Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN


SUSU DAN TELUR

Disusun Oleh:
Ilma Sarifah
171710101097

Asisten : 1. Lilik Krisna Mukti


2. Ika Wahyuni
3. Seno Pratama Putra
4. Afina Desi Wulandari
5. Livia Wahyuni

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Susu dan telur merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi oleh
masyarakat. Kedua bahan pangan ini kaya akan kandungan gizi. Susu dan telur
memiliki nutrisi yang mudah dicerna dan produksinya sangat tinggi di pasaran.
Susu dapat disebut dengan cairan putih yang didapatkan dari pemerahan hewan
mamalia misalnya sapi. Telur merupakan bahan pangan yang didapatkan dari
hewan unggas misalnya ayam.
Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar zat
gizi esensial ada dalam susu, daintaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin
A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena
di samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorbsi
susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002). Sedangkan telur mempunyai
kandungan protein tinggi dan mempunyai susunan protein yang lengkap, akan
tetapi lemak yang terkandung didalamnya juga tinggi. Protein telur mempunyai
mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap,
sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan
yang lain (Sudaryani, 2003).
Semakin berkembangnya teknologi, mendorong upaya untuk penanganan dan
pengolahan susu dan telur menjadi lebih berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk
memperpanjang masa simpan, diversivikasi produk dan meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan. Susu dan telur ini memiliki karakteristik sendiri, dimana
karakteristik tersebut mempengaruhi produk hasil olahannya.
Oleh karena itu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui karakteristik, sifat
fungsional, dan kualitas dari setiap bahan pangan terutama susu dan telur serta
untuk mengetahui produk olahan susu dan telur.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui perbedaan berbagai karakteristik susu dan produk olahan susu
yang meliputi pengamatan warna, bau, rasa, dan kekentalan.
2. Mengetahui nilai pH susu.
3. Mengetahui kondisi susu masih bagus atau sudah rusak.
4. Mengetahui berat jenis berbagai sampel susu dengan menggunakan alat
laktometer.
5. Mengamati kualitas eksternal dan internal telur.
6. Mengamati sifat fungsional telur sebagai emulsifier, clarifying agent,
pembentuk buih/busa.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Kompsisi Bahan


2.1.1 Susu
Susu adalah suatu sekresi kelenjar dari ternak yang sedang laktasi, yang
diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak termasuk kolostrum), dengan
tanpa penambahan atau pengurangan suatu komponen (Suardana dan Swacita,
2009). Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar
zat gizi esensial ada dalam susu, daintaranya yaitu protein, kalsium, fosfor,
vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik,
karena di samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu
absorbsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002).
Selain dikonsumsi secara langsung, susu juga mengalami berbagai macam
pengolahan.Ada beberapa jenis produk susu yang beredar dipasaran diantaranya
adalah sebagai berikut.
a. Susu segar
Susu jenis ini merupakan susu yang baru saja diperah dari peternakan. Akan
lebih baik jika sebelum dikonsumsi direbus dulu hingga mendidih. Definisi susu
segar mengacu pada SNI 01-3141-2011 (Badan Standarisasi Nasional, 2011)
adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh
dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi
atau ditambahkan sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali
pendinginan. Persyaratan susu segar yang baik yang dapat diterima oleh industri
pengolahan susu yang memiliki kandungan air 87.25% dan total solid 12.75% dari
kandungan total solid pada susu segar yang terdiri dari lemak, protein, laktosa,
dan abu (Insani dkk, 2006).
Tabel 1. Standar Mutu Susu Segar
No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Berat jenis (27,5o C) g/cm3 min 1,0280
2 Kadar Lemak % min 3,0
3 SNF % min 8,0
4 Kadar protein % min 2,7
5 Cemaran logam: ppm
- Timbal (Pb) maks 0,3
- Seng (Zn) maks 0,5
- Merkuri (Hg) maks 0,5
- Arsen (As) maks 0,5
6 Organoleptik: warna, - tidak ada perubahan
aroma, rasa, kekentalan
7 Kotoran dan benda asing - Negatif
8 Cemaran mikroba: cfu/ml
- Total kuman 1.106
- Salmonella negatif
- Eschericia coli (patogen) negatif
- Coliform 20
- Streptococcus group B negatif
- Staphylococcus aureus 100
9 Jumlah sel radang /ml maks 4.104
10 Uji Katalase cc maks 3
11 Uji Reduktase jam 2-5
12 Residu antibiotika, - Negatif
pestisida, insektisida
13 Uji alkohol (70%) - Negatif
14 pH - 6-7
15 Uji pemalsuan - Negatif
16 Titik beku oC -0,520 s/d -0,560
17 Uji Peroksidase - positif
Sumber: SNI 01-3141-1998

b. Susu Sterilisasi (UHT)


Dari berbagai jenis susu olahan, yang paling disarankan adalah susu UHT.
Susu yang diproses secara UHT dapat mempertahankan nilai gizi lebih baik
daripada pengolahan lainnya. Susu UHT disebut juga sterlisasi yaitu susu yang
dipasteurisasi dengan menggunakan Ultra High Temperature (UHT), 1430C
dalam detik, diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi (135- 1450C)
dalam waktu singkat selama 2-5 detik. Pemanasan suhu tinggi bertujuan untuk
membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen). Waktu
pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu
serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan rasa yang relatif tidak berubah,
seperti susu segarnya (Ide, 2008). Alat yang digunakan untuk sterilisasi misalnya
autoklav (kapasitas kecil) dan retrot (kapasitas besar). Metode yang digunakan
dalam proses sterilisasi ada 3 yaitu:
1) One stage (autoclave) dengan suhu 110-120o C selama 10-40 menit
2) Two stage (UHT) dengan suhu 135-155o C selama 2-5 detik
3) Continuous sterilisasi, yaitu dengan melakukan kedua metoda diatas.
Menurut Ide (2008), kelebihan susu UHT adalah umur simpannya yang sangat
panjang pada suhu kamar, yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan
tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. Susu UHT dapat bertahan selama 2
tahun tanpa disimpan dalam lemari pendingin. Namun, begitu kemasannya telah
dibuka, harus disimpan di lemari pendingin dan jangan lebih dari 5 hari. Bila
dibiarkan dalam suhu ruang, susu akan menjadi asam (rusak) dalam sehari.
Susu UHT adalah susu yang dibuat menggunakan proses pemanasan yaitu
melebihi proses pasteurisasi, umunya mengacu pada kombinasi waktu dan suhu
tertentu dalam rangka memperoleh produk komersil yang steril. Pemilihan
kombinasi antara waktu dan suhu yang tepat disebut juga teknik sterilisasi UHT
(Eniza, 2004).
Tabel 2. Standar Mutu Susu UHT

No Jenis uji Satuan Persyaratan


1 Warna - khas, normal sesuai
label
2 Bau - khas, normal sesuai
label
3 Rasa - khas, normal sesuai
label
4 Protein (N x 7) % b/b min 2,7
5 Lemak % b/b min 3,0
6 Bahan Kering Tanpa Lemak % b/b min 8,0
7 Total Padatan - tidak dipersyaratkan
8 Pewarna Tambahan - tidak dipersyaratkan
9 Cemaran Logam - -
10 Timbal (Pb) mg/kg maks 0,3
11 Tembaga (Cu) mg/kg 20
12 Seng (Zn) mg/kg 40
13 Timah (Sn) mg/kg 40
14 Raksa (Hg) mg/kg 0,03
15 Cemaran Arsen mg/kg 0,10
16 Cemaran Mikroba - -
17 Angka Lempeng Total koloni/g 0
Sumber: SNI 01-3950-1998

c. Susu Pasteurisasi
Susu pasteurisasi adalah susu segar yang diolah melalui proses pemanasan
dengan tujuan mencegah kerusakan susu akibat aktivitas mikroorganisme perusak
(patogen) dengan tetap menjaga kualitas nutrisi susu. Herendra (2009)
menyatakan bahwa pasteurisasi adalah proses sterilisasi bahan baku yang tidak
tahan panas seperti susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme
tetapi hanya mematikan kuman yang patogen dan yang tidak membentuk spora.
Proses ini sering diikuti teknik lain seperti pendinginan atau pemberian gula
dengan konsentrasi tinggi. Proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan
susu pada suhu 62 oC selama 30 menit atau suhu 72 oC selama 15 detik.
Pasteurisasi tidak dapat mematikan bakteri non patogen, terutama bakteri
pembusuk. Susu pasteurisasi bukan merupakan susu awet. Penyimpanan susu
pasteurisasi dilanjutkan dengan metode pendinginan. Metode pendinginan pada
suhu maksimal 10 oC memperpanjang daya simpan susu pasteurisasi. Mikroba
pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang pada suhu 3-10 oC (Setya, 2012).
Pasteurisasi adalah salah satu proses terpenting dalam penanganan susu.
Proses pasteurisasi perlu dilakukan dengan benar sehingga membuat susu
memiliki umur simpan yang lebih lama. Suhu dan waktu pasteurisasi adalah
faktor penting yang harus diukur dalam menentukan kualitas dan kondisi umur
simpan susu segar. Metode Pasteurisasi yang umum digunakan adalah sebagai
berikut (Setya, 2012):
1) Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short
Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15–16 detik pada suhu
71,7–75 oC dengan alat Plate Heat Exchanger.
2) Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long
Time/LTLT) yaitu proses pemanasan susu pada suhu 61 oC selama 30 menit.
3) Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature/UHT) yaitu
memanaskan susu pada suhu 131 oC selama 0,5 detik. Pemanasan dilakukan
dengan tekanan tinggi untuk menghasilkan perputaran dan mencegah
terjadinya pembakaran susu pada alat pemanas.
Tjahjadi dan Marta (2011) menyatakan bahwa tujuan pengolahan susu
pasteuriasi adalah sebagai berikut:
1) Membunuh semua bakteri patogen (penyebab penyakit) yang umumnya
dijumpai pada bahan pangan, yaitu bakteri - bakteri patogen yang berbahaya
ditinjau dari kesehatan masyarakat.
2) Memperpanjang daya tahan simpan bahan pangan dengan jalan mematikan
bakteri pembusuk dan menonaktifkan enzim pada bahan pangan yang asam
(pH <4,5).
Proses pasteurisasi dapat menghancurkan 90–99% bakteri yang ada di dalam
susu. Pasteurisasi dapat merusak vitamin C dan kemungkinan menjadikan laktosa
kasein dan unsur lemak pada susu menjadi kecil. Efek yang ditimbulkan dari
proses pasteurisasi adalah dapat mempertahankan nilai nutrisi dan karakteristik
sensori bahan pangan hasil pasteurisasi (Setya, 2012).
Pasteurisasi hanya dapat mempertahankan umur simpan bahan pangan untuk
beberapa hari saja, dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna, aroma dan
flavor yang mengakibatkan degradasi vitamin bahan. Pasteurisasi susu dengan
suhu tinggi dapat menambah daya simpan susu segar selama 1 sampai 2 minggu
(Setya, 2012).
Tabel 3. Syarat Mutu Susu Pasteurisasi
Karakteristik Syarat
A B
Bau Khas Khas
Rasa Khas Khas
Warna Khas Khas
Kadar lemak, % 2,80 1,50
(Bobot/Bobot), minimum
Kadar bahan kering tanpa 7,7 7,5
lemak, % (Bobot/Bobot),
minimum
Kadar protein, % 2,5 2,5
(Bobot/Bobot), minimum
Total plate count, mL, 3 × 10 3 × 10
maksimum
Coliform, MPH/mL, 10 10
maksimum
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995)
d. Susu Kental Manis
Susu kental manis atau biasa disebut sweetened condensed milk adalah susu
segar atau susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan menguapkan sebagian
airnya dan kemudian ditambahkan gula sebagai pengawet. Susu kental manis
dapat ditambah lemak nabati dan vitamin. Susu kental manis dapat juga tidak dari
susu segar atau susu evaporasi, yang disebut susu kental manis rekonstitusi. Susu
kental manis rekonstitusi terbuat dari bahan-bahan seperti susu bubuk skim, air,
gula, lemak, vitamin dan lain-lain, sehingga diperoleh susu dengan kekentalan
tertentu (Wardana, 2012).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (2006) mendefinisikan susu kental


manis sebagai produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan
menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat
kepekatan tertentu, atau merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan
penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Susu kental manis
bukan produk steril, tetapi pengawetannya tergantung pada kandungan gulanya
yang tinggi (Newstead et al., 2005). Ketersediaan air bebas yang rendah dan
kandungan gula yang tinggi mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Walstra et
al., 2006). Apabila akan diminum, susu kental harus diencerkan lagi dengan air
panas atau air hangat. Beberapa contoh jenis susu kental adalah: susu kental tidak
manis, susu kental manis, susu skim kental dan krim kental. Beda susu kental
manis dengan susu kental tidak manis adalah penambahan gula sehingga terasa
manis. Tahapan pembuatan susu kental: ¾ Penyaringan (klarifikasi) ¾
Standarisasi (I) ¾ Pemanasan untuk mengurangi kadar air susu sampai kadar
tententu.

Tabel 3. Syarat Mutu Susu Pasteurisasi


No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Bau - normal (sesuai label)
2 Rasa - normal (sesuai label)
3 Kadar air % b/b 20-30
4 Lemak % b/b min. 8
5 Protein (Nx6,38) % b/b min. 6,5/
min. 6,0
6 Total gula dihitung sebagai % b/b 43-48
sakarosa
7 Padatan susu % b/b min. 28
8 Cemaran logam :
Timbal (Pb) mg/kg maks.0,02
Timah (Sn) mg/kg maks.40,0/ 250,0
Merkuri (Hg) mg/kg maks.0,03
9 Arsen (As) mg/kg maks.0,1
10 Cemaran mikroba :
Angka lempeng total koloni/g maks.1x104
Bakteri coliform koloni/g maks.10
Salmonella - negatif/25 g
Staphylococcus aureus koloni/g maks.1x102
Kapang dan khamir koloni/g maks.2x102
Sumber : SNI 01-2971-2006

e. Susu Bubuk Full Cream


Susu bubuk berlemak atau dikenal dengan susu bubuk full cream adalah susu
berbentuk bubuk yang diperoleh dari susu cair, atau susu hasil pencampuran susu
cair dengan susu kental atau krim bubuk. Susu bubuk full cream merupakan susu
hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu bubuk, yang telah
dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan (menghilangkan sebagian besar
air). Persyaratan minimum susu bubuk full cream adalah kadar lemak susu tidak
kurang dari 26 persen dan kadar air tidak lebih dari 5 persen (Departemen
Pertanian, 2014).
Tabel 4. Syarat Mutu Susu Bubuk Full Cream
No Jenis uji Satuan Persyaratan
1 Bau - normal
2 Rasa - normal
3 Kadar air % b/b maks. 5
4 Lemak % b/b min.26
5 Protein (Nx6,38) % b/b min. 23
6 Cemaran logam :
Tembaga (Cu) mg/kg maks. 20,0
Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3
Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0/250,0
Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03
7 Arsen (As) mg/kg maks. 0,1
8 Cemaran mikroba :
Angka lempeng total koloni/g maks.5x104
Bakteri coliform APM/g maks.10
Salmonella koloni/100g negatif
Staphylococcus aureus koloni/g maks.1x102
Escherichia coli APM/g <3
Sumber: SNI 01-2970, 2006
2.1.2 Telur
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat,
mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya
murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai
makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya (Margono et al., 2000). Telur
sebagai bahan pangan yang kaya protein, mudah dicerna, mudah dalam
penggunaannya dan tidak memerlukan pengolahan yang sulit. Macam-macam
telur meliputi telur ayam kampung, ayam ras, bebek dan telur puyuh (Hadiwiyoto,
1983). Menurut Winarno dan Koswara (2002) telur tersusun atas tiga komponen
utama yaitu bagian kulit telur 8 - 11 %, putih telur (albumen) 57 - 65 %, dan
kuning telur (yolk) 27 - 32 %.
a. Telur ayam
Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang populer
dan sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan masyarakat dapat
mengonsumsi telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini
karena telur ayam ras relatif murah dan mudah diperoleh serta dapat memenuhi
kebutuhan gizi yang diharapkan (Lestari, 2009).
Telur ayam ras segar adalah telur yang tidak mengalami proses pendinginan
dan tidak mengalami penanganan pengawetan serta tidak menunjukan tanda-tanda
pertumbuhan embrio yang jelas, yolk belum tercampur dengan albumen, utuh, dan
bersih (Standar Nasional Indonesia, 1995). Telur tersusun oleh tiga bagian utama
yaitu kulit telur (kerabang), bagian cairan bening (albumen), dan bagian cairan
yang berwarna kuning (yolk) (Rasyaf, 1990).
Telur ayam ras merupakan telur yang paling umum dikonsumsi dan sangat
bernutrisi tinggi. Telur ayam ras banyak mengandung berbagai jenis protein
berkualitas tinggi. Pada albumen mengandung lima jenis protein yaitu ovalbumin,
ovomukoid, ovomucin, ovokonalbumin, dan ovoglobulin, sedangkan pada yolk
terdiri dari dua macam, yaitu ovovitelin dan ovolitelin. Ovovitelin adalah senyawa
protein yang mengandung fosfor (P), sedangkan ovolitelin sedikit mengandung
fosfor tapi banyak mengandung belerang (S) (Budiman, 2009). Telur ayam ras
termasuk mengandung semua jenis asam amino esensial bagi kebutuhan manusia.
Asam amino esensial merupakan komponen utama penyusun protein yang tidak
dapat diproduksi oleh tubuh. Telur ayam ras mengandung berbagai vitamin dan
mineral, termasuk vitamin A, riboflavin, asam folat, vitamin B6, vitamin B12,
choline, besi, kalsium, fosfor dan potassium (Buckle et al., 2009).
b. Telur ayam kampung
Telur ayam kampung merupakan salah satu bahan makanan yang dihasilkan
dari ternak ayam kampung, berbentuk bulat sampai lonjong dengan berat yang
relatif lebih kecil dari telur ayam negeri yaitu sekitar 36-37 gram setiap butirnya.
Dengan warna cangkang/ kulitnya putih. Meskipun telur ayam kampung
berukuran lebih kecil, warna kulitnya lebih putih dan harganya lebih mahal dari
telur ayam negeri, telur ayam kampung lebih diminati oleh masyarakat dari pada
telur ayam negeri. Sebagiana masyarakat menganggap telur ayam kampung lebih
nikmat sebab rasa amis dari bagian kuning telur tidak begitu menonjol dan justru
lebih sehat. Anggapan bahwa telur ayam kampung lebih sehat dan enak, karena
ayam kampung lebih banyak mendapatkan makanan yang alami seperti biji-bijian,
tanaman hijau,serangga dan cacing.
Telur ayam kampung dikonsumsi oleh masyarakat sebagai bahan
makananyang mempunyai nilai gizi tinggi karena banyak mengandung zat-zat
yang dibutuhkan oleh tubuh diantaranya protein yang lengkap dengan asam
amino,lemak, vitamin dan mineral dengan daya cerna yang tinggi (Rahayu,2012)
c. Telur puyuh
Telur puyuh merupakan sumber protein hewani yang relatif murah
dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya seperti telur ayam, daging
sapi, daging kambing dan lain-lain. Zat yang terkandung di dalam telur puyuh
lebih baik dari pada susu sapi segar dari segi jumlah kandungan kalori, protein,
lemak fospor, zat besi, vitamin A, vitamin B, dan vitamin B12 (Listiyowati dan
Roospitasari, 2005). Telur puyuh adalah telur yang dihasilkan oleh burung puyuh
(coturnix-coturnix japanica).
Kandungan protein pada telur puyuh tidak kalah dibanding dengan
kandungan protein telur ayam dan telur bebek. Kandungan protein telur puyuh
sebanyak 13,1 % lebih tinggi dibanding dengan protein telur ayam ras yang
kandungan proteinnya hanya 12,7 %. Telur puyuh juga banyak mengandung
lemak yaitu 11,1 % dan karbohidrat (Atik dan Tetty, 2015).
d. Telur bebek
Telur bebek adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki
rasa yang lezat, mudah dicerna, bergizi tinggi, dan harganya relatif murah
sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Namun, telur
tergolong komoditas yang mudah mengalami penurunan kualitas sehingga tidak
tahan simpan dan pada umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah
disimpan lebih dari 14 hari di ruang terbuka (Hardini, 2000).
Telur bebek merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa
yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Telur bebek umumnya berukuran
besar dan memiliki warna kerabang putih sampai hijau kebiruan. Rata-rata bobot
telur bebek adalah 60-75 gram (Resi, 2009). Kulit telur bebek lebih tebal bila
dibandingkan dengan telur ayam, membran dalam yang lebih tebal, dan pori-pori
pada kulit telur juga lebih banyak pula.

2.2 Karakteristik Fisik dan Kimia Bahan


2.2.1 Karakteristik Fisik dan Kimia Susu
a. Karakteristik Fisik

Susu bukan hanya merupakan bahan yang mempunyai senyawa kimia


kompleks, tetapi juga mempunyai sifat fisik yang secara alami sangat kompleks.
Beberapa sifat fisik susu yang sangat penting adalah warna rasa dan bau, BJ,
viskositas, pH dan titik beku. Sifat fisik susu tersebut sangat dipengaruhi oleh
komposisi kimiawinya.
1) Warna Susu
Warna air susu dapat berubah dari satu warna kewarna yang lain, tergantung
dari bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk
warna. Warna air susu berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan.
Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari refleksi cahaya oleh globula
lemak dan partikel koloidal dari casein dan calsium phosphat. Warna kuning
adalah karena lemak dan caroten yang dapat larut. Bila lemak diambil dari susu
maka susu akan menunjukkan warna kebiruan.
2) Rasa dan Bau Susu
Susu segar memiliki rasa sedikit manis dan bau (aroma) khas. Rasa manis
disebabkan adanya gula laktosa di dalam susu, meskipun sering dirasakan ada
sedikit rasa asin yang disebabkan oleh klorida. Bau khas susu disebabkan oleh
beberapa senyawa yang mempunyai aroma spesifik dan sebagian bersifat volatil.
Oleh sebab itu, beberapa jam setelah pemerahan atau setelah penyimpanan, aroma
khas susu banyak berkurang. Bau air susu mudah berubah dari bau yang sedap
menjadi bau yang tidak sedap. Bau ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang
mudah menyerap bau disekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat
merubah bau air susu.
3) Berat Jenis (BJ)
Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ air susu =
1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu
adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu
sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan
sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuanketentuan
tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah. Penetapan
lebih awal akan menunjukkan hasil BJ yang lebih kecil.
4) Kekentalan Susu (Viskositas)
Seperti BJ maka viskositas air susu lebih tinggi daripada air. Viskositas air
susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20°C viskositas whey 1,2 cP,
viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar 2,0 cP. Bahan padat dan lemak air susu
mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut juga menentukan viskositas air susu.
5) Titik Beku dan Titik Cair Susu
Pada codex air susu dicantumkan bahwa titik beku air susu adalah –0.5000 C.
Akan tetapi untuk Indonesia telah berubah menjadi –0.5200 C. Titik beku air
adalah 00 C. Apabila terdapat pemalsuan air susu dengan penambahan air, maka
dengan mudah dapat dilakukan pengujian dengan uji penentuan titik beku. Karena
campuran air susu dengan air akan memperlihatkan titik beku yang lebih besar
dari air dan lebih kecil dari air susu. Titik didih air adalah 100°C dan air susu
100.16°C. Titik didih juga akan mengalami perubahan pada pemalsuan air susu
dengan air.
b. Karakteristik kimia
Sifat Kimia Susu Sifat kimiawi susu sangat erat hubungannya dengan
komposisi kimiawi susu. Secara umum bila komposisi kimiawi susu dalam
kisaran normal, maka sifat kimiawi susu juga dinyatakan normal atau baik.
1) Keasaman dan pH susu
Susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa
sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan menjadi merah,
sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru.
Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6.5 – 6.7. Jika dititrasi
Universitas Sumatera Utara 10 dengan alkali dan kataliasator penolptalin, total
asam dalam susu diketahui hanya 0.10 – 0.26 % saja. Sebagian besar asam yang
ada dalam susu adalah asam laktat. Meskipun demikian keasaman susu dapat
disebabkan oleh berbagai senyawa yang bersifat asam seperti senyawa-senyawa
pospat komplek, asam sitrat, asam-asam amino dan karbondioksida yang larut
dalam susu. Bila nilai pH air susu lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena
mastitis dan bila pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya kolostrum ataupun
pemburukan bakteri. (Scetzer, 2006).
2.2.2 Karakteristik Fisik dan Kimia Telur
a. Karakteristik fisik
Kualitas cangkang telur dipengaruhi oleh ketebalan cangkang dan
keporositasan yang berfungsi untuk mengatur pertukaran O2, CO2, dan uap air.
Semakin tipis cangkang telur maka kehilangan air (moisture loss) semakin tinggi.
Tekstur cangkang yang baik adalah tidak terdapat bintik-bintik hitam dan spot
berwana pucat, sehingga warnanya seragam. Ukuran telur dipengaruhi oleh umur
unggas, stress, nutrisi dan kualitas air pakan. Semakin kecil ukuran telur
cangkangnya lebih kuat (karena persebaran kalsium pada cangkang).
Pada keadaan segar albumin berwarna transparan, semakin lama
penyimpanan warnanya semakin kekuningan. Kekuatan kuning telur yang baik
ditunjukkan dengan bentuknya yang kokoh dan utuh. Semakin lama penyimpanan
telur akan mengakibatkan air dalam putih telur masuk ke dalam kuning telur
menyebabkan kuning telur tidak kokoh (Chukwuka, et al, 2011).
b. Karakteristik Kimia
Sebutir telur secara umum mengandung zat-zat nutrien seperti air, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kadar air putih telur sebesar 88%
(Yamamoto et al., 2007). Protein terdapat di seluruh bagian telur, namun
presentase protein lebih banyak terdapat dalam kuning dan putih telur yaitu 44%
dan 50%. Kerabang dan membran kerabang telur juga mengandung protein
sebanyak 6%. Lemak di dalam telur banyak terdeposit dalam kuning telur berupa
trigliserida, fosfolipid, kolesterol, serebrosid dan beberapa jenis lemak lainnya
(Yamamoto et al., 2007).
Hampir semua jenis vitamin terdapat di dalam telur ayam yaitu vitamin yang
bersifat larut dalam lemak (A, D, E, dan K) dan beberapa vitamain larut air
(riboflavin, asam pantotenat, thiamin, niasin, asam folat, dan vitamin B12),
kecuali vitamin C. Bagian telur ayam yang banyak mengandung vitamin adalah
kuning telur. Sebutir telur ayam mengandung 12% vitamin A, 6% vitamin D, 9%
riboflavin dan 8% asam pantontenat. Telur ayam juga mengandung zat-zat
mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, natrium, khlor, ferrum, yodium,
zinkum, kobalt, kuprum, dan mangan. Kandungan mineral dalam kuning telur
sangat rendah, dan fosfor merupakan mineral paling banyak terdapat dalam
kuning telur. Sulfur, kobalt, natrium, dan khlorin mempunyai konsentrasi lebih
tinggi dalam putih telur dibandingkan mineral lainnya. Di dalam kerabang telur
ayam, kadar kalsium lebih tinggi daripada mineral lainnya bahkan mencapai 98%
(Yamamoto et al., 2007).
Komposisi kimia telur dipengaruhi oleh jenis pakan, umur ayam, kondisi
lingkungan (Yamamoto et al., 2007). Pakan dengan kandungan nutrisi yang buruk
akan menghasilkan kualitas telur yang rendah. Kekurangan protein menyebabkan
kuning telur dan putih telur memiliki berat yang rendah. Kekurangan kalsium
dalam masa produksi akan menyebabkan kerabang telur ayam akan tipis dan
mudah retak. Lemak di dalam telur ayam dapat dimanipulasi atau ditingkatkan
melalui kadar lemak di dalam pakan (Bell dan Weaver, 2002).
Ayam yang berumur lebih muda menghasilkan telur dengan ukuran yang
lebih kecil, dan telur berukuran lebih kecil biasanya memiliki persentase kuning
telur yang lebih besar. Telur ayam dengan persentase berat kuning telur yang
lebih besar umumnya memiliki kandungan nutrien yang lebih tinggi dibandingkan
telur dengan persentase kuning telur yang kecil (Yamamoto et al., 2007).
Kandungan protein, pospor dan khlorin di dalam telur ayam dipengaruhi oleh
umur ayam. Kandungan lemak dan kolestrol dalam kuning telur meningkat seiring
meningkatnya umur ayam. Pada suhu yang tinggi, telur ayam yang dihasilkan
berukuran kecil dan komposisi telur akan menurun, sehingga nilai gizi dalam telur
pun menjadi rendah (Yamamoto et al., 2007).
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Bahan
2.3.1 Kerusakan Susu
Susu merupakan bahan pangan asal hewan yang tidak tahan lama disimpan
dan mudah rusak (pershable food) serta merupakan bahan pangan berpotensial
mengandung bahaya (potentially hazardous food). Menurut Winarno (2004),
kerusakan bahan pangan seperti susu dapat berlangsung dengan cepat. Kerusakan
pada susu dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut.
a. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang.
Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna yang
menyimpang, asam, racun dan lain-lain.
b. Aktivitas enzim-enzim di dalam susu. Enzim yang terdapat pada susu tersebut
dapat berasal dari mikroba atau sudah ada pada bahan pangan tersebut secara
normal. Adanya enzim memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi kimia lebih
cepat tergantung dari jenis enzim yang ada, selain itu juga dapat
mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi susu.
c. Suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan. Pemanasan dengan suhu
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi
lemak dan vitamin, sedangkan susu yang dibekukan akan menyebabkan
pecahnya emulsi dan lemaknya akan terpisah. Pembekuan juga dapat
menyebabkan kerusakan protein susu dan menyebabkan penggumpalan.
d. Kadar air. Kadar air sangat berpengaruh pada daya simpan susu karena air
inilah yang membantu pertumbuhan mikroba.
e. Udara terutama oksigen. Oksigen dapat merusak vitamin, warna susu, cita
rasa serta merupakan pemicu pertumbuhan mikroba aerobik. Susu yang
mengandung lemak dapat menyebabkan ketengikan karena proses
lipoksidase.
f. Sinar matahari. Susu yang terkena sinar matahari secara langsung dapat
berubah cita rasanya serta terjadi oksidasi lemak dan perubahan protein
g. Jangka waktu penyimpanan.Umumnya waktu penyimpanan susu yang lama
akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar.
Mikroorganisme menggunakan susu sebagai bahan yang sangat ideal untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme dalam bahan pangan adalah mikroorganisme
yang umum ditemukan dalam saluran pencernaan menusia dan hewan seperti
bakteri Escherichia coli. Adanya mikroorganisme indikator di dalam suatu
makanan menunjukkan telah terjadinya kontaminasi kotoran dan sanitasi yang
tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk susu (Supardi dan Sukamto,
1999).
Susu yang baik yaitu susu yang memenuhi persyaratan antara lain jumlah
bakteri yang cukup rendah, bebas dari spora dan mikroorganisme penyebab
penyakit, memiliki flavour yang baik, bersih, bebas dari debu tau kotoran
(Darkuni, 2001). Susu merupakan makanan yang baik bagi pertumbuhan mikroba
sehingga mengakibatkan kerusakan bahkan pembusukan bila tidak ditangani
dengan tepat dan cepat. Oleh karena itu beberapa cara untuk menekan
pertumbuhan mikroba khususnya bakteri yaitu proses pendiginan dan pemanasan
(Fardiaz, 1989).
2.3.2 Kerusakan Telur
Kerusakan telur yang disebabkan oleh mikroba dapat diawali dengan
masuknya mikroba tersebut ke dalam pori-pori dan selaput telur (Messen et al,
2005). Faktor yang dapat mempengaruhi masuknya mikroba ke dalam telur
diantaranya faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu kandungan
kutikula pada kulit telur, membran kulit telur dan karakteristik kulit telur. Faktor
ekstrinsik diantaranya jumlah dan jenis bakteri, suhu, kelembaban dan kondisi
penyimpanan. Bakteri masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang berpori, jika
semakin lama umur telur tersebut maka semakin banyak bakteri yang akan masuk
melalui pori-pori yang ada pada kerabang telur (Gaman dan Sherrington, 1992).
Sejak dikeluarkan dari kloaka, telur mengalami berbagai perubahan karena
pengaruh waktu dan kondisi lingkungan yang akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan pada telur. Kerusakan telur yang disebabkan mikroba pada mulanya
berasal dari luar telur, masuk dari kulit telur ke putih telur dan akhirnya ke kuning
telur. Pada saat telur baru dikeluarkan oleh ayam, telur masih cukup steril.
Mikroba akan mengkontaminasi kulit telur dan seterusnya akan memasuki pori-
pori telur dan membran telur. Organisme kontaminan tersebut dapat tumbuh pada
membran kulit telur, pada putih telur bahkan dapat memasuki kuning telur.
Kerusakan ini ditandai oleh adanya penyimpangan warna dan timbulnya bau
busuk dari isi telur (Winarno, 2002).
Daya tahan produk-produk unggas dapat diketahui dari kandungan
mikroorganisme pembusuk di dalam produk tersebut. Jenis pembusukan yang
umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal
yang diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan
pengepakan, cara pengepakan dan suhu serta waktu penyimpanan (Fardiaz, 1992).
Salmonella sp. merupakan mikroba yang paling banyak terdapat dalam telur,
sehingga digunakan sebagai uji mikroba kontaminan pada telur (Winarno, 2002).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Beaker glass
2. Sendok
3. Gelas ukur
4. Tabung reaksi
5. Panci
6. Kompor
7. Ph meter
8. Kertas ph universal
9. Laktometer
10. Jangka sorong
11. Penggaris
12. Timbangan analbebek
13. Refrigerator
3.1.2 Bahan
1. Susu segar
2. Susu sterilisasi (UHT)
3. Susu pasteurisasi
4. Susu kental manis
5. Susu bubuk full cream
6. Susu bubuk skim
7. Air
8. Alkohol 70%
9. Ekstra nanas
10. Telur ayam
11. Telur ayam kampung
12. Telur puyuh
13. Telur bebek
14. Minyak goreng
15. Teh

3.2 Skema Kerja


3.2.1 Susu
a. Pengamatan Karakteristik Berbagai Jenis Susu

Susu

Pengamatan beberapa
sampel

Perbandingan warna, kekentalan,


aroma dan cita rasa dari masing-
masing sampel

b. Pengamatan PH

Susu

Pengambilan @5ml

Pengukuran nilai pH
(dengan menggunakan kertas pH
universal dan pH meter)
c. Pengamatan Uji Alkohol

Susu

Penuangan kedalam tabung reaksi sebanyak 5ml

Alkohol
Penuangan 5 ml
70%

Pengocokan atau penggoyangan


pada tabung reaksi

d. Pengamatan Berat Jenis Susu

Susu

Pengambilan @50 ml

Penuangan kedalam gelas ukur

Penghitungan massa jenis susu dengan


menggunakan alat laktometer

Pencatatan skala yang terbaca pada lactometer


tepat pada bagian permukaan susu
e. Pengamatan Pengaruh Enzim terhadap Susu

Susu
100 ml

Pembagian menjadi 2

Susu Susu
50 ml 50 ml
(Tabung A) (Tabung B)

Penambahan Penambahan
ekstrak nanas ekstrak nanas
(sudah dipanaskan) (tidak dipanaskan)

Penghomogenan

Pendiaman 5 menit

Pengamatan
3.2.2 Telur
a. Kualitas eksternal

Telur Telur Ayam Telur Telur


Ayam Kampung Puyuh Bebek

Pengamatan

Pembandingan berat, warna cangkang, keutuhan


cangkang, kebersihan cangkang, ketebalan
cangkang, dan ukuran rongga udara

b. Pengukuran diameter dan tinggi putih dan kuning telur

Bahan

Pemecahan dan peletakan pada


bidang datar

Pengukuran diameter dan tinggi putih


telur

Pemisahan putih telur dengan kuning


telur

Pengukuran diameter dan tinggi


kuning telur
c. Indeks putih telur dan kuning telur

Bahan

Pemecahan dan pemisahan putih telur


dan kuning telur

Penghitungan

d. Pengukuran pH putih telur dan kuning telur

Pengkalibrasian pH

Pemisahan putih telur dan


Bahan
kuning telur

Pengukuran pH
f. Pengukuran BJ putih telur

Bahan

Pengambilan putih telur

Pemasukan ke dalam gelas ukur

Penimbangan

Penghitungan volume dan BJ

g. Penghitungan Haugh Unit (HU) pada telur

Bahan

Penimbangan

Pengukuran tinggi putih telur

Penghitungan
h. Telur sebagai emulsifier

Air

Pemasukan masing-masing 5 ml ke
dalam 3 tabung reaksi

Minyak Penuangan 1 ml
goreng

Pengocokan

Penambahan

1 ml kuning 1 ml putih 1 ml telur


telur (1) telur (2) campuran (3)

Pengamatan
i. Telur sebagai clarifying agent

Air 100 ml
dan teh

Pemasukan ke dalam 3 beaker glass

Pendidihan

Penambahan

5 ml kuning 5 ml putih 5 ml telur


telur (1) telur (2) campuran (3)

Pemanasan

Pengamatan
j. Telur sebagai pembentuk busa

2 butir telur

Pengambilan putih telur (A) Pemecahan dan peletakkan


ke dalam wadah (B)

Pengukuran volume (Va1)


Pengukuran volume (Vb1)

Pengocokan + 5 menit
Pengocokan + 5 menit

Pemindahan sampel ke gelas ukur


Pemindahan sampel ke gelas ukur

Pencatatan volume (Va2)


Pencatatan volume (Vb2)

Penghitungan
Penghitungan
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Data Pengamatan Susu
A. Pengamatan karakteristik susu dan beberapa olahan susu
Jenis Susu Warna Aroma Kekentalan Cita Gambar
Rasa
Susu Putih Susu Segar Tidak Gurih
Pasteurisasi terlalu
(80˚C ; 1') kental

Susu Kental Putih Manis Sedikit Manis


Manis tulang pekat kental,
lebih pekat
dari air
murni

Susu Segar Putih Sedikit Sedikit Hambar


tulang manis lebih dan
kental dari sedikit
air murni amis

Susu Segar Putih Agak Kurang Hambar


Rebus kekuningan amis kental
Susu Bubuk Putih Segar, Encer Tawar
Full Cream kekunigan khas
susu

Susu Sterilisasi Putih Manis Agak Hambar


Tulang Kental

B. Pengamatan pH
Jenis Susu Pengamatan pH
pH Meter pH Universal
Susu Pasteurisasi
(80˚C ; 1') 6,2 6,2
Susu Kental Manis 6,6 6,6
Susu Segar 6,6 6,5
Susu Segar Rebus 6,3 6,3
Susu Bubuk Full Cream 6,1 6,1
Susu Sterilisasi 6 6,2

C. Pengamatan berat jenis susu


Jenis Susu Berat Jenis
Susu Pasteurisasi (80˚C ; 1') 1,020
Susu Kental Manis 1,040
Susu Segar 1,024
Susu Segar Rebus 20
Susu Bubuk Full Cream 1,020
Susu Sterilisasi 1,027
D. Pengamatan pengaruh enzim terhadap susu

Jenis susu Sampel Hasil Pengamatan


Warna Aroma Kekentalan Cita rasa Gambar

Susu Tabung A Putih Susu Sangat kental Gurih,


pasteurisasi (ekstrak kekuningan Segar karena terjadi rasa susu
nanas tanpa penggumpalan segar
pemanasan) namun sangat
lama

Tabung B Putih Cenderung Sangat kental, Pahit


(ekstrak kekuningan aroma karena adanya
nanas nanas penggumpalan
dengan (masam) dengan waktu
pemanasan) yang cepat

Susu Kental Tabung A Putih Segar Agak kental Manis


Manis (ekstrak kekuningan segar,
nanas tanpa rasa susu
pemanasan) lebih
dominan

Tabung B Putih Segar Kental, lebih Segar,


(ekstrak kekuningan kental dari rasa
nanas tabung A ekstrak
dengan nanas
pemanasan) labih
dominan
Susu Segar Tabung A Sedikit Amis Lebih kental Manis
(Ekstrak kuning hilang dan tidak ada namun
nanas tanpa gumpalan masih
pemanasan) sedikit
amis

Tabung B Lebih Amis Tidak berubah Hambar


(Ekstrak kuning hilang, dan ada
nanas lebih gumpalan
dengan harum
pemanasan)
Susu Segar Tabung A Putih Sedikit Lebih kental Hambar
Rebus (Ekstrak kekuningan amis
nanas tanpa
pemanasan)
Tabung B Putih Segar khas Tidak terlalu Hambar
(Ekstrak kekuningan nanas kental
nanas
dengan
pemanasan)
Tabung A Putih Aroma Encer Manis
(Ekstrak kekuningan susu dan
nanas tanpa bercampur
pemanasan) aroma
nanas
Tabung B Lebih Segar khas Sedikit kental Pahit
(Ekstrak kuning dari susu
nanas tabung A
dengan
pemanasan)
Tabung A Putih Aroma Lebih kental Agak
(Ekstrak kekuningan susu lebih asam
nanas tanpa kuat
pemanasan)
Tabung B Lebih Aroma Lebih kental Pahit
(Ekstrak kuning dari manisnya
nanas tabung A lebih kuat
dengan
pemanasan)

4.1.2 Data Pengamatan Telur

A. Pengamatan Karakteristik Telur Beberapa Spesies Ternak


1. Kualitas Eksternal

Sampel Berat (gr) Warna Keutuhan Kebersihan Ketebalan Ukuran


cangkang rongga
(mm) udara
Telur 43,77 Putih Utuh Bersih, 0,05 Kecil
Ayam tulang tidak ada
kampung 1 bintik
darah
Telur 37,80 Putih Utuh Kurang 0,04 Kecil
Ayam kekuningan bersih,kare
kampung 2 na ada
bintik
darah
Telur 37,3180 Putih Pucat Utuh Bersih, tak 0,04 Kecil
Ayam ada kotoran
kampung 3
Telur 61,8453 Putih Utuh Sediki 0,5
Bebek 1 kotor
Telur 68,3912 Putih abu- Retak Agak kotor 0.04 1
Bebek 2 abu
Telur 61,7805 Biru Utuh Kotor 0,5
Bebek 3 kehijauan
terang
Telur 59.3631 Biru Utuh Sangan 1
Bebek 4 kehijauan kotor
gelap
Telur Putih telur
59,0888 Utuh Bersih 0,05 1
Bebek 5 asin
Telur Buram/Gel Sangat
60,5430 Utuh - 2
Bebek 6 ap kotor
Telur 67,9627 Putih Utuh Bersih - 1
Bebek 7 tulang
Telur 63,1028 Biru telur Utuh Agak kotor - 0,5
Bebek 8 asin
Bersih,
Khas telur Utuh,
tidak
Telur puyuh, tidak
11,16 terdapat 0,03 Kecil
puyuh 1 namun terdapat
sisa
agak pucat luka
kotoran
Utuh, Bersih,
Khas telur tidak tidak
Telur
13,95 puyuh, dan terdapat terdapat 0,03 Kecil
puyuh 2
agak cerah luka atau sisa
retak kotoran
Telur 12,676 Baik seperti Mulus, Bersih - Lebih
puyuh 3 tulur puyuh bentuk kecil
pada lonjong
umunya sempurna
Telur 12,461 Baik seperti Lonjong Terdapat 0,02 Lebih
puyuh 4 tulur puyuh sempurna goresan tebal
pada tetapi ada pada
umunya cacat cangkang
pada
cangkang

2. Kualitas Internal
Sampel Warna Indeks Indeks pH BJ putih Haugh Lain –
kuning kuning putih putih telur Unit lain
telur telur telur telur (gr/ml)
Telur Orange 0,14 0,014 9,2 1,02 356,817 -
ayam cerah
kampung
Telur Jingga 0,2337 0,0174 8,8 0,99 78,32 -
ayam
kampung
Telur Orange 0,38 0,1 8,7 0,8645 277.7 -
bebek 2
Telur Kuning 0,2 0,045 8,4 0,8821 8,2 -
bebek 1
Telur Kuning 0,0048 0,006 8.5 0,76 68,9 -
puyuh 1 pucat
Telur Kuning 0,42 0,043 - - 170,8 -
puyuh 2 cerah
Telur Kuning 0,49 0,028 8,5 0,94 - -
puyuh 3 cerah
B. Pengamatan Sifat Fungsional Telur
1. Telur sebagai Emulsifier
Jenis Sampel Gambar Sebelum Gambar sesudah Keterangan
Telur perlakuan perlakuan
Telur Tabung 1 Menggumpal
ayam (putih telur) bersama
kampung minyak
3 goreng

Telur Tabung 2 Tercampur


ayam (kuning bersama
kampung telur) minyak
3 goreng namun
terdapat
endapan
kuning telur
Telur Tabung 3 Tercampur
ayam (putih dan bersama
kampung kuning telur minyak
3 tercampur) goreng dan
tidak terjadi
penggumpalan
atau
pengendapan
Telur Tabung 1 Sebelum
ayam (putih telur) perlakuan
kampung minyak dan
4 aquades tidak
dapat
tercampur,
setelah
penambahan
kuning telur,
putih telur,
dan campuran
putih dan
kuning telur
minyak dan
aquadest
dapat
tercampur
Telur Tabung 2
ayam (kuning
kampung telur)
4

Telur Tabung 3
ayam (putih dan
kampung kuning telur
4 tercampur)
Telur Tabung 1 Warna kuning
bebek 5 (putih telur) pucat

Telur Tabung 2 Warna putih


bebek 5 (kuning
telur)

Telur Tabung 3 Warna kuning


bebek 5 (putih dan
kuning telur
tercampur)

Telur Tabung 1 Warna kuning


bebek 6 (putih telur) pucat buih
banyak

Telur Tabung 2 Warna putih


bebek 6 (kuning buih sedikit
telur)
Telur Tabung 3 Warna kuning
bebek 6 (putih dan pucat buih
kuning telur banyak
tercampur)

Telur Tabung 1 Masih


puyuh 1 (putih telur) terbentuk
lapisan antara
air dan
minyak

Telur Tabung 2 Air dan


puyuh 1 (kuning minyak
telur) menyatu

Telur Tabung 3 Air dan


puyuh 1 (putih dan minyak
kuning telur menyatu,
tercampur) namun masih
terdapat
sedikit lapisan
Telur Tabung 1 Setelah
puyuh 2 (putih telur) perlakuan:
Antara
minyak dan
kuning telur
bercampur.
Telur Tabung 2 Setelah
puyuh 2 (kuning perlakuan:
telur) Antara
minyak dan
putih telur
tetap terlihat
tidak
bercampur.
Telur Tabung 3 Setelah
puyuh 2 (putih dan perlakuan:
kuning telur Antara
tercampur) minyak dan
campuran
kuning telur
dan putih telur
terlihat
tercampur.

2. Telur sebagai Clarifiying Agent


Jenis Telur Sampel Gambar Sebelum Gambar sesudah Keterangan
perlakuan perlakuan
Telur Tabung 1 Kurang
Ayam (putih mengikat
kampung telur) daun teh
3
Telur Tabung 2 Mengikat
Ayam (kuning daun teh
kampung telur) namun tidak
3 terlalu
banyak

Telur Tabung 3 Banyak


Ayam (putih dan mengikat
kampung kuning daun teh
3 telur
tercampur)

Telur Tabung 1 Sedikit


Ayam (putih mengikat
kampung telur) daun teh
4

Telur Tabung 2 Banyak


Ayam (kuning mengikat
kampung telur) daun teh
4

Telur Tabung 3 Mengikat


Ayam (putih dan daun teh
kmpung 4 kuning namun tidak
telur terlalu
tercampur) banyak
Telur Tabung 1 Daya ikat teh
bebek 5 (putih tidak kuat,
telur) teh yang
terikan dalam
putih telur
sedikit
Telur Tabung 2 Daya ikat teh
bebek 5 (kuning agak kuat,
telur) teh yang
terikan dalam
kuning telur
agak banyak
Telur Tabung 3 Daya ikat teh
bebek 5 (putih dan kuat, teh
kuning yang terikan
telur dalam
tercampur) campuran
putih dan
kuning telur
banyak
Telur Tabung 1 Sedikit
bebek 6 (putih mengikat teh
telur)

Telur Tabung 2 Kurang


bebek 6 (kuning mengikat teh
telur)
Telur Tabung 3 Lebih
bebek 6 (putih dan mengikat teh
kuning
telur
tercampur)

Telur Tabung 1
Sedikit
puyuh 1 (putih
mengikat
telur)
serbuk the

Telur Tabung 2
Sedikit
puyuh 1 (kuning
mengikat
telur)
serbuk the

Telur Tabung 3
Banyak
puyuh 1 (putih dan
mengikat
kuning
serbuk teh
telur
tercampur)

Telur Tabung 1 Serbuk teh


puyuh 2 (putih yang diikat
telur) tidak terlalu
banyak dan
tidak terlalu
sedikit
Telur Tabung 2 Serbuk teh
puyuh 2 (kuning yang diikat
telur) hanya sedikit

Telur Tabung 3 Serbuk teh


puyuh 2 (putih dan yang diikat
kuning banyak
telur
tercampur)

3. Telur sebagai Pembentuk Busa


Jenis Sampel V1 V2 Pembentuka Gambar Gambar Keterangan
Telur (ml) (ml) n busa (%) sebelum setelah
perlakuan perlakuan
Telur A (putih 5 4,4 -12 Volume putih
ayam telur) telur setelah
kampung pengocokan
3 semakin
berkurang,
dan
menghasilkan
busa
Telur B 5 4,6 -8 Volume
ayam (campura kuning dan
kampung n) putih telur
3 yang
dicampur
setelah
pengocokan
semakin
berkurang,
dan
menghasilkan
busa
Telur A (putih 5 5,5 10 Lebih banyak
ayam telur) membentuk
kampung busa
4

Telur B 5 5,3 6 Sedikit


ayam (campura membentuk
kampung n) busa
4

Telur A (putih 5 4,9 -2 Banyak


bebek 5 telur) mengandung
busa
Telur B 5 5 0 Sedikit
bebek 5 (campura mengandung
n) busa

Telur A (putih 5 4,9 -2 Banyak


bebek 6 telur) mengandung
busa

Telur B 5 5 0 Sedikit
bebek 6 (campura mengandung
n) busa

Telur A (putih 8 7,6 -1,67 Busa tidak


puyuh 1 telur) terlalu
terbentuk

Telur B 5,9 6 -5 Busa sangat


puyuh 1 (campura sedkit
n) terbentuk
Telur A (putih 5,4 5 -7,4
puyuh 2 telur)

Telur B 7 7,4 -5,4


puyuh 2 (campura
n)

4.2 Hasil Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Kualitas Internal Telur


Indeks Indeks Putih Berat Jenis
Jenis Sampel Haugh Unit
Kuning Telur Telur Putih Telur
Telur Puyuh 1 0,0048 0,006 0,76 g/ml 68,6
Telur Puyuh 2 0,42 0,043 - 78,32
Telur Puyuh 3 0,49 0,028 0,94 g/ml -
Telur Ayam
0,143 0,044 1,02 g/ml 78,39
Kampung 1
Telur Ayam
0,234 0,0174 0,99 g/ml 78,32
Kampung 2
Telur Bebek 1 0,38 0,1 0,86 g/ml 83,17
Telur Bebek 2 0,045 0,2 0,88 g/ml 82
4.2.2 Perhitungan Kemampuan Pembentuk Busa
Jenis Sampel Kode Sampel % Pembentukan Busa
A1 -5 %
B1 -1,7 %
Telur Puyuh
A2 -7,4 %
B2 -5 %
A1 -12 %
Telur Ayam B1 -8 %
Kampung A2 10 %
B2 6%
A1 -2 %
B1 0%
Telur Bebek
A2 -2 %
B2 0%
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Fungsi Perlakuan


5.1.1 Susu
a. Pengamatan Karateristik
Sampel susu segar, susu sterilisasi, susu pasteurisasi, susu kental manis, susu
bubuk full cream, dan susu masing-masing diambil sebanyak 150 ml. Setelah itu
dilakukan pengamatan yang meliputi warna, kekentalan, aroma, dan cita rasa dari
masing-masing sampel. Kemudian bandingkan masing-masing sampel tersebut.
b. Pengamatan ph
Pertama-tama susu berbagai produk olahan susu disiapkan untuk diambil
sampelnya sebanyak 5 ml. Setelah itu, dilakukan pengukuran ph pada masing-
masing sampel menggunakan ph meter san kertas ph universal yang bertujuan
untuk mengetahui nilai derajat keasaman dari masing-masing produk susu.
c. Uji Alkohol
Pertama-tama susu berbagai produk olahan susu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 70% alkohol sebanyak 5 ml. Penambahan alkohol
ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kesegaran dari susu itu sendiri. Setelah
diberi alkohol 70%, kemudian dikocok untuk menghomogenkan larutan susu
dengan alkohol agar cepat bereaksi. Setelah beberapa menit, sampel susu diamati
perubahannya dengan melihat ada tidaknya gumpalan yang terbentuk.
d. Berat jenis susu
Hal pertama yang dilakukan yaitu memasukkan susu sebanyak 250 ml ke
dalam gelas ukur untuk dihitung berat jenisnya menggunakan alat laktometer.
Kemudian amati skala yang tertera pada laktometer. Menghitung berat jenis
bertujuan untuk mengetahui berat jenis dari susu, khususnya pada susu yang
masih segar dengan susu yang sudah diolah menjadi produk yang akan memiliki
berat jenis yang berbeda-beda akibat penambahan perlakuan untuk menghasilkan
suatu produk susu olahan. Prinsip kerja laktometer berdasarkan hukum
archimedes yang menyatakan, bahwa setiap benda akan bekerja pada tekanan ke
atas yang sama dengan berat cairan yang dipindahkan oleh alat tersebut. Oleh
karena itu, apabila susu makin encer maka laktometer akan lebih dalam
masuknya ke dalam susu.
e. Pengaruh enzim
Susu segar sebanyak 100 ml dibagi menjadi 2 bagian masing-masing 50 ml
dan diberi sampel A dan B. Pada sampel A, ditambahkan ekstrak nanas 10 ml
yang belum di panaskan, sedangkan pada sampel B ditambahkan 10 ml ekstrak
nanas yang sudah dipanaskan. Fungsi perlakuan tersebut bertujuan untuk
mengetahui kualitas mutu susu dengan terjadinya penggumpalan atau koagulasi
dan juga menurunkan nilai pH susu. Sedankan tujuan dari penggunaan ekstrak
nanas yang sudah dimasak atau belum dimasak adalah untuk mengetahui
kecepatan katalisator enzim terhadap substrat (susu). Setelah ditambah ekstrak
nanas, sampel dihomogenkan untuk meratakan larutan agar enzim bekerja dengan
sempurna, kemudian diamkan selama 5 menit. Setelah itu amati perbedaan
ataupun perubahan yang terjadi.

5.1.2 Telur
a. Pengujian kualitas eksternal
Pertama tama menyiapkan sampel telur yang terdiri dari telur ayam, telur
ayam kampung, telur puyuh, dan telur bebek. Setelah itu dilakukan pengamatan
dan membandingkan berat, warna cangkang, keutuhan cangkang, kebersihan
cangkang, ketebalan cangkang, dan ukuran rongga udara pada masing-masing
sampel telur. Fungsi dari mengamati kualitas eksternal telur adalah untuk
mengetahui mutu dari telur itu sendiri yang dapat berpengaruh terhadap isinya
yang nantinya akan di konsumsi.
b. Pengujian kualitas internal
1. Pengukuran diameter dan tinggi
Sampel telur yang digunakan dipecah untuk mengambil isinya. Kemudian
telur tersebut diletakkan pada bidang datar untuk mempermudah pengukuran.
Setelah itu pengukuran diameter putih telur (rata-rata diameter panjang dan
diameter pendek) dengan jangka sorong dan tinggi putih telur dengan penggaris.
Setelah itu memisahkan putih telur dengan kuning telur dengan cara memutus
chalaza. Selanjutnya diikuti dengan pengukuran diameter kuning telur dengan
jangka sorong dan tinggi kuning telur dengan penggaris
2. Indeks putih telur dan kuning telur
Telur dipecahkan dan dipisahkan antara putih telur dan kuning telurnya.
Kemudian diukur tinggi dan rata-rata dari putuh dan kuning telur tersebut.
Selanjutnya dilakukan perhitungan indeks putih telur dan indeks kuning telur
menggunakan rumus. Pengukuran indeks telur ini bertujuan untuk mengetahui
kualitas telur.
3. Pengukuran pH putih telur dan kuning telur
Pertama-tama pisahkan antara putih telur dan kuning telur. Setelah itu,
dilakukan pengukuran ph pada masing-masing bagian menggunakan ph meter
yang bertujuan untuk mengetahui nilai derajat keasaman dari masing-masing
bagian telur (putih telur dan kuning telur).
4. Pengukuran BJ putih telur
Hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan telur dan mengambil bagian
putihnya. Kemudian putih telur tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur. Setelah
itu menimbang berat putih telur dan menghitung volumenya. Selanjutnya
menghitung nilai berat jenis dengan rumus :
BJ = W : V
Penghitungan berat jenis dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai berat
jenis pada masing-masing sampel telur.
5. Pengukuran Haugh Unit (HU)
Langkah pertama yaitu menimbang trlur utuh menggunakan timbangan
analitik. Selanjutnya mengukur tinggi putih telur. Dari pengukuran tersebut
diperoleh nilai H dan W sehingga dapat dihitung nilai Haugh Unit. Satuan haugh
unit ini adalah indikator utama dalam pengukuran kualitas telur.
6. Pengukuran tebal cangkang dan rongga udara
Pengukuran tebal cangkang dan rongga udara pada telur menggunakan jangka
sorong. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui kualitas telur.
Karena semakin dalam rongga udara yang terbentuk, menunjukkan bahwa umur
telur makin lama
c. Pengamatan Sifat Fungsional Telur
1. Prosedur pengamatan telur sebagai emulsifier
Pengamatan telur sebagai emulsifier dilakukan dengan menyiapkan 3 tabung
reaksi yang kemudian diisi masing-masing dengan 5 ml air. Penambahan air
berfungsi untuk menjaga agar butiran minyak yang ditambahkan nantinya akan
tetap tersuspensi. Kemudian ditambahkan 1 ml minyak goreng, setelah itu
dikocok. Minyak ini berfungsi sebagai gugus nonpolar. Pada tabung 1 masukkan
1 ml kuning telur, pada tabung 2 masukkan 1 ml putih telur, dan pada tabung 3
masukkan 1 ml campuran putih dan kuning telur. Kemudian amati perubahan
yang terjadi. Emulsifier akan mengikat minyak (partikel minyak dikelilingi)
sedangkan air akan terikat kuat oleh gugus polar pengemulsi tersebut. Bagian
polar kemudian akan terionisasi menjadi bermuatan negatif, hal ini menyebabkan
minyak juga menjadi bermuatan negatif. Partikel minyak kemudian akan tolak-
menolak sehingga dua zat yang pada awalnya tidak dapat larut tersebut kemudian
menjadi stabil.
2. Prosedur pengamatan telur sebagai clarifying agent
Hal pertama yang dilakukan yaitu siapkan 3 beaker glass dan masukkan
masing-masing 100 ml air dan teh. Kemudian dipanaskan hingga mendidih di
atas hot plate. Tahap selanjutnya adalah penambahan 5 ml kuning telur, putih
telur, dan campuran putih dan kuning telur kedalam masing-masing beaker glass
di atas hot plate tersebut. Tujuan dari pendidihan telur dengan teh ini adalah agar
kuning telur, putih telur, maupun campuran keduannya dapat mengikat kotoran
(serbuk-serbuk teh). Tahap yang terakhir adalah pengamatan ketiga beaker glass,
untuk mengetahui bagian telur manakah yang paling baik dalam mengikat
kotoran (serbuk-serbuk teh).
3. Prosedur pengamatan telur sebagai pembenuk busa
Pada pengamatan telur sebagai pembentuk busa yang pertama dilakukan
pertamayaitu siapkan 2 butir telur. Telur yang pertama dipecahkan lalu dipisahkan
bagian putih dan kuningnya, serta diambil bagian putih telurnya saja sebagai
sampel A dan masukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian diukur volume putih
telur tersebut menggunakan penggaris (Va1), untuk mengetahui volume putih
telur sebelum dilakukan pengocokkan. Telur yang kedua dilakukan hal yang sama
seperti telur yang pertama, namun yang membedakan yaitu diambil kuning telur
dan putih telur sebagai sampel B. Setelah sampel A dan B siap, kemudian
dilakukan pengocokkan selama 5 menit dengan kecepatan yang sama. Hal
tersebut dilakukan untuk mengetahui bagian telur yang mana yang bisa
membentuk busa secara sempurna. Kemudian pindahkan sampel ke gelas ukur
untuk di ukur volume masing-masing telur menggunakan penggaris. Sampel putih
telur setelah dikocok sebagai (Va2) dan putih telur dan kuning telur setelah
dikocok sebagai (Vb2). Selanjutnya hitung kemampuan pembentukan busa
masing-masing sampel menggunakan rumus.

5.1 Analisa Data


5.1.1 Susu
a. Pengamatan Karateristik
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data tentang
perbedaan karakteristik susu segar dan beberapa produk olahan susu yang
meliputi susu sterilisasi (UHT), susu pasteurisasi, susu segar rebus, susu kental
manis, dan susu bubuk full cream. Parameter yang diamati antara lain warna,
kekentalan, cita rasa, dan aroma.
Warna pada susu susu segar, susu sterilisasi (UHT), susu pasteurisasi, susu
segar rebus, susu kental manis, dan susu bubuk full cream berturut turut adalah
putih tulang, putih tulang, putih susu, putih kekuningan, putih tulang, dan putih
kekuningan. Sehingga warna dari beberapa sampel susu tersebut cenderung putih.
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa warna air susu berkisar dari putih
kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil
dispersi dari refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein
dan calsium phosphat. Warna kuning adalah karena lemak dan caroten yang dapat
larut. Bila lemak diambil dari susu maka susu akan menunjukkan warna kebiruan
(Scetzer, 2006).
Susu pasteurisasi memiliki aroma yang segar, susu kental manis memiliki
aroma manis pekat, susu segar memiliki aroma sedikit manis, susu segar rebus
memiliki aroma agak manis, susu bubuk full cream memiliki aroma segar khas
susu, dan susu sterilisasi memiliki aroma manis. Dari data pengamatan diatas
aroma sampel susu rata-rata memiliki aroma sedap khas susu sehingga dapat
diindikasikan bahwa sampel susu yang diamati berkualitas baik.
Rasa pada susu dari data pengamatan diatas cenderung memiliki rasa
hambar/tawar. Sedangkan pada susu kental manis dan susu pasteurisasi memiliki
rasa yang manis dan gurih. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya
penambahan bahan tambahan pangan seperti gula pada olahan susu sehingga susu
memiliki rasa manis.
Setiap sampel susu memiliki tingkat kekentalan yang berbeda-beda mulai dari
encer hingga sedikit kental. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh adanya
perlakuan yang berbeda pada masing-masing sampel susu dan olahan susu.
b. Pengamatan pH
6,7
6,6
6,5
6,4
6,3
6,2
6,1
6
5,9 pH Meter
5,8
5,7 pH Universal

Diagram batang berwarna hitam menunukkan hasil data pH meter, sedangkan


disgram batang warna putih menunjukkan hasil data pH universal. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa susu cenderung memiliki nilai pH yang bersifat
normal yaitu rata-rata bernilai pH 6. Susu yang memiliki pH tertinggi adalah susu
kental manis. Sedangkan susu yang memiliki nilai pH terendah adalah susu
sterilisasi dengan menggunakan pengukuran pH meter. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Buckle (1988) bahwa susu segar dan berkualitas baik akan memiliki
pH dengan rentan 6,3 hingga 6,8. Sedangkan jika terjadi cukup banyak
pengasaman oleh aktivitas bakteri, maka nilai pH akan menurun secara nyata.

d. Uji Alkohol

Dari praktikum uji alkohol yang telah dilakukan menggunakan susu kental
manis tidak mengalami gumpalan. Sehingga dapat dikategorikan susu kental
manis tersebut memiliki kualitas yang baik. Menurut Buckle (1987) tujuan dari uji
alkohol adalah untuk memeriksa dengan tepat tingkat keasaman susu.

e. Pengamatan Berat Jenis Susu

Berat Jenis
25

20

15

10
Berat Jenis

0
Susu Susu Kental Susu Segar Susu Segar Susu Bubuk Susu
Pasteurisasi Manis Rebus Full Cream Sterilisasi
(80˚C ; 1')

Berat jenis susu dapat diukur menggunakan alat laktometer. Pada


pengamatan berat jenis susu digunakan laktometer untuk mengukur berat jenis
pada susu. Menurut SNI (01-3141-2011) berat jenis susu normal sebesar 1,027
g/ml. Sampel susu yang memenuhi SNI adalah susu sterilisasi. Susu dengan berat
jenis lebih dari 1,027 g/ml dimiliki oleh susu kental manis dan susu segar rebus.
Susu lainnya memiliki berat jenis dibawah 1,027 g/ml. Pada susu segar rebus
memiliki berat jenis yang sangat tinggi dan diluar batas berat jenis susu. Hal
tersebut dapat disebabkan kurangnya ketelitian saat pengamatan. Menurut Forrest,
dkk (1998), jika laktometer dicelupkan dalam susu yang rendah berat jenisnya,
maka laktometer akan tenggelam lebih dalam sehingga pada susu segar rebus
memiliki berat jenis yang sangat besar. Hal ini juga karena susu yang dianalisa
mengandung banyak lemak dan penurunan berat jenis susu dapat dipengaruhi oleh
adanya gas yang timbul didalam susu.

f. Pengaruh Enzim

Pada pengamatan pengaruh enzim terhadap susu dengan menggunakan ekstrak


nanas yang mengandung enzim bromelin. Ekstrak nanas ini membuat aroma susu
yang amis menjadi hilang dan ada sebagian sampel susu yang sedikit beraroma
nanas. Selain itu, enzim bromelin berpengaruh terhadap perubahan warna susu
dari putih menjadi kekuning-kuningan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Sherrington (1994) yang menyatakan bahwa enzim sebagi protein akan
mengalami denaturasi jika suhunya dinaikkan. Akibatnya daya kerja enzim
menurun. Hal inilah yang menyebabkan perubahan warna dan aroma pada susu.

5.2.2 Telur

a. Kualitas Eksternal

Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor yakni kualitas luarnya berupa
kulit cangkang dan isi telur. Faktor luar meliputi bentuk warna, tekstur, keutuhan,
dan kebersihan kulit. Sedangkan faktor isi telur meliputi kekentalan putih telur,
warna serta posisi kuning telur dan ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning
telur (Sarwono, 1986).

b. Indeks putih telur dan kuning telur


Telur dipecahkan dan dipisahkan antara putih telur dan kuning telurnya.
Kemudian diukur tinggi dan rata-rata dari putuh dan kuning telur tersebut.
Selanjutnya dilakukan perhitungan indeks putih telur dan indeks kuning telur
menggunakan rumus. Pengukuran indeks telur ini bertujuan untuk mengetahui
kualitas telur.
c. Pengukuran pH putih telur dan kuning telur
Pertama-tama pisahkan antara putih telur dan kuning telur. Setelah itu,
dilakukan pengukuran ph pada masing-masing bagian menggunakan ph meter
yang bertujuan untuk mengetahui nilai derajat keasaman dari masing-masing
bagian telur (putih telur dan kuning telur). Menurut Wells (1985), pH putih telur
segar sekitar 7,8 dan meningkat selama penyimpanan hingga 9,7
d. Pengukuran BJ putih telur
Hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan telur dan mengambil bagian
putihnya. Kemudian putih telur tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur. Setelah
itu menimbang berat putih telur dan menghitung volumenya. Penghitungan berat
jenis dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai berat jenis pada masing-masing
sampel telur. Menurut Buckle et all. (1978), indeks albumen memiliki banyak
bervariasi. Apabila telur disimpan, makin lama indeks albumen akan menurun dan
semakin kecil, ini disebabkan karena putih telur semakin encer. Begitu pula pada
berat jenis putih telur yang akan semakin kecil apabila semakin lama disimpan.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap butir telur memiliki nilai berat jenis putih telur
yang berbeda-beda.
e. Pengukuran Haugh Unit (HU)
Langkah pertama yaitu menimbang trlur utuh menggunakan timbangan
analitik. Selanjutnya mengukur tinggi putih telur. Dari pengukuran tersebut
diperoleh nilai H dan W sehingga dapat dihitung nilai Haugh Unit. Satuan haugh
unit ini adalah indikator utama dalam pengukuran kualitas telur. Menurut Lubis
(1960), nilai Haugh Unit telur yang tinggi menendakan telur masih berkualitas
tinggi karena kondisi putih telur kental masih tinggi.
f. Pengamatan Telur Sebagai Emulsifier

Dari pengamatan sampel, dapat diperoleh hasil bahwa komponen telur yang
paling baik digunakan sebagai emulsifier adalah kuning telur dan campuran antara
kuning dan putih telur. Hal tersebut terbukti saat ditambahkannya kuning telur dan
campuran kuning dan putih telur pada campuran air dan minyak yang dikocok
hingga homogen menggunakan vortex, minyak dan air dapat menyatu secara
homogen. Sedangkan hal berbeda yang terjadi dengan menggunakan putih telur,
minyak dan air tidak bisa terdispersi secara merata/homogen. Ini sesuai dengan
Koswara (2009), yang menyatakan bahwa putih telur mempunyai daya emulsi
yang sedang, sedangkan kuning telur adalah emulsifier kuat.

g. Pengamatan Telur Sebagai Clarifying Agent

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui jika campuran antara
putih dan kuning telur memiliki kemampuan mengikat kotoran paling besar
daripada sampel telur yang lain. Hal ini disebabkan, telur memiliki daya
koagulasi. Koagulasi merupakan penggumpalan yang terjadi karena perubahan
struktur protein telur yang menyebabkan peningkatan kekentalan dan kehilangan
kelarutan. Koagulasi protein telur dapat terjadi karena panas, garam, asam, basa
atau pereaksi lain. Karena gaya koagulasi itulah telur akan dapat mengikat kotoran
(serbuk-serbuk teh) yang terdapat dalam media air teh. Sementara daya ikat yang
paling baik dari data pengamatan diatas adalah campuran putih da kuning telur.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan


diantaranya sebagai berikut.

1. Susu yang memiliki kualitas baik biasanya akan bersifat netral yaitu memiliki
pH berkisar 6,3-6,8.
2. Susu yang tidak menggumpal saat pengujian alkohol menandakan susu
memiliki kualitas yang baik.
3. Susu dapat menjadi substrat untuk enzim bromelin dan kerja enzim pada susu
dapat berpengaruh pada suhu.
4. Bagian telur yang dapat dijadikan emulsifier dengan baik adalah bagian
kuning telur, karena memiliki tingkat koagulasi yang lebih padat.

6.2 Saran

Seorang praktikan harus mengetahui tentang prosedur praktikum yang akan


dilaksanakan. Selain itu, perlu adanya peningkatan ketelitian dari praktikan dalam
melakukan pengamatan dan menjalankan praktikum. Hal tersebut bertujuan agar
praktikum berjalan dengan baik dan nantinya akan menghasilkan data-data yang
sesuai dan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier,S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama.

Atik, Rusmiati dan Tetty. 2015. Aneka Masakan Telur. Agromedia Pustaka.
Jakarta.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2006. Kategori Pangan. Direktorat
Standarisasi Produk Pangan, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-2971-1998. Susu Kental Manis.


Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 01-3141-2011. Susu Segar. Badan


Standardisasi Nasional, Jakarta.

Bell, D.D. and W.D. Weaver, 2002. Commercial Chicken Meat and Egg
Production. Academic Pub-lisher, United States of America.New York.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan Wootton. 2009. Ilmu Pangan.
Terjemahan: Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta

Budiman, Y. 2009. Perbandingan Kadar Protein Antara Telur Asin Rebus


Dengan Telur Asin Panggang Yang Di Jual Di Sekitar Alun-Alun Brebes.
Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang

Chukwuka, K.S., Iwuagwu, M. dan Uka, U.N. 2011. Evaluation of Nutritional

Darkuni, N. 2001. Mikrobiologi. Malang: JICA.

Eniza, Saleh. 2004. Dasar Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera.
Utara: Universitas Sumatra Utara Press

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas. Bogor : Institut


Pertanian Bogor.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi, Murdijati G, et al, penerjemah. Yogyakarta:
Penerbit Gajah Mada University Press. Terjemahan dari:The Science of
Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology.

Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Hasil- Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur.
Yogyakarta: Liberty. Hansderson.

Hardini, S. Y. P. K. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur


Konsumsi dan Telur Biologis terhadap Kualitas Interior Telur Ayam
Kampung.Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Terbuka. Jakarta.

Harendra. 2009. Higiene Susu. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.

Ide, Pangkalan. 2008. Healt Secret of Kefir. Jakarta: Elex Media Kamputindo.

Insani dan Rozali.2006. Karakteristik nutrisi dan sifat fungsional susu


pasteurisasi dari campuran susu kambing Peranakan Etawah dan Saanen
serta diversifikasi rasanya dengan ekstrak rempah. IPB. Bogor.

Lestari, E. 2009. Korelasi Antara Bobot Telur dengan Bobot Tetas dan
Perbedaan Susut Bobot pada Telur Entok. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Listiyowati dan Roospitasari. 1992. Puyuh, Tata Laksana Budaya Secara


Komersil. Edisi revisi. Penebar swadaya : jakarta

Margono. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Messen, W. G. 2005. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Ed. Rev. : Januari 2006. IPB
Press, Bogor
Newstead, D.F., S.P. Reelick, & B.A. Vautier. 2005. Recombination of Milk and
Milk Products. 2nd Ed. New Zealand: A Fonterra Reseach Centre
Handbook.

Prinsip Dasar. Denpasar : Udayana University Press.

Rahayu IHS. 2012. Karakteristik fisik, komposisi kimia dan uji organoleptik telur
ayam merawang dengan pemberian pakan bersuplemen omega-3.
Teknologi Industri Pangan, 14:199-205

Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas Di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.

Resi, K. 2009. Pengaruh Sistem Pemberian Pakan yang Mengandung Duckweed


terhadap Produksi Telur Itik Lokal. Skripsi. Fakultas
Peternakan.Universitas Mataram. Mataram.

Scetzer.2006.Nutrition of the chicken.2th ed. New york (US): M. L. Scot and


Associates Ithaca

Setya, Agung Wardana. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi.


Pertanian.Surakarta : Universitas Slamet Riyadi.

Suardana, I. W. & I. B. N. Swacita. 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori dan

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur.PT.Jakarta : Penebar Swadaya.

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi, Pengolahan dan Keamanan Pangan.


Jakarta: Alumni.

Tjahjadi, C, dan Herlina Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. [ Skripsi].


Bandung: Universitas Padjajaran.

Walstra, P., J.T.M. Wouters, & T.J. Geurts. 2006. Dairy Scince and Technology.
2nd Ed. CRC Press, Boca Raton.

Wardana.2012. Kajian Kualitas Susu Segar pada Jalur Susu di DIY. UGM Press.
Yogyakarta.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan


Pengolahannya. M-Brio Press. Bogor.

Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Components of Carica papaya L. At


Different Stages of Ripening. Journal of Pharmacy and Biological
Sciences. Volume 6, Issue 4.

Yamamoto, T., Juneja, L. R. Hatta, and M. Kim. 2007. Hen Eggs. CRC Press.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Perhitungan Kualitas Internal Telur


1.1 Telur Puyuh 1

a. Indeks Kuning Telur = = 0,0048

b. Indeks Putih Telur = = 0,006

c. Berat Jenis Telur = = 0,76 g/ml

d. Haugh Unit = 100 log {√ }


= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log { }
=
=

1.2 Telur Puyuh 2

a. Indeks Kuning Telur = = 0,42

b. Indeks Putih Telur = = 0,043


c. Haugh Unit = 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log { }
=
=

1.3 Telur Puyuh 3

a. Indeks Kuning Telur = = 0,49

b. Indeks Putih Telur = = 0,028

c. Berat Jenis Telur = = 0,94 g/ml


1.4 Telur Ayam Kampung 1

a. Indeks Kuning Telur = = 0,143

b. Indeks Putih Telur = = 0,044

c. Berat Jenis Telur = = 1,02 g/ml

d. Haugh Unit = 100 log {√ }


= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log { }
=
=

1.5 Telur Ayam Kampung 2

a. Indeks Kuning Telur = = 0,234

b. Indeks Putih Telur = = 0,0174

c. Berat Jenis Telur = = 0,99 g/ml


d. Haugh Unit = 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log { }
=
=

1.6 Telur Bebek 1

a. Indeks Kuning Telur = = 0,38

b. Indeks Putih Telur = = 0,1

c. Berat Jenis Telur = = 0,86 g/ml


d. Haugh Unit = 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log { }
=
=

1.7 Telur Bebek 2

a. Indeks Kuning Telur = = 0,2

b. Indeks Putih Telur = = 0,045

c. Berat Jenis Telur = = 0,8821 g/ml


d. Haugh Unit = 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log {√ }
= 100 log { }
=
=

2. Perhitungan Kemampuan Pembentukan Busa


2.1 Telur Puyuh 1

a. Sampel A = × 100% = -5 %

b. Sampel B = × 100% = 1,7 %

2.2 Telur Puyuh 2

a. Sampel A = × 100% = -7,4 %

b. Sampel B = × 100% = -5 %

2.3 Telur Ayam Kampung 1

a. Sampel A = × 100% = -12 %

b. Sampel B = × 100% = -8 %
2.4 Telur Ayam Kampung 2

a. Sampel A = × 100% = 10 %

b. Sampel B = × 100% = 6 %

2.5 Telur Bebek 1

a. Sampel A = × 100% = -2%

b. Sampel B = × 100% = 0 %

2.6 Telur Bebek 2

a. Sampel A = × 100% = -2 %

b. Sampel B = × 100% = 0 %
DOKUMENTASI

Pengamatan Pengamatan pH
Karakteristik Susu

Pengamatan Uji Alkohol Pengamatan Berat Pengamatan Pengaruh


Jenis Susu Enzim Terhadap Susu

Pengamatan Pengamatan Indeks Pengukuran pH


Karakteristik Putih Telur

Pengamatan Clarifying Pengukuran Volume


Agent

Anda mungkin juga menyukai