Anda di halaman 1dari 10

Sanitasi Lingkungan Yang Tidak Baik Mempengaruhi Status Gizi Pada Balita

Di Wilayah RW VI Kelurahan Bangsal


Natalia Puspitawati, Tri Sulistyarini

SANITASI LINGKUNGAN YANG TIDAK BAIK MEMPENGARUHI STATUS


GIZI PADA BALITA

POOR SANITATION OF ENVIRONMENT INFLUENCES NUTRITION STATUS


TO UNDER FIVE YEARS

Natalia Puspitawati
Tri Sulistyarini
STIKES RS Baptis Kediri
(stikesbaptisjurnal@ymail.com)

ABSTRAK

Status gizi secara tidak langsung berpengaruh terhadap faktor sosial ekonomi dan
langsung terhubung dengan hygiene sanitasi, juga dengan tingkat konsumsi dan infeksi.
Peraturan pembangunan di bidang kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan termasuk keadaan gizi. Tujuan penelitian ini menganalisis sanitasi lingkungan
yang tidak baik dapat mempengaruhi status gizi. Desain penelitian ini adalah cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah balita (usia 1-5 tahun) di wilayah RW VI
Kelurahan Bangsal. Dengan jumlah sampel 32 responden menggunakan total sampling.
variabel independen sanitasi lingkungan dan variabel dependen status gizi. Data
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara, kemudian dianalisis
dengan menggunakan regresi linier dengan tingkat signifikansi α ≤ 0,05 regresi linier p =
0,111, dimana p>α yang berarti Ho diterima, Ha ditolak. Tidak ada hubungan antara
sanitasi lingkungan dan status gizi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada
verifikasi negatif status lingkungan sanitasi yang buruk terhadap status gizi balita di RW
VI Kelurahan Bangsal.

Kata kunci: sanitasi lingkungan, status gizi, balita

ABSTRACT

Nutrition status indirectly effects the economic social factor and directly connected
with hygiene sanitation and also with the level of consume and infection. Regulation of
development in health is to increasing the degree of health including circumstance of
nutrition. This study analyzes the goal which is poor environmental sanitation can affect
nutritional status. Design in this study is cross-sectional. The population were toddlers
(aged 1-5 years) in RW VI Bangsal village. With a sample of 32 respondents using total
sampling. Independent variables environmental sanitation and the dependent variable
nutritional status. The data was collected using questionnaire and interview, then
analyzed using the linear regression with significant level α≤0,05 of linear regression
p=0,111, where p>α which means that Ho is accepted, Ha rejected. There is no
correlation between environmental sanitation and nutrition status. It can be concluded that
there is no negative verification of poor environmental sanitation toward nutrition status
to under five years in RW VI Bangsal village.

Keywords : environmental sanitation, nutrition status, under five years.

74
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

Pendahuluan penyakit antara lain diare dan infeksi


saluran pernapasan.
Gizi buruk akut atau busung lapar
Zat gizi merupakan unsur yang menurut sensus WHO menunjukkan 49%
penting dalam nutrisi mengingat zat gizi dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada
tersebut dapat memberikan fungsi anak dibawah lima tahun di negara
tersendiri pada nutrisi, kebutuhan nutrisi berkembang. Kasus kekurangan gizi
tidak akan berfungsi secara optimal kalau tercatat 50 % anak – anak di Asia.
tidak mengandung beberapa zat gizi yang Menurut UNICEF tahun 2008 saat ini
sesuai dengan kebutuhan tubuh, demikian ada sekitar 40 % anak Indonesia dibawah
juga zat gizi yang cukup pada kebutuhan usia lima tahun menderita gizi buruk, dan
nutrisi akan memberikan nilai yang saat ini sebanyak 1,7 juta diantara 19 juta
optimal. Status gizi adalah ekspresi dari anak usia bawah ima tahun (balita) di
keadaaan keseimbangan dalam bentuk Indonesia terancam menderita gizi buruk
variabel tertentu atau perwujudan dari (Metropolis JP, 2007). Departemen
nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Kesehatan Anak FKUI menemukan
Konsumsi gizi sangat mempengaruhi bahwa dalam praktek sehari-hari masih
status gizi kesehatan seseorang yang banyak kejadian yang merugikan pada
merupakan modal utama bagi individu. anak-anak. Sebanyak 16 % diantara
Asupan gizi yang salah atau tidak sesuai anak-anak yang mengalami gangguan
akan menimbulkan masalah kesehatan perkembangan dan syaraf yang ringan
(Sulistyaningsih, 2011). Dengan sampai berat. Gangguan tersebut
terpenuhinya gizi yang baik, tubuh dapat bervariasi, seperti, motorik kasar,
mempertahankan diri terhadap penyakit motorik halus, hingga gangguan bicara.
infeksi dan sebaliknya gangguan gizi Sedangkan bayi yang mengalami
dapat memperburuk kemampuan anak gangguan perkembangan motorik yang
untuk mengatasi penyakit infeksi. lebih ringan masih lebih banyak. Belum
Disamping itu, apabila anak mengalami lagi sampai enam per 1000 bayi
status gizi kurang maka dapat mengalami gangguan pendengaran. Ini
menyebabkan kekurangan gizi (seperti harus segera ditangani, sebab bila
energi, protein, zat besi) menyebabkan terlambat bisa menyebabkan gangguan
berbagai keterbatasan antara lain pendengaran permanen (Aqib, 2006).
pertumbuhan mendatar, berat dan tinggi Berdasarkan data yang diperoleh dari
badan menyimpang dari pertumbuhan kader posyandu balita RW VI ada di RT
normal dan lain – lain dan pada akhirnya II dan IV bahwa pada bulan maret 2011
menyebabkan keterlambatan sebanyak 16 balita, sedangkan
pertumbuhan. berdasarkan hasil observasi dan
Arah kebijaksanaan pembangunan wawancara peneliti didapatkan jumlah
bidang kesehatan adalah untuk balita usia ≥ 1 - 5 tahun yang mengalami
mempertinggi derajat kesehatan termasuk status gizi baik sebanyak 3 balita, yang
di dalamnya keadaan gizi. Adapun mengalami status gizi sedang sebanyak 9
faktor-faktor yang mempengaruhi status balita, yang mengalami status gizi kurang
gizi pada balita adalah diantaranya sebanyak 5 balita.
kesehatan dan sanitasi lingkungan yang Status gizi balita adalah keadaan
termasuk faktor tidak langsung, tetapi kurang gizi yang disebabkan oleh
juga ada faktor lain yang mempengaruhi rendahnya konsumsi energi dan protein
status gizi. Sanitasi lingkungan adalah dalam makanan sehari-hari sehingga
status kesehatan suatu lingkungan yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
mencakup perumahan, pembuangan Beberapa faktor penyebab status gizi
kotoran, penyediaan air bersih, dan balita dapat digolongakan menjadi
sebagainya (Notoatmojo, 2003). penyebab langsung yaitu konsumsi
Keadaan lingkungan yang kurang baik makanan dan penyakit infeksi sedangkan
memungkinkan terjadinya berbagai penyebab tidak langsung yaitu

75
Sanitasi Lingkungan Yang Tidak Baik Mempengaruhi Status Gizi Pada Balita
Di Wilayah RW VI Kelurahan Bangsal
Natalia Puspitawati, Tri Sulistyarini

ketersediaan pangan di tingkat rumah paradigma pembangunan kesehatan


tangga, pola asuh anak, sanitasi lingkungan dan status gizi khususnya
lingkungan, pelayanan kesehatan, pada balita yang lebih menekankan pada
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, aspek pencegahan (preventif) dari pada
pengetahuan gizi ibu, jumlah anggota aspek pengobatan (kuratif). Dengan
keluarga, pendapatan keluarga dan adanya upaya preventif yang baik, angka
kemiskinan. Sanitasi lingkungan kejadian penyakit yang terkait dengan
merupakan salah satu faktor yang kondisi lingkungan dapat dicegah
mempengaruhi status gizi. Gizi kurang (Slamet, 2009). Dari uraian di atas perlu
dan infeksi kedua – duanya bermula dari dilakukan penelitian tentang : “Sanitasi
kemiskinan dan lingkungan yang tidak lingkungan yang tidak baik
sehat dengan sanitasi buruk. Keadaan mempengaruhi status gizi balita di
gizi kurang tingkat berat pada masa bayi Wilayah RW VI Kelurahan Bangsal “.
dan balita ditandai dengan dua macam
sindrom yang jelas yaitu kwashiorkor,
karena kurang konsumsi protein dan Metodologi Penelitian
marasmus karena kurang konsumsi
energi dan protein. Kwashiorkor banyak Desain penelitian adalah sesuatu
dijumpai pada bayi dan balita pada yang sangat penting dalam penelitian,
keluarga berpenghasilan rendah, dan yang memungkinkan pemaksimalan
umumnya kurang sekali pendidikannya. kontrol beberapa faktor yang bisa
Sedangkan Marasmus banyak terjadi mempengaruhi akurasi suatu hasil
pada bayi dibawah 1 tahun, yang (Nursalam, 2003). Berdasarkan tujuan
disebabkan karena tidak mendapatkan penelitian, desain penelitian yang
ASI atau penggantinya (Suhardjo, 2003). digunakan adalah cross sectional. Dalam
Kekurangan energi kronis dapat penelitian ini variabel sebab atau resiko
menyebabkan balita lemah, pertumbuhan dan akibat atau kasus yang terjadi pada
jasmaninya terlambat, dan perkembangan objek penelitian diukur dan dikumpulkan
selanjutnya terganggu. Kekurangan gizi secara simultan, sesaat atau satu kali saja
juga dapat menyebabkan mudahnya dalam satu kali waktu atau waktu yang
terkena serangan infeksi dan penyakit bersamaan (Setiadi, 2007). Variabel
lainnya serta lambatnya proses regenerasi penelitian adalah sesuatu yang digunakan
sel tubuh (Suhardjo, 2003). sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
Agar balita tidak mengalami status dimiliki atau didapatkan oleh satuan
gizi yang buruk maka perlu didukung penelitian tentang sesuatu konsep
dengan peningkatan kebersihan pengertian tertentu. Variabel independen
lingkungan, yaitu dengan pemeliharaan adalah faktor yang diduga mempengaruhi
lingkungan air serta pengelolaan sampah variabel dependen. Variabel
perlu diperhatikan dengan lebih seksama, independennya adalah sanitasi
khususnya balita dengan keadaan gizi lingkungan. Variabel dependen adalah
yang kurang seperti kekurangan vitamin respon output. Variabel dependen dalam
A, B, dan C. Dengan demikian dalam penelitian ini adalah status gizi pada
pemberantasan berbagai penyakit seperti balita.
DHF, ISPA ini peran serta masyarakat Populasi adalah keseluruhan dari
khususnya keluarga yang mempunyai suatu variabel yang menyangkut masalah
balita sangat penting dan menjadi faktor yang diteliti. Pada penelitian ini
penentu keberhasilan upaya populasinya adalah semua balita (usia ≥
pemberantasan berbagai penyakit akibat 1-5 tahun) di wilayah RW VI Kelurahan
hygiene sanitasi yang kurang. Selain itu Bangsal. Jumlah populasi pada penelitian
pihak Puskesmas dan tenaga kesehatan ini sebanyak 32 balita. Sampel Penelitian
juga perlu menggalakkan program adalah bagian dari populasi yang dipilih
lingkungan bersih karena sanitasi juga dengan sampling tertentu untuk bisa
sangat menentukan keberhasilan dari memenuhi atau mewakili populasi.

76
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

Dalam penelitian ini sampel diambil dari Berdasarkan data diatas dapat
balita (usia ≥ 1 - 5 tahun) yang diketahui bahwa lebih dari 50% dengan
memenuhi kriteria inklusi. Besar sampel berat badan 10-15 kg yaitu sebanyak 18
adalah banyaknya anggota yang akan responden (51%).
dijadikan sampel. Besar sampel dalam
penelitian ini tidak dihitung, karena
sampling yang digunakan adalah Total Tabel 3 Karakteristik Responden
Sampling. Jadi besar sampel dalam Berdasarkan Jenis Kelamin
penelitian ini sebanyak 32 responden. di RW VI Kelurahan
Bangsal pada Tanggal 15
juni s/d 14 Juni 2011
Hasil Penelitian Jenis Kelamin Frekuensi %
Laki-Laki 19 54
Perempuan 13 46
Data Umum Jumlah 32 100

Berdasarkan data diatas dapat


Data ini berdasarkan hasil diketahui lebih dari 50% responden
rekapitulasi data demografi responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu
yang meliputi jenis kelamin, umur, sebanyak 19 responden (54%).
pendidikan, masa kerja yang disajikan
dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Data Khusus

Tabel 1 Karakteristik Responden


Berdasarkan Umur di RW Pada bagian ini akan disajikan
VI Kelurahan Bangsal pada hasil pengumpulan data terhadap
Tanggal 15 Juni s/d 14 Juli responden di Instalasi Rawat Inap Rumah
2011 Sakit Baptis Kediri tentang faktor –
Umur Frekuensi % faktor yang mempengaruhi terjadinya
12-24 bulan 7 22 phlebitis pada pasien. Data disajikan
24-36 bulan 8 25 dalam bentuk tabel sebagai berikut :
36-48 bulan 5 16
48-60 bulan 12 37
Jumlah 32 100 Tabel 4 Distribusi Frekuensi
Berdasarkan data diatas dapat Karakteristik Responden
diketahui bahwa paling banyak Berdasarkan Sanitasi
responden dengan umur 48-60 bulan Lingkungan di RW VI
yaitu sebanyak 12 responden (37%). Kelurahan Bangsal pada
Tanggal 15 Juni s/d 14 Juli
2011
Tabel 2 Karakteristik Responden Sanitasi lingkungan Frekuensi %
Berdasarkan Berat Badan di Baik 4 12
RW VI Kelurahan Bangsal Cukup 21 66
pada Tanggal 15 Juni s/d 14 Kurang 7 22
Juli 2011 Jumlah 32 100
Berat Badan Frekuensi %
5 – 10 kg 12 43 Berdasarkan data diatas dapat
10 – 15 kg 18 51 diketahui bahwa sebagian besar
15 – 20 kg 2 6 responden dengan sanitasi lingkungan
Jumlah 23 100 yang cukup yaitu sebanyak 21 responden
(66%).

77
Sanitasi Lingkungan Yang Tidak Baik Mempengaruhi Status Gizi Pada Balita
Di Wilayah RW VI Kelurahan Bangsal
Natalia Puspitawati, Tri Sulistyarini

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan data diatas dapat


Karakteristik Responden diketahui bahwa paling banyak
Berdasarkan Status Gizi di responden dengan status gizi cukup yaitu
RW VI Kelurahan Bangsal sebanyak 12 responden (38%).
pada Tanggal 15 Juni s/d 14
Juli 2011
Status Gizi Frekuensi %
Lebih 0 0
Baik 9 28
Cukup 12 38
Kurang 11 34
Buruk 0 0
Jumlah 32 100

Tabel 10 Tabulasi Silang Sanitasi Lingkungan dengan Status Gizi di RW VI


Kelurahan Bangsal pada Tanggal 15 Juni s/d 14 Juli 2011
Status gizi
Sanitasi Total
Buruk Kurang Sedang Baik Lebih
Lingkungan
F % F % F % F % F % F %
Kurang 0 0 1 14 2 29 4 57 0 0 7 100
Cukup 0 0 8 38 9 43 4 19 0 0 21 100
Baik 0 0 2 50 1 25 1 25 0 0 4 100
Total 0 0 11 34 12 38 9 28 0 0 32 100
Uji Regresi Linier : 0,111

Berdasarkan hasil tabulasi silang, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki sanitasi lingkungan yang cukup dengan status gizi sedang 43%. Masih ada
responden yang memiliki sanitasi lingkungan baik tetapi status gizinya kurang 50% dan
ada 57% responden yang memiliki sanitasi lingkungan kurang tetapi status gizinya baik.
Berdasarkan uji statistik Regresi Linier dengan tingkat kemaknaan α ≤ 0,05 didapatkan p
= ≥ 0,05 dimana p < 0,05 maka ho ditolak dan bila p ≥ 0,05 maka Ho diterima, jadi
sanitasi lingkungan yang tidak baik tidak mempengaruhi status gizi pada balita di wilayah
RW VI Kelurahan Bangsal.

Pembahasan sanitasi lingkungan kurang sebanyak 7


responden (22%).
Kesehatan lingkungan pada
Sanitasi lingkungan di wilayah RW VI hakekatnya adalah suatu kondisi atau
Kelurahan Bangsal keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap
Berdasarkan hasil penelitian terwujudnya status keseatan yang
didapatkan bahwa sanitasi lingkungan di optimum pula. Ruang lingkup kesehatan
wilayah RW VI Kelurahan Bangsal lingkungan tersebut antara lain :
paling banyak responden dengan sanitasi perumahan, pembuangan kotoran
cukup yaitu 21 responden (66%). Hal ini manusia (tinja), penyediaan air bersih,
dapat dilihat dari 32 responden pembuangan sampah, pembuangan air
didapatkan responden dengan sanitasi kotor (air limbah), rumah hewan ternak
lingkungan baik sebanyak 4 responden (kandang), dan sebagainya (Notoatmojo,
(12%), sanitasi lingkungan cukup 2005). Keadaan lingkungan yang kurang
sebanyak 21 responden (66%), dan baik memungkinkan terjadinya berbagai
penyakit antara lain diare dan infeksi

78
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

saluran pernapasan. Sanitasi lingkungan diplester. Keempat Dinding, rumah harus


sangat terkait dengan ketersediaaan air bersih, kering dan kuat. Dinding selain
bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai untuk penyangga, juga untuk melindungi
rumah serta kebersihan peralatan makan dari panas, hujan dan sebaiknya untuk
pada setiap keluarga. Makin tersedia air dinding rumah dibuatkan dari batu bata.
bersih untuk kebutuhan sehari-hari, Kelima Kepadatan penghuni Resiko yang
makin kecil risiko anak terkena penyakit ditimbulkan oleh kepadatan penguni
kurang gizi. Tingkat kesehatan rumah terhadap terjadinya penyakit.
lingkungan ditentukan oleh berbagai Keenam Penyediaan Air Bersih adalah
kemungkinan bahwa lingkungan air yang dapat digunakan untuk
berperan sebagai pembiakan agen hidup, keperluan sehari-hari yang kualitasnya
tingkat kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan
sehat bisa diukur dengan Penyediaan air dapat diminum apabila sudah masak. Air
bersih yang kurang, Pembuangan air untuk konsumsi rumah tangga yang
limbah yang tidak memenuhi persyaratan didapatkan dari sumbernya harus diolah
kesehatan, Penyediaan dan pemanfaatan terlebih dahulu sehingga memenuhi
tempat pembungan kotoran serta cara syarat kesehatan. Ketujuh Pembuangan
buang kotoran manusia yang tidak sehat, kotoran manusia Tempat pembuangan
Tidak adanya penyediaan dan kotoran manusia (jamban) merupakan hal
pemanfaatan tempat pembuangan sampah yang sangat penting, dan harus selalu
rumah tangga yang memenuhi bersih, mudah dibersihkan, cukup cahaya
persyaratan kesehatan, Tidak adanya dan cukup ventilasi, harus rapat sehingga
penyediaan sarana pengawasan terjamin rasa aman bagi pemakainya, dan
penyehatan makanan, serta Penyediaan jaraknya cukup jauh dari sumber air.
sarana perumahan yang tidak memenuhi Kedelapan Pembuangan Air Limbah atau
persyaratan kesehatan. Hal-hal yang sampah, Air limbah merupakan exereta
menyangkut sanitasi pertama adalah manusia, air kotor dari dapur, kamar
Ventilasi. Situasi perumahan penduduk mandi, WC, perusahaan-perusahaan,
dapat diamati melalui perumahan yang termasuk pula air kotor permukaan tanah.
berada di daerah pedesaan dan perkotaan. Pembuangan air limbah yang kurang baik
Perumahan yang berpenghuni banyak akan menjadi sarang penyakit dan situasi
dan ventilasi yang tidak memenuhi rumah akan menjadi lembab.
syarat-syarat kesehatan dapat Sanitasi lingkungan merupakan
mempermudah dan memungkinkan usaha-usaha pengawasan terhadap semua
adanya transisi penyakit dan faktor yang ada dalam lingkungan fisik
mempengaruhi kesehatan penghuninya. yang memberi pengaruh atau memberi
Kedua pencahayaan, pencahayaan yang pengaruh buruk terhadap kesehatan, fisik,
cukup untuk penerangan ruangan di mental dan kesejahteraan sosial.
dalam rumah merupakan kebutuhan Pengaruh lingkungan dalam rumah
kesehatan manusia. Pencahayaan dapat terhadap kegiatan sehari-hari tidaklah
diperoleh dari pencahayaan dari sinar secara langsung. Lingkungan yang
matahari, pencahayaan dari sinar kelihatannya tidak memiliki potensi
matahari masuk ke dalam melalui bahaya ternyata dapat menimbulkan
jendela. Celah-celah dan bagian rumah gangguan kesehatan penghuninya. Hasil
yang terkena sinar matahari hendaknya penelitian didapatkan sebagian responden
tidak terhalang oleh benda lain. Cahaya dengan sanitasi lingkungan cukup. Hal
matahari ini berguna untuk penerangan, ini disebabkan karena masih banyak
juga dapat mengurangi kelembapan masyarakat di wilayah tersebut tidak
udara, memberantas nyamuk, membunuh mempunyai selokan untuk pembuangan
kuman penyebab penyakit, pencahayaan limbah rumah tangga dan kurang
dari lampu, atau yang lain berguna untuk memperhatikan kebersihan lingkungan
penerangan suatu ruangan (Suyono, dapat dilihat dari 32 responden yang
2005). Ketiga lantai, pada rumah yang memiliki tempat pembuangan limbah
berlantai tanah kelembapan lainnya akan hanya 4 responden sehingga lingkungan
lebih tinggi dibandingkan dengan yang sekitar mereka masih tercemar air limbah
79
Sanitasi Lingkungan Yang Tidak Baik Mempengaruhi Status Gizi Pada Balita
Di Wilayah RW VI Kelurahan Bangsal
Natalia Puspitawati, Tri Sulistyarini

yang menyebabkan kualitas sanitasi Status gizi balita di wilayah RW VI


lingkungan menjadi rendah. Penyediaan Kelurahan Bangsal
dan pemanfaatan tempat pembuangan
kotoran yang dekat dengan dapur, tidak
cukup cahaya, tidak bersih, pencahayaan Berdasarkan hasil penelitian
dan ventilasi yang kurang akan didapatkan bahwa status gizi pada balita
menyulitkan pemeliharaan lingkungan di wilayah RW VI Kelurahan Bangsal
rumah dapat dilihat dari 32 responden sebagian besar responden dengan status
yang memiliki ventilasi atau gizi cukup sebanyak 12 responden
pencahayaan sebanyak 6 responden. (38%). Hal ini dapat dilihat dari 32
Masyarakat sudah memanfaatkan tempat responden didapatkan responden dengan
pembuangan sampah rumah tangga yang gizi lebih sebanyak 0 responden (0%),
memenuhi persyaratan kesehatan yaitu gizi baik sebanyak 9 responden (28%),
membakar sampah atau membuang ke gizi cukup sebanyak 12 responden
TPA dapat dilihat dari pengumpulan data (38%), gizi kurang sebanyak 11
sanitasi lingkungan, 32 responden rata- responden (34%), dan gizi buruk
rata membakar sampah yang telah sebanyak 0 responden (0%).
dikumpulkan dan membuang ke TPA. Status gizi adalah ekspresi dari
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang keadaan keseimbangan dalam bentuk
dapat menyebabkan berbagai penyakit, variabel tertentu atau perwujudan dari
terutama penyakit menular antara lain nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
diare dan penyakit infeksi saluran Status gizi adalah ukuran keberhasilan
pernafasan. Untuk menjaga sanitasi dalam pemenuhan nutrisi untuk anak
lingkungan yang baik setiap rumah yang diindikasikan oleh berat badan dan
haruslah memiliki Ventilasi, dalam tinggi badan anak. Status gizi juga
rumah diperlukan untuk mengganti udara didefinisikan sebagai status kesehatan
ruangan yang terpakai, menjaga yang dihasilkan oleh keseimbangan
temperatur dan kelembapan udara dalam antara kebutuhan dan masukan nutrien.
ruangan. Ventilasi ruangan harus Terpenuhinya gizi yang baik, tubuh dapat
memenuhi syarat Luas lubang ventilasi mempertahankan diri terhadap penyakit
tetap, Udara yang masuk harus udara infeksi dan sebaliknya gangguan gizi
yang bersih, tidak dicemari oleh debu, dapat memperburuk kemampuan anak
Aliran udara jangan menyebabkan sakit. untuk mengatasi penyakit infeksi.
Selain ventilasi harus ada Pencahayaan, Dampak kekurangan gizi (malnutrisi)
dengan pencahayaan yang tidak dapat mengakibatkan kecacatan tubuh
mencukupi akan menyebabkan kelelahan dan kelemahan mental. Lebih jauh anak
mata, disamping itu kurangnya akan rentan (mudah terkena) penyakit
pencahayaan akan menyulitkan atau infeksi baik mata, telinga maupun
pemeliharaan lingkungan rumah. Lantai sistem pernafasan. Kekurangan gizi
juga termasuk salah satu hal yang dapat menyebabkan pertumbuhan mendatar,
dilihat ketika sebuah rumah dikatakan berat dan tinggi badan menyimpang dari
memiliki sanitasi lingkungan yang baik, pertumbuhan normal dapat diamati pada
lantai yang terbuat tanah tidak bisa anak-anak yang kurang gizi. Normal
dibersihkan seperti halnya pada lantai status gizi dapat dilihat menurut Dep Kes
berplester (pengepelan lantai) dengan RI tahun 1999 yaitu buku rujukan WHO
menggunakan bahan anti kuman. NCHS sebagai indeks berat badan
Sehingga pada lantai tanah kuman akan menurut umur.
bertahan lebih lama dibandingkan dengan Hasil penelitian didapatkan
lantai plester atau ubin. Resiko sebagian besar responden dengan status
menempati rumah dengan jenis dinding gizi cukup. Hal ini disebabkan karena
yang tidak memenuhi syarat bukanlah orangtua belum terlalu memperhatikan
faktor resiko langsung terhadap penyakit, makanan yang dikonsumsi sehari-hari
namun berkaitan dengan kelembapan yang mengandung dan yang tidak
udara. mengandung zat-zat yang diperlukan
oleh tubuh para balita sehingga terjadi
80
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh, menentukan pertumbuhan dan


maka simpanan zat gizi akan berkurang perkembangan anak yang akhirnya
dan lama kelamaan simpanan akan mempengaruhi perkembangan
menjadi habis, apabila keadaan ini motoriknya. Keadaan gizi kurang tingkat
dibiarkan maka akan terjadi perubahan berat pada masa bayi dan balita ditandai
faali dan metabolis misalnya anak dengan dua macam sindrom yang jelas
menjadi sakit. Konsumsi makanan yang yaitu kwashiorkor, karena kurang
kurang juga akan mempermudah konsumsi protein dan marasmus karena
timbulnya penyakit yang dapat kurang konsumsi energi dan protein
mempengaruhi pertumbuhan dan (Suhardjo, 2003). Kekurangan energi
mengakibatkan status gizi menurun. kronis dapat menyebabkan balita lemah,
Anak yang menderita kurang gizi akan pertumbuhan jasmaninya terlambat, dan
mudah terkena infeksi khususnya diare perkembangan selanjutnya terganggu.
dan penyakit saluran pernafasan. Para Kekurangan gizi juga dapat
balita mendapatkan susu dari puskesmas menyebabkan mudahnya terkena
setiap bulan sehingga bisa membantu serangan infeksi dan penyakit lainnya
untuk memenuhi gizi meskipun belum serta lambatnya proses regenerasi sel
memenuhi gizi sesuai kebutuhan tubuh. tubuh (Suhardjo, 2003).
Hasil penelitian, didapatkan tidak
ada pengaruh sanitasi lingkungan dengan
Sanitasi Lingkungan yang Tidak Baik status gizi pada balita di wilayah RW VI
Mempengaruhi Status Gizi pada Balita Kelurahan Bangsal. Hal ini dikarenakan
di Wilayah RW VI Kelurahan Bangsal status gizi selain dipengaruhi oleh
sanitasi lingkungan, juga dipengaruhi
oleh beberapa fakor antara lain konsumsi
Berdasarkan hasil uji statistik makanan yaitu makanan yang diberikan
Regresi Linier yang didasarkan pada tidak memenuhi empat sehat lima
tingkat kemaknaan α ≤ 0,05 didapatkan p sempurna yang tidak mengandung zat-zat
= > 0,05 dimana p < α maka Ho ditolak yang diperlukan oleh tubuh. Faktor
dan p ≥ 0,05 maka Ho diterima artinya lainnya adalah status kesehatan (penyakit
tidak ada hubungan, jadi tidak ada infeksi) dapat dilihat secara langsung
pengaruh sanitasi lingkungan dengan bahwa balita di wilayah RW VI dalam 3
status gizi pada balita di wilayah RW VI bulan ada yang terserang penyakit infeksi
Kelurahan Bangsal. saluran atas yaitu flu dan batuk yang
Status gizi balita adalah keadaan akan berpengaruh terhadap status gizi.
kurang gizi yang disebabkan oleh Dalam keadaan gizi yang baik tubuh
rendahnya konsumsi energi dan protein dapat mempertahankan diri terhadap
dalam makanan sehari-hari sehingga penyakit infeksi dan sebaliknya
tidak mencukupi angka kecukupan gizi. gangguan gizi dapat memperburuk
Beberapa faktor penyebab status gizi kemampuan anak untuk mengatasi
balita dapat digolongkan menjadi penyakit infeksi. Jika konsumsi makan
penyebab langsung yaitu konsumsi kurang akan mempermudah timbulnya
makanan dan penyakit infeksi sedangkan penyakit yang dapat mempengaruhi
penyebab tidak langsung yaitu pertumbuhan dan mengakibatkan status
ketersediaan pangan di tingkat rumah gizi menurun. Anak yang menderita
tangga, pola asuh anak, sanitasi kurang gizi akan mudah terkena infeksi
lingkungan, pelayanan kesehatan, khususnya diare dan penyakit saluran
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pernafasan.
pengetahuan gizi ibu, jumlah anggota Menurut teori Faktor-faktor yang
keluarga, pendapat keluarga dan Mempengaruhi Status Gizi dapat berupa
kemiskinan. Gizi kurang dan infeksi Faktor Langsung yaitu Konsumsi
kedua-duanya bermula dari kemiskinan Makanan yang berarti Makanan yang
dan lingkungan yang tidak sehat dengan dikonsumsi sehari-hari mengandung zat-
sanitasi buruk. Kekurangan gizi pada zat yang diperlukan oleh tubuh. Semakin
anak usia ≥ 1 – 5 tahun sangat banyak zat-zat gizi yang terkandung
81
Sanitasi Lingkungan Yang Tidak Baik Mempengaruhi Status Gizi Pada Balita
Di Wilayah RW VI Kelurahan Bangsal
Natalia Puspitawati, Tri Sulistyarini

dalam makanan yang dimakan semakin penyakit, antara lain diare dan saluran
baik status gizi yang dimilikinya. pencernaan. Di dunia penyakit tersebut
Selanjutnya Status Kesehatan dapat telah menimbulkan kematian sekitar 2,2
ditingkatkan dengan memelihara juta anak per tahun dan menghabiskan
kesehatan dan lingkungan fisik serta banyak dana untuk mengatasinya
sosialnya. Status kesehatan yang (UNICEF, 2008). Seseorang yang
meningkat maka status gizinya pun juga kekurangan zat gizi akan mudah
meningkat. Ditinjau dari sudut pandang terserang penyakit dan pertumbuhan akan
epidemiologi masalah gizi sangat terganggu. Sanitasi lingkungan yang
dipengaruhi oleh pejamu, agens, buruk akan menyebabkan anak lebih
lingkungan. Ketidakseimbangan antara mudah terserang penyakit infeksi yang
ketiga faktor ini, misalnya terjadinya akhirnya dapat mempengaruhi status gizi.
ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh Status gizi selain dipengaruhi oleh
maka simpanan zat gizi akan berkurang sanitasi lingkungan, juga dipengaruhi
dan lama kelamaan simpanan menjadi oleh beberapa fakor antara lain konsumsi
habis apabila keadaan ini dibiarkan maka makanan dan status kesehatan (penyakit
akan terjadi perubahan faali dan infeksi). Jika konsumsi makan kurang
metabolis dan akhirnya memasuki akan mempermudah timbulnya penyakit
ambang klinis. Proses itu berlanjut yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
sehingga menyebabkan orang sakit. dan mengakibatkan status gizi menurun.
Tingkat kesakitannya dimulai dari sakit Anak yang menderita kurang gizi akan
ringan sampai sakit tingkat berat. Dari mudah terkena infeksi khususnya diare
kondisi ini akhirnya ada 4 kemungkinan dan penyakit saluran pernafasan. Masing-
yaitu ; mati, sakit kronis, cacat dan masing faktor tersebut akan
sembuh apabila ditanggulangi secara memperburuk keadaan. Sanitasi
intensif. Dan juga dapat berupa Faktor lingkungan juga sangat terkait dengan
tidak langsung yaitu Penyakit infeksi ketersediaan air bersih, ketersediaan
yang berarti Anak yang mengalami gizi jamban, jenis lantai rumah serta
kurang akan mudah terkena penyakit kebersihan peralatan makan pada setiap
khususnya diare dan penyakit saluran keluarga. Makin tersedia air bersih untuk
pernapasan. Masing-masing keadaan kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko
tersebut mendorong dan dapat anak terkena penyakit kurang gizi.
memperburuk keadaan. Proses tersebut Pendidikan Orang Tua Latar pendidikan
akan menimbulkan kesakitan yang orang tua, merupakan salah satu unsur
semakin memburuk dan dapat penting yang berperan dalam
menyebabkan kematian. Dalam keadaan menentukan keadaan gizi anak. Pada
gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup masyarakat yang rata-rata pendidikannya
kemampuan untuk memepertahankan diri rendah, menunjukkan prevalensi gizi
terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan kurang yang tinggi dan sebaliknya pada
gizi semakin buruk maka reaksi masyarakat yang tingkat pendidikannya
kekebalan tubuh akan menurun yang cukup tinggi, prevalensi gizi kurang lebih
berarti kemampuan tubuh untuk rendah. Tingkat Pendapatan Tingkat
mempertahankan diri terhadap serangan pendapatan juga menentukan pola makan
infeksi menjadi turun. Infeksi apa yang dibeli dengan uang tersebut.
memperburuk status gizi, dan sebaliknya Jika pendapatan meningkat,
gangguan gizi memperburuk kemampuan pembelanjaan untuk membeli makanan
anak untuk mengatasi penyakit infeksi juga bertambah. Dengan demikian
(Aritonang, 2003). Selanjutnya Sanitasi pendapatan merupakan faktor yang
Lingkungan yang berarti Sanitasi yang menentukan kualitas dan kuantitas
memadai merupakan dasar makanan yang selanjutnya akan
pembangunan. Namun, fasilitas sanitasi berpengaruh terhadap zat gizi (Kusumo,
jauh dibawah kebutuhan penduduk yang 2004).
terus meningkat jumlahnya. Keadaan Dari hasil penelitian yang
lingkungan yang kurang baik menunjukkan tidak adanya pengaruh
memungkinkan terjadinya berbagai jenis antara sanitasi lingkungan dengan status
82
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

gizi hal ini dapat dikarenakan dari faktor Daftar Pustaka


lain yaitu pengetahuan orang tua, sosial
ekonomi dan sebagainya yang dalam hal
ini dapat dikatakan bahwa masih banyak Aqib, Zainal. (2006). Penelitian
faktor yang dapat mempengaruhi dalam Tindakan Kelas. Bandung : Yrama
terpenuhinya status gizi anak. Widya.
Aritonang, Irianton. (2003)
Pemantauan Pertumbuhan
Kesimpulan Balita. PT. Kanisius Jakarta
Hariyani, Sulistyoningsih. (2011). Gizi
untuk Kesehatan Ibu dan Anak.
Sanitasi lingkungan di wilayah Edisi Pertama. Jakarta: Graha
RW VI Kelurahan Bangsal sebagian Ilmu.
besar adalah cukup. Status gizi di Kardinan, Agus dan Kusuma, Fauzi
wilayah RW VI Kelurahan Bangsal Rahmat, (2004). Hidup Sehat
paling banyak adalah status gizi cukup. secara Alami dalam : Meniran
Sanitasi lingkungan di wilayah RW VI Penambah Daya Tahan Tubuh
Kelurahan Bangsal tidak berpengaruh Alami Cetakan I Jakarta Agro
terhadap status gizi pada balita di Media Pustaka
wilayah RW VI Kelurahan Bangsal Notoatmodjo, 2003 Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan, Jakarta :
Rineka Cipta.
Saran Notoatmojo, Soekidjo. (2005).
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Pertama Saran Bagi Masyarakat Nursalam. (2003). Konsep dan
hendaknya bisa meningkatkan status gizi Penerapan Metodologi Penelitian
keluarga terutama pada balitanya agar Ilmu Keperawatan. Jakarta :
balita tidak ada yang mengalami status Salemba Medika.
gizi yang kurang. Kedua saran Bagi Setiadi. (2007). Konsep Penulisan Riset
Profesi Perawat hendaknya dapat Keperawatan .Jogyakarta : Graham
memberikan Health Education tentang Ilmu
pentingnya kebersihan lingkungan dan Slamet, Juli Soemirat. (2009). Kesehatan
tentang pentingnya pemenuhan gizi Lingkungan.Yogyakarta: Gajah
untuk pertumbuhan dan perkembangan Mada University Press.
pada anak usia 1 tahun sampai lima Suhardjo, (2003), Pemberian Makanan
tahun. Ketiga, saran Bagi Institusi pada Bayi dan Anak, Kanesius,
Puskesmas Pesantren I Kota Kediri Yogyakarta.
hendaknya memberikan informasi Suyono, Slamet (2005). Buku Ajar Ilmu
tentang sanitasi lingkungan terutama Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 4,
pada pembuangan limbah rumah tangga, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
ventilasi atau pencahayaan agar wilayah Dalam FKUI
tersebut lebih terjaga kebersihannya dan UNICEF. A Human Right-Based
tidak tercemari lingkungannya karena Approach to Education (2008)..
pembuangan limbah yang kurang baik. Newyork : UNICEF, Tersedia di
Saran keempat Bagi Peneliti dapat http://www.unicef.org. Di Akses
memperoleh pengalaman belajar dalam tgl 20 Juli 2011.
penelitian dan sebagai bahan peneliti ______, Jawa Pos edisi Kamis, 13
selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor Agustus (2007) Rubrik Metropolis
lain yang mempengaruhi status gizi.

83

Anda mungkin juga menyukai