyai prioritas lebih tinggi, walaupun ada yang dengan
prioritas lebih rendah datang lebih dulu atau sedang dilayani.

5. Pola pelayanan
Pola pelayanan biasanya ditandai dengan waktu pelayanan (service
time), yaitu waktu yang dibutuhkan seorang pelayan untuk melayani individu-
individu. Waktu pelayanan bisa bersifat konstan dapat juga bersifat
acak/random.
Bila waktu pelayanan mengikuti distribusi eksponensial atau distribusi random,
maka waktu pelayanannya akan mengikuti suatu distribusi Poisson.

6. Keluaran (output)
Sesudah seseorang individu telah selesai dilayani, dia keluar dari sistem.
Sesudah keluar dia mungkin bergabung dengan populasi asal dan mempunyai
probabilitas yang sama untuk memasuki sistem kembali, atau dia mungkin

“ORSA” 67
bergabung dengan populasi lain yang mempunyai probabilitas lebih kecil dalam
hal kebutuhan pelayanan tersebut kembali.

D. SISTEM DAN STRUKTUR ANTRIAN


1. Sistem antrian
Menurut Hillier dan Lieberman sistem antrian dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Sistem pelayanan komersial. Termasuk disini adalah restoran, cafetaria, toko,
salon, butik, supermaket dll.
2) Sistem pelayanan bisnis-industri. Termasuk disini adalah lini produksi, sistem
material-handling, sistem penggudangan, sistem informasi-komputer dll.
3) Sistem pelayanan sosial. Termasuk disini adalah kantor-kantor pemerintah,
kantor tenaga kerja, kantor registrasi SIM dan STNK, kantor Pos, Rumah
Sakit, Puskesmas dll.
4) Sistem pelayanan transportasi. Antara lain termasuk sistem pengaturan
angkutan darat (Bus, Kereta Api dll), angkutan laut dan angkutan
penerbangan.

2. Struktur antrian
Atas dasar sifat proses pelayanannya, maka fasilitas pelayanan dapat disusun
dalam susunan saluran dan phase, di mana saluran dan phase tersebut bisa
bersifat single atau multiple.
Saluran atau channel merupakan jumlah jalur (tempat) untuk memasuki sistem
pelayanan, yang juga menunjukan jumlah fasilitas pelayanan. Sedangkan phase
berarti jumlah stasiun pelayanan, di mana para langganan harus melaluinya
sebelum pelayanan yang diperolehnya dinyatakan lengkap.
Pada dasarnya ada 4 (empat) model struktur antrian, yaitu sebagai berikut :
1) Single Channel-Single Phase
Single channel berarti hanya ada 1 (satu) jalur untuk memasuki sistem
pelayananatau hanya ada 1 (satu) fasilitas pelayanan. Single phase menunjukan
bahwa hanya ada 1 (satu) stasiun
pelayanan atau sekumpulan tunggal operasi yang dilaksanakan.
Contohnya : tukang cukur, pembelian tiket yang mempunyai 1 (satu) loket,
pelayanan toko dsb.

68
Model ini dapat digambarkan seperti pada gambar 6.2 berikut ini.
Gambar 6.2 Model Single Channel - Single Phase
Sistem antrian

Sumber M S Keluar
populasi

Fase

2) Single Channel - Multi Phase


Multi phase menunjukan ada 2 (dua) atau lebih pelayanan yang dilaksanakan
secara berurutan dalam fase-fase.
Contohnya : pencucian mobil, tukang cat mobil dll.
Gambar 6.3 Model Single Channel - Multi Phase

Sumber M S M S Keluar
populasi

Fase 1 Fase 2

3) Multi Channel - Single Phase


Model multi channel-single phase terjadi bila fasilitas pelayanan dialiri oleh
antrian tunggal. Contoh : pembelian tiket yang dilayani oleh lebih dari 1 (satu)
buah loket, pelayanan tukang potong rambut oleh beberapa tukang potong dsb.

Gambar 6.4 Model Multi Channel-Single Phase


Sistem antrian

“ORSA” 69
Sumber M Keluar
populasi
S
Fase

4) Multi Channel - Multi Phase


Model ini mempunyai beberapa fasilitas pelayanan pada setiap tahap, sehingga
lebih dari satu individu dapat dilayani pada suatu waktu. Contoh : heregistrasi
mahasiswa, pelayanan pasien di rumah sakit dll.
Gambar 6.5 Model Multi Channel - Multi Phase

S M S

Sumber M Keluar
populasi
S M S

Fase 1 Fase 2

E. MODEL ANTRIAN
Bentuk model umum dari model antrian yaitu :
Tingkat kedatangan / Tingkat pelayanan / Jumlah fasilitas / Besarnya populasi /
Kepanjangan antrian
Model 1 : M / M / 1 / I / I
Model 2 : M / M / S / I / I
Model 3 : M / M / I / I / F
Model 4 : M / M / S / F / I
Keterangan :
M = Tingkat kedatangan atau pelayanan Poisson
D = Tingkat kedatangan atau pelayanan Deterministik (konstan)

70
K = Distribusi Erlang waktu antar kedatangan atau pelayanan
S = Jumlah fasilitas pelayanan
I = Sumber populasi atau kepanjangan antrian tak terbatas (infinite)
F = Sumber populasi atau kepanjangan antrian terbatas (finite)
Dalam perhitungan-perhitungan teori antrian digunakan beberapa notasi dengan
mengikuti notasi Kendall. Notasi ini merupakan alat yang efisien untuk
mengidentifikasi model antrian dan asumsi yang harus dipenuhi.

Tabel 6.1 Notasi-notasi dalam model antrian


NOTASI PENJELASAN UKURAN

 Tingkat kedatangan rata-rata unit/jam


1/ Waktu antar kedatangan rata-rata jam/unit

 Tingkat pelayanan rata-rata unit/jam


Waktu pelayanan rata-rata jam/unit
1/
Deviasi standar tingkat pelayanan unit/jam

Jumlah individu dalam sistem pada suatu waktu unit
n
Jumlah individu rata-rata dalam antrian unit
nq
Jumlah individu dalam sistem total (antrian dan fasilitas unit
nt
yan.) jam
tq
Waktu rata-rata dalam antrian jam
tt
Waktu rata-rata dalam sistem total unit pelayanan
S
Jumlah fasilitas pelayanan (channel) rasio
p
Tingkat kegunaan fasilitas pelayanan unit
Q
Kepanjangan maksinum sistem frekuensi relatif
Pn
Probabilitas jumlah “n” individu dalam sistem frekuensi relatif
Po
Probabilitas tidak ada individu dalam sistem frekuensi relatif
Pw
Probabilitas menunggu dalam antrian Rp/jam/server
cs
Biaya pelayanan per satuan waktu per fasilitas Rp/jam/unit
cw
pelayanan Rp/jam
ct
Biaya untuk menunggu per satuan waktu per individu
Biaya total = Scs + ntcw

Minimisasi biaya
Tujuan dasar teori antrian adalah meminimisasi biaya tidak langsung (indirect
cost) pada individu-individu yang menunggu dan biaya langsung (direct cost)
untuk penyediaan pelayanan.

“ORSA” 71
Biaya menunggu (waiting cost), ini mencakup biaya menganggurnya karyawan,
kehilangan penjualan, kehilangan langganan, tingkat persediaan yang
berlebihan, kehilangan kontrak, kemacetan sistem, atau kehilangan
kepercayaan dalam manajemen. Semua ini terjadi bila suatu sistem mempunyai
sumber daya pelayanan yang tidak mencukupi.

Expected total waiting cost per periode waktu = E (Cw) = ntcw


Cw = biaya total per unit per waktu
Biaya pelayanan dapat mencakup biaya tetap investasi awal dalam peralatan
atau fasilitas, biaya-biaya pemasangan dan latihan, dan biaya variabel seperti
gaji karyawan dan pengeluaran tambahan untuk pemeliharaan.
Expected total cost of service per periode waktu = E (Cs) = SCs

Expected total cost = E (Ct) = E (Cs) + E (Cw) = Scs + ntCw

F. MODEL DAN APLIKASINYA

1. Model 1 : M / M / 1 / I / I
Rumus-rumus :
nq = 2/( - ) tq = /( - ) Pn = (1 - /)(/)n
nt = /- tt = 1/- p = /

Contoh soal :
Tuan Jim memiliki sebuah restoran yang melayani para langganannya di dalam
mobil mereka. Restoran ini telah beroperasi sukses selama beberapa bulan. Dia
sangat prihatin dengan panjangnya garis antrian pada jam-jam makan siang dan
makan malam. beberapa langganannya telah mengadu tentang waktu menunggu
yang berlebihan. Dia merasa bahwa suatu ketika akan kehilangan
langganannya. Dia meminta untuk menganalisis sistem antriannya dengan
menggunakan teori antrian.

72
Tingkat kedatangan rata-rata langganannya selama periode-periode puncak
adalah 50 mobil per jam. Tingkat kedatangan mengikuti suatu distribusi Poisson.
Waktu pelayanan rata-rata 1 menit dengan distribusi eksponensial.

Hitung soal-soal berikut ini :


 Tingkat kegunaan bagian pelayanan restoran ?
 Jumlah rata-rata dalam antrian ?
 Jumlah rata-rata dalam sistem ?
 Waktu menunggu rata-rata dalam antrian ?
 Waktu menunggu rata-rata dalam sistem ?
 Probabilitas lebih dari 1 mobil dalam sistem dan lebih dari 4 mobil dalam
sistem ?

2. Model 2 : M / M / S / I / I
Rumus-rumus :
 (/)
nq = x P0 n t = nq + /
2
(S-1)!(S-)
P0
tq = x (/)s
S(S!)1-(/S) 2

tt = tq + 1/ p = /S
1 P0
s
P0 = P w = (/)
(/)n + (/)s S!1-(/S)
n! S!(1-/S)
Soal 1.
Departemen Kredit suatu bank mempekerjakan 3 orang karyawan tata usaha di
kota “X” untuk menangani panggilan yang masuk dari para pedagang. Waktu
rata-rata yang dibutuhkan untuk menerima sebuah otorisasi adalah 0,5 menit
bila tidak diperlukan waktu untuk menunggu. Tingkat pelayanan mengikuti
distribusi eksponensial, karena kondisi-kondisi yang tidak biasa dapat
menghasilkan baik waktu pelayanan yang relatif lama maupun pendek. Selama
periode puncak 8 jam, kantor menerima total 1.750 panggilan (yaitu 218,75 per
jam). Tingkat kedatangan panggilan mengikuti distribusi Poisson.

“ORSA” 73
Hitung :
 Tingkat kedatangan panggilan per jam ?
 Tingkat kegunaan karyawan ?
 Probabilitas tidak ada panggilan ?
 Jumlah pedagang rata-rata menunggu untuk dilayani ?
 Jumlah pedagang dalam sistem ?
 Waktu rata-rata dalam antrian ?
 Waktu rata-rata dalam sistem ?
 Probabilitas untuk menunggu ?

Soal 2.
Departemen Kredit di atas telah menerima keluhan-keluhan dari banyak
pedagang bahwa waktu otorisasi terlalu lama. Karena itu manajer departemen
sedang mempertimbangkan penambahan 1 orang karyawan lagi untuk
mengurangi waktu menunggu dalam sistem. Dia merasa bahwa biaya otorisasi
total akan naik karena penambahan karyawan. Bila seorang karyawan tata
usaha berpenghasilan Rp.1.100,- per jam dan biaya mendapatkan seorang
karyawan check out sedang menunggu adalah Rp.2.100,- per jam.
Tentukan apakah lebih baik tetap mempunyai 3 karyawan atau 4 karyawan yang
menangani otorisasi ?

3. Model 3 : M / M / I / I / F
1-Q(/)Q-1 + (Q-1)(/)Q
2
nq = (/) x
(1-/)1-(/)Q
1-(Q+1)(/)Q + Q(/)Q+1
nt = (/) x
1-(/)1-(/)Q+1

1-(/)
n
Pn = (/) x
1-(/)Q+1

Soal.

74
Suatu restoran di tepi jalan telah memperoleh volume dan keuntungan yang
lebih besar daripada yang diperkirakan, karena restoran tersebut terletak pada
jalan yang ramai. Tetapi restoran mempunyai tempat parkir yang terbatas.
Tempat parkir yang tersedia hanya 6 ruangan, bila parkir penuh langganan akan
berpindah restoran.
Berseberangan dengan restoran tersebut ada pemilik ruangan yang bersedia
menyewakan untuk tempat parkir yang nyaman dengan biaya Rp.2.000,- per
ruangan per hari operasi. Dengan tambahan informasi di bawah ini, tentukan
jumlah ruangan yang perlu disewa ?
Tingkat kedatangan langganan potensial adalah 21 mobil per jam dan mengikuti
distribusi Poisson. Tingkat pelayanan restoran 36 mobil per jam dan juga
digambarkan dengan distribusi Poisson. Keuntungan rata-rata per mobil adalah
Rp.1.600,- dan restoran buka 12 jam per hari.

Penyelesaian :
1) Menentukan prosentase waktu restoran sibuk dengan 6 ruangan.
1-(21/36)(21/36)0
P0 = =
6
1-(21/36)
= (0,4176/0,9606)(1) = 0,4338

Jadi restoran sibuk 56,62% yaitu : 100% - 43,38%.


Jika restoran sibuk melayani 36 mobil per jam, maka dengan 6 ruangan restoran
akan dapat melayani 0,5662 x 36 mobil = 20,38 mobil per jam.
Jika restoran buka 12 jam per hari, maka keuntungan total per hari adalah :
12 x 20,38 x Rp.1.600,- = Rp.391.296,-

2) Dengan 7 ruangan, proporsi waktu sibuk dalah :


1-(21/36)(21/36)0
P(n>0) = 1 -
1-(21/36)7

= 1 - (0,4167/0,9770) = 0,5735
Keuntungan total per hari adalah :
12 x 0,5735 x 36 x Rp.1.600,- = Rp.396.403,20

“ORSA” 75
Keuntungan marjinal dengan 7 ruangan : Rp.396.403,20 - Rp.391.296,- =
Rp.5.107,20/hr
Dimana terlihat besarnya masih lebih besar dari biaya marjinal (Rp.2.000,-).
3) Dengan 8 ruangan, proporsi waktu restoran sibuk :
1-(21/36)(21/36)0
P(n>0) = 1 -
1-(21/36)8
= 1 - (0,4167/0,9865) = 0,5776
Keuntungan total per hari :
12 x 0,5776 x 36 x Rp.1.600,- = Rp.399.237,12
Keuntungan marjinal dengan 8 ruangan adalah :
Rp.399.237,22 - Rp.396.403,20 = Rp.2.833,92
Hal ini terlihat bahwa ini masih lebih besar dari biaya marjinal.

4) Dengan 9 ruangan, proporsi waktu restoran sibuk adalah :


1-(21/36)(21/36)0
P(n>0) = 1 -
1 - (21/36)9
= 1 - (0,4167/0,9922) = 0,5800
Keuntungan total per hari adalah :
12 x 0,58 x 36 x Rp.1.600,- = Rp.400.896,-
Keuntungan marjinal dengan 9 ruangan adalah :
Rp.400.896,- - Rp.399.237,12 = Rp.1.658,88
Ini terlihat lebih kecil dari biaya marjinal.
Dengan demikian jangan menyewa 9 ruangan atau lebih.

4. Model 4 : M / M / S / F / I
Model 4 adalah mirip dengan model 2 dengan perbedaan bahwa model ini
mempunyai sumber populasi yang terbatas.
Sebagai contoh sejumlah pasien dalam suatu RS yang memerlukan tipe-tipe
perawatan tertentu, ini merupakan sistem-sistem yang mempunyai jumlah
individu-individu terbatas yang memerlukan perawatan.
Formula perhitungan untuk model 4 mempunyai notasi tersendiri, dan untuk
perhitungannya dibantu dengan tabel antrian terbatas yang telah digeneralisir

76
untuk beberapa model yang berbeda. Daftar tabel antrian terbatas lihat pada
lampiran.
Beberapa notasi yang dipergunakan dalam model 4 :
U = Waktu rata-rata antar kedatangan per unit
T = Waktu rata-rata pelayanan per unit
H = Jumlah rata-rata yang sedang dilayani
J = Jumlah rata-rata unit yang sedang beroperasi
N = Jumlah unit dalam populasi
M = Jumlah channel dalam pelayanan
X = Faktor pelayanan (proporsi waktu pelayanan yang diperlukan)
D = Probabilitas bahwa suatu kedatangan harus menunggu
F = Faktor efisiensi menunggu dalam garis antrian

Untuk dapat menggunakan tabel antrian terbatas, harus diketahui nilai-nilai N


dan M, dan menghitung nilai X.
Rumus :
T
X = n q = N (1-F)
T+U
nq (T + U)
tq = n t = N - J = nq - H
N - nq H = FNX

nq (T + U)
tt = T + J = NF(1-X)
M - nq

Contoh :
Laporan produksi dan kualitas produk suatu departemen yang memproses
plastik menunjukan bahwa rata-rata setiap mesin dari 20 mesin yang ada
membutuhkan beberapa tipe penyesuaian setiap 4 jam. Pengawas proses
produksi memeriksa bagian-bagian yang datang dari masing-masing mesin
setiap 10 menit. Bila mesin membutuhkan penyesuaian kembali dia menyetop
mesin dan menunggu seorang “set-up man” untuk melakukan readjustment.
Dengan menganggap tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan mengikuti suatu
distribusi eksponensial, maka tentukan hala-hal berikut :

“ORSA” 77
 Waktu antar kedatangan rata-rata dari setiap mesin (U).
 Jumlah mesin rata-rata menunggu untuk dilayani (n q).
 Waktu rata-rata yang dipergunakan untuk menunggu pelayanan dan dalam
sistem (tq dan tt).
 Jumlah mesin rata-rata yang sedang dilayani (H).
 Jumlah mesin rata-rata yang sedang beroperasi (J).
 Jumlah mesin rata-rata dalam sistem (nt).
 Probabilitas bahwa mesin akan menunggu untuk dilayani (D).
 Jumlah rata-rata fasilitas pelayanan menganggur (M-H).

Soal latihan:
1. Perusahaan angkutan ”M” mempunyai regu bongkar muat barang. Waktu
yang diperlukan untuk bongkar muat barang, kira-kira 20 menit untuk setiap
truk. Truk yang datang diperkirakan 2 buah truk setiap jam. Manajemen
perusahaan ingin mengevaluasi pekerjaan regu bongkar muat barang. Juga
dipikirkan bagaimana bila regu itu dipecah menjadi 2 tim yang sama, dengan
waktu bongkar muat menjadi 40 menit. Apa pengaruh perubahan ini?

2. Kamar gawat darurat suatu rumah sakit dapat menampung maksimum M


sebanyak 5 pasien. Tingkat kedatangan 4 pasien per jam. Seorang dokter
staf hanya bisa menyetujui 5 pasien per jam. Banyak pasien yang terpaksa
dilarikan ke rumah sakit lain. Berdasar data ini anda diminta:
a. Menentukan distribusi probabilitas jumlah pasien lain yang
menunggu atau menerima persetujuan pada waktu yang diberikan.
b. Menentukan rata-rata jumlah pasien dalam kamar gawat darurat,
jumlah pasien yang menunggu untuk melihat dokter, waktu antri pasien,
dan waktu yang dikeluarkan oleh pasien di kamar gawat darurat.

3. Assume that patients come to hospital clinic at the rate of 4 patients per
hour. The arrivals are Poisson distributed and the clinic treats patients at an
average rate of 6 patients an hour. Treatment time is exponentially distributed
and a first come-first served queue discipline is used.
a. Calculate the clinic’s idle time.

78
b. Calculate the probability that there are at least 2 patients in the
clinic.
c. What is the average number of patients waiting to be treated?
d. What is the average number of patients in the clinic?

Kegiatan 6. PROGRAM LINIER

A. PENGERTIAN

Program linier atau Linier programming merupakan salah satu tehnik


ORSA yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah pengalokasian sumber
daya yang terbatas secara optimal. Ia merupakan metode matematik dalam
pengalokasian sumber daya, di mana langkah utamanya adalah untuk mencapai
suatu tujuan produksi dan operasi, yaitu seperti memaksimumkan keuntungan
dan meminimumkan biaya.
Program linier berkaitan dengan penjelasan suatu dunia nyata sebagai suatu
model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dan beberapa
kendala linier.

B. MODEL PROGRAM LINIER

Dalam model program linier dikenal 2 (dua) macam fungsi yaitu fungsi
tujuan (objective function) dan fungsi batasan (constraint function).
 Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan atau sasaran di
dalam permasalahan program linier, yang berkaitan dengan pengaturan
secara optimal sumber daya-sumber daya yang akan digunakan, untuk
memperoleh keuntungan maksimal dan biaya minimal.
 Fungsi batasan merupakan bentuk penyajian secara matematis tentang
batasan-batasan kapasitas yang tersedia, yang akan dialokasikan secara
optimal ke berbagai kegiatan.

Langkah-langkah dalam mengembangkan program, linier adalah sebagai


berikut :

“ORSA” 79
 Tentukan variabel-variabel keputusan.
 Tetapkan fungsi tujuan atau sasaran yang ditunjukan sebagai suatu
hubungan linier (bukan perkalian) dari variabel keputusan.
 Tetapkan kendala-kendala masalah tersebut dan mengekspresikannya dalam
persamaan yang juga merupakan hubungan linier dari variabel keputusan
yang mencerminkan keterbatasan sumber daya masalah itu.

1. Formulasi program linier untuk masalah kombinasi produk.


Sebuah perusahaan ingin menentukan berapa banyak masing-masing
dari 3 (tiga) produk yang berbeda yang akan dihasilkan dengan tersedianya
sumber daya yang terbatas agar diperoleh keuntungan maksimum. Kebutuhan
buruh dan bahan mentah serta sumbangan keuntungan masing-masing produk
adalah sebagai berikut :
Tabel 7.1 Tabel kebutuhan sumber daya masing-masing produk A, B dan C
Kebutuhan Sumber Daya
Keuntungan
Buruh (jam/unit) Bahan (kg/unit)
(Rp/unit)

Produk A 5 4 3
Produk B 2 6 5
Produk C 4 3 2

Tersedia 240 jam kerja dan bahan mentah sebanyak 400 kg. Masalahnya adalah
bagaimana menentukan jumlah masing-masing produk agar keuntungan bisa
maksimum.
Kita akan merumuskan persoalan tersebut sebagai suatu model Program Linier.

1) Menentukan variabel keputusan.


Ada 3 (tiga) variabel dalam masalah ini yaitu produk A, B dan C yang harus
dihasilkan.
Jumlah ini dapat dilambangkan sebagai berikut , yaitu :
X1 = jumlah produk A
X2 = jumlah produk B
X3 = jumlah produk C

80
2) Menentukan fungsi tujuan.
Tujuan dari masalah ini adalah memaksimumkan keuntungan total yaitu jumlah
keuntungan yang diperoleh dari masing-masing produk.
Keuntungan dari produk A adalah perkalian antara jumlah produk A dengan
keuntungan per unit (Rp.3,-). Keuntungan produk B dan C ditentukan serupa
dengan produk A. Sehingga keuntungan total (Z), dirumuskan sebagai berikut :
Z = 3X1 + 5X2 + 2X3

3) Menentukan sistem batasan/kendala


Dalam masalah ini batasannya adalah jumlah buruh dan bahan mentah yang
terbatas. Bagi produk A buruh yang dibutuhkan untuk menghasilkan tiap unit
adalah 5 jam, sehingga buruh yang dibutuhkan untuk produk A adalah 5X 1
jam,untuk produk B adalah 2X2 jam dan untuk produk C adalah 4X 3 jam.
Jumlah jam buruh yang tersedia adalah 240 jam, sehingga fungsi batasan buruh
dituliskan seperti berikut ini :
5X1 + 2X2 + 4X3  240

Batasan bahan mentah dirumuskan dengan cara yang sama. Produk A


membutuhkan 4 kg per unit, produk B membutuhkan 6 kg per unit dan produk C
membutuhkan 3 kg per unit.
Karena hanya tersedia 400 kg bahan mentah, maka fungsi batasan bahan
mentah dirumuskan sebagai berikut :
4 X1 + 6X2 + 3X3  400

Kita juga membatasi masing-masing variabel hanya pada nilai positif, karena
akan tidak masuk akal untuk menghasilkan jumlah produk negatif. Batasan-
batasan ini disebut dengan non negativity constraints yang secara matematis
dirumuskan sebagai berikut :
Maksimumkan Z = 3X1 + 5X2 + 2X3
dengan syarat 5X1 + 2X2 + 4X3  240
4X1 + 6X2 + 3X3  400

“ORSA” 81
X1 , X2 dan X3  0
Dengan mencari solusi model ini untuk nilai variabel X 1 , X2 , X3 yang optimum,
keuntungan total Z akan dimaksimumkan.

2. Formulasi Program Linier untuk masalah Diet


Untuk menjaga kesehatan, seseorang harus memenuhi kebutuhan
minimum per hari akan beberapa zat makanan. Misalkan hanya ada 3 zat
makanan yang dibutuhkan yaitu Kalsium, Protein dan Vitamin A. Misalkan
makanan seseorang hanya terdiri dari 3 jenis I, II dan III. Selengkapnya
mengenai harga, kandungan zat-zat makanan dalam tiap jenis makanan dan
kebutuhan minimum tiap zat makanan termuat dalam tabel berikut.

Tabel 7.2 Tabel harga, kandungan dan kebutuhan zat makanan


Jenis Makanan
Kebutuhan
I II III minimum
Harga per unit 0,5 0,8 0,6

Kalsium 5 1 0 8
Protein 2 2 1 10
Vitamin A 1 5 4 22

Masalahnya adalah bagaimana kombinasi ke 3 jenis makanan itu akan


memenuhi kebutuhan minimum per hari dan memberikan biaya terendah.

1) Menentukan variabel keputusan


Masalah ini terdiri dari 3 jenis variabel yang menunjukan jumlah masing-masing
jenis makanan yang ditempatkan dalam menu, sebagai berikut :
X1 = jumlah makanan I
X2 = jumlah makanan II
X3 = jumlah makanan III

2) Menentukan fungsi tujuan

82
Tujuan masalah ini adalah meminimumkan biaya total menu per hari. Biaya total
dalam konteks ini adalah jumlah biaya dari masing-masing jenis makanan yang
disajikan dalam menu. Sehingga biaya total, dituliskan sebagai berikut :
Z = 0,5X1 + 0,8X2 + 0,6X3
3) Menentukan sistem batasan
Batasan dalam masalah ini adalah kebutuhan minimum akan zat-zat makanan
per hari yaitu sebagai berikut :
Batasan untuk Kalsium adalah : 5X1 + X2  8
Batasan untuk Protein adalah : 2X1 + 2X2 + X3  10
Batasan untuk Vitamin A adalah : X1 + 5X2 + 4X3  22

Dengan demikian masalah Program Linier yang lengkap dapat diringkas menjadi
sebagai berikut :
Minimumkan : Z = 0,5X1 + 0,8X2 + 0,6X3
dengan syarat : 5X1 + X2  8
2X1 + 2X2 + X3  10
X1 + 5X2 + 4 X3  22
X1 , X2 , X3  0

Dengan menyelesaikan model ini untuk variabel keputusan X 1 , X2 dan X3 orang


tersebut akan mendapatkan biaya total minimum ynag mungkin dengan tetap
memenuhi kebutuhan minimum akan Kalsium, Protein dan Vitamin A.

C. ASUMSI-ASUMSI DASAR PROGRAM LINIER

1. Proportionality
Asumsi ini berarti bahwa naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber
atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding (proportional)
dengan perubahan tingkat kegiatan.

Contoh :
Z = C1 X1 + C2 X2 + C3 X3 + .............................. + Cn Xn

“ORSA” 83
Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikan Z dengan C 1 , kemudian setiap
penambahan 1 unit X2 akan menaikan nilai Z dengan C2 dan seterusnya.

2. Additivity
Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling
mempengaruhi, atau dalam Program Linier dianggap bahwa kenaikan dari nilai
tujuan Z yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan
tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain.

Contoh :
Z = 3X1 + 5X2
Dimana X1 = 10 , X2 = 2
Sehingga Z = 30 + 10 = 40

Andaikata X1 bertambah 1 unit, maka sesuai dengan asumsi pertama, nilai Z


menjadi 43. Yaitu karena X1 bertambah 1 unit jadi X1 = 11, dengan demikian
maka :
Z = 3(11) + 5(2) = 43.
Nilai 3 adalah karena kenaikan X1 dapat langsung ditambahkan pada nilai Z,
mula-mula tanpa mengurangi bagian Z yang diperoleh dari 2 (X 2). Dengan kata
lain tidak ada korelasi antara X1 dan X2 .

3. Divisibility
Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan
dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan.
Misal : X1 = 6,5 ; Z = 1.000,75

4. Deterministic (certainty)
Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam model
Program Linier dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat.

D. BENTUK UMUM MODEL PROGRAM LINIER


Simbol-simbol yang digunakan adalah sebagai berikut :
m = macam batasan-batasan sumber atau fasilitas yang tersedia

84
n = macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas
tersebut
i = nomor setiap macam sumber atau fasilitas yang tersedia
j = nomor setiap macam kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas
xj = tingkat kegiatan ke j
aij = banyaknya sumber i yang diperlukan untuk menghasilkan setiap unit
keluaran kegiatan j
bi = banyaknya sumber atau fasilitas i yang tersedia untuk dialokasikan ke
setiap unit kegiatan
Z = nilai yang dioptimalkan (maksimum atau minimum)
Cj = kenaikan nilai Z apabila ada pertambahan tingkat kegiatan (x j) dengan satu
satuan (unit), atau merupakan sumbangan setiap keluaran kegiatan j
terhadap nilai Z.

Keseluruhan simbol di atas selanjutnya disusun ke dalam bentuk tabel standar


Program Linier seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 7.4 Data untuk Program Linier
Kegiatan Pemakaian Sumber per unit kegiatan (keluaran) Kapasitas Sumber
Sumber 1 2 3 ............................. n

1 a11 a12 a13 ............................ b1


2 a1n b2
3 a21 a22 a23 ............................ b3
. a2n .
. a31 a32 a33 ............................. .
m a3n bm
. . .
.
. . .
.
am1 am2 am3 .............................
amn
 Z
pertambah- c1 c2 c3 ............................
an bahan tiap cn
unit
Tingkat x1 x2 x3 ............................
kegiatan xn

Dari tabel tersebut dapat disusun suatu model matematis dalam Program Linier,
yaitu sebagai berikut :

“ORSA” 85
Fungsi tujuan :
Maksimumkan Z = C1 X1 + C2 X2 + C3 X3 + ............................ + Cn Xn
Dengan batasan-batasan :
1) a11 X1 + a12 X2 + a13 X3 + ............................................ + a1n Xn  b1
2) a21 X1 + a22 X2 + a23 X3 + ............................................ + a 2n Xn  b2
3) a31 X1 + a32 X2 + a33 X3 + ............................................ + a3n Xn  b2
m) am1 X1 + am2 X2 + am3 X3 + ............................................ + a mn Xn  bm
dan
X1  0 , X2  0 , ................................................ X n  0
Bentuk atau model Program Linier di atas merupakan bentuk standar bagi
masalah-masalah Program Linier.

Terminologi umum tersebut dapat diringkas menjadi sebagai berikut :


1) Fungsi Tujuannya (objective function) :
C1 X1 + C2 X2 + C3 X3 + ......................... + Cn Xn
2) Fungsi-fungsi batasan dapat dikelompokan menjadi 2 (dua), yaitu :
 Fungsi batasan fungsional, yaitu fungsi-fungsi batasan sebanyak m, yaitu :
a11 X1 + a12 X2 + a13 X3 + .......................... + a1m Xm
 Fungsi batasan non negatif (non negative constraints), yaitu fungsi-fungsi
batasan yang dinyatakan dengan X1  0.
3) Variabel-variabel X 1 disebut sebagai variabel keputusan (decisions
variables).
4) aij , bi dan Cj , yaitu masukan-masukan (input) konstan, disebut sebagai
parameter model.

E. METODA GRAFIK

Metoda grafik hanya dapat digunakan dalam pemecahan masalah


Program Linier yang berdimensi 2 x n atau m x 2, karena keterbasan
kemampuan grafik dalam menyampaikan sesuatu. Hal ini merupakan
persyaratan mutlak untuk dapat digunakannya metoda grafik.
Langkah-langkah penggunaan metoda grafik :

86
1. Menentukan fungsi tujuan dan memformulasikannya kedalam bentuk
matematis.
2. Mengidentifikasi batasan-batasan yang berlaku dan memformulasikannya
kedalam bentuk matematis.
3. Menggambarkan masing-masing garis fungsi batasan kedalam sumbu
salib.
4. Mencari titik yang paling menguntungkan (optimal) dihubungkan dengan
fungsi tujuan.
Contoh :
Perusahaan sepatu “RINI” membuat 2 (dua) macam sepatu merk G1 dan G2.
Untuk membuat sepatu tersebut perusahaan mempunyai 3 (tiga) buah mesin
yaitu :
 Mesin 1 khusus untuk membuat sosl sepatu G1.
 Mesin 2 khusus untuk membuat sol sepatu G2.
 Mesin 3 untuk membuat bagian atas semua jenis sepatu (G1 dan G2).
Setiap lusin sepatu G1 mula-mula dikerjakan di Mesin 1 selama 2 jam, kemudian
dikerjakan di Mesin 3 selama 6 jam. Sedangkan sepatu G2 mula-mula dikerjakan
di Mesin 2 selama 3 jam, kemudian dikerjakan di Mesin 3 selama 5 jam.
Jam kerja maksimum setiap hari untuk Mesin 1 adalah 8 jam, Mesin 2 adalah 15
jam dan Mesin 3 adalah 30 jam.
Sumbangan terhadap laba atau keuntungan untuk setiap lusin sepatu G1 adalah
Rp.30.000,- sedangkan sepatu G2 adalah Rp.50.000,-.
Berapa lusin sebaiknya perusahaan sepatu membuat sepatu G1 dan G2 agar
bisa memaksimalkan keuntungan atau labanya ?
Penyelesaian :
Susun data tersebut ke dalam bentuk tabel Program Linier, yaitu sebagai berikut
Tabel 7.4 Data perusahaan sepatu “RINI”
M Kapasitas
erk G1 G2 Maksimum
Mesin

1 2 0 8
2 0 3 15
3 6 5 30

Sumbangan

“ORSA” 87
terhadap laba 3 5
dalam puluhan ribu
rupiah.

X1 = jumlah sepatu Merk G1 yang akan dibuat tiap hari.


X2 = jumlah sepatu Merk G2 yang akan dibuat tiap hari.
Z = jumlah sumbangan dari seluruh sepatu yang akan dibuat.

Fungsi Tujuan :
Maksimumkan Z = 3X1 + 5X2
Dengan batasan :
(1) 2X1  8
(2) 3X2  15
(3) 6X1 + 5X2  30
X1 dan X2  0

Selanjutnya gambarkan fungsi-fungsi tersebut ke dalam bentuk grafik.


Gambar 7.1 Grafik fungsi tujuan dan batasan perusahaan sepatu “RINI”
X2

2X1 = 8
8

6 C (5/6 , 5) 3X 2 = 15
D
4 6X1 + 5X2 = 30

2
B (4 , 6/5)
0
2 A 4p q 6 8 10 X2

Daerah yang diarsir merupakan daerah fisibel atau daerah yang memenuhi atau
sesuai dengan batasan-batasan yang ada, atau merupakan daerah yang

88
menunjukan dimana kemungkinan-kemungkinan kombinasi X1 dan X2 yang
optimal, dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

a. Dengan menggambarkan fungsi tujuan.


Cara ini disebut juga dengan trial and error, karena disini kita melakukan coba-
coba hingga pada akhirnya titik yang optimal tersebut ditemukan.
Disini kita menentukan nilai tujuan Z dengan coba-coba, misalnya kita tentukan
Z = 10, selanjutnya kita gambarkan Z = 10 = 3X 1 + 5X2 pada grafik tadi,
tujuannya adalah untuk mengetahui apakah ada nilai (X 1 , X2) di dalam daerah
fisibel yang akan mendapatkan Z = 10.
Ternyata pada gambar 6.1 terlihat bahwa dengan menggambarkan 3X 1 + 5X2 =
10, terdapat lebih satu titik pada garis tersebut yang terletak di dalam daerah
fisibel, dengan kata lain belum diperoleh titik yang optimal. Untuk itu kita perlu
menggesernya ke kanan yaitu dengan memperbesar nilai Z.
Misalnya kita tetapkan nilai Z = 20, selanjutnya kita gambarkan lagi pada grafik
tersebut garis Z = 20 = 3X 1 + 5X2 , ternyata dengan menggambarkan garis
inipun masih terdapat lebih dari satu titik pada garis tersebut yang terletak pada
daerah fisibel, sehingga perlu digeserkan lagi ke kanan, atau dengan lebih
memperbesar lagi nilai Z.
Sampai pada akhirnya ditemukan dengan nilai Z = 27 1/2 = 3X1 + 5X2 ternyata
garis tersebut menyinggung daerah fisibel pada titik C (5/6 , 5).
Dengan demikian maka kombinasi optimalnya adalah X 1 = 5/6 dan X2 = 5,
dengan Z maksimal sebesar 271/2.

b. Dengan membandingkan nilai Z yang dihasilkan pada titik-titik yang berada


pada daerah fisibel, dan yang nilai Z nya tertinggi itulah titik yang menunjukan
titik yang optimal.
1) Titik 0
Pada titik ini nilai X1 = 0, X2 = 0 . Maka Z nya pun = 0.
2) Titik A
Pada titik A, nilai X1 = 4, X2 = 0
Maka Z = (3 x 4) + (5 x 0) = 12.
3) Titik B

“ORSA” 89
Pada titik B, nilai X1 = 4 , nilai X2 dicari dengan cara mensubstitusikan nilai X 1
= 4 ke dalam fungsi batasan (3), maka : (6 x 4) + 5X 2 = 30. Diperolek nilai X 2
= 6/5.
Dengan nilai X1 = 4 dan X2 = 6/5 , maka diperoleh Z = (3 x 4) + (5 x 6/5) =
18.
4) Titik C
Pada titik C, nilai X2 = 5, nilai X1 dicari dengan mensubstitusikan nilai X1 = 5
ke dalam fungsi batasan (3), maka (6 x X1) + (5 x 5) = 30. Diperoleh nilai X1 =
5/6.
Dengan nilai X1 = 5/6 dan X2 = 5, maka Z = (3 x 5/6) + (5 x 5) = 27 1/2.
5) Titik D
Pada titik D, nilai X1 = 0 dan X2 = 5.
Nilai Z = (3 x 0) + (5 x 5) = 25.
Dari kelima alternatif tersebut yang mempunyai nilai Z terbesar adalah pada titik
C yang terletak pada kombinasi X 1 = 5/6 dan X2 = 5, dimana besarnya Z =
271/2. Jadi titik C merupakan titik yang optimal.
Dengan demikian keputusannya adalah pabrik sepatu “RINI” sebaiknya
memproduksi sepatu Merk G1 sebanyak 5/6 lusin dan G2 sebanyak 5 lusin
setiap harinya, untuk mendapatkan laba atau keuntungan yang maksimal
sebesar Rp.275.000,- tiap harinya.

F. METODA SIMPLEX

Metoda simplex merupakan suatu cara dalam Program Linier yang dipakai
untuk menentukan kombinasi optimal dari 3 variabel atau lebih.
Bila variabel keputusan yang dikandung tidak terlalu banyak masalah, dapat
diselesaikan dengan suatu algoritma yang biasanya disebut metoda simplex
tabel. Namun bila variabel keputusannya terlalu banyak, maka pemecahannya
dengan menggunakan bantuan komputer.

Langkah-langkah Metoda Simplex :


a. Merubah fungsi tujuan dan batasan-batasannya.
Fungsi tujuan dirubah menjadi fungsi implisit, artinya semua C j Xij kita geser ke
kiri.

90
Contoh : Lihat soal perusahaan sepatu “RINI”.
Fungsi tujuan Z = 3X1 + 5X2 dirubah menjadi Z - 3X1 - 5X2 = 0.
Pada bentuk standar semua batasan mempunyai tanda  . Ketidaksamaan ini
dirubah menjadi kesamaan dan ditambahkan dengan variabel slack.
Variabel slack adalah variabel tambahan yang mewakili tingkat pengangguran
atau kapasitas yang merupakan batasan.
Simbol variabel slack adalah Xn+1 , Xn+2 , ........................ + Xn+m .
Karena tingkat atau hasil kegiatan yang ada diwakili oleh X 1 dan X2 , maka
variabel slack dimulai dari X3 , X4 dan seterusnya.
Dengan demikian fungsi batasan dirubah menjadi :
(1) 2X1  8 menjadi 2X1 + X3 = 8
(2) 3X2  15 menjadi 3X2 + X4 = 15
(3) 6X1 + 5X2  30 menjadi 6X1 + 5X2 + X5 = 30
Berdasarkan perubahan tersebut formulasi fungsi tersebut adalah sebagai
berikut :
Fungsi tujuan :
Maksimumkan Z - 3X1 - 5X2
Batasan-batasan : (1) 2X1 + X3 = 8
(2) 3X2 + X4 = 15
(3) 6X1 + 5X2 + X5 = 30

b. Menyusun persamaan-persamaan di dalam tabel.


Susunlah formulasi fungsi yang telah dirubah ke dalam tabel simplex.
Tabel 7.5 Bentuk Tabel Simplex
Variabel
dasar Z X1 X 2 ................ Xn Xn+1 Xn+2 .........
NK
Xn+m

Z 1 -C1 -C2 ................ -Cn 0 0 ..........


0
Zn+1 0 0
Zn+2 0 a11 a 12 .............. a1n 1 b1
. . 0 .......... 0
b2
Zn+m 0 a21 a 22 ............... a2n 0
1 .......... 0 .
. . ............... . . . .........
bm
.. .
am1 am2 .............. amn 0
0 ............ 1

“ORSA” 91
NK adalah “nilai kanan” persamaan, yaitu nilai di belakang tanda sama dengan
(=).
Untuk batasan (1) sebesar 8, batasan (2) sebesar 15 dan batasan (3) sebesar
30.
Variabel dasar adalah variabel yang nilainya sama dengan sisi kanan dari
persamaan.
Pada persamaan 2X1 + X3 = 8, kalau belum ada kegiatan apa-apa, berarti nilai
X1 = 0, dan semua kapasitas masih menganggur, maka pengangguran ada 8
satuan, atau nilai X3 = 8.
Pada tabel 5.6 di bawah variabel dasar (X 3, X4, X5) pada fungsi tujuan pada
tabel permulaan ini harus = 0, dan nilainya pada batasan-batasan bertanda
positif.
Tabel 7.6 Data perusahaan sepatu “RINI” dalam tabel Simplex pertama
Variabel
Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK

Z 1 -3 -5 0 0 0 0
X3 0 2 0 1 0 0 8
X4 0 0 3 0 1 0 15
X5 0 6 5 0 0 1 30

Setelah data disusun dalam tabel di atas selanjutnya diadakan perubahan-


perubahan agar dapat dicapai titik optimal.

c. Memilih kolom kunci


Kolom kunci adalah kolom yang merupakan dasar untuk merubah tabel simplex.
Pilihlah kolom yang mempunyai nilai pada baris fungsi tujuan yang bernilai
negatif dengan angka terbesar. Dalam hal ini adalah kolom X2 dengan nilai pada
garis persamaan tujuan -5. Berilah tanda segi empat pada kolom X 2.
Kalau suatu tabel sudah tidak memiliki nilai negatif pada baris fungsi tujuan,
berarti tabel itu tidak bisa dioptimalkan lagi (sudah optimal).

92
Tabel 7.7 Pemilihan kolom kunci
Variabel
Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK Keterangan
Z 1 -3 -5 0 0 0 0
X3 0 2 0 1 0 0 8
X4 0 0 3 0 1 0 15 15/3 = 5 (min)
X5 0 6 5 0 0 1 30 30/5 = 6

d. Memilih baris kunci


Baris kunci adalah baris yang merupakan dasar untuk merubah tabel. Untuk itu
terlebih dulu carilah indeks tiap-tiap baris denga rumus sebagai berikut :

Indeks = Nilai kolom NK : Nilai kolom kunci

Untuk baris batasan (1) besarnya indeks adalah 8 : 0 =  , baris batasan (2)
besarnya indeks adalah 15 : 3 = 5, dan baris batasan (3) besarnya indeks
adalah 30 : 5 = 6.
Pilihlah baris yang mempunyai indeks positif dengan angka terkecil. Kemudian
berilah tanda segi empat pada baris kunci tersebut.
Tabel 7.8 Cara merubah nilai baris kunci
Variabel
dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK

Z 1 -3 -5 0 0 0 0
X3 0 2 0 1 0 0 8
X4 0 0 3 0 1 0 15
X5 0 6 5 0 0 1 30
Z 1
X3 0 0 1 0 1/3 0 5
X2 0
X5 0
e. Merubah nilai-nilai baris kunci

“ORSA” 93
Nilai baris kunci dirubah dengan cara membaginya dengan angka kunci lihat
bagian bawah tabel 5.8 yaitu 0/3 = 0 , 3/3 = 1 , 0/3 = 0 , 1/3 = 1/3 , 0/3 = 0 dan
15/3 = 5.
Gantilah variabel dasar pada baris itu dengan variabel yang terdapat di bagian
atas kolom kunci (X2).

f. Merubah nilai-nilai selain pada baris kunci

Baris baru = Baris lama - koefisien pada kolom kunci x nilai baru baris kunci

Untuk data di atas, nilai baru baris pertama (Z) sebagai berikut :
 -3 -5 0 0 0, 0 
(-5)  0 1 0 1/3 0, 5  (-)
Nilai baru =  -3 0 0 5/3 0. 25 

Baris kedua batasan (1) :


 2 0 1 0 0, 8 
(0)  0 1 0 1/3 0, 5  (-)
Nilai baru =  2 0 1 0 0. 8 

Baris keempat batasan (2) :


 6 5 0 0 1, 30 
(5)  0 1 0 1/3 0, 5  (-)
Nilai baru =  6 0 0 -5/3 0. 5 

Selanjutnya nilai-nilai tersebut dimasukan ke dalam tabel 7.8 bagian bawah tabel
tersebut, hasilnya lihat pada tabel 7.9 berikut.

Tabel 7.9 Tabel pertama nilai lama dan tabel kedua nilai baru
Variabel

94
dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK
Z 1 -3 -5 0 0 0 0
X3 0 2 0 1 0 0 8
X4 0 0 3 0 1 0 15
X5 0 6 5 0 0 1 30
Z 1 -3 0 0 5/3 0 25
X3 0 2 0 1 0 0 8
X2 0 0 1 0 1/3 0 5
X5 0 6 0 0 -5/3 1 5

g. Melanjutkan perbaikan-perbaikan atau perubahan-perubahan


Ulanglah perbaikan-perbaikan mulai langkah c sampai langkah f untuk
memperbaiki tabel-tabel yang telah dirubah atau diperbaiki nilainya. Perubahan
baru berhenti setelah pada baris pertama (fungsi tujuan) tidak ada yang bernilai
negatif.
Tabel 7.10 Kolom dan baris dari tabel hasil perbaikan pertama, dan nilai baru baris kunci hasil
perbaikan kedua
Variabel
Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK
Z 1 -3 0 0 5/3 0 25
X3 0 2 0 1 0 0 8 ---> 8/2 = 4
X2 0 0 1 0 1/3 0 5
X5 0 6 0 0 -5/3 1 5 --> 5/6
Z 1
X3 0
X2 0
X5 0 1 0 0 -5/18 1/8 5/6

Nilai baru baris-baris yang lain kecuali baris kunci sebagai berikut :
Baris ke 1 :
 -3 0 0 5/3 0, 25 
(-3)  1 0 0 -5/18 1/6, 5/6  (-)
Nilai baru :  0 0 0 5/6 1/2, 271/2 

“ORSA” 95
Baris ke 2 :
 2 0 1 0 0, 8 
(2)  1 0 0 -5/18 1/6, 5/6  (-)
Nilai baru :  0 0 1 5/9 -1/3, 61/3 

Baris ke 3 tidak berubah, karena nilai pada kolom kunci = 0.

Selanjutnya kita lihat pada tabel berikut.


Tabel 7.11 Hasil perubahan atau perbaikan kedua
Variabel
Dasar Z X1 X2 X3 X4 X5 NK

Z 1 0 0 0 5/6 1/2 271/2


X3 0 0 0 1 5/9 -1/3 61/3
X2 0 0 1 0 1/3 0 5
X1 0 1 0 0 -5/18 1/6 5/6

Kalau dilihat pada baris pertama (Z) tidak ada lagi nilai negatif, semuanya
positif, berarti tabel tersebut tidak dapat dioptimalkan lagi, sehingga hasil dari
tabel tersebut sudah merupakan hasil yang optimal.
Kesimpulannya adalah :
X1 = 5/6, Sehingga produksi sepatu merek G1 = 5/6 lusin per hari.
X2 = 5, Sehingga produksi sepatu merk G2 = 5 lusin per hari.
Z maksimum = 271/2, artinya keuntungan yang akan diperoleh sebesar
Rp.275.000,-/hari.

Soal latihan:
3. A firm has 280 machine-hours and 320 labour-hours available per
week. It produces two products, and we have the following data:
Product 1: Profit per unit produced = $4. Use of machine-hours per unit
produced = 2. Use of labour-hours per unit produced = 4.

96
Product 2: Profit per unit produced = $14. Use of machine-hours per unit
produced = 4. Use of labour-hours per unit produced = 2.
The firm has established a minimum level of employment policy requiring at
least 200 labour-hours to be used weekly. Assuming that the firm wishes to
maximize profits, formulae this as a linier programming problem and solve at
using the simplex method.

Kegiatan 7. METODE PERAMALAN


A. PENGERTIAN

Ramalan adalah suatu kondisi atau situasi yang diperkirakan akan terjadi pada
masa yang akan datang. Peramalan adalah suatu kegiatan untuk
memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Sedangkan metode peramalan adalah cara untuk memperkirakan secara
kuantitatif apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara sistematis
dan pragmatis, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. (Assauri,1984)

Kegunaan metode peramalan adalah sebagai berikut :


 Untuk dapat memperkirakan secara sistematis dan pragmatis keadaan yang
akan datang yang dapat memberikan obyektivitas yang lebih besar.
 Dapat memberikan urutan pengerjaan dan pemecahan atas pendekatan
masalah dalam suatu peramalan.
 Dapat memberikan cara pengerjaan yang teratur dan terarah.
 Dapat memberikan hasil peramalan dengan tingkat kepercayaan yang lebih
besar.

B. JENIS-JENIS METODE PERAMALAN

Pada dasarnya metoda peramalan kuantitatif dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :


a. Metoda peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisis pola
hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu.
Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah :

“ORSA” 97
 Metoda Smoothing, metode ini digunakan untuk mengurangi
ketidakteraturan musiman dari data yang lalu maupun kedua-duanya,
dengan cara membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu.
Data yang dibutuhkan untuk untuk penggunaan metode ini minimum
selama 2 (dua) tahun. Ketepatan (accuracy) dari metode ini akan lebih
baik bila digunakan untuk peramalan jangka pendek. Metode ini
digunakan untuk perencanaan dan pengendalian produksi dan
persediaan, perencanaan keuntungan, perencanaan keuangan, dsb.

 Metode Box Jenkins, merupakan metode yang menggunakan dasar deret


waktu dengan model matematis, agar kesalahan yang terjadi dapat
sekecil mungkin. Metode ini sangat baik ketepatannya untuk peramalan
jangka pendek. Data yang dibutuhkan minimum 2 tahun. Metode ini
digunakan untuk peramalan dalam perencanaan dan pengendalian
produksi.

 Metode Proyeksi Trend dengan Regresi, yaitu merupakan dasar garis


trend untuk suatu permasalahan matematis, sehingga dengan dasar
persamaan tersebut dapat diproyeksikan hal yang diteliti untuk masa
depan. Metode ini sangat baik untuk peramalan jangka pendek maupun
jangka panjang. Data yang dibutuhkan adalah data tahunan dan minimum
5 (lima) tahun. Metode ini digunakan untuk penyusunan rencana
ekspansi, rencana investasi, rencana pembangunan dll.

b. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisis pola


hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang
mempengaruhinya yang bukan variabel waktu, atau dikenal dengan metode
sebab akibat (causal methods) atau korelasi. Termasuk ke dalam kelompok
metode ini adalah sebagai berikut :
 Metode regresi dan korelasi, metode ini didasarkan pada penetapan
suatu persamaan estimasi menggunakan tehnik “least squares”.
Peramalan ini sangat baik untuk digunakan dalam peramalan jangka
pendek. Data yang dibutuhkan adalah data kuartalan dan beberapa tahun
yang lalu. Metode ini banyak digunakan untuk peramalan penjualan,

98
perencanaan keuntungan, peramalan permintaan, dan peramalan
keadaan ekonomi.

 Metode ekonometri, didasarkan atas peramalan pada sistem persamaan


regresi yang diestimasikan secara simultan. Metode ini baik digunakan
untuk peramalan jangka pendek maupun jangka panjang. Data yang
dibutuhkan adalah data kuartalan selama beberapa tahun. Metode ini
selalu digunakan untuk peramalan penjualan menurut kelas produk, atau
peramalan keadaan ekonomi masyarakat, seperti permintaan, harga dan
penawaran.

 Model input-output, yaitu model yang dipergunakan untuk menyusun


proyeksi trend ekonomi jangka panjang. Model ini sangat baik digunakan
untuk peramalan jangka panjang. Data yang dibutuhkan adalah data
tahunan selama sekitar 10 (sepuluh) sampai 15 (lima belas) tahun. Model
ini banyak digunakan untuk peramalan penjualan perusahaan, penjualan
sektor industri dan subsektor produksi dari sektor industri.

C. METODE SMOOTHING

a. Metode rata-rata kumulatif


Metode ini menggunakan pendekatan dan analisisnya pada seluruh data masa
lalu yang dijadikan dasar dalam penyusunan ramalan masa yang akan datang.
Jadi seluruh data masa lalu mempengaruhi nilai ramalan masa datang, sehingga
ramalan untuk bulan depan misalnya ditentukan oleh data atau fakta yang telah
terjadi pada bulan-bulan sebelumnya.

Contoh :
Seseorang akan meramalkan besarnya kebutuhan satu jenis bahan pada bulan
Mei 1998, sebagai dasar penentuan rencana persediaan. Data pengeluaran
bahan tersebut pada bulan Januari, Februari, Maret dan April, masing-masing
adalah 45 unit, 56 unit, 51 unit dan 60 unit.

Pemecahan :

“ORSA” 99
Dari data tersebut dapat diramalkan bahwa kebutuhan bahan pada bulan Mei
adalah sebagai berikut : (45 + 56 + 51 + 60) : 4 unit = 53 unit.
Selanjutnya bila ternyata pada bulan Mei realisasinya adalah 58 unit, maka
untuk bulan Juni pengeluarannya diramalkan sebesar : (45 + 56 + 51 + 60 +
58) : 5 unit = 54 unit.

Metode ini dapat mengurangi kesalahan ramalan error, kesalahan kuadrat rata-
rata (mean square error) dan ramalan tersebut adalah hasil bagi dari jumlah
kesalahan ramalan kuadrat dengan banyaknya ramalan, yaitu 949 : 8 = 119
unit. Sedangkan kesalahan ramalan adalah hasil bagi jumlah kesalahan ramalan
kuadrat dengan “degree of freedom”, yaitu banyaknya ramalan dikurangi dengan
2 (dua) atau   e12 /n - 2 , yaitu  949/8 - 2 = 12,576 = 13 unit. Lihat tabel 8.1
berikut ini.
Tabel 8.1 Rata-rata kumulatif sebagai ramalan kebutuhan satu jenis bahan
Bulan Pengeluaran Ramalan atas dasar Kesalaha Kesalahan
/ kebutuhan rata-rata kumulatif n ramalan
ramalan kuadrat

Januari 45 - - -
Februari 56 45 11 121
Maret 51 51 0 0
April 60 51 9 81
Mei 58 53 5 25
Juni 54 54 0 0
Juli 75 54 21 441
Agustus 41 57 -16 256
September 60 55 5 25

Kesulitan dari penggunaan metode ini adalah oleh karena ramalan yang disusun
didasarkan pada nilai rata-rata dari seluruh data realisasi yang telah lalu, maka
untuk penyusunan ramalan periode yang berikut digunakan data yang lebih
banyak, sehingga makin lama peramalan dilakukan, maka data yang digunakan
makin banyak pula. Hal ini sudah tentu akan menimbulkan kesulitan dalam
penyimpanan data (storage).
b. Metode rata-rata bergerak
Tujuan utama dari penggunaan metode ini adalah untuk menghilangkan atau
mengurangi acakan (randomness) dalam deret waktu.

100
Caranya adalah sebagai berikut :
 Pilihlah jumlah periode yang akan digunakan untuk menghitung rata-rata
beregerak. Jumlah ini (N) dinamakan order dari rata-rata bergerak.
 Ambilah permintaan rata-rata untuk N periode yang paling akhir. Permintaan
rata-rata ini kemudian menjadi ramalan untuk periode berikutnya.

Contoh :
Pada bulan Februari, Maret, April, Mei dan Juni data permintaan suatu produk
adalah 90, 80, 120, 100 dan 80. Kita ingin meramal permintaan untuk bulan Juli.

Pemecahan :
Pilihlah N, misalnya kita tentukan N = 4. Nilai N lebih besar akan mempunyai
efek meratakan atau smoothing yang lebih besar atas fluktuasi acak dalam
permintaan. Nlai N lebih kecil akan menekan permintaan yang lebih baru.
Perhatikan jika nilai N = 1 akan membuat angka permintaan periode berjalan
menjadi ramalan untuk periode berikutnya.
Ramalan permintaan bulan Juli = (Permintaan bl.Maret + April + Mei + Juni ) : 4
=
= (80 + 120 + 100 + 80) : 4 = 96 unit.
Selanjutnya andaikan permintaan aktual bl.Juli adalah 100 unit, maka ramalan
permintaan bl.Agustus = (120 + 100 + 80 + 96) : 4 = 100 unit.

Contoh lain lihat tabel 8.2 berikut.

Tabel 8.2 Peramalan pemakaian listrik di Daerah “X” selama tahun 1981 (dlm 000 kwh)
Bulan Periode/ Nilai observasi Rata-rata Rata-rata
waktu bergerak 3 bergerak 4
bulanan bulanan

Januari 1 250,0 - -
Februari 2 160,0 - -
Maret 3 210,0 - -
April 4 215,5 206,7 -
Mei 5 315,0 195,2 -
Juni 6 180,5 246,8 230,1
Juli 7 175,0 237,0 216,2

“ORSA” 101
Agustus 8 150,0 223,5 219,2
September 9 240,0 168,5 207,2
Oktober 10 307,0 188,3 212,1
November 11 275,0 232,3 210,5
Desember 12 - 274,0 229,4

D. METODE PERATAAN EKSPONENSIAL

a. Kapan penggunaan perataan eksponensial dilakukan ?


Penggunaan metode ini paling sesuai pada kondisi sebagai berikut :
 Cakupan waktu peramalan relatif pendek, misalnya harian, mingguan, atau
bulanan.
 Tidak banyak informasi luar yang tersedia mengenai hubungan sebab akibat
antara permintaan akan suatu mata produk dan faktor independen yang
mempengaruhinya.
 Upaya sedikit dalam peramalan dikehendaki. Usaha ini diukur baik dari
kemudahan aplikasi metode maupun dari kebutuhan komputasi untuk
mengimplementasikannya.
 Ramalan perlu disesuaikan untuk memasukan unsur keacakan (fluktuasi
permintaan diratakan) dan mencerminkan kecenderungan dan sifat
musiman).
b. Konsep dasar model perataan eksponensial
Model perataan eksponensial paling sederhana dapat digunakan bila tidak ada
komponen kecenderungan atau musiman dalam data. Jadi hanya ada
komponen-komponen horizontal, dan karena sifat keacakan permintaan
berfluktuasi disekitar “permintaan rata-rata”, yang kita namakan “basis” atau
dasar.

Basis baru = Basis sebelumnya +  (Permintaan baru - Basis sebelumnya)

Simbolnya : St = St-1 +  (Dt - St-1) Persamaan (1)

Keterangan : St = Basis baru


St-1 = Basis sebelumnya
Dt = Permintaan baru

102
 = Konstanta perataan, besarnya adalah antara 0 - 1
(biasanya nilai
yang umum dipakai adalah 0,01 sampai 0,30.
Basis baru =  (Permintaan baru) + (1-)(Basis sebelumnya)

Simbolnya : St = Dt + (1-).St-1 Persamaan (2)

Contoh :
Diketahui  = 0,10 , Sjan = 50 unit , Dfeb = 60 unit
berapa basis baru ?

Pemecahan :
Sfeb = 0,1Dfeb + (1-0,1)Sjan
= 0,1 x 60 + 0,9 x 50
= 51 unit

c. Kesalahan peramalan
Kesalahan peramalan (Forecast errors) didefinisikan sebagai :
et = Kesalahan peramalan
= Permintaan aktual untuk periode t - Peramalan untuk periode t
Kesalahan peramalan merupakan ukuran ketepatan dan menjadi dasar untuk
membandingkan kinerja model. Ukuran kesalahan yang lazim digunakan
adalah :
 Kesalahan rerata (average error, AE) = 1/N et
 Deviasi absolut rata-rata (mean absolute deviation, MAD) = 1/N   et 
 Kesalahan kuadrat rata-rata (mean squared error, MSE) = 1/N  et2
 Kesalahan persentase absolut rata-rata (mean absolute percentage error,
MAPE) = 1/N   et/Dt x 100 
Kesalahan rerata (AE) akan mendekati nol (0) untuk percontohan atau sampel
yang besar, jika tidak model yang digunakan mengandung bias. Bias
menunjukan kecenderungan sistematik untuk meramalkan permintaan terlalu
tinggi atau terlalu rendah.

“ORSA” 103
MAD memberikan informasi tambahan yang berguna dalam memilih model
peramalan dan parameter-parameternya. MAD adalah jumlah dari semua
keselahan tanpa memandang tanda aljabar, dibagi dengan jumlah observasi.

MSE memberikan informasi serupa dengan MAD, tetapi MSE menghukum


(penalize) kesalahan yang besar. MSE dihitung dengan menjumlahkan
kesalahan-kesalahan kuadrat individual dan membaginya dengan jumlah
obervasi.

MAPE adalah ukuran relatif yang dihitung dengan membagi kesalahan


peramalan untuk periode t dengan permintaan aktual untuk periode t dan
karenanya menghitung kesalahan persentase pada periode t. MAPE
memberikan gambaran kepada kita tentang seberapa jauh peramalan meleset
sebagai persentase dari permintaan.
Kesalahan peramalan pada periode t
% kesalahan pada periode t = x 100
Permintaan pada periode t

Tabel 8.3 Perhitungan 4 (empat) ukuran kesalahan peramalan


Periode Permintaan Peramalan Kesalahan (kesalahan %
)2 Kesalahan

1 20 18 +2 4 + 10,00
2 30 25 +5 25 + 16,67
3 10 15 -5 25 - 50,00
4 40 30 + 10 100 + 25,00
5 30 35 -5 25 + 16,67

Kesalahan rerata (AE) = ( 2+5-5+10-5) : 5 = 1,4


MAD = (2+5+5+10+5) : 4 = 5,4
MSE = (4+25+25+100+25) : 5 = 35,8
MAPE = (10+16,67+50+25+16,67) : 5 = 23,6%

Persentase kesalahan dijumlahkan dengan mengabaikan tanda aljabar dan


jumlah ini kemudian dibagi dengan jumlah observasi untuk mendapatkan MAPE.

104
E. ANALISIS REGRESI SEDERHANA

Regresi sederhana adalah suatu pola hubungan yang merupakan fungsi, dimana
hanya terdapat 1 (satu) variabel yang menentukan atau variabel bebas.
Notasi matematisnya adalah : Y = f (X)
Y adalah variabel yang diramal atau dependent variable.
X adalah variabel bebas atau indepndent variable.
Pola hubungan tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
 Analisis atau model deret waktu (time series).
 Analisis atau model sebab akibat (cross secrtion).

a. Analisis Regresi Linier Sederhana


Notasi Regresi sederhana adalah : Y = a + bX
(ΣX²)(ΣY) – (ΣX)(ΣXY)
a =
nΣX² - (ΣX)²

n XY - (ΣX)(ΣY)
b =
n X2 - (ΣX)2
n adalah jumlah observasi.
a dan b adalah parameter atau koefisien regresi.
Tabel 8.3 Data dan perhitungan untuk analisis regresi Delicious Fried Chicken
Tahun Penjualan Penjualan industri XY X2 Y2
Toko (10 ribu (juta dolar)
dolar)

1 9 2 18 4 81
2 14 4 56 16 196
3 16 4 64 16 256
4 18 6 108 36 324
5 19 6 114 36 361
6 20 6 120 36 400
7 18 7 126 49 324
8 21 7 147 49 441
9 22 8 176 64 484
10 23 10 230 100 529
Jumla 180 60 1.159 409 3.396
h

Dari tabel 8.3 kita akan dapat menghitung :

“ORSA” 105
10x1.159 - 180x60 409x180 – 60x1.159
b = = 1,61 a= = 8,33
10x409 - 602 10x409 - 60²
 Garis regresinya adalah Y = a + bX = 8,33 + 1,61X
Jika perkiraan penjualan industri pada tahun ke 11 adalah $10 juta, maka
penjualan toko diramalkan sebagai berikut :
Y = 8,33 + 1,61 x 10 = 24,43 atau 24,43 x $10.000 = $ 244.300,-

Tabel 8.4 Data dan perhitungan regresi penjualan produk A


Tahun Penjualan X X² Y² XY
(unit) Y
1996 110 0 0 12100 0
1997 125 1 1 15625 125
1998 120 2 4 14400 240
1999 135 3 9 18225 405
2000 140 4 16 19600 560
2001 160 5 25 25600 800
Jumlah 790 15 55 105550 2130

Dari tabel 8.4 dapat dihitung:


55x790 – 15x2130 6x2130 – 790x15
a= = 109,5 b= = 9,33
6x55 – 15x15 6x 55 – 15x15
Jadi garis regresinya adalah Y = a + bX = 109,5 + 9,33X
Sehingga untuk perkiraan tahun 2002 penjualannya adalah = 109,5 + 9,33x6 =
165,5

F. METODE VARIASI MUSIM


Dalam menyusun ramalan jangka pendek dan sedang, perlu diperhatikan
adanya pengaruh variasi musim. Yang dimaksud adalah fluktuasi di sekitar grais
trend yang berulang secara teratur dalam periode yang sama pada setiap tahun.
Variasi musim ini dapat disebabkan oleh faktor alami dan faktor non-alami
seperti agama, budaya, pemerintahan dsb.
Tehnik peramalan yang digunakan adalah tehnik dekomposisi yaitu tehnik yang
mendasarkan penganalisaan untuk mengidentifikasi 3 (tiga) faktor utama, yaitu :

106
 Faktor trend, yaitu merupakan pergerakan yang mendasar pada jangka
panjang dari suatu deret waktu.
 Faktor musim, yaitu merupakan pola berkala yang teratur dan terdapat dalam
suatu deret data yang sifatnya tahunan.
 Faktor siklus, yaitu merupakan suatu pola berkala dalam data deret waktu
yang terjadi dan berulang kembali setelah suatu masa dalam beberapa
tahun.
a. Model Dekomposisi
Model dekomposisi mendasarkan asumsi bahwa data yang ada merupakan
gabungan dari beberapa komponen, yaitu :

Data = Pola + Kesalahan (error)


= f(trend, musim, siklus) + error

Unsur error adalah perbedaan dari kombinasi hasil dari ketiga komponen dari
suatu deret data dengan data sebenarnya (aktual).
Konsep dasar dari dekomposisi adalah data empiris di mana yang pertama
adalah adanya pergeseran musim, kemudian trend dan terakhir siklus.
Bentuk model dekomposisi adalah sebagai berikut :

Xt = f(St, Tt, Ct, It)

Keterangan :
Xt = Nilai deret waktu (actual data) pada periode t.
St = Komponen musiman atau indeks musiman pada periode t.
Tt = Komponen trend pada periode t.
Ct = Komponen siklus pada periode t.
It = Komponen irreguler atau error pada periode t.

b. Tehnik dekomposisi suatu deret waktu


Langkah-langkah tehnik dekomposisi :
1) Untuk deret data yang sebenarnya, Xt dihitung dengan metode rata-rata
bergerak yang mempunyai panjang masa N, yang sama dengan panjang atau
lamanya musiman.

“ORSA” 107
2) Memisahkan hasil rata-rata bergerak dengan N periode pada butir 1, dari
deret data asalnya untuk dapat diperoleh trend dan siklus.
3) Memisahkan faktor atau komponen musim dengan merata-ratakannya untuk
setiap periode agar dapat membuat panjang yang tepat dari musiman.
4) Mengidentifikasi bentuk yang tepat dari trend (linier, eksponensial, scurve,
dll) dan menghitung nilai-nilai pada periode t.
5) Memisahkan hasil yang diperoleh pada butir atau tahap kedua dari yang
keempat (nilai kombinasi trend dan siklus) untuk dapat memperoleh faktor
siklus.
6) Memisahkan faktor musiman, trend dan siklus dari deret data asal untuk
memperoleh faktor acakan yang tersisa I t.
Xt
Indeks Musim =
Rata-rata bergerak di tengah-tengah atas X t
t = bulan ke t
Xt = data aktual tiap bulan
Rata-rata bergerak di tengah-tengah atas X t = tengah-tengah bulan dari rata-
rata bergerak.
Contoh :
Tabel 8.5 Kunjungan dari sebuah RS “RINI”
Bulan 1977 1978 1979 1980 1981 1982

Januari 5.452 6.817 5.236 6.792 5.480 6.591


Februari 3.897 4.209 3.913 4.307 3.786 4.401
Maret 3.621 3.398 3.720 3.581 3.726 3.673
April 3.802 3.562 3.783 3.729 3.787 3.427
Mei 2.970 3.401 3.006 3.748 3.089 3.826
Juni 3.067 3.245 3.121 3.324 3.108 3.481
Juli 4.896 5.682 5.016 5.490 5.003 5.719
Agustus 4.002 4.917 4.123 4.726 4.217 4.732
Septmber 3.679 3.827 3.502 4.013 3.513 4.111
Oktober 5.826 6.298 5.761 6.492 5.700 6.827
Novmber 4.093 4.214 4.129 4.010 4.016 3.987
Desmber 3.527 3.897 3.681 3.978 3.583 3.945

Jumlah 48.832 53.467 48.991 54.190 49.008 54.720


Kita tentukan pola musim adalah 12 bulanan.
Selanjutnya hitung rata-rata bergerak 12 bulanan, seperti terlihat pada tabel 8.6.
Kolom ke 3 dihitung dengan cara:

108
Nilai Tengah total bergerak 12 bulan pada bl.Juli 1977 = Total bergerak 12 bulan
selama th.1977 + Total bergerak 12 bl.Februari 1977 s/d Januari 1978 dibagi 2.
Nilai Tengah total bergerak 12 bl.pada bl.Juli 1977 = (48.832 + 50.197) : 2 =
49.514,5
Tabel 8.6
Tahun/bula Kunjunga Total 12 Nilai Rata-rata Indeks
n n aktual bulan tengahan bergerak Musim
total 12
bulan
1977
Januari 5.452
Februari 3.897
Maret 3.621
April 3.802
Mei 2.970
Juni 3.067 48.832
Juli 4.896 50.197 49.517,5 4.126,2 1,186
Agustus 4.002 50.509 50.352,0 4.195,8 0,953
September 3.679 50.286 50.397,5 4.199,8 0,875
Oktober 5.826 50.046 50.166,0 4.180,5 1,393
November 4.093 50.477 50.261,5 4.188,5 0,977
Desember 3.527 50.655 50.566,0 4.213,8 0,837
1978
Januari 6.817 51.441 51.048,0 4.254,0 1,602
Februari 4.209 52.356 51.898,5 4.324,9 0,973
Maret 3.398 52.504 52.430,0 4.369,2 0,777
April 3.562 52.976 52.740,0 4.395,0 0,810
Mei 3.401 53.097 53.036,5 4.419,7 0,769
Juni 3.245 53.467 53.282,0 4.440,2 0,730
Juli 5.682 51.886 52.676,5 4.389,7 1,294
Agustus 4.917 51.590 51.738,0 4.311,5 1,140
September 3.827 51.912 51.781,0 4.312,6 0,887
Oktober 6.298 53.133 52.022,5 4.335,2 1,452
November 4.214 51.738 51.935,5 4.327,9 0,973
Desember 3.897 51.614 51.676,0 4.306,3 0,904
1979
Januari 5.236 50.948 51.281,0 4.273,4 1,225
Februari 3.913 50.154 50.551,0 4.212,6 0,928
Maret 3.720 49.829 49.991,5 4.165,9 0,892
April 3.783 49.292 49.560,5 4.130,0 0,915
Mei 3.006 49.207 49.249,5 4.104,1 0,732
Juni 3.121 48.991 49.099,0 4.091,6 0,762
Juli 5.016 50.547 49.769,0 4.147,4 1,209
Agustus 4.123 50.941 50.744,0 4.228,7 0,975
September 3.502 50.802 50.871,5 4.239,3 0,826
Oktober 5.761 50.748 50.775,0 4.231,2 1,361
November 4.129 51.490 51.119,0 4.259,9 0,969
Desember 3.681 51.693 51.591,5 4.299,3 0,856

“ORSA” 109
1980
Januari 6.792 52.167 51.930,0 4.327,5 1,569
Februari 4.307 52.770 52.468,5 4.372,4 0,985
Maret 3.581 53.281 53.025,5 4.418,8 0,810
April 3.729 54.012 53.646,5 4.470,5 0,834
Mei 3.748 53.893 53.952,5 4.496,0 0,833
Juni 3.324 54.190 54.041,5 4.503,5 0,738
Juli 5.490 52.879 53.534,0 4.461,2 1,230
Agustus 4.726 52.357 52.617,5 4.384,8 1,077
September 4.013 52.502 52.429,5 4.369,1 0,918
Oktober 6.492 52.560 52.531,0 4.377,6 1,483
November 4.010 51.901 52.230,5 4.352,5 0,921
Desember 3.978 51.685 51.793,0 4.316,1 0,921
1981
Januari 5.480 51.198 51.441,5 4.286,8 1,278
Februari 3.786 50.689 50.943,5 4.245,3 0,891
Maret 3.726 50.189 50.439,0 4.203,2 0,886
April 3.787 49.397 49.793,0 4.149,4 0,912
Mei 3.089 49.403 49.400,0 4.116,7 0,750
Juni 3.108 49.008 49.205,5 4.100,5 0,757
Juli 5.003 50.119 59.563,6 4.130,3 1,211
Agustus 4.217 50.734 50.426,5 4.202,2 1,003
September 3.513 50.681 50.707,5 4.225,6 0,831
Oktober 5.700 50.321 50.501,0 4.208,4 1,354
November 4.016 51.058 50.689,5 4.224,1 0,950
Desember 3.583 51.431 51.244,5 4.270,4 0,839
1982
Januari 6.591 52.147 51.789,0 4.315,7 1,527
Februari 4.401 52.662 62.404,5 4.367,0 1,007
Maret 3.673 53.260 52.961,0 4.413,4 0,832
April 3.427 54.387 53.823,5 4.485,3 0,764
Mei 3.826 54.358 54.372,5 4.531,0 0,844
Juni 3.481 54.720 54.539,0 4.544,9 0,765
Juli 5.719
Agustus 4.732
September 4.111
Oktober 6.827
November 3.987
Desember 3.945
Mengingat angka indeks musiman juga mengandung unsur acak (random), maka
untuk itu indeks musiman juga diambil rata-ratanya.
Tabel 8.7 Perhitungan indeks musiman rata-rata
Bulan 1977 1978 1979 1980 1981 1982 Rata- Indeks
rata Musiman

Jan - 1,602 1,225 1,569 1,278 1,527 1,458 1,460


Febr. - 0,973 0,928 0,985 0,891 1,007 0,962 0,964
Maret - 0,777 0,892 0,810 0,886 0,832 0,842 0,843
April - 0,810 0,915 0,834 0,912 0,764 0,852 0,853

110
Mei - 0,769 0,732 0,833 0,750 0,844 0,784 0,785
Juni - 0,730 0,762 0,738 0,757 0,765 0,752 0,763
Juli 1,186 1,294 1,209 1,230 1,211 - 1,216 1,218
Agust. 0,953 1,140 0,975 1,077 1,003 - 1,018 1,020
Sept. 0,875 0,887 0,826 0,918 0,831 - 0,864 0,866
Okt. 1,393 1,452 1,361 1,483 1,354 - 1,402 1,404
Nov. 0,977 0,973 0,969 0,921 0,950 - 0,964 0,966
Des. 0,837 0,904 0,856 0,921 0,839 - 0,866 0,868

Juml ah 11,980 12,000

Indeks musiman penyesuaian bulanan = Faktor penyesuaian x rata-rata indeks


musiman tiap bulan.
Faktor penyesuaian = 12,000 : 11,980 = 1,0016
Indeks musiman bl.Januari = 1,458 x 1,0016 = 1,460 dst.
Langkah berikutnya adalah menghitung faktor trend.
Yaitu dengan perhitungan persamaan regresi linier sederhana untuk data rata-
rata bergerak pada kolom 4 tabel 8.6.
Sebelumnya hitung dahulu parameter a dan b dengan rumus yang sudah ada.
Kemudian hitung nilai Y (faktor trend) untuk masing-masing bulan dan tahun
serta buat garis regresinya.
Tabel 8.8 Perhitungan Faktor Trend
Tahun/bulan Kunjunga Rata-rata
n actual bergerak X X² XY Y
(Y) (Faktor Trend)
1977
Januari 5.452
Februari 3.897
Maret 3.621
April 3.802
Mei 2.970
Juni 3.067
Juli 4.896 4.126,2 -30 900 -123786 3814,0
Agustus 4.002 4.195,8 -29 841 -121678,2 3926,8
September 3.679 4.199,8 -28 784 -117594,4 3939,6
Oktober 5.826 4.180,5 27 729 -112873,5 3952,4
November 4.093 4.188,5 -26 676 -108901 3965,2
Desember 3.527 4.213,8 -25 625 -105345 3978,0
1978
Januari 6.817 4.254,0 -24 576 -102096 3990,8
Februari 4.209 4.324,9 -23 529 -99472,7 4003,6
Maret 3.398 4.369,2 -22 484 -96122,4 4016,4
April 3.562 4.395,0 -21 441 -92295 4029,2
Mei 3.401 4.419,7 -20 400 -88394 4042,0
Juni 3.245 4.440,2 -19 361 -84363,8 4054,8
Juli 5.682 4.389,7 -18 324 -79014,6 4067,6
Agustus 4.917 4.311,5 -17 289 -73295,5 4080,4
September 3.827 4.312,6 -16 256 -69001,6 4093,2
Oktober 6.298 4.335,2 -15 225 -65028 4106,0

“ORSA” 111
November 4.214 4.327,9 -14 196 -60590,6 4118,8
Desember 3.897 4.306,3 --13 169 -55981,9 4131,6
1979
Januari 5.236 4.273,4 -12 144 -51280,8 4144,4
Februari 3.913 4.212,6 -11 121 -46338,6 4157,2
Maret 3.720 4.165,9 -10 100 -41659 4170,0
April 3.783 4.130,0 -9 81 -37170 4182,8
Mei 3.006 4.104,1 -8 64 -32832,8 4195,6
Juni 3.121 4.091,6 -7 49 -28641,2 4208,4
Juli 5.016 4.147,4 -6 36 -24884,4 4221,2
Agustus 4.123 4.228,7 -5 25 -21143,5 4234,0
September 3.502 4.239,3 -4 16 -16957,2 4246,8
Oktober 5.761 4.231,2 -3 9 -12693,6 4259,6
November 4.129 4.259,9 -2 4 -8519,8 4272,4
Desember 3.681 4.299,3 -1 1 -4299,3 4285,2
1980
Januari 6.792 4.327,5 0 0 0 4298,0
Februari 4.307 4.372,4 1 1 4372,4 4310,8
Maret 3.581 4.418,8 2 4 8837,6 4323,6
April 3.729 4.470,5 3 9 13411,5 4336,4
Mei 3.748 4.496,0 4 16 17984 4349,2
Juni 3.324 4.503,5 5 25 22517,5 4362,0
Juli 5.490 4.461,2 6 36 26767,2 4374,8
Agustus 4.726 4.384,8 7 49 30693,6 4387,6
September 4.013 4.369,1 8 64 34952,8 4400,4
Oktober 6.492 4.377,6 9 81 39398,4 4413,2
November 4.010 4.352,5 10 100 43525 4426,0
Desember 3.978 4.316,1 11 121 47477,1 4438,8
1981
Januari 5.480 4.286,8 12 144 51441,6 4451,6
Februari 3.786 4.245,3 13 169 55188,9 4464,4
Maret 3.726 4.203,2 14 196 58844,8 4477,2
April 3.787 4.149,4 15 225 62241 4490,0
Mei 3.089 4.116,7 16 256 65867,2 4502,8
Juni 3.108 4.100,5 17 289 69708,5 4515,6
Juli 5.003 4.130,3 18 324 74345,4 4528,4
Agustus 4.217 4.202,2 19 361 79841,8 4541,2
September 3.513 4.225,6 20 400 84512 4554,0
Oktober 5.700 4.208,4 21 441 88376,4 4566,8
November 4.016 4.224,1 22 484 92930,2 4579,6
Desember 3.583 4.270,4 23 529 98219,2 4592,4
1982
Januari 6.591 4.315,7 24 576 103576,8 4605,2
Februari 4.401 4.367,0 25 625 109175 4618,0
Maret 3.673 4.413,4 26 676 114748,4 4630,8
April 3.427 4.485,3 27 729 121103,1 4643,6
Mei 3.826 4.531,0 28 784 126868 4656,4
Juni 3.481 4.544,9 29 841 131802,1 4669,2
Juli 5.719
Agustus 4.732
September 4.111
Oktober 6.827
November 3.987
Desember 3.945

Jumlah 257544,4 -30 18124 -103527 1106312257,4

Dari tabel di atas selanjutnya menghitung faktor a dan b, dengan rumus:

112
(ΣX²)(ΣY) – (ΣX)(ΣXY) (18124)(257544,4) – (-30)(103527)
a = = =
nΣX² - (ΣX)² (60x18124) – 900

4667734705,6 + 3105810
= = 4298,8
1086540

n XY - (ΣX)(ΣY) (60 x 103527) – (-30)(257544,4)


b = = =
n X2 - (ΣX)2 (60x18124) – 900
6211620 + 7726332
= = 12,827
1086540
Menghitung factor trend bulan Juli (1977) Y = a + bX = 4298 + (12,827)(-30) =
Y = 4298 – 384 = 3914
Y Agustus (1977) = 4298 + (12,8)(-29) = 4298 – 371,2 = 3926,8 dst

Jika diperkirakan tidak ada faktor siklus, karena mungkin kesulitan dalam
mengidentifikasinya maka peramalan bisa didasarkan pada faktor musim dan
trend saja.

Nilai Ramalan = Faktor trend x Indeks musiman

Namun bila faktor siklus diperkirakan ada maka perlu dihitung faktor siklusnya.

Faktor Siklus = Faktor trend : Rata-rata bergerak

Setelah faktor siklus diperoleh untuk setiap bulan dan tahunnya, maka
selanjutnya hitung kembali faktor siklus rata-rata tiap tahunnya.
Faktor siklus bulan Juli (1977) = 3914 : 4126,2 = 0,948
Faktor siklus bulan Agustus (1977) = 3926,8 : 4.195,8 = 0,936 dst

Tabel 8.8 Hasil Perhitungan Rata-rata faktor Siklus


Bulan 1977 1978 1979 1980 1981 1982

Januari - 0,991 0,995 1,008 0,998 1,005


Februari - 1,007 0,981 1,018 0,989 1,017
Maret - 1,017 0,970 1,029 0,979 1,028

“ORSA” 113
April - 1,023 0,962 1,041 0,966 1,045
Mei - 1,029 0,956 1,047 0,959 1,055
Juni - 1,034 0,953 1,049 0,955 1,058
Juli 0,948 1,022 0,966 1,039 0,962
Agustus 0,936 1,004 0,985 1,021 0,979
September 0,938 1,004 0,987 1,017 0,984
Oktober 0,945 1,010 0,985 1,019 0,980
November 0,975 1,008 0,992 1,014 0,984
Desember 0,981 1,003 1,001 1,005 0,994
Rata-rata 0,976 1,012 0,977 1,025 0,977
Dari tabel 8.8 maka faktor siklus untuk tahun-tahun rendah adalah 0,997 dan
untuk tahun-tahun tinggi adalah 1,036.

Selanjutnya hitung nilai ramalannya dengan rumus sebagai berikut :

Nilai ramalan = Faktor trend x Indeks musim x Faktor siklus

DAFTAR RUJUKAN

1. Amsyari, Fuad; Prinsip-Prinsip dan Dasar Statistik dalam Perencanaan


Kesehatan; Ghalia Indonesia, Surabaya, 1981
2. Assauri, Sofjan ; Tehnik dan Metode Peramalan ; LPFEUI ; Jakarta ; 1984
3. Buffa, Elwood S dkk.; Manajemen Operasi dan Produksi Modern Jilid 1 ;
Binarupa Aksara ; Jakarta 1986

4. Junadi, Purnawan ; Kumpulan Bahan Kuliah ORSA ; PS-KARSUI ; Jakarta


1995
5. Miswanto dan Wing Wahyu Winarno; Analisis Manajemen Kuantitative
dengan QSB (Quantitative System for Business); STIE-YKPN; Yogyakarta;
1995

6. Sherwood, Dennis; Seeing the Forest for the Trees (A Manager’s guide to
applying systems thinking); Nicholas Brealey Publishing; London; 2002

7. Srinivasan, Bobby and C.L. Sandblom; Quantitative Analysis for Business


Decisions; Mc Graw-Hill Book Co; Singapore; 1989

8. Subagyo, Pangestu dkk.,; Dasar-Dasar Operations Research ; BPFE ;


Yogyakarta ; 1989

9. Supranto, J.; Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan ; UI-Press ;


Jakarta ; 1988

114
10. Suriasumantri, Jujun S.; Berpikir Sistem; Program Pascasarjana Universitas
Negeri Jakarta (UNJ); 2005

“ORSA” 115

Anda mungkin juga menyukai